Anda di halaman 1dari 15

Manifesto Politik PRD : Kiprah Gerakan Kiri dalam Negeri

Eksistensi Partai Rakyat Demokratik (PRD) dalam sebuah gerakan yang berpengaruh di indonesia memang sudah sejak lama ada, tapi hal itu kurang banyak diketahui oleh angkatan baru-baru ini. Mungkin dalam tahun-tahun akhir kejatuhan rezim soeharto sempat terdengar cukup ramai akibat kejar-mengejar yang dilakukan oleh pihak rezim kepada para aktivisnya. PRD merupakan gerakan yang cenderung kiri, bahkan dicap komunis oleh Soeharto. Latar belakang munculnya PRD tak lepas dari kondisi sosial politik khususnya dunia pergerakan kampus yang telah dilanda kegemingan akibat kebijakan pemerintah yang mengekang politisasi kampus, dengan diterapkannya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan
1

Koordinasi

Kemahasiswaan (NKK dan BKK) pada tahun 1978 dan 1979.

NKK inilah yang mengkebiri aspirasi politik mahasiswa, dimana pemerintah membatasi keterlibatan urusan politik mahasiswa. Menurut Heryawan (2009: 109) NKK tersebut berfungsi untuk mengendalikan gerakan mahasiswa yang radikal, yang mengancam eksistensi pemerintah yang disebabkan gerakan yang tidak terkendali tersebut.2 Agaknya hal inilah yang memang membuat keadaan politik kampus pada tahun setelahnya agak kurang bertaji. Dengan kebijakan tersebut, proses depolitisasi kampus dilaksanakan. Mahasiswa yang kritis dibungkam. Demokrasi tak memperoleh kebebasannya. Kebijakan ini dilatar belakangi demonstrasi anti pemerintah pada 1978, aktifitas politik di kampus dilarang melalui kebijakan yang dikenal dengan nama Normalisasi Kehidupan Kampus.3 Dengan diterapkannya NKK/BKK di kampus

Hermawan Sulistiyo, Lawan : Jejak-jejak jalanan di balik kejatuhan Soeharto, Jakarta: Pensil-324, 2002, hal 109. NKK dikeluarkan pada tanggal 19 April 1978 melalui SK N. 0156/U/1978, dan BKK dikeluarkan melalui SK No. 037/U/1979 tanggal 24 Februari 1979. 2 Ibid 3 Anders Uhlin, Oposisi Berserak, Bandung: Mizan, 1998, hal. 91.

itu, memang api perlawanan terhadap pemerintah mulai padam, tapi yang tidak disadari oleh rezim adalah bom waktu yang kapan saja bisa meledak, akibat pengekangan itu, yang merupakan hasil dari tindakan rezim yang keras terhadap apa-apa yang meurut dia merupakan ancaman, karena jika sedikit saja para mahasiswa menyinggung kebijakan Soeharto, maka secepatnya akan dilibas. Ini seperti menahan hewan buas dengan siksaan, secepatnya hewan-hewan buas itu akan memberontak, untuk mengakhiri riwayat anda. Kebijakan NKK/BKK inilah yang kemudian mengantar suatu pikiran dimana rakyat pada umumnya dan mahasiswa khususnya terkekang oleh kebijakan pemerintah yang membatasi hak suara dan tindak-laku dalam kondisi terhadap reaksi atas apa yang terjadi dengan iklim sosial yang dinilai buruk. Berbagai tindakan represif pada dekade selanjutnya yang membatasi hak politik rakyat, represi terhadap pers seperti pembredelan 3 majalah sekaligus, Tempo, Editor, dan Tabloid Detik, Intervensi yang dilakukan pemerintah kepada berbagai elemen masyarakat, seperti yang dilakukan atas PDI dan NU.4 Dan pada akhirnya, PRD muncul, dengan segala kekecewaan atas rezim Soeharto. Lahirnya organisasi ini tidak merta langsung membentuk apa yang disebut PRD, namun dimulai dengan terbentuknya underbow-nya, yaitu Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), sebuah organisasi akan membentuk PRD dikemudian hari.5 Ricardi Adnan dan Arvan Pradiansyah dalam Selo Soemardjan (1999: hal 138) mengkategorisasikan mahasiswa dengan melihat dari bagaimana mahasiswa merespon perkembangan politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Para mahasiswa SMID dikategorisasikan sebagai kelompok Idealis Konfrotatif. Yaitu mereka yang aktif di kelompok-kelompok diskusi atau lembagalembaga swadaya mahasiswa/masyarakat. Keduanya mengklasifikasi kelompok Idealis Konfrontatif dengan penjelasan: berskala

nasional, yang dibentuk pada november 1992. Nantinya para pendiri SMID juga

Miftahuddin, Radikalisasi Pemuda : PRD Melawan Tirani, Jakarta: Desantara Utama, 2004, hal 65. 5 Ibid, hal. 76.

