Anda di halaman 1dari 42

BAB I KONSEP DASAR MEDIS TUBERCULOSIS

A. PENGERTIAN Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikrooganisme Mycobacterium tuberculosis ( Corwn, 2009). Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat merupakan organisme patogen atau saprofit (Price, 2005). Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru (Smeltzer & Bare, 2002). Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

mycobakterium tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (Bruner dan Suddart. 2002). Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.

B. ANATOMI FISIOLOGI Gambar 1. Anatomi Paru-paru

(Sumber : Sylvia, Patofsiologi : Konsep klinis Proses-proses penyakit. EGC)

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh, penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi di dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang di tarik dari udara masuk ke dalam darah CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Seterusnya CO2 akan dikeluarkan melalui traktus respiratorus (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke sarambi kiri jantung (atrium sinistra) ke aorta ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel-sel), disini terjadi oksidasi

(pembakaran). sebagian ampas (sisanya) dari pembakaran adalah CO2 dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan / atrium dextra) ke bilik kanan (ventrikel dextra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenetalis dan kulit. Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paruparu (sampai alveoli) pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakea, sedangkan sewaktu bernapas epiglotis terbuka begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring maka kita mendapat serangan batuk, untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebut dari laring. Selain itu dibantu oleh adanya bulu-bulu getar silia yaitu untuk menyaring debu-debu, kotoran dan benda asing. Adanya benda asing / kotoran tersebut memberikan rangsangan kepada selaput lendir dan bulu-bulu getar sehingga terjadi bersin, kadang terjadi batuk. akibatnya benda asing/kotoran tersebut bisa dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Dari kejadian tersebut diatas udara yang masuk ke dalam alat-alat pernapasan benar-benar bersih. 1. Hidung Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).

didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Bagian luar hidung terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan, lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipatlipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis) yang berjumlah tiga buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media dan konka nasalis superior. Diantara konka ini terdapat tiga buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah) dan meatus inferior ( lekukan bagian bawah). Meatus-meatus ini lah yang dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut kona. dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang di sebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis. Pada sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman sel tersebut terutama terdapat di bagian atas. pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman olfaktorius). (nerfus

2. Faring Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat dua lubang, kedepan lubang laring, ke belakang lubang esophagus. Di bawah selaput lendir jaringa ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan. 3. Laring Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di bagian depan faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok itu dapat di tutup oleh sebuah empeng tenggorok yang di sebut epiglotis yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.

4. Trakea Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang di bentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda ( huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kea rah luar. panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jaringn ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang meisahkan trakea menjadi bronkus kanan dan kiri disebut karina. 5. Bronkus Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paruparu. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6 sampai 8 cincin, mempunyai 3 cabang bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus ( bronkioli). Pada bronkiolus tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkiolus terdapat gelembung paru / gelembung hawa atau alveoli.

6. Paru-paru Paru-paru merupakan sebuah bagian tubuh yang sebagian besar teridiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli). gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaanya lebih kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru dibagi menjadi dua: Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus, lobus puimo dektra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobules. paru-paru kiri, terdiri dari puimo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segemen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada segmen inferior. Tiap tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan belahan yang bernama lobules. Diantara lobules yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobules terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobules bronkiolus bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 0,3 mm.

Latak paru- paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleuara. Pleura dibagi menajadi: Pleura visceral yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru dan, pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keuda pleura ini terdapat rongga (cavum) yang disebut cavum pleura. Pada keadaan normal kavum plura ini vakum

(hampa udara) sehingga paru-paru dapat kembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat), yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas. 7. Pembuluh darah paru Sirkulasi pulmonal berasal dari ventrikel kanan yang tebal dindingnya 1/3 dari tebal ventrikel kiri. Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paruparu dan aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah yang kaya oksigen dibandingkan dengan darah pulmonal yang relative kekurangan oksigen. Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung oksigen dari ventrikel kanan ke paru-paru.

