Anda di halaman 1dari 45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pendahuluan Air limbah industri farmasi dan rumah sakit merupakan salah satu sumber

pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Oleh karena itu air limbah tersebut perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Masalah yang sering muncul dalam hal pengelolaan limbah rumah sakit adalah terbatasnya dana yang ada untuk membangun fasilitas pengolahan limbah serta biaya operasional, khususnya untuk rumah sakit tipe kecil dan menengah. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi pengolahan air limbah yang murah, mudah pengoperasiannya serta harganya terjangkau, khususnya untuk industri kecil farmasi dan rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang. Makalah ini membahas tentang rancang bangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) rumah sakit secara biologis yang sesuai untuk pengolahan air limbah rumah sakit proses biofilter anaerob-aerob. Dengan sistem kombinasi biofilter Anaerob-Aerob dapat menurunkan konsentrasi COD, BOD serta zat padat tersuspensi dengan baik. Selain itu juga dapat menurunkan kandungan amoniak dan deterjen.

2.1. 1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan keputusan Mentreri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor : Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan Rumah Sakit, yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus

Universitas Sumatera Utara

mengolah air limbah sampai standar yang dijinkan, maka kebutuhan akan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya baik perlu dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa kendala yang paling banyak dijumpai yakni teknologi yang ada saat ini masih cukup mahal, sedangkan di lain pihak dana yang tersedia untuk membangun unit alat pengolah air limbah tersebut sangat terbatas sekali. Untuk rumah sakit dengan kapasitas yang besar umumnya dapat membangun unit alat pengolah air limbahnya sendiri karena mereka mempunyai dana yang cukup. Tetapi untuk rumah sakit tipe kecil sampai dengan tipe sedang umumnya sampai saat ini masih membuang air limbahnya ke saluran umum tanpa pengolahan sama sekali. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit yang murah, mudah operasinya serta harganya terjangkau, khususnya untuk rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat kedala yang cukup besar yakni kurangnya tersedianya teknologi pengolahan yang baik dan harganya murah. Masalah ini menjadi kendala yang cukup besar terutama untuk rumah sakit kecil, yang mana pihak rumah sakit tidak/belum mampu untuk membangun unit alat pengilahan air limbah sendiri, sehingga sampai saat ini masih banyak sekali rumah sakit yang membuang air limbahnya ke saluran umum. Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas yang besar, umumnya menggunakan teknlogi pengolahan air limbah Lumpur Aktif atau Activated Sludge Process, tetapi untuk kapasitas kecil cara tersebut kurang ekonmis karena biaya operasinya cukup besar, kontrol oprasionalnya lebih sulit.

Universitas Sumatera Utara

Untuk mengatasi hal tersebut, perlu menyebarluaskan informasi teknologi khususya teknologi pengolahan air limbah rumah sakit berserta aspek pemilihan teknologi serta keunggulan dan kekurangannya. Dengan adanya informasi yang jelas, maka pihak pengelola rumah sakit dapat memilih teknologi pengolahan limbah yang sesuai dengan kodisi maupun jumlah air limbah yang akan diolah, yang layak secara teknis, ekonomis dan memenuhi standar lingkungan. 2.1.2 Tipe-tipe Rumah Sakit Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Rumah sakit meliput i pelayanan rawat jalan, rawat-inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan pelayanan non medik. Berdasarkan bentuk pelayanannya rumah sakit dapat dibedakan: a. Rumah Sakit Umum (RSU): yaitu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai dengan sub spesialistik. b. Rumah Sakit Khusus (RSK): yaitu Rumah Sakit yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu. Berdasarkan pemilikan dan penyelenggaraannya, rumah sakit dapat dibedakan atas RS pemerintah dan RS Swasta. Rumah Sakit Pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh: Departemen Kesehatan, Pemerintah daerah, ABRI, dan Departemen lain termasuk BUMN. Disamping Rumah Sakit Umum dan Rumah

Universitas Sumatera Utara

Sakit Khusus seperti tersebut diatas, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan jemaah haji Indonesia, telah dibangun 4 buah Rumah Sakit Haji di Ujung Pandang, Medan, Jakarta, dan Surabaya. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit Umum Pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi: a. RSU KELAS A, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik yang luas. Terdapat 4 buah RSU Kelas A yaitu RSU Cipto mangunkusumo di Jakarta, RSU Dr. Sutomo di Surabaya, RSUP Adam Malik di Medan, dan RSUP DR. Wahidin Sudiro Husodo di Ujung Pandang. b. RSU KELAS B yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas. c. RSU KELAS C yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik sekurang-kurangnya spesialistik 4 dasar lengkap. d. RSU KELAS D yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik dasar.

2.1.3 Peraturan Perundangan Yang Mengatur Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Universitas Sumatera Utara

Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 jo PP No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, (Rumah Sakit termasuk penghasil limbah B3 dari sumber yang spesifik dengan kode limbah D.227).

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 928 tahun 1995 tentang penyusunan Amdal Bidang Kesehatan

Keputusan

Menteri

Negara

Lingkungan

Hidup

No.

Kep-

58/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit Keputusan Direktur Jenderal PPM & PLP No. HK 00.06.6.44 tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tatacara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 Tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

Universitas Sumatera Utara

2.2

Limbah Rumah Sakit Adanya berbagai sarana pelayanan kesehatan tersebut, akan menghasilkan

limbah baik cair maupun padat. Limbah padat yang ada dapat dikelompokkan menjadi dua , yaitu limbah medis dan limbah non medis. Limbah medis adalah limbah yang dihasilkan langsung dari kegiatan medis. Limbah ini tergolong dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B-3) sehingga berpotensi membahayakan komunitas rumah sakit. Jika pembuangan limbah medis tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bahaya terhadap masyarakat di sekitar lokasi pembuangan. Limbah non-medis adalah limbah domestik yang dihasilkan di RS tersebut. Sebagian besar limbah ini merupakan limbah organik dan bukan merupakan limbah B-3, sehingga pengelolaannya dapat dilakukan bersama-sama dengan sampah kota yang ada. Dalam kaitan dengan pengelolaannya, limbah medis dikelompokkan menjadi lima (5), yaitu: (a). Golongan A, terdiri dari; Dresing bedah, swab dan semua limbah yang terkontaminasi dari daerah ini. Bahan-bahan linen dari kasus penyakit infeksi.