Kegiatan

mereka

senantiasa

bernuansa

pemikiran

kritis

mengenai

perkembangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat, serta teoriteori yang mendasarinya. Mereka ikut aktif dalam aksi-aksi demonstrasi memperjuangkan hak-hak rakyat yang tertindas. Ciri khas perjuangan mereka adalah non kooperatif. Mereka terang-terngan menentang pemerintah. Meski pun secara kuantitas jumlahnya tak terlalu besar, keberadaan mereka di kampus cukup menonjol. Kebanyakan mereka aktif dalam organisasi di luar kampus......Ini antara lain disebabkan penilaian mereka bahwa organisasi kampus telah mencapai stagnasi karena birokrasi universitas lebih dominan.6

Sedangkan Uhlin (1998: 112) menyatakan bahwa para aktivis mahasiswa yang ada pada tahun 1990-an terbagi ke dalam tiga kategori utama menyangkut ideologi mereka: kolmpok yang menggunakan wacana Marxis (tetapi tetap tanpa kekerasan dan demokratis) dan mencoba membangun gerakan massa yang mencakupi buruh dan petani; kelompok populis kiri yang terlibat dalam

demonstrasi-demonstrasi dan kampanye high-profile, sering langsung menentang Presiden Soeharto; dan kelompok muslim.7 Kategorisasi antara mahasiswa yang menggunakan wacana Marxis dengan kelompok populis kiri memang sedikit kabur, antara keduanya bisa saja saling melengkapi. SMID dibentuk untuk melawan keserampangan Soeharto, dengan berpihak dan bergabung langsung dengan kekuatan rakyat.8 SMID menggambarkan rezim Orde Baru sebagai besifat fasis dan totaliter, dan menuntut sebuah sistem multipartai demokratis.9 Sikap ini memang agak keras karena pada zaman itu suara yang terdengar menggelitik bagi Soeharto sangat jarang. SMID segera menjadi dekat dan pro-rakyat. Pergumulan mahasiswa ini begitu berbaur dengan rakyat, terutama kaum buruh dan petani, yang kebanyakan dibawah garis kemiskinan. Sebenarnya, tak hanya SMID yang menjadi asal embrio dari PRD, beberapa gerakan kiri perlawanan, yang berkembang pasca 90-an, seperti Serikat
Selo Soemardjan, Ed., Kisah Perjuangan Reformasi, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1999. Hal. 138. 7 Anders Uhlin, Op. Cit., hal. 112 8 Miftahuddin, Op. Cit., hal 76. 9 Anders Uhlin, Op. Cit., hal. 113.
6

Tani Nasional (STN), Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI), Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (Jakker), Sarekat Rakyat Indonesia (SRI), Solidaritas Perjua ngan Rakyat Indonesia untuk Rakyat Maubere (SPRIM), ikut membentuk PRD.10 Pada awalnya, Jakker bernama Jaker (Jaringan Kesenian Rakyat) yang didirikan oleh Moelyono, Wiji Thukul, dan teman-teman lainya, yang dibuat untuk membentuk gerakan kebudayaan, yang bisa memperkuat daya perlawanan rakyat. Dengan begitu, diharapkan komunitas itu bisa mempengaruhi rakyat untuk melawan rezim. Kemudian dengan hasutan teman-teman Wiji Thukul untuk memasukkan Jaker ke dalam sayap politik PRD, dalam kongres pembentukan PRD pada April 1996, secara sepihak Jaker resmi bergabung dengan PRD, dengan namanya yang berubah menjadi Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat.11 Inilah gabungan kekuatan yang menjadi tombak untuk melawan tindakan represif dari pemerintah Soeharto. memang saat itu kesadaran pemerintah akan perlunya menindak keras kelompok-kelompok pembangkang semakin mencuat. Disisi lain, rakyat pun mulai menyadari bahwa rezim cendana telah menyakiti hati mereka dengan berbagai penyelewengan dan ketidakadilan yang diterima rakyat. Maka pada tanggal 2 Mei 1994, diadakan pertemuan diantara elemenelemen gerakan yang telah disebutkan diatas, dan dalam forum tersebut lalu disepakati membentuk Persatuan Rakyat Demokratik (PRD). Organisasi ini dimaksudkan sebagai gerakan oposisi radikal untuk perlawanan massal terhadap rezim Soeharto.12 Hal ini belum ada sebelumnya, dimana suatu organisasi yang