Cabang-cabang nya menyentuh saluran-saluran bronchial, sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringn kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler. Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung oksigen), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang mencapai vena cava inferior maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda. Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam

menampung udara di dalamnya, kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Kapasitas total yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada bebrapa hal: kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang. b. Kapasitas vital yaitu, jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal. Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak kurang lebih 5 liter. Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara pada waktu kita bernapas bisasa. Udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2,5 liter). Jumlah pernapasan dalam keadaan normal orang dewasa

16-18 kali/ menit. Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya. 8. Proses terjadinya pernapasan Terdiri dalam dua bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi. Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang terjadi pada otototot pernapasan. Reflex bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa reflex bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirasi terjadi bila mukulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarakan antara sternum (tulang dada) dan vertebra

semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar. Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi

proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru. Pernapasan dada, pada waktu orang bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan. Pernapasan perut. Jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan pernapasan perut. Jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur mengendap di dalamnya dan ini banyak ditemukan pada pria. (Syaifuddin, 2006)

C. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Faktor Prespitasi (Faktor Pencetus) Faktor presipitasi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain : a. Micobacterium Tuberculosis, b. Kontak berulang dengan orang yang terinfeksi TB c. Occupatori d. Infeksi berulang e. Imigran dari negara dengan TB yang tinggi f. Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara) g. Individu yang tinggal di daerah kumuh

h. Susu hewan ternak yang belum dimasak i. Udara (Kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nuklei dalam udara.) j. Asap rokok, pabrik, dan polusi k. Minuman beralkohol dan Perokok 2. Faktor Predisposisi (Faktor Pendukung) Faktor pendukung timbulnya penyakit tuberkulosis adalah lingkungan dan pekerjaan. Dilihat dari angka kejadian pada survey nasional yang di adalah di 15 propinsi di Indonesia sejak 1979 1982 didapatkan Propinsi Bali mempunyai angka prevalensi yang paling rendah (0,08%), sedangkan Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mempunyai angka prevalensi tertinggi (0,74%), sedangakan di Propinsi Sumatera Barat (0,37%) dari tahun 1984 1985 dan di Propinsi Aceh pada tahun 1983 1984 mencapai 0,65%. Di negara yang sudah maju seperti di Negara Amerika Serikat, angka kesakitan tercatat dalam tahun 1976 sebesar 15,9% dari 100.000 penduduk. Faktor presdiposisi lain usia, orang dengan imunosupresi, penyakit sistemik Tuberkulosis paru masih merupakan problem kesehatan masyarakat terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Angka kematian sejak awal abab 20 mulai berkurang sejak di tetapkannya prinsip pengobatan dengan perbaikan gizi dan tatacara kehidupan penderita.

Keadaan

penderita

bertambah

baik

sejak

ditemukannya

obat

streptomisin dan bermacam-macam obat anti tuberkulosis pada tahun berikutnya.

D. PATOFISIOLOGI Menurut Sudoyo, dkk, 2009 proses perjalanan penyakit Tuberculosis Paru, yaitu : 1. Tuberkulosis primer Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai berbulan bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama dengan gerakan silia bersama sekretnya. Bila kuman menetap di jaringn paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang

tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (focus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi

penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya menjadi : a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi. b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia yang luasnya > 5 mm dan 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant. c. Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini menyebar ke sekitarnya. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. Secara

limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara hematogen ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer. 2. Tuberculosis pasca primer (sekunder) Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul bertahun tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya dan imunitas pasie, sarang dini ini dapat menjadi : a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. b. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjdai keras,

menimbulakan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukan keluar maka akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic dissesminaate TB yang terjadi pada immunodifisiensi dan usia lanjut. Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak kavitas dapat a. Meluas kembali dan menimbulakan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke dalam peredaran darah arteri, maka akan teradi TB Milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini

selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila rupture ke pleura . b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair

dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma . c. Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. kadang-kadang berkahir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped. Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam sarang yakini : a. Sarang yang sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi. b. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna. c. Sarang yang berada diantara aktif dan sembuh , sarang bentuk ini dapat sembuh spontan tetapi mengingat kemungkinan eksaserbasi kembali, sebaiknya di berikan pengobatan yang sempurna juga.

E. MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis Tuberkulosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif. Bila timbul infeksi aktif klien biasanya memperlihatkan gejala :batuk purulen produktif disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan (Corwin, 2009).

Menurut Mansjoer, (2000).Gejala klinik Tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 1. Gejala respiratorik a. Batuk 3 minggu b. Batuk darah c. Sesak napas d. Nyeri dada 2. Gejala sistemik a. Demam b. Rasa kurang enak badan (malaise), c. Keringat malam, nafsu makan menurun (anoreksia), d. Berat badan menurun.

F. KLASIFIKASI Berdasarkan Depkes (2007) Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu: 1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru; 2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif; 3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. 4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah untuk menentukan paduan pengobatan yang sesuai, registrasi kasus secara benar, menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif, dan analisis kohort hasil pengobatan. Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi, menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) dan mengurangi efek samping. Ada beberapa klasifikasi TB yaitu menurut Depkes (2007) yaitu: 1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: a. Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. b. Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. 2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru: a. Tuberkulosis paru BTA positif.

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. 3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. 4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. b. Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: 1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. 2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. 3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. 3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit. a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.

b. TB

ekstra-paru

dibagi

berdasarkan

pada

tingkat

keparahan

penyakitnya, yaitu: 1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. 2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. 4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). b. Kasus kambuh (Relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). c. Kasus setelah putus berobat (Default ) Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. d. Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. e. Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. f. Kasus lain: Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. Menurut Sudoyo, dkk, 2009 klasifikasi Tuberculosis Paru, yaitu : a. Pembagian secara patologis: 1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis). 2) Tuberculosis post-primer ( adult tuberculosis) b. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch

Pulmonum) aktif , non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh) c. Pembagian secara radiologis (luas lesi) 1) Tuberculosis minimal, terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

2) Moderately advanced tuberculosis, ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru. 3) Far advanced tuberculosis, terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan moderately advanced tuberculosis. Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat: a. Kategori 0: Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes tuberculin negatif. b. Kategori I: Terpajan tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi disini riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif. c. Kategori II: Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif, radiologis dan sputum negatif. d. Kategori III: Terinfeksi tuberculosis dan sakit. Di Indonesia klasifikasi yang banyak di pakai adalah berdasarkan kelainan klinis, dan mikrobiologis: a. Tuberculosis paru. b. Bekas tuberculosis paru. c. Tuberkulosis tersangka. Tuberculosis tersangka terbagi menjadi tuberculosis tersangka yang diobati, disini sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. dan tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati, disini sputum BTA negatiaf, dan tanda-tanda lain juga meragukan.

Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termaksuk TB paru aktif atau bekas TB paru. Dalam klsifikasi ini perlu dicantumkan: status biakan bakteriologi, mikriskopik sputum BTA, (langsung), biakan sputum BTA, status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberculosis paru, dan status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkuosis. WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yaitu: a. Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan bentuk TB berat. b. Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positif. c. Kategori III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain yang disebutkan dalam kategori I d. Kategori IV ditujikan kepada : TB kronik.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS Deteksi dan diagnosis TB dicapai dengan tes objektif dan temuan pengkajian subjektif. Perawat tenaga kerja kesehatan lainnya harus tetap mempertahankan indeks kecurigaan yang tinggi terhadap TB bagi kelompok yang berisiko tinggi. Infeksi TB primer sering tidak dikenai karena biasanya infeksi ini asim otomatis.

Pemeriksaan diagnostik berikut biasanya dilakukan untuk menegakkan infeksi TB. 1. Kultur sputum Positif jika ditemukan mikobakterium tuberkulosis dalam stadium aktif pada perjalanan penyakit. 2. Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum) Positif jika ditemukan bakteri tahan asam. 3. Skin test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer patch) Reaksi positif (area indurasi > 10 mm timbul 48 72 jam setelah injeksi antigen intra kutan) menunjukkan telah terjadinya infeksi dan dikeluarkannya antibodi tetapi tidak menunjukkan aktifnya penyakit. 4. Elisa/Western Blot Dapat menunjukkan adanya virus HIV. 5. Rontgen dada Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembangan tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa. 6. Pemeriksaan histologi/kultur jaringan Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis. 7. Biopsi jaringan paru Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya nekrosis.