Universitas Sumatera Utara

Seluruh jaringan tubuh manusia, bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dressing.

(b). Golongan B terdiri dari; Syrenge bekas, jarum, cartride, pecahan gelas dan benda tajam lainnya. (c). Golongan C terdiri dari; Limbah dari laboratorium dan post partum, (kecuali yang termasuk dalam gol. A) (d). Golongan D terdiri dari; Limbah bahan kimia dan bahan farmasi tertentu.

(e). Golongan E terdiri dari; Pelapis bed-pan, disposable, urinoir, incontinence-pad dan stamag bags. Berdasarkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya, oleh Departemen Kesehatan RI limbah medis telah digolongkan sebagai berikut: (a).Limbah benda tajam, yaitu obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian yang menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit, seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas dan pisau bedah. (b). Limbah infeksius, yaitu limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular dan limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

Universitas Sumatera Utara

(c). Limbah jaringan tubuh, yang meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh. Biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau autopsi. (d). Limbah sitotoksik, yaitu bahan yang terkontaminasi oleh obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. (e). Limbah farmasi, yaitu terdiri dari obat-obatan kedaluwarsa, obat yang terbuang karena karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat yang tidak diperlukan lagi atau limbah dari proses produksi obat. (f). Limbah kimia, yaitu limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterenary, laboratorium, proses sterilisasi atau riset. Dalam hal ini dibedakan dengan buangan kimia yang termasuk dalam limbah farmasi dan sitotoksik. (g). Limbah radioaktif, yaitu bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionuklida Selain limbah medis, R.S juga menghasilkan non-medis. Jenis limbah non medis tersebut antara lain, limbah cair dari kegiatan loundry, limbah domestik cair dan sampah padat.

2.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi, limbah domistik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll.; air limbah laboratorium; dan lainya. Air limbah

Universitas Sumatera Utara

rumah sakit yang berasal dari buangan domistik maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengadung senyawa pulutan organik yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis, logam berat tersebut dapat menggagu proses pengolahannya. Oleh karena itu untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka air limbah yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama dengan air limbah yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum dapat dilihat seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Diagram Proses Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit

Dari hasil analisa kimia terhadap berberapa contoh air limbah rumah sakit yang ada di DKI Jakarta menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa pencemar

Universitas Sumatera Utara

sangat bervariasi misalnya, BOD 31,52 - 675,33 mg/l, ammoniak 10,79 - 158,73 mg/l, deterjen (MBAS) 1,66 - 9,79 mg/l. Hal ini mungkin disebabkan karena sumber air limbah juga bervarisi sehingga faktor waktu dan metoda pengambilan contoh sangat mempengaruhi besarnya konsentarsi.

2.2.2 Teknologi Pengolahan Air Limbah Untuk mengolah air yang mengandung senyawa organik umumnya menggunakan teknologi pengolahan air limbah secara biologis atau gabungan antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses secara biologis tersebut dapat dilakukan pada kondisi aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses biologis aeorobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi. Dalam makalah ini uraian dititik beratkan pada proses pengolahan air limbah secara aerobik. Pengolahan air limbah secara biologis aerobik secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikroorganime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor.

Universitas Sumatera Utara

Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainnya. Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain, trickling filter atau biofilter, Rotating Biological Contactor (RBC), contact aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnnya. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi. Berdasarkan beberapa macam proses pengolahan air limbah seperti uraian di atas, untuk proses pengolahan air limbah Rumah Sakit tipe kecil (R.S. tipe D dan Puskesmas) sampai sedang (RS. Tipe C) proses pengolahan yang paling sesuai yakni proses pengolahan dengan Sistem Kombinasi Biofilter Anaerob dan

Universitas Sumatera Utara

Aerob. Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob antara lain yakni : Pengelolaannya sangat mudah. Biaya operasinya rendah. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, dihasilkan relatif sedikit. Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat Lumpur yang

menyebabkan euthropikasi. Suplai udara untuk aerasi relatif kecil. Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar. Dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.

2.2.3. Pengolahan air Limbah Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang berasal dari limbah domestik maupun air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan ke bak kontrol. Fungsi bak kontrol adalah untuk mencegah sampah padat misalnya plastik, kaleng, kayu agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan limbah, serta mencegah padatan yang tidak bisa terurai misalnya lumpur, pasir, abu gosok dan lainnya agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah. Dari bak kontrol, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai anaerob dibagi menjadi dua buah ruangan yakni bak pengendapan atau bak pengurai awal, biofilter anaerob tercelup dengan aliran dari bawah ke atas (Up

Universitas Sumatera Utara

Flow. Air limpasan dari bak pengurai anaerob selanjutnya dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Unit pengolahan lanjut tersebut terdiri dari beberapa buah ruangan yang berisi media dari bahan PVC bentuk sarang tawon untuk pembiakan mikro-organisme yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalan air limbah. Setelah melalui unit pengolahan lanjut, air hasil olahan dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak khlorinasi air limbah dikontakkan dengan khlor tablet agar seluruh mikroorganisme patogen dapat dimatikan. Dari bak khlorinasi air limbah sudah dapat dibuang langsung ke sungai atau saluran umum.