Miftahuddin, Op. Cit., hal 80. Majalah Tempo, Edisi 13-19 Mei 2013, hal 98. 12 Miftahuddin, Op. Cit., hal. 81. Adapun ide gagasan terbentuknya PRD menurut anonim yang menyebut dirinya Karl Marx melalui email yang dikirimnya kepada indopubs.com yang dikelola Dr. John MacDougall melalui alamat email mr_karlmarx@usa.net pada tanggal 27 Februari 2000 yang menyatakan Pada awalnya, PRD singkatan dari Persatuan Rakyat Demokrasi, yang merupakan gagasan dari Daniel Indra Kusuma. Beliau adalah seorang mahasiswa yang sempat memperdalam ideologi Marxis di Philipina dan Cuba. Pada tahun 1980, Daniel mengikuti training gerakan massa di Philipina dan mengadakan hubungan dengan kelompok sosialis di Hongkong. Pada tahun 1989-1990 dia berhasil merekrut Sugeng Bahagio, Wibby Warow dan Yamin. Pada Mei 1992 telah berhasil direkrut beberapa mahasiswa al. Budiman Sudjatmiko dkk. Selain itu, PRD juga berhasil mengajak beberapa mahasiswa yang sebelum keberangkatan mereka ke luar negeri, terlebih dahulu diberikan pemahaman ideologi.Disamping itu, aktivis Danil Tikoalu telah merekrut berpuluh-puluh aktivis mahasiswa dari berbagai kota dan mengadakan forumforum diskusi secara rutin mengenai prinsip-prinsip pemahaman ideologi. Ketika saya tanyakan pada Budiman Sudjatmiko lewat twitter mengenai siapa Karl Marx yang menulis itu, dengan akun
11

10

tak mempunyai legitimasi secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap rezim. PRD mempunyai program politik yang dicanangkan unruk melakukan perlawanan terhadap rezim. Untuk itu PRD menuntut: Paket 5 UU Politik 1985 dan Dwi Fungsi ABRI harus dicabut, karena keduanya merupakan tiang utama yang menyangga rezim Soeharto.13 Paket 5 UU Politik adalah sebuah undangundang kurang lebih menyatakan bahwa hak-hak rakyat untuk berorganisasi, berkumpul dan menyatakan pendapat hanya boleh disalurkan melalui wadah yang dikontrol, dibuat atau diawasi oleh pemerintah.14 Ini tak lain hanya akal-akalan Soeharto untuk membungkam segala sesuatu yang berbeda suara dengan beliau. Walaupun praktiknya ada 2 partai lain (selain Golkar) yang dapat dijadikan aspirasi suara, nyatanya sama saja, semua dikendalikan pemerintah. Setelah deklarasi PRD, Soesilo Soedarman, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam) langsung mengeluarkan pernyataan: PRD ilegal, hanya ada tiga partai politik yang diakui oleh pemerintah, PPP, Golkar dan PDI. Pemerintah akan mengambil tindakan Direktur Jenderal sosial-politik Dedagri kala itu, Sutoyo jugo menyatakan bahwa jika PRD melawan kehendak, polisi akan membubarkan dengan paksa.15 Pernyataan yang keras di atas dibantah oleh Harsudiono Hartas, pensiunan jenderal yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua DPA (Dewan Pertimbangan Agung) yang diangkat oleh Prrresiden Soeharto. Hartas dilaporkan Media Indonesia (5 Mei 1994) menyatakan: PRD dibentuk karena tersumbatnya kultur dan mekanisme politik. Pemuda dan mahasiswa mencari cara lain untuk memperjuangkan aspirasinya. Sedangkan Jakob Tobing, salah satu ketua Golkar mengatakan kepada wartawan bahwa pemerintahan tidak seharusnya tergesa-gesa

@budimansudjatmiko, beliau tidak menjawab, begitu juga halnya ketika saya tanyakan pada mantan aktivis PRD yang lain, Lilik Hastuti, dengan akun @LilikHs, mungkin karena tidak tahu, atau tak mau membicarakan hal mengenai PRD lagi. Tulisan itu Bisa dilihat pada http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/01/2388.html 13 Secara jelas tuntutan ini dibacakan Budiman Sudjatmiko dalam pidato pertanggungjawaban PRD di ruang Pengadilan Jakarta Pusat dan Pengadilan Jakarta Selatan pada 1997. Pidato ini bisa dibaca secara daring di http://budimansudjatmiko.net/node/137 14 Miftahuddin, Op. Cit. 15 Ibid, hal. 218.