8. Pemeriksaan elektrolit Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi, misalnya hipernatremia yang disebabkan retensi air mungkin ditemukan pada penyakit tuberkulosis kronis. 9. Analisa gas darah (BGA) Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru. 10. Pemeriksaan fungsi paru Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang rugi, meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis). (Asih, 2006)

H. PENATALAKSANAAN MEDIS Penanggulangan TB paru menurut Depkes RI (2002) adalah dengan menggunakan obat anti TB (OAT). Dimana tujuan pemberian OAT adalah : 1. Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan bakterisid. 2. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi. 3. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis.

Menurut Depkes RI (2002) pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase yaitu: 1. Fase Awal Intensif Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Terutama rifampicin.Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat,biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. 2. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obatlebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.OAT yang bisa digunakan antara lain isoniasid (INH), rifampisin (R), pirasinamid (Z) dan Streptomicin (S) yang bersifat bakterisid dan etambutol (E) yang bersifat bakteriostatik. Penatalaksanaan medis pada penderita TB yang diberikan dalam

kombinasi dan beberapa jenis obat dalam jumlah yang cukup. Dosis yang tepat diberikan selama 6-8 bulan supaya kuman dapat terbunuh. Adapun panduan OAT Ysng digunakan adalah : OAT kategori I.II.III serta panduan obat sisispan, indikasi dan komposisi obat TB paru adalah : a. Kategori I (2 HRZE / 4 H3R3) 1) Indikasi : a) Penderita baru TB paru BTA positif b) Penderita TB paru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat c) Penderita TB exstra paru

2) Komposisi obat : Tabel 1 : Komposisi OAT Kategori I


Dosis Perhari / kali Tahap Pengobatan Tahap Intensif (dosis harian) Tahap Lanjutan (3 kali/ minggu) Lamanya Pengobatan 2 bulan 4 bulan INH @ 300 mg 1 2 Rifampicin @ 450 mg 1 1 Pirazinamid @ 500 mg 3 Ethambutol @ 250 mg 3 Jumlah hari/ kali minum obat 60 54

(Depkes RI, 2000) b. Kategori II (2 HRZE /5 H3R3E3) 1) Indikasi : a) Penderita kambuh (relaps) b) Penderita gagal (failure) c) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default) 2) Komposisi obat : Tabel 2 : Komposisi OAT Kategori II
Lamanya Pengobatan 2 bulan 1 bulan 5 bulan INH Rifampici @ Pirazinamid n @ 450 300 @ 500 mg @ mg mg 250 mg 1 1 3 3 1 1 3 3 2 1 1 Ethambutol @ 250 mg @ 500 mg 2 Jml hari/ Streptomycin kali injeksi (gr) menelan obat 0,75 60 30 60

Tahap Pengobatan Tahap Intensif Tahap Lanjutan

(Depkes RI, 2000)

c. Kategori III (2 HRZ / 4 H3R3) 1) Indikasi : a) Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan b) Penderita eksta paru ringan yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatifa unilateral, TB kulit, TB tulang. 2) Komposisi Obat Tabel 3 : Komposisi OAT Kategori III
Lamanya Pengobatan Tahap Insentif 2 bulan (dosis harian) Tahap 4 bulan Lanjutan (3 kali/ minggu) Tahap Pengobatan INH @ 300 mg 1 2 Rifampicin @ 450 mg 1 1 Pirazinamid @ 500 mg 3 Jumlah hari / kali minum obat 60 54

(Depkes RI, 2000) d. Panduan OAT Sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I dan kategori II hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Komposisi Obat sebagai berikut : Tabel 4: Komposisi OAT Sisipan
INH @300 MG 1 Rifampici n @450 mg 1 Jml hari / kali minum obat 30

Pengobatan Tahap Intensif Tahap Intensif (dosis harian)

Lamanya Pengobatan 1 bulan

Pirazinamid Ethambutol @500 mg @250 mg 3 3

(Depkes RI, 2000) I. KOMPLIKASI Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu : 1. Pleuritis tuberkulosa Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau columna vertebralis. 2. Efusi pleura Keluarnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein. 3. Empiema Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis). 4. Laryngitis Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis tuberculosis. 5. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)

Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan. 6. Keruskan parennkim paru berat Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi. 7. Sindrom gagal napas (ARDS) Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan pada penyakit Tuberculosis menurut Marilynn E Doengoes, 2000 antara lain sebagai berikut: 1. Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi

mukopurulen dan kurangnya upaya batuk 2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan, anorerksia atau dispnea.