2.2.4. Penguraian Anaerob Air limbah yang dihasilkan dari proses kegiatan rumah sakit atau puskesmas dikumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan dan H2S. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat diturukkan sampai kira-kira 400-500 ppm (efisiensi pengolahan 60-70 %). Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. 2.2.5 Proses Pengolahan Lanjut Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem biofilter anaerobaerob. Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari

Universitas Sumatera Utara

beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor. Air limbah yang berasal dari proses penguraian anaerob dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur. Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media plastik berbentuk sarang tawon. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat

Universitas Sumatera Utara

proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration). Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut konsentrasi BOD dalam air olahan yang dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 20-30 ppm.

2.2.6

Pengolahan Limbah Dengan Metode Lumpur Aktif Dewasa ini metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan air limbah

yang paling banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode lumpur aktif dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis industry pangan, Perhotelan, rumah tinggal, Sekolah, bahan pabrik dan lain sebagainya. Dengan menerapakan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung senyawa organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya. Diharapkan pemanfaatan sistem daur ulang air

Universitas Sumatera Utara

limbah akan dapat mengatasi permasalahan persediaan cadangan air tanah demi kelangsungan kegiatan industri dan kebutuhan masyarakat akan air. Air tesebut dapat dipergunakan kembali sebagi sumber air untuk kegiatan industry selanjutunya. Air daur ulang yang diproses dapat dapat dimanfaatkan dengan aman untuk kebutuhan konsumsi air seperti cooling tower, boiler laundry, toilet flusher, penyiraman tanaman, general cleaning, fish pond car wash dan kebutuhan air yang lainnya. 2.2.7 Cara Pengolahan Limbah Limbah yang datang dari segala macam aktifitas akan ditampung kedalam bak penyaring, bak penyaring berfungsi sebagai penyaring kotoran padat dan sampah yang dapat mengganggu proses peralatan selanjutnya atau peralatan lainnya air yang telah disaring selanjutnya menuju ke bak equalizing, bak equalizing berfungsi sebagi penampung dalam proses awal agar kualitas air rata dan teratur. Air kemudian di pompakan ke flow control box untuk selanjutnya masuk ke bak aerasi, bak ini dilengkapi dengan air diffuser yang berfungsi melarutkan udara kedalam air sehingga bakteri menjadi aktif Di bak ini air limbah akan diproses dengan cara menambahkan atau melarutkan udara kedalam air dan menambahkan lumpur aktif yang diperoleh dari bak pengendap atau sedimentation tank. Bak ini berfungsi untuk mengendapkan lumpur yang datang dari aerasi dengan tujuan mempercepat pengendapan struktur, sehingga dibuat seperti limas segi empat. Lumpur yang mengendap akan diangkat oleh airlift melalui udara blower kemudian lumpur ditampung ke setiap distributor box untuk di distribusikan ke

Universitas Sumatera Utara

bak aerasi, bak penampungan lumpur dan bak klorinasi atau clorinasi tank. Setelah air diendapkan proses selanjutnya biasanya menambahkan bahan kimia yang berfungsi untuk membunuh kuman, namun bisa juga tidak menggunakan bahan kimia, hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan bakteri aktif pada saat proses aerasi. Bak penampungan air olahan atau effluent tank adalah bak yang berfungsi sebagai bak penampungan air olahan yang dihasilkan oleh unit pengolahan limbah untuk disalurkan ke watertank, air yang masuk ke bak ini adalah air yang sudah diproses bebas dari kuman. Sebelum masuk ke make up water tank, air olahan akan di saring menggunakan pasir dan karbon untuk menghilangkan rasa, warna dan bau kemudian akan ditampung ke dalam tangki penampungan, air ditangki adalah air olahan atau recycle yang telah siap dipakai kembali sesuai kebutuhan. 2.2.8. Analisa Kualitas Air Hasil Olahan Air limbah yang harus diolah adalah seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri farmasi atau rumah sakit, yaitu air yang berasal dari dapur, laundry, air limbah dari kegiatan klinis, air limpasan tangki septik dan lainnya. Pengambilan dan pengujian kualitas air dilakukan setelah IPAL beroperasi selama tiga bulan. Parameter yang perlu diamati adalah konsentrasi COD, BOD, TSS, kandungan amoniak dan deterjen. Hasilnya dibandingkan dengan baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-

58/MENLH/12/1995. Tabel 2.1. Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara

Parameter BOD5 COD TSS pH

Kadar Maksimum (mg/l) 75 100 100 69

2.3

Sistem Penyaluran Air Buangan

2.3.1 Sistem Sanitasi Setempat Sistem sanitasi setempat (On-site sanitation) adalah sistem pembuangan air limbah dimana air limbah tidak dikumpulkan serta disalurkan ke dalam suatu jaringan saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan air buangan atau badan air penerima, melainkan dibuang di tempat (Ayi Fajarwati, Penyaluran air buangan domestik 2000) . Sistem ini di pakai jika syarat-syarat teknis lokasi dapat dipenuhi dan menggunakan biaya relatif rendah. Sistem ini sudah umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia. Kelebihan sistem ini adalah: a) Biaya pembuatan relatif murah. b) Bisa dibuat oleh setiap sektor ataupun pribadi. c) Teknologi dan sistem pembuangannya cukup sederhana. d) Operasi dan pemeliharaan merupakan tanggung jawab pribadi.

Universitas Sumatera Utara

Disamping itu, kekurangan sistem ini adalah: a) Umumnya tidak disediakan untuk limbah dari dapur, mandi dan cuci. b) Mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan pemeliharaan tidak dilakukan sesuai aturannya. Pada penerapan sistem setempat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi (DPU 1989) antara lain: Kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa /ha. Kepadatan penduduk 200-5 jiwa/ha masih memungkinkan dengan syarat penduduk tidak menggunakan air tanah. Tersedia truk penyedotan tinja.