menyalahkan PRD melanggar hukum. Di sisi yang lain, Agung Laksono, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Golkar menyatakan dengan tegas bahwa pembentukan PRD tidak konstitusional.16 Ini bukti bahwa pembentukan PRD pun diketahui oleh pihak pemerintah, meskipun cuma hanya diancam beberapa oleh anggota DPR saat itu, tapi ada beberapa lainnya yang tidak langsung menghakimi lewat opini. Ini karena tindakan PRD belum sampai membuat Soeharto kelewatan marah, meskipun diawasi secara ketat. Wajar, karena gerakan ini pun baru saja berdiri. Kondisi partai pemilu saat itu pun Cuma sekedar menggambarkan bahwa rezim Orde Baru juga tak meninggalkan demokrasi, dengan adanya partai politik lain (meskipun hanya dua), yang ketika pemilu pun seakan menjadi pengembira, dimana pemenang sudah pasti pada pihak Golkar, dan tentunya, Soeharto lah yang tetap menjadi raja tunggalnya. Peran ABRI terhadap kelangsungan berkuasanya rezim Orde Baru juga besar, ABRI mengontrol dan mengawasi rakyat guna melakukan perlindungan terhadap apa-apa yangmenjaadi ancaman rezim.17 Hasnan Habib dalam Selo Soemardjan (1999:322) mengatakan bahwa ABRI tidak menginginkan hasil pemilu membuka kemungkinan untuk munculnya lebih dari satu calon presiden dan satu calon wakil presiden dan oleh karena itu semakin terang-terangan berpihak kepada Golkar.18 Semakin terang pula aksi represif yang dilakukan ABRI terhadap pergerakan rakyat. Setelah berdiri, PRD segera melaksanakan Program-programnya, yang menuntut pada demokrasi. Namun, tidak bisa berjalan optimal karena menurut dokumen resmi PRD, kurang setianya para pengurus (saat itu yang menjabat sebagai Ketua PRD adalah Sugeng Bahagio) dalam mengemban amanat Kongres Persatuan Rakyat Demokratik (PRD).19 Ini hal yang biasa lumrah terjadi dalam awal-awal pembentukan sebuah organisasi dalam upaya pematangan terhadap apa yang ditujukan.

16 17

Ibid, Ibid, hal. 80. 18 Selo Soemardjan, Ed., Op. Cit., hal. 322. 19 Miftahuddin, Op. Cit, hal 82.

Untuk itu, beberapa organ yang sudah memberikan dukungan politik pada PRD serta deklarator Kongres mengadakan pergantian pengurus PRD (reshufle) dengan memmbentuk Komite Penyelamat Organisasi Persatuan Rakyat Demokratik (KPO-PRD) yang dipimpin oleh Budiman Sudjatmiko. 20 Tujuan dari dibentuknya KPO-PRD ini tak lain hanya memperbaiki sistem kepengurusan agar program-program dapat terlaksana dengan baik.21 Fungsi KPO-PRD berakhir setelah kepengurusan yang ada tidak bersedia memberikan laporan pertanggungjawaban. lalu dibentuklah sebuah Presidium Sementara Persatuan Rakyat Demokratik (PS-PRD). Tugas PS-PRD yang masih dipimpin oleh Budiman Sudjatmiko ini adalah menyelenggarakan sebuah kongres secepat mungkin untuk memilih kepengurusan harian baru sambil tetap menjalankan program dan strategi taktik yang menjadi amanat kongres.22 Pada tahun 1996, Peta kekuatan perpolitikan di indonesia sedang mengalami tensi tinggi, dengan usaha rezim dalam menyingkirkan Megawati atas kepemimpinan di PDI. Kaum oposisi lalu mendirikan berbagai ormas dan bahkan partai politik. Partai politik yang lahir saat itu adalah PUDI (Pimpinan Sri Bintang Pamungkas), Masyumi Baru (Pimpinan Ridwan Saidi), dan PNI-Supeni (Pimpinan Ny. Supeni).23 Sebenarnya intervensi rezim terhadap organisasi lain juga terjadi sebelumnya, dengan usaha pencalonan Abu Hasan yang digadang pemerintah melawan Gus Dur (yang ketika itu sangat vokal) pada Muktamar NU di Cipasung pada 1994. Karena telah berdiri beberapa parta lain dan juga situasi dinamika perpolitikan yang sedang goncang itu PRD pun segera mendeklarasikan sebagai partai politi, dengan singkatan yang tetap sama, PRD.24 Adanya partai lain yang digagas beberapa tokoh yang telah disebutkan diatas membuat PRD semakin mantap dan percaya diri untuk membentuk sebuah partai.
Ibid Ibid 22 Ibid 23 Ibid. Tapi menurut Anders Uhlin dalam bukunya (1998: 98), pembentukan PUDI baru diumukan Sri Bintang Pamungkas, belum didirikan. Dia mengumumkan akan membentuk PUDI ketika sidang dalam masa peradilan karena didakwa telah menghina Soeharto. Dia sebelumnya anggota parlemen yang dipecat gara-gara kritik vokalnya. 24 Ibid, hal. 83.
21 20