3. Potensial terhadap transmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potongan. 4. Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah. 5. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk. 6. Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar kapiler.

K. FOKUS INTERVENSI 1. Diagnosa keperawatan pertama : ketidakefektifan pola pernapasan yang sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk. a. Tujuan : pola nafas efektif b. Kriteria hasil : 1) klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif 2) frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16 20 kali/menit) 3) dipsnea berkurang c. Rencana tindakan 1) Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat setiap peruhan 2) Kaji kualitas sputum : warna, bau, konsistensi

3) Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam 4) Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi. 5) Bantu dan ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4 jam. 6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat - obatan d. Rasional 1) Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret 2) Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan

pengobatan selanjutnya. 3) Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas 4) Membantu mengembangkan secara maksimal 5) Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret laluar 6) Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial

2. Diagnosa keperawatan kedua : perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea. a. Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi b. Kriteria hasil 1) Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat 2) Berat badan stabil dalam batas yang normal

c. Rencana tindakan 1) Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual / muntah atau diare. 2) Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak 3) Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik 4) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan 5) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. 6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet. d. Rasional 1) Berguna dalam mendefenisikan derajat / wasnya masalah dan pilihan indervensi yang tepat. 2) Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan / kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet. 3) Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan 4) Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah. 5) Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu / legaster. 6) Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.

3. Diagnosa keperawatan ketiga : potensial terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengtahuan tentang resiko patogen. a. Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif. b. Kriteria hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien. c. Rencana tindakan : 1) Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat. 2) Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat. 3) Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan. 4) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis. 5) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat. 6) Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal. d. Rasional 1) Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi 2) Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi

3) Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular 4) Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari insiden eksaserbasi 5) Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan 6) Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi

4. Diagnosa keperawatan keempat : kurangnya pengetahuan yang berhungan dengan kuranganya impormasi tentang proses penyakit dan

penatalaksanaan perawatan di rumah. a. Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya b. Kriteria hasil : Klien memperlihatkan peningkatan tingkah

pengetahuan mengenai perawatan diri. c. Rencana tindakan 1) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien. 2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.

3) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain. 4) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah. 5) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan secara nyata. 6) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal obat. 7) Evaluasi kerja pada pengecoran logam / tambang gunung, semburan pasir. d. Rasional 1) Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu. 2) Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut. 3) Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan

mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien. 4) Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program. 5) Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas. 6) Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.

7) Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan.

5.

Diagnosa keperawatan kelima : ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk. a. Tujuan : jalan nafas efektif b. Kriteria hasil : 1) klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan 2) klien dapat mempertahankan jalan nafas 3) pernafasan klien normal (16 20 kali per menit) c. Rencana tindakan : 1) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan otot aksesori 2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif. 3) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas dalam. 4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea. 5) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi. 6) Lembabkan udara respirasi. 7) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik,

bronkodilator, dan kortikosteroid.

d. Rasional. 1) Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan. 2) Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut. 3) Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan. 4) Mencegah obstruksi /aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret. 5) Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan. 6) Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret. 7) Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia.

6. Diagnosa keperawatan keenam : potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran alveolar kapiler. a. Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal b. Kreteria hasil : 1) Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea 2) Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan 3) Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal c. Rencana tindakan 1) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada 2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa 3) Tujukkan / dorong bernapas bibir selama ekshalasi 4) Tngkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan 5) Awasi segi GDA / nadi oksimetri 6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai d. Rasional 1) TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko

pneumonia sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan

2) Akumulasi sekret . pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jarigan 3) Membuat, sehingga tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu menyebabkan udara melalui paru dan

menghilangkan atau menurtunkan napas pendek 4) Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala 5) Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi 6) Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru.