1. Cubluk (pit privy) Cubluk merupakan sistem pembuangan tinja yang paling sederhana. Terdiri atas lubang yang digali secara manual dengan dilengkapi dinding rembes air yang dibuat dari pasangan batu bata berongga, anyaman bambu dan lain lain (Sugiharto 1987). Cubluk biasanya berbentuk bulat atau kotak, dengan potongan melintang sekitar 0.5-1.0 m2, dengan kedalaman 1-3 m. Hanya sedikit air yang digunakan untuk menggelontorkan tinja ke dalam cubluk. Cubluk ini biasanya di desain untuk waktu 5-10 tahun Beberapa jenis cubluk antara lain: Cubluk tunggal Cubluk tunggal dapat digunakan untuk daerah yang memiliki tinggi muka air tanah > 1 m dari dasar cubluk. Cocok untuk daerah dengan kepadatan < 200 jiwa/ha. Pemakaian cubluk tunggal dihentikan setelah terisi 75% Cubluk Kembar

Universitas Sumatera Utara

Cubluk kembar dapat digunakan untuk daerah dengan kepadatan penduduk < 50 jiwa/ha dan memiliki tinggi muka air tanah > 2 m dari dasar cubluk . Pemakaian lubang cubluk pertama dihentikan setelah terisi 75% dan selanjutnya lubang cubluk kedua dapat disatukan. Jika lubang cubluk kedua terisi 75%, maka lumpur tinja yang ada di lubang pertama dapat dikosongkan secara manual dan dapat digunakan untuk pupuk tanaman .Setelah itu lubang cubluk dapat difungsikan kembali. (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Cubluk Kembar 2. Tangki Septik Tangki septik merupakan suatu ruangan yang terdiri atas beberapa kompartemen yang berfungsi sebagai bangunan pengendap untuk menampung kotoran padat agar mengalami pengolahan biologis oleh bakteri anaerob dalam

Universitas Sumatera Utara

jangka waktu tertentu. Untuk mendapat proses yang baik, sebuah tangki septik haruslah hampir terisi penuh dengan cairan, oleh karena itu tangki septik haruslah kedap air (Sugiharto 1987). Prinsip operasional tangki septik adalah pemisahan partikel dan cairan partikel yang mengendap (lumpur) dan juga partikel yang mengapung (scum) disisihkan dan diolah dengan proses dekomposisi anaerobik. Pada umumnya bangunan tangki septik dilengkapi dengan sarana pengolahan effluent berupa bidang resapan (sumur resapan). Tangki septik dengan peresapan merupakan jenis fasilitas pengolahan air limbah rumah tangga yang paling banyak digunakan di Indonesia. Pada umumnya diterapkan di daerah pemukiman yang berpenghasilan menengah ke atas,perkotaan, serta pelayanan umum. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan tangki septik (Gambar 2.3):

Kecepatan daya serap tanah > 0.0146 cm/menit. Cocok diterapkan di daerah yang memiliki kepadatan penduduk < 500 jiwa/ha. Dapat dijangkau oleh truk penyedot tinja. Tersedia lahan untuk bidang resapan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Tangki septik

3. Beerput Sistem ini merupakan gabungan antara bak septik dan peresapan. Oleh karena itu bentuknya hampir seperti sumur resapan (Sugiharto 1987). Untuk penerapan sistem beerput, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu tinggi air dalam saluran beerput pada musim kemarau tidak kurang dari 1,3 m dari dasar, jarak dengan sumur minimal 8 m, volume diameternya tidak boleh < 1m dan apabila dibuat segi empat maka sisi-sisinya harus lebih besar dari 0.9 m (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Beerput

2.3.2 Sistem Sanitasi Terpusat Sistem Sanitasi Terpusat (Off site sanitation) merupakan sistem pembuangan air buangan rumah tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran) yang disalurkan keluar dari lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran

Universitas Sumatera Utara

pengumpul air buangan dan selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air buangan sebelum dibuang ke badan perairan (Ayi Fajarwati, Penyaluran air buangan domestik 2000).

Gambar 2.5 Sistem Sanitasi Terpusat 2.3.3 Sistem Penyaluran Terpisah Sistem Penyaluran terpisah atau biasa disebut separate system/full sewerage adalah sistem dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam jaringan riol tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang tidak tercemar (Ayi Fajarwati, Penyaluran air buangan domestik 2000). Sistem ini digunakan dengan pertimbangan antara lain: 1. Periode musim hujan dan kemarau lama. 2. Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik. 3. Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air hujan harus secepatnya dibuang ke badan penerima.

Universitas Sumatera Utara

4. Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim kemarau dan musim hujan relatif besar. 5. Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch). Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi dan pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas untuk jaringan masing-masing sistem saluran (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Sistem Saluran Terpisah

2.3.4 Sistem Penyaluran Konvensional Sistem penyaluran konvensional (conventional Sewer) merupakan suatu jaringan perpipaan yang membawa air buangan ke suatu tempat berupa bangunan

Universitas Sumatera Utara

pengolahan atau tempat pembuangan akhir seperti badan air penerima. Sistem ini terdiri dari jaringan pipa persil, pipa lateral, dan pipa induk yang melayani penduduk untuk suatu daerah pelayanan yang cukup luas (Maryam