Setelah keputusan membuat partai politik disepakati bersama, pada bulan Mei, 1996, diadakan Kongres I Partai Rakyat Demokratik (PRD di Sleman, Yogyakarta. Kongres ini dihadiri oleh ratusan delegasi yang mewakili berbagai ormas sektoral, serta peninjau (observer) dari CNRM dan dari Democratic Social Party (DSP, Partai Sosial Demokrat) Australia. Kongres pertama mengambil beberapa keputusan penting dalam hal proram-program, strategi-taktik

perjuangan, organisasi, AD-ART partai, slogan, logo dan memilih pengurus pusat. Pada saat itu juga Manifesto PRD dirumuskan, yang tak lain merupakan

kesimpulan dari semua Kongres itu. Manifesto ini dibacakan sebagai Deklarasi Partai Rakyat Demokratik di gedung YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) pada tanggal 22 Juli 1996.25 PRD sendiri mengklaim bahwa Kongres ini merupakan puncak dari proses penyatuan gerakan rakyat di masa kediktatoran Orde Baru.26 Tak hanya itu, dalam kongres tersebut dirumuskan pula program-program partai menyangkut ideologi, organisasi dan politik.27 Partai ini berharap dapat membebaskan Indonesia dari belenggu kesewenangan dan intrik-intrik feodalisme yang diprakarsai oleh presidennya sendiri. Rakyat yang tak punya modal hanya bisa merintih atas pederitaan yang terjadi. Inilah yang menjadi dasar PRD untuk membantu dengan menyuarakan kritik melalui aksi mereka. Miftahuddin (2004: 84) menyatakan bahwa program ideologi harus berhasil dicapai agar rakyat bisa segera menyadari dari propaganda penguasa akan keloyalan kepada mereka. Ideologi juga penting sebagai pemandu bagi aksi-aksi melawan penindasan penguasa beserta alat-alat politiknya.28 Logo PRD dirancang oleh Budiman Sudjatmiko sendiri, yang berupa bintang kuning dengan dasar warna meerah beserta ikon roda gigi. Bila ditelisik, logo tersebut sesungguhnya , merupakan sebuah bentuk pembangkangan simbolik

Ibid Lihat sekilas tentang PRD dalam website-nya, http://www.prd.or.id/organisasi/20100712/sekilas-tentang-prd.html 27 Miftahuddin, Op. Cit., hal 84. 28 Ibid
26

25

terhadap represi Orde Baru.29 roda gigi merupakan lambang dari buruh, yang digambarkan dalam proses industri, sedangkan bintang kuning itu memngingatkan akan bintang yang berwarna sama dalam bendera vietnam, dan bendera RRC yang keduanya berpaham komunis. Dasarnya pun sama, berwarna merah. Agaknya logo ini lah yang nantinya berperan juga membentuk pikiran bahwa PRD berhalauan komunis, yang dilakukan oleh Soeharto. Pada 27 Juli 1996, lima hari setelah PRD dideklarasikan, terjadi peristiwa yang disebut Kudatuli, yaitu penyerbuan terhadap kantor DPP PDI, di Jalan Diponegoro, Jakarta.30 Setelah peristiwa itu, segera saja PRD dituduh oleh aparat menjadi motor penggerak peristiwa itu. Tak ayal, kader dan simpatisan PRD segera diburu. Hal ini tidaklah mengherankan, mengingat aktivis-aktivis PRD termasuk diantara aktor-aktor prodemokrasi paling radikal dan vokal.31 Hal ini untuk mengelabui pandangan masyarakat tentang keterlibatan aparat pemerintah dalam kerusuhan ini. Dari pelaksanaan proses pembersihan yang dilakukan rezim terhadap aktivis PRD yang dituduh keterlibatannya dalam peristiwa Kudatuli, Sejak Januari hingga Juni 1997, Ketua Umum PRD dan 13 pengurus/ anggota PRD disidang di berbagai pengadilan di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Surabaya. Ketua Umumnya sendiri, yaitu Budiman Sudjatmiko, divonis 13 tahun. Sedangkan lainnya mendapat vonis beragam, antara 1,5 tahun hingga 12 tahun.32 Setelah perburuan terhadap aktivis PRD itu, Soeharto melakukan propaganda bahwa PRD adalah komunis.33 agaknya ini untuk mempengaruhi persepsi masyarakat untuk tak terlibat lagi dengan gerakan yang dikomandoi PRD. Setelah aktivis-aktivis PRD diciduk, fitnah Soeharto ini sangat memukul PRD. Apalagi setelah pemerintah melakukan aksi pamungkasnya, yaitu
29

Arief Adityawan S, Propaganda Pemimpin Politik Indonesia, Jakarta: LP3ES, 2008,

hal. 190. Peristiwa ini ada pula yang menamakan sebagai peristiwa Sabtu Kelabu. Yang dilatar belakangi atas rekayasa Soeharto dalam memenangkan Soerjadi menjadi Ketua Umum PDI dalam Kongres PDI di Medan. Tetapi pihak Mega menolak dan Kantor DPP PDI diduduki pihak Mega. Sehingga kubu Soerjadi menyerang Kantor DPP itu. 31 Anders Uhlin, Op. Cit., hal 117. 32 Miftahuddin, Op. Cit., hal 85. 33 Ibid
30