DAFTAR PUSTAKA

Asih. 2003. Keperawatan Medikal Beda., Jakarta: EGC Dep.Kes.RI.(2002). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan 5. Jakarta. Evelyn C. Pearce. 2009. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: Gramedia medika Crown J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta: EGC Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC DOENGESNYA MANA??? DP LAINNYA MANA??

Anda mungkin juga menyukai

  • Kehamilan Etopik
    Kehamilan Etopik
    Dokumen24 halaman
    Kehamilan Etopik
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Endometriosis Kista Coklat Fix
    Endometriosis Kista Coklat Fix
    Dokumen30 halaman
    Endometriosis Kista Coklat Fix
    Ratna Suciati
    100% (1)
  • Anemia
    Anemia
    Dokumen27 halaman
    Anemia
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • .Bab 1
    .Bab 1
    Dokumen23 halaman
    .Bab 1
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • BAB I.doc Ok
    BAB I.doc Ok
    Dokumen33 halaman
    BAB I.doc Ok
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Bab I Konsep Dasar Medis Ischaemic Heart Disease (Ihd)
    Bab I Konsep Dasar Medis Ischaemic Heart Disease (Ihd)
    Dokumen16 halaman
    Bab I Konsep Dasar Medis Ischaemic Heart Disease (Ihd)
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Dokumen1 halaman
    Lamp Iran
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Otitis Media
    Otitis Media
    Dokumen20 halaman
    Otitis Media
    Ratna Suciati
    0% (1)
  • Cedera Kepala
    Cedera Kepala
    Dokumen24 halaman
    Cedera Kepala
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Bab I CKR
    Bab I CKR
    Dokumen31 halaman
    Bab I CKR
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Bab I CKR
    Bab I CKR
    Dokumen31 halaman
    Bab I CKR
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Revisi 1
    BAB 1 Revisi 1
    Dokumen30 halaman
    BAB 1 Revisi 1
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Askep Ansietas.
    Askep Ansietas.
    Dokumen4 halaman
    Askep Ansietas.
    Bali Koleksi
    Belum ada peringkat
  • TB Paru
    TB Paru
    Dokumen42 halaman
    TB Paru
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Diare
    Diare
    Dokumen12 halaman
    Diare
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • OMA Gejala dan Penatalaksanaan
    OMA Gejala dan Penatalaksanaan
    Dokumen13 halaman
    OMA Gejala dan Penatalaksanaan
    Ratna Suciati
    100% (1)
  • Ppok
    Ppok
    Dokumen23 halaman
    Ppok
    Ratna Suciati
    0% (1)
  • Rencana Kegiatan
    Rencana Kegiatan
    Dokumen1 halaman
    Rencana Kegiatan
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Epi Lepsi
    Epi Lepsi
    Dokumen7 halaman
    Epi Lepsi
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • LP Masa Nifas
    LP Masa Nifas
    Dokumen14 halaman
    LP Masa Nifas
    Ratna Suciati
    100% (2)
  • NCP Keluarga
    NCP Keluarga
    Dokumen5 halaman
    NCP Keluarga
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Liflet Kes Reproduksi
    Liflet Kes Reproduksi
    Dokumen3 halaman
    Liflet Kes Reproduksi
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Kontrol Emosi
    Kontrol Emosi
    Dokumen20 halaman
    Kontrol Emosi
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • ISPA
    ISPA
    Dokumen3 halaman
    ISPA
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Askep Tetani
    Askep Tetani
    Dokumen7 halaman
    Askep Tetani
    Uda Yengki
    Belum ada peringkat
  • LP Fraktur Femur
    LP Fraktur Femur
    Dokumen15 halaman
    LP Fraktur Femur
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Syok
    Laporan Pendahuluan Syok
    Dokumen5 halaman
    Laporan Pendahuluan Syok
    Radikal Yuridistian
    Belum ada peringkat
  • HHD
    HHD
    Dokumen13 halaman
    HHD
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat
  • Cad
    Cad
    Dokumen10 halaman
    Cad
    Ratna Suciati
    Belum ada peringkat