Dewiandratika, Sistem penyaluran air limbah 2002). Setiap jaringan pipa dilengkapi dengan lubang periksa manhole yang ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu. Apabila kedalaman pipa tersebut mencapai 7 meter, maka air buangan harus dinaikkan dengan pompa dan selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke lokasi pengolahan dengan mengandalkan kecepatan untuk membersihkan diri (Gambar 2.7). Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem penyaluran konvensional: Suplai air bersih yang tinggi karena diperlukan untuk menggelontor. Diameter pipa minimal 100 mm, karena membawa padatan. Aliran dalam pipa harus aliran seragam. Slope pipa harus diatur sehingga V cleansing terpenuhi (0.6 m/det). Aliran dalam saluran harus memiliki tinggi renang agar dapat mengalirkan padatan. Kecepatan maksimum pada penyaluran konvnsional 3m/detik. Kelebihan sistem penyaluran konvensional adalah tidak diperlukannya suatu tempat pengendapan padatan atau tangki septik. Sedangkan kekurangan dari sistem penyaluran konvensional antara lain: Biaya konstruksi relatif mahal. Peraturan jaringan saluran akan sulit jika dikombinasikan dengan saluran small bore sewer, karena dua sistem tersebut membawa air buangan dengan karakteristik berbeda sehingga tidak boleh ada cabang dari sistem konvensional bersambung ke saluran small bore sewer.

Universitas Sumatera Utara

Daerah yang cocok untuk penerapan sistem penyaluran konvensional: Daerah yang sudah mempunyai sistem jaringan saluran konvensional atau dekat dengan daerah yang punya sistem ini. Daerah yang mempunyai kepekaan lingkungan tinggi, misalnya daerah perumahan mewah, pariwisata. Lokasi pemukiman baru, dimana penduduknya memiliki penghasilan cukup tinggi, dan mampu membayar biaya operasional dan perawatan. Di pusat kota yang terdapat gedung-gedung bertingkat yang apabila tidak dibangun jaringan saluran, akan diperlukan lahan untuk pembuangan dan pengolahan sendiri. Di pusat kota, dengan kepadatan penduduk > 300 jiwa/ha dan umumnya Penduduk menggunakan air tanah, serta lahan untuk pembuatan sistem setempat sangat sulit dan permeabilitas tanah buruk.

Gambar 2.7 Sistem Penyaluran Konvensional

Universitas Sumatera Utara

2.3.5 Sistem Riol Dangkal (shallow Sewer) Shallow sewerage disebut juga Simplified sewerage atau Condominial Sewerage. Perbedaannya dengan sistem konvensional adalah sistem ini mengangkut air buangan dalam skala kecil dan pipa dipasang dengan slope lebih landai (Maryam Dewiandratika, Sistem Penyaluran air limbah 2002 ). Perletakan saluran ini biasanya diterapkan pada blok-blok rumah. Shallow sewer sangat tergantung pada pembilasan air buangan untuk mengangkut buangan padat jika dibandingkan dengan cara konvensional yang mengandalkan self clensing. Sistem ini cocok diterapkan sebagai sewerage di daerah perkampungan dengan kepadatan tinggi, tidak di lewati oleh kendaraan berat dan memiliki kemiringan tanah sebesar 1% Shallow sewer harus dipertimbangkan untuk daerah perkampungan dengan kepadatan penduduk tinggi dimana sebagian besar penduduk sudah memiliki sambungan air bersih dan kamar mandi pribadi tanpa pembuangan setempat yang memadai. Sistem ini melayani air buangan dari kamar mandi, cucian, pipa servis, pipa lateral tanpa induk serta dilengkapi dengan pengolahan mini.

(A)

(B)

Gambar 2.8 Layout saluran Shallow Sewerage pada perumahan tidak teratur (A) dan teratur (B).

Universitas Sumatera Utara

2.3.6. Sistem Riol Ukuran Kecil/Small Bore Sewer Saluran pada sistem riol ukuran kecil (small bore sewer) ini dirancang, hanya untuk menerima bagian-bagian cair dari air buangan kamar mandi, cuci, dapur dan limpahan air dari tangki septik, sehingga salurannya harus bebas zat padat. Saluran tidak dirancang untuk self cleansing, dari segi ekonomis sistem ini lebih murah dibandingkan dengan sistem konvensional (Maryam Dewiandratika, sistem Penyaluran air limbah 2002). Daerah pelayanan relatif lebih kecil, pipa yang dipasang hanya pipa persil dan servis yang menuju lokasi pembuangan akhir, pipa lateral dan pipa induk tidak diperlukan, kecuali untuk beberapa daerah perencanaan dengan kepadatan penduduk sangat tinggi dan timbulan air buangan yang sangat besar. Sistem ini dilengkapi dengan instalasi pengolahan sederhana (Gambar 2.9). Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem ini: Memerlukan tangki yang berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan , tangki ini biasanya tangki septik. Diameter pipa minimal 50 mm karena tidak membawa padatan. Aliran yang terjadi dapat bervariasi. Aliran yang terjadi dalam pipa tidak harus memenuhi kecepatan self cleansing karena tidak harus membawa padatan. Kecepatan maksimum 3m/det.

Gambar 2.9 Skema Small Bore Sewer

Universitas Sumatera Utara

Kelebihan Sistem Riol Ukuran Kecil: Cocok untuk daerah dengan kerapatan penduduk sedang sampai tinggi terutama daerah yang telah menggunakan tangki septik tapi tanah sekitarnya sudah tidak mampu lagi menyerap effluen tangki septik. Biaya pemeliharaan relatif murah. Mengurangi kebutuhan air, karena saluran tidak mengalirkan padatan. Mengurangi kebutuhan pengolahan misalnya screening. Biasanya dibutuhkan di daerah yang tidak mempunyai lahan untuk bidang resapan atau bidang resapannya tidak efektif karena permebilitasnya jelek. Kekurangan Sistem Riol Ukuran Kecil antara lain: Memerlukan lahan untuk tangki. Memungkinkan untuk terjadi clogging karena diameter pipa yang kecil.