dikeluarkannyaa SK Mendagri yang menyatakan PRD beserta ormas-ormasnya yang berafiliasi sebagai partai terlarang.34 Propaganda yang dilakukan Soeharto pun berhasil, karena pada Orde baru propaganda yang dilakukan rezim sebagai alat hegemoni Orde Baru membentuk alat-alat hegemoni tandingan lainnya yang di dalamnya terjadi kekerasan simbolik; gagasan ideologi dominan dimenangkan dalam proses persaingan penuh kekerasan dan pemkasaan.35 Karena Ketua Umum dan beberapa pengurus ditahan, maka Budiman segera memberikan mandat untuk pengalihan kepemimpinan PRD yang diserahkan kepada anggota PRD lainnya yang tidak ditangkap untuk tetap terus melawan rezim Soeharto. Seperti apa yang dilakukan Soekarno dalam pemberian mandat kepada Amir Syarifuddin ketika Belanda telah menguasai Ibukota (saat itu Yogyakarta) untuk segera membuat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi. Untuk itu, dibuatlah sebuah kepemimpinan kolektif Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD). 36 Mandat yang segera dilakukan bagi KPP-PRD adalah melakukan reorganisasi atas PRD yang telah dihancurkan oleh rezim. Oleh karenanya, seluruh anggota PRD yang berada dalam persembunyian di berbagai kota mulai dikumpulkan, lalu membagi kerja untuk tetap membangun kekuatan.37 Strategi ini digunakan guna memperkuat barisan PRD untuk lebih menekan Soeharto dengan cara yang berbeeda, yakni dengan gerakan bawah tanah. Agenda utama PRD masih tetap yaitu gulingkan Soeharto, cabut Dwifungsi ABRI, tarik 5 UU Politik dan referendum untuk rakyat Maubere. Selama kampaye pemilu1997, PRD ikut terlibat dalam pergerakan aksi massa untuk mendukung gerakan Mega-Bintang-Rakyat dalam kapasitasnya masih bergerak di bawah tanah. Selebaran-selebaran dan pamflet disebarkan di seluruh Jakarta untuk memberi sokongan penuh pada Mega.38 Diharapkan, munculnya
34 35

Ibid Yasraf Amir Piliang dalam Arief Adityawan, Op. Cit., hal. xxiv. 36 Miftahuddin. Op. Cit., hal 85. 37 Ibid 38 Ibid

10

Megawati ke permukaan, dapat menunjukkan membuat gerakan prodemokrasi untuk dapat bersatu.39 Hal ini cukup dimengerti karena dalam melawan rezim, tentunya pihak oposisi harus satu suara, Mega merupakan simbol perlawanan rakyat, maka selayaknya Mega didukung. Bukannya memecah suara oposisi, yang nantinya akan merugikan. Pendukung Mega yang banyak juga dimanfaatkan PRD untuk menggalang suara demi jatuhnya rezim Soeharto. Yang menarik disini ialah resolusi yang digalakkan PRD tentang Timor Timur. Tidak seperti dalam pikiran rakyat Indonesia yang menolak gagasan pemisahan Timor Timur dari Indonesia, PRD punya sikap berbeda. Dalam resolusi itu disebutkan:
Persoalan Timor Timur merupakan suatu agenda yang menjadi bab dari perjuangan hak-hak sipil menuju pemerintahan yang berkedaulatan rakyat, jauh dari kekuasaan otoriter dan menempatkan kemerdekaan dan hak-hak asasi sebagai landasan hubungan antar bangsa, seperti yang diperjuangkan oleh PRD dan gerakan demokrasi. Untuk itu PRD memandang perlu untuk menjadikan persoalan Timor Timur akan selesai dengan cara-cara damai dan jauh dari eksploitasi nyawa dan psikis-nasionalisme palsu.40

Agaknya bagi PRD juga meraskan penderitaan yang dirasakan rakyat Timor Timur, ini juga menunjukkan bahwa Soeharto tidak becus dalam masalah Timor Timur. Penindasan HAM, masalah kesejahteraan, dan lain-lain merupakan contoh dari ketidakbecusan itu. Apalagi setelah tragedi Santa Cruz, bukan hanya menjadi fokus permasalahan dalam negeri, tapi juga internasional. Setelah Soeharto terpilih menjadi Presiden lagi pada Maret 1998, PRD segera membentuk sebuah gerakan untuk melawan Soeharto melalui gerakan mahasiswa yang bernama Forkot (Forum Kota) guna menggelar beberapa aksi. Tetapi Forkot tak menunujukkan keberadaannya dengan rakyat, tak lebih seperti gerakan eksklusif yang ditangani loeh pihak-pihak tertentu, untuk itu, dibentuklah suatu gerakan baru untuk lebih menyatu bersama rakyat, yang bernama Komrad (Komite Mahasiswa dan Rakyat untuk demokrasi). Agaknya gerakan ini berhasil
39 40

Anders Uhlin, Op. Cit., hal 170. Miftahuddin, Op. Cit., hal. 306.