2.3.7 Sistem Penyaluran Tercampur Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air buangan yang tercampur dengan air limpasan hujan (sugiharto 1987). Sistem ini digunakan apabila daerah pelayanan merupakan daerah padat dan sangat terbatas untuk membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran air hujan, debit masingmasing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah hujan yang relatif kecil dari tahun ke tahun (Gambar 2.10). Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan

Universitas Sumatera Utara

karena adanya pengenceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan. buangan.

Gambar 2.10 Sistem Penyaluran Tercampur

2.3.8 Sistem Kombinasi Pada sistem penyalurannya secara kombinasi dikenal juga dengan istilah interceptor, dimana air buangan dan air hujan disalurkan bersama-sama sampai tempat tertentu baik melalui saluran terbuka atau tertutup, tetapi sebelum mencapai lokasi instalasi antara air buangan dan air hujan dipisahkan dengan bangunan regulator ( Hardjosuprapto 2000). Air buangan dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke lokasi pembuangan akhir, sedangkan air hujan langsung dialirkan ke badan air

Universitas Sumatera Utara

penerima. Pada musim kemarau air buangan akan masuk seluruhnya ke pipa induk dan tidak akan mencemari badan air penerima. Sistem kombinasi ini cocok diterapkan di daerah yang dilalui sungai yang airnya tidak dimanfaatkan lagi oleh penduduk sekitar, dan di darah yang untuk program jangka panjang direncanakan akan diterapkan saluran secara konvensional, karena itu pada tahap awal dapat dibangun saluran pipa induk yang untuk sementara dapat dimanfaatkan sebagai saluran air hujan (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Sistem Penyaluran Kombinasi

2.4.

Aliran Melalui Pipa Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran, dan

digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh, Fluida yang di alirkan melalui pipa biasanya berupa zat cair atau gas dan tekanannya bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer. Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam aliran saluran terbuka. Karena mempunyai

Universitas Sumatera Utara

permukaan bebas, maka fluida yang di alirkan adalah zat cair. Tekanan di permukaan zat cair di sepanjang saluran terbuka adalah tekanan atmosfer 2.4.1. Hidrolika Pipa Bertekanan Suatu pipa bertekanan adalah pipa yang dialiri dalam keadaan penuh. Pipa semacam ini seringkali lebih murah daripada saluran atau talang air, karena pada umumnya mengambil lintasan yang lebih pendek. Bila air langka didapat, pipa bertekanan dapat digunakan untuk menghindari kehilangan air akan rembesan dan penguapan yang dapat terjadi pada saluran terbuka. Persamaan energi antara penampang A dan B pada gambar 2.8 dibawah dapat ditulis sebagai: (2.1)

dimana z adalah jarak tegak di atas suatu bidang persamaan mendatar, p/ adalah tinggi tekanan air, V adalah kecepatan aliran rata-rata, hp adalah tinggi tekanan energi yang diberikan oleh pompa kepada air, dan hL adalah kehilangan tinggi tekanan keseluruhan antara penampang A dan B.

Gambar 2.12 Bagan penjelasan aliran pipa

Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Kehilangan Energi Akibat Gesekan Pipa Apabila pipa mempunyai penampang konstan, maka V
1

= V

2,

dan

persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana untuk kehilangan tenaga akibat gesekan. (2.2) atau (2.3) Kehilangan tenaga sama dengan jumlah dari perubahan tekanan dan tinggi tempat.

Gambar 2.13 Penurunan Rumus Darcy-Weisbach Seperti terlihat pada gambar 2.13 tampang lintang aliran melalui pipa adalah konstan yaitu A, sehingga percepatan a = 0. Tekanan pada tampang 1 dan 2 adalah p1 dan p2. Jarak antar tampang 1 dan 2 adalah L. Gaya-gaya yang bekerja pada zat cair adalah gaya tekanan pada kedua tampang, gaya berat dan gaya gesekan. Dengan menggunakan hukum Newton II untuk gaya-gaya tersebut akan didapat: F=Ma

Universitas Sumatera Utara

p1A - p2A+ AL sin - o PL =M x 0 Dengan P adalah keliling basah pipa. Oleh karena selisih tekanan adalah p1 maka :

pA + AL sin - o PL = 0
Kedua ruas dibagi dengan A, sehingga:

atau (2.4) (2.5) dengan z = L sin , R = A/P adalah jari-jari hidrolis dan I = hf /L adalah kemiringan garis energi. Untuk pipa lingkaran:

sehingga persamaan diatas menjadi: (2.6)

Persamaan yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukan bahwa kehilangan tenaga sebanding dengan V n di mana n 2. Untuk aliran melalui pipa dengan dimensi dan zat cair tertentu, persamaan (2.6) menunjukan bahwa hf sebanding dengan o. Dengan demikian apabila hf = f (V 2) berarti juga o = f (V 2). Dengan anggapan bahwa : o = CV 2 dengan C adalah konstanta, maka persamaan (2.7) menjadi : (2.7)

Universitas Sumatera Utara

Dengan mendefinisikan f = 8C/ maka persamaan di atas menjadi: (2.8) Apabila panjang pipa adalah L, maka persamaan (2.8) menjadi : (2.9) Persamaan (2.9) disebut dengan persamaan Darcy-Weisbach untuk aliran melalui pipa lingkaran. Dalam persamaan tersebut f adalah koefisien gesekan Darcy-Weisbach yang tidak berdimensi. Koefisien f adalah merupakan fungsi dari angka Reynolds dari kekasaran pipa. Pada tahun 1944 Moody memperkenalkan suatu grafik yang

mempermudahkan dalam penentuan nilai f. Grafik ini kemudian dikenal dengan Moody Diagram (gambar 2.14)

Gambar 2.14 Diagram Moody untuk memperkirakan nilai f pipa

Universitas Sumatera Utara

Alternatif lain untuk menentukan nilai f dengan menggunakan koefisien manning, Chezy atau Hazen-williams. f = 124.58 n2 (d 1 / 3 ) (2.10)

f =

156.06 (CH .d 0.26 .S 0.08 )


2

(2.11)

Tabel 2.2 Koefisien manning untuk beberapa jenis pipa Type of pipe Galvanized iron Corrugated metal Steel formed concrete Plastic (smooth) PVC Mannings n 0,015 0,017 0,023 0,029 0,012 0,014 0,011 0,015 0,009 0,010

Sumber: Brater et al. (1996); ASCE (1976) Tabel 2.3: Koefisien Hazen-Williams, CH Type of pipe PVC, glass, or enameled steel pipe Riveted steel pipe Cast iron pipe Smooth concrete pipe Rought pipe (e.g., rough concrete pipe) Sumber: Brater et al. (1996); ASCE (1976) 2.4.3 Kehilangan Tenaga Sekunder Dalam Pipa Di samping adanya kehilangan tenaga akibat gesekan (kehilangan tenaga primer), terjadi pula kehilangan tenaga yang disebabkan oleh perubahan penampang pipa, sambungan, belokan dan katub (kehilangan tenaga sekunder). Pada pipa panjang, kehilangan tenaga primer biasanya jauh lebih besar dari pada kehilangan tenaga sekunder, sehingga pada keadaan tersebut kehilangan tenaga Mannings n 130 150 100 110 95 100 120 140 60 80

Universitas Sumatera Utara

sekunder dapat diabaikan. Pada pipa pendek kehilangan tenaga sekunder harus diperhitungkan. Apabila kehilangan tenaga sekunder kurang 5 % dari kehilangan tenaga primer maka kehilangan tenaga tersebut bisa diabaikan. a. Kehilangan energi akibat penyempitan (contraction) (2.12) dimana : Hc = tinggi hilang akibat penyempitan Kc = koefisien kehilangan energi akibat penyempitan V2 = kecepatan rata-rata aliran dengan diameter D2 (yaitu di hilir dari penyempitan) Nilai dari Kc untuk berbagai nilai D2 / D1 tercantum pada tabel di bawah Tabel 2.4 Nilai Kc untuk berbagai nilai D2 / D1 0 0,2 0,4 D2/D1 Kc 0,5 0,45 0,38

0,6 0,28

0,8 0,14

1,0 0,00

b.

Kehilangan energi akibat pembesaran tampang (expansion) (2.13) di mana (2.14) Apabila pipa masuk ke kolam yang besar seperti yang ditunjukkan pada

gambar 2.15, di mana A2 = sehingga V2 = 0 maka :

Universitas Sumatera Utara

Kehilangan tenaga pada perbesaran penampang akan berkurang apabila perbesaran dibuat secara berangsur-angsur seperti ditunjukkan dalam gambar 2.15, kehilangan tenaga diberikan oleh persamaan berikut: (2.15)

Gambar 2.15 Pipa menuju kolam

Gambar 2.16 Perbesaran penampang berangsur-angsur

dengan nilai K tergantung pada sudut yang diberikan pada tabel 2.5. Kc
o

10

Tabel 2.5 Nilai K untuk berbagai nilai 20o 30o 40o 50o 60o 0,31 0,49 0,60 0,67 0,72

75o 0.72

0,078

c. Kehilangan energi akibat belokkan pipa Kehilangan tenaga yang terjadi pada belokkan tergantung pada sudut belokkan pipa. Rumus kehilangan tenaga pada belokkan adalah sama dengan rumus pada perubahan penampang, yaitu : (2.16)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.17 Belokkan pada pipa dengan Kb adalah koefisien kehilangan tenaga pada belokkan, yang diberikan oleh tabel 2.6. Kc Tabel 2.6 Nilai Kb untuk berbagai nilai 20o 40o 60o 80o 0,05 0,14 0.36 0,74

90o 0,98

Untuk sudut belokkan 90o dan dengan belokkan halus (berangsur-angsur), kehilangan tenaga tergantung pada perbandingan antara jari-jari belokkan dan diameter pipa. Nilai Kb untuk berbagai nilai R/D diberikan dalam tabel 2.7.

Gambar 2.18 Perbandingan nilai R/D untuk menentukan nilai K Tabel 2.7 Nilai Kb untuk berbagai nilai R/D 1 2 4 6 Kc 0,35 0,19 0.17 0,22

10 0,32

16 0.38

20 0.42

d. Tinggi energi akibat valve (2.17)

Universitas Sumatera Utara

dimana : Kv adalah koefisien tinggi hilang di valve, Nilai ini sangat bergantung pada jenis valve dan bukaannya.

2.5.

Aliran Mantap Melalui Sistem Pipa Aliran dalam suatu sistem pipa berfungsi untuk mengalirkan zat cair dari

satu tempat ke tempat yang lain. Aliran ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tinggi tekanan di kedua tempat, yang bisa terjadi karena adanya perbedaan elevasi muka air atau karena digunakannya pompa. 2.5.1. Garis Tenaga dan Garis Tekanan Sesuai dengan prinsip Bernoulli, tenaga total di setiap titik pada saluran pipa adalah jumlah dari tinggi elevasi, tinggi tekanan, dan tinggi kecepatan. Garis yang menghubungkan titik-titik tersebut dinamakan garis tenaga, yang digambarkan di atas tampang memanjang pipa seperti yang ditunjukan pada gambar 2.18. Perubahan diameter pipa dan tempat-tempat tertentu di mana kehilangan tenaga sekunder terjadi ditandai dengan penurunan garis tenaga. Apabila kehilangan tenaga sekunder diabaikan, maka kehilangan tenaga hanya disebabkan oleh gesekan pipa.