11

karena sejak terbentuknya Komrad, aksi demi aksi terus bergulir, dan semakin lama semakin berdiaspora dan semakin menguat, dan mencapai pincaknya pada Mei 1998.41 Dengan jatuhnya Soeharto, banyak pihak yang memanfaatkan kejadian ini untuk mendulang keuntungan. Tetapi jerih payah perjuangan PRD dan mahasiswa lainnya dalam perjuangan melawan cegkraman dan ancaman rezim Soharto sejak 1994 tak banyak yang tahu.42 Anggota PRD diburu, diculik, dan disiksa. Banyak indikasi dalam pertanggung jawaban aksi itu yang mengarah pada Tim Mawarnya Prabowo. Sampai sekarang pun masih banyak yang Hilang, entah dimana keberadaannya. Setelah berbagai konflik, kerusuhan, dan aksi mahasiswa, rezim yang berkuasa lebih dari 30 tahun itu pun tumbang pada 21 Mei 1998, moment ini dimanfaatkan gerakan politik, termasuk PRD, untuk mengembangkan sayap mereka dalam menyambut sistem perpolitikan yang terbuka. Untuk itu atas arahan yang diberikan Budiman Sudjatmiko, Petrus Harijanto, dan anggota lainnya yang masih berada dalam kurungan penjara untuk segera dibentuk Komite Persiapan Legalisasi PRD (Kepal-PRD) dengan Ketua Hendri Kuok dan Sekretaris Ida Nasim Mh. Akan tetapi kemudian Hendri sibuk dalam pekerjaannya di luar, sehingga digantikan oleh Faisol Reza.43 Reformasi dinilai PRD belum selesai, oleh karena itu PRD menunjuk Kepal-PRD untuk menuntaskan reformasi, yaitu pencabutan Dwi Fungsi ABRI, penolakan terhadap pemerintahan Habibie, dan pengadilan terhadap Soeharto beserta kroni-kroninya melalui sebuah pemerintahan transisi. Selain bertugas mengurus legalisasi PRD, Kepal-PRD juga menjadi juru bicara partai (yang statusnya masih dilarang) baik kepada sesama kaum oposisi, maupun kepada pemerintahan Habibie-ABRI.44 Ini untuk menguatkan posisi PRD sebagai partai yang berlegitimasi dan diharapkan mempunyai suara untuk mencapai tujuan PRD. Upaya ini juga untuk mempertahankan eksistensi organisasi. Dari mulai
41 42

Ibid. hal. 86. Ibid, hal. 87. 43 Ibid, hal. 88. 44 Ibid,

12

dibentuknya PRD sampai mulai masa reformasi, PRD telah mengalami beberapa fase dan bentuk. Tapi tujuan mereka tetap sama. Kedaulatan rakyat dari segala bentuk penindasan dan penjajahan yang merugikan semua pihak terutama wong cilik. Diselanggarakannya pemilu pada 1999, dimanfaatkan PRD untuk ikut sebagai kontestan pemilu. PRD pun mendapat suara sebanyak 78.000. angka itu memang tak sebanyak kontestan dari partai besar lainnya, tetapi angka itu cukup besar mengingat anggota PRD pada tahun1999 mencapai 1000 orang. Setelah itu menurun hingga tahun 2004 inggal 500 orang, yang tersebar di dalam 15 KPW (Komite Pimpinan Wilayah), 152 KPK (Komite Pimpinan Kota) di seluruh Indonesia.45 Program PRD meliputi: Program jangka pendek: menggulingkan

pemerintahan Mega-Hamzah dan mengganti dengan pemerintahan rakyat miskin, yaitu pemerintahan yang dibangun di atas koalisi atau persatuan gerakan rakyat atau kekuatan demokratik; Program Internasional, Membubarkan IMF dan World Bank, menghapuskan hutang luar negeri negara miskin, memperjuangkan kemerdekaan untuk rakyat Palestina, menolak agresi militer negeri-negeri imperialis. 46 Program Politik dan Hukum: Menuntut penanngkapan dan pengadilan para jendral pelanggar HAM, pengadilan Partai Golkar, penangkapan dan pengadilan koruptor pada masa Orde Baru sampai pada masa pemerintahan Mega-Hamzah, penyitaan dan nasionalisasi aset-aset koruptor untuk subsidi rakyat miskin, menolak RUU dan UU yang anti demokrasi (RUU anti teroris, RUU Penyiaran, RUU Parpol, UU PPHI, dan lain-lain), referendum untuk rakyat Aceh, menarik militer dari Aceh dan Papua, dialog yang luas dan demokratis bagi rakyat Papua, pencabutan Dwi Fungsi (Pembubaran Kodam, Korem, Fraksi TNI/ Polri di DPR/MPR, dan lain-lain), stop diskriminasi terhadap SARA dan kaum perempuan. 47

45 46

Ibid Ibid 47 Ibid

13

Program Ekonomi PRD: menuntut penghapusan hutang luar negeri, turunkan harga kebutuhan pokok, naikkan upah/gaji seratusan persen (termasuk gaji prajurit tamtama, bintara), tolak kenaikan BBM (Bahan Bakar Migas), TDL (Tarif Dasar Listrik), Telpon, tolakk privatisasi, stop PHK, lapangan pekerjaan untuk rakyat, tolak liberalisasi impor pangan, teknologi murah dan modern untuk petani dan nelayan, tanah untuk menggarap, pupuk murah untuk petani.
48

Kepengurusan PRD memang masih ada hingga kini, meskipun pada 2004 tak lagi ikut dalam pemilu. Beberapa kali mereka melakukan demonstrasi bersama yang diikuti jumlah massa yang cukup besar.49 PRD melakukan tindakannya dengan vokal dan dinilai radikal, menurut Miftahuddin (2004: 175) proses radikalisasi ini dilalui dengan tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap internalsasi nilai dalam diri para aktivis PRD, dimulai ketika kaum muda aktivis PRD mengenal lingkungan di sekitarnya dengan pengertianpengertian yang lebih baik, tentang konstruksi sosial di sekitarnya, mulai memaknai berbagai bentuk kebijakan penguasa dan aktivitas sosial di sekitarnya.50 Tahap kedua adalah tahap eksternalisasi, diamana para aktivis PRD mulai melakukan respons berupa protes terhadap berbagai bentuk ketidakadilan di sekelilingnya. Ini disebabkan kondisi sosial yang mereka rasakan dinilai merugikan, ditandai dengan kebijakan dan tindakan rezim yang tidak pro-rakyat. Tahap ketiga adalah tahap mengkristalnya nilai-nilai perlawanan terhadap sistem sosial politik yang melingkupinya, dari yang semula hanya bersifat protes menjadi bersifat ideologis.51 Sikap ini diterangkan pula dalam Manifesto Partai Rakyat Demokratik pada tanggal 22 Juli 1996. Perlawanan yang dilakukan PRD terhadap Orde baru dijalankan dalam cara yang tidak terbayangkan oleh semua orang yang menikmati Orde Baru. Secara intelektual para aktivis PRD ini mengambil Marxisme sebagai landasan berfikir, yaitu berfikir untuk melawan. Dari segi praksis mereka mengambil
48 49

Ibid Lihat website PRD di www.prd.or.id untuk keterangan lebih lanjut. 50 Ibid, hal 175. 51 Ibid

14

semua jalan yang diperkenankan

seperti demonstrasi, dan mempelopori

pemogokan buruh. Padahal rata-rata para aktivis PRD adalah anak-anak muda yang memiliki latar belakang kehidupan religius yang sangat kuat.52 Padahal Marx sendiri anti agama, ia pernah berkata aku membenci tuhan. 53 Lalu

bagaimana menghubungkan kehidupan religius yang sangat kuat. Ini dikarenakan penindasan militer Orde Baru yang bergabung dengan kapital berjalan begitu rupa sehingga Marxisme atau Neo-Marxisme menjadi salah satu kritik paling efektif.54 Wacana Marxisme menghendaki kesetaraan sosial dan ekonomi yang menjadi prasyarat bagi demokrasi.55 Orde Baru hanya memberi ruang ideologis bagi Pancasila, dan tidak diperbolehkan mengembangkan ideologi lain dari itu. Mayoritas publik politik tidak akrab dengan revolusi.Mereka memahaminya sebagai kerangka gerakan komunis. Rezim Soeharto pun bukan hanya memperkenalkan ekstrem kiri.56 Inilah dulu penyebab pada awal tahun1990-an rakyat kurang lebih agresif dalam melawan Soeharto. Tapi malah kata-kata kiri itu bagi PRD membuat bangga, yang berarti membela rakyat, lapisan bawah rakyat. Peran PRD dalam menggulingkan rezim Soeharto patut diapresiasi, yang dilakukannya dengan cara radikal, tidak hanya menuntut kemunduran Soeharto, tetapi juga merumuskan tuntutan-tuntutan mendesak bagi kepentingan rakyat kecil, yaitu persoalan ekonomi. Mereka sadar, membuat keributan tanpa dibarengi dengan solusi bukanlah cara yang benar. Meskipun pada reformasi banyak kalangan yang turut serta, tetapi upaya panjang mereka sejak 1994 (maupun sebelumnya dengan bentuk SMID) yang menyadarkan masyarakat dan mobilisasi politik rakyat juga jangan dilupakan. Merekalah agen pembaharu bagi pembangunan masyarakat.

52 53

Ibid, hal 180. Henry J. Schamndt, Filsafat Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, Hal. 515. 54 Miftahuddin, Op. Cit. hal 180. 55 Anders Uhlin, Op. Cit., hal 137. 56 Hermawan Sulistyo, Op. Cit., hal.45.

15

Anda mungkin juga menyukai