Gambar 2.19 Garis tenaga dan tekanan

Universitas Sumatera Utara

2.5.2. Pipa dengan turbin Di dalam pembangkit listrik tenaga listrik, tenaga air digunakan untuk memutar turbin. Untuk mendapatkan kecepatan yang besar guna memutar turbin, pada ujung di beri curat. Seperti di tunjukan pada gambar 2.19., dengan menganggap kehilangan tenaga sekunder kecil maka di sepanjang pipa garis tenaga berhimpit dengan garis tekanan.

Gambar 2.20 Pipa dengan curat

Dengan menganggap kehilangan tenaga sekunder diabaikan, tinggi tekanan efektif H adalah sama dengan tinggi statis Hs dikurangi kehilangan tenaga akibat gesekan hf . H = Hs - hf Kehilangan tenaga hf diberikan oleh persamaan Darcy-Weisbach:

mengingat Dengan demikian tinggi tekanan efektif adalah: (2.16)

Universitas Sumatera Utara

Daya yang tersedia pada curat: (2.17) dengan: Q H = debit aliran (m3/d) = tinggi tekanan efektif (m) = berat jenis zat cair (kgf/m3)

Atau dalam satuan hp (horse power, daya kuda) maka : (hp) (2.18)

Apabila efisiensi turbin adalah , maka daya yang diberikan oleh turbin adalah: (hp) Substitusikan dari persamaan (2.16) ke dalam persamaan (2.19), maka: (2.20) 2.5.3. Pipa dengan pompa Jika pompa menaikkan zat cair dari kolam ataupun sumber air ke suatu kolam atau reservoir dengan selisih elevasi muka air Hs, seperti yang ditunjukan pada gambar 2.20, maka daya yang digunakan oleh pompa untuk menaikkan zat cair setinggi Hs adalah sama dengan tinggi Hs ditambah dengan kehilangan tenaga selama pengaliran dalam pipa tersebut. Kehilangan tenaga adalah ekivalen dengan penambahan tinggi elevasi, sehingga efeknya sama dengan jika pompa menaikkan zat cair setinggi H = Hs + hf . Dalam gambar tersebut tinggi kecepatan diabaikan sehingga garis tenaga berhimpit dengan garis tekanan. (2.19)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.21 Pipa dengan pompa

Kehilangan tenaga terjadi pada pengaliran pipa 1 dan pipa 2 yaitu sebesar hf1 dan hf2. Pada pipa 1 yang merupakan pipa isap, garis tenaga (dan tenaga) menurun sampai di bawah pipa. Bagian pipa di mana garis tekanan di bawah sumbu pipa mempunyai tekanan negatip. Sedang pipa 2 merupakan pipa tekan. daya yang diperlukan pompa untuk menaikkan zat cair: (2.21) atau dalam satuan hp (horse power, daya kuda): (2.22) dengan adalah efisiensi pompa. Pada pemakian pompa, efisiensi pompa digunakan sebagai pembagi dalam rumus daya pompa. 2.5.4. Pipa hubungan seri Apabila suatu aliran pipa terdiri dari pipa-pipa dengan ukuran yang berbeda, pipa tersebut adalah dalam hubungan seri. Gambar 2.21 menunjukkan suatu sistem tiga pipa dengan karakteristik berbeda yang dihubungkan dengan

Universitas Sumatera Utara

secara seri. Panjang, diameter dan koefisien gesekan masing-masing pipa adalah L1, L2, L3; D1, D2, D3 dan f1, f2, f3.

Gambar 2.22 Pipa dalam hubungan seri

Jika beda tinggi muka air kedua kolam diketahui, akan dicari besar debit aliran Q dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan energi (Bernoulli). Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menggambarkan garis tenaga. Seperti terlihat pada gambar, garis tenaga akan menurun kearah aliran. Kehilangan tenaga pada masing-masing pipa adalah hf1, hf2 dan hf3. Dianggap bahwa kehilangan tenaga sekunder kecil sehingga diabaikan. Q = Q1 = Q2 = Q3 (2.23)

Dengan menggunakan persamaan Bernoulli untuk titik 1 dan 2 (pada garis aliran):

(2.24) Pada kedua titik, tinggi tekanan adalah H1 dan H2, dan kecepatan V1 = V2 = 0 (tampang aliran sangat besar), sehingga persamaan diatas menjadi: z1 + H1 = z2 + H2 + hf1 + hf2 + hf3 (z1 + H1) (z2 + H2) = hf1 + hf2 + hf3 Atau H = hf1 + hf2 + hf3 (2.25)

Universitas Sumatera Utara

Dengan mengunakan persamaan Darcy-Weisbach, persamaan (2.25) menjadi: (2.26) Untuk masing-masing pipa kecepatan aliran:

Substitusikan nilai V1, V2, dan V3 ke dalam persamaan (2.26), didapat: ) Debit aliran adalah: (2.28) (2.27)

Kadang-kadang penyelesaian pipa seri dilakukan dengan suatu pipa ekivalen yang mempunyai penampang seragam. Pipa disebut ekivalen apabila kehilangan tekanan pada pengaliran di dalam pipa ekivalen sama dengan pipapipa yang diganti. Sejumlah pipa dengan bermacam-macam nilai f , L, dan D akan dijadikan suatu pipa ekivalen. Untuk itu diambil diameter De dan koefisien gesekan fe dari pipa yang terpanjang (atau yang telah ditentukan), dan kemudian ditentukan panjang pipa ekivalen. Kehilangan tenaga dalam pipa ekivalen: (2.29) Substitusikan dari persamaan tersebut ke persamaan (2.27) didapat: ) (2.30)

BAB III

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai