Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN SKIZOFRENIA TIPE HEBEFRENIK DENGAN KASUS GINGIVITIS PERIODE JUNI SAMPAI AGUSTUS 2011 DI RSJ DR.

RADJIMAN WEDIODININGRAT MALANG Irwan Baga*, Rudhanton Sidharta*, Antuk Tyassing Pakolih*

Abstrak Penyakit periodontal, khususnya gingivitis, banyak diderita oleh masyarakat. Stres diketahui dapat menyebabkan timbulnya gingivitis. Di lain pihak, stres dapat menjadi pemicu skizofrenia. Skizofrenia memiliki banyak tipe, salah satunya tipe hebefrenik yang merupakan tipe terbanyak di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan skizofrenia tipe hebefrenik dengan kasus gingivitis. Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei analitik dengan menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel minimal 30 orang. Penelitian dilakukan pada periode Juni sampai Agustus 2011. Setelah dilakukan analisis data dengan menggunakan uji statistik Korelasi Spearman, didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang sognifikan antara skizofrenia tipe hebefrenik dengan kasus gingivitis. Hal tersebut disebabkan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh perawat. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan perawat mampu membantu pasien agar lebih mandiri dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Kata kunci: skizofrenia, hebefrenik, gingivitis.

Abstrack Periodontal disease, especially gingivitis, suffered by many people. Stress is known to cause the onset of gingivitis. On the other hand, stress can lead to schizophrenia. Schizophrenia has many types, one of them is hebephrenic which is the most type in RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang. The purpose of this study was to examine the association of hebephrenic type schizophrenia with the case of gingivitis. This study is a kind of analytic survey research using cross sectional design with a sample size of at least 30 people. The study was conducted in the period June to August 2011. After data analysis was performed using Spearman correlation statistical tests, showed that there was no significant relationship between hebephrenic type schizophrenia with gingivitis cases. This is due to preventive activities undertaken by nurses. Based on research results are expected nurses can help patients to be more independent in maintaining oral health. Key words: schizophrenia, hebefrenik, gingivitis.

*Program Studi Pendidikan Dokter Gigi FKUB

PENDAHULUAN Mulut bukan sekedar untuk pintu masuknya makanan dan minuman tetapi fungsi mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan mulut bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Oleh karena itu kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang kesehatan seseorang.3 Kondisi kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih sangat memprihatinkan sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga kesehatan. Hal ini terlihat bahwa penyakit gigi dan mulut masih diderita oleh 90% penduduk Indonesia.8 Penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah gingivitis dan periodontitis. Epidemiologi penyakit periodontal menunjukkan bahwa prevalensi dan keparahan penyakit periodontal dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, faktor lokal rongga mulut, dan faktor sistemik.9 Stres diketahui dapat menyebabkan gingivitis. Stres mengurangi aliran saliva dengan meningkatkan viskositas saliva dan meningkatkan pembentukan plak gigi. Stres emosional memodifikasi pH saliva dan komposisi kimianya, seperti sekresi IgA. Penelitian terbaru menegaskan fakta bahwa konsentrasi kortisol dalam cairan sulkus gingiva lebih tinggi pada individu yang memiliki tanda-tanda depresi. Stres kronis diduga memiliki efek negatif terhadap kinerja respon imun, yang menimbulkan ketidakseimbangan antara inang/host dan parasit, sehingga mengakibatkan kerusakan periodontal.7 Selain itu, stres diketahui sebagai salah satu penyebab skizofrenia. Stres psikososial dan stres perkembangan yang terjadi secara terus menerus dengan koping yang tidak efektif akan mendukung timbulnya gejala psikotik dengan manifestasi: kemiskinan, kebodohan, pengangguran, isolasi sosial, dan perasaan kehilangan.10 Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam.6 Pada skizofrenia hebefrenik ditandai oleh regresi yang nyata ke perilaku primitif. Gangguan pikiran mereka adalah menonjol, dan kontaknya dengan kenyataan adalah buruk. Penampilan pribadinya dan perilaku sosialnya rusak.5 Skizofrenia tipe hebefrenik dipilih sebagai

objek yang diteliti karena jumlah tipe tersebut terbanyak diderita pasien di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang. Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu mengetahui sejauh mana hubungan skizofrenia tipe hebefrenik dengan kasus gingivitis dalam kaitannya dengan stres. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang hubungan stres pada penderita skizofrenia tipe hebefrenik dengan kasus gingivitis. Dengan demikian diharapkan tenaga kesehatan maupun pihak keluarga penderita skizofrenia tipe hebefrenik agar lebih memperhatikan kebersihan rongga mulut penderita. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini adalah pendekatan secara cross sectional. Populasi studi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien skizofrenia di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang. Sampel studi dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia tipe hebefrenik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi pasien dengan usia 20-45 tahun, pihak wali menyetujui informed consent. Sedangkan kriteria eksklusi meliputi pasien menderita kelainan sistemik (misalnya: diabetes melitus atau penyakit jantung), memakai peranti ortodonti, wanita hamil, dan pihak wali tidak menyetujui informed consent. Penelitian ini menggunakan jumlah minimal sampel yang diambil sebanyak 30 orang. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia tipe hebefrenik. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kasus gingivitis. Penelitian dilakukan di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang pada bulan Juni sampai Agustus 2011. HASIL PENELITIAN Tabel 5.2.1 : Data Hasil Penelitian pada Pasien Objek Penelitian RSJ Dr. Radjiman Wediodingrat Malang

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

Jenis Kelamin L L L L L L L P P P P P P P P P P P L L L L L P P P P P P P

Usia (tahun) 44 29 29 45 41 26 44 30 34 41 20 35 31 32 22 43 26 38 31 21 20 43 29 21 35 45 40 29 30 38

Tipe 10 13 13 13 13 13 13 13 14 10 10 13 13 13 13 10 10 13 10 13 13 13 13 13 13 13 10 13 10 13

Lama Perawatan (hari) 185 206 135 231 155 13 25 63 47 12 12 47 35 19 46 69 21 23 7 15 17 46 19 114 26 105 113 114 29 103

Skor MGI 1.28 0.425 0.491 1.51 1.538 1.435 1.642 0.25 0.785 0.21 1.067 1.597 0.577 0.117 0.366 0.129 0.304 0.077 0.289 0.366 0.29 1.009 1.482 0.089 0.812 0.20 0.354 0.312 0.037 0.111

merupakan data primer karena diambil langsung dengan pemeriksaan indeks gingivitis. Tabel 5.3.1: Hubungan antara Indeks Gingivitis dengan Jenis Kelamin di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. Jenis Kelamin L L L L L L L P P P P P P P P P P P L L L L L P P P P P P P Skor MGI 1.28 0.425 0.491 1.51 1.538 1.435 1.642 0.25 0.785 0.21 1.067 1.597 0.577 0.117 0.366 0.129 0.304 0.077 0.289 0.366 0.29 1.009 1.482 0.089 0.812 0.20 0.354 0.312 0.037 0.111 r (Koefisien korelasi) Sig (Signifikan)

- 0.531

0.003

Dari tabel 5.2.1 dapat dilihat bahwa dari 30 pasien, sebanyak 12 pasien laki-laki dan 18 pasien perempuan. Seluruh pasien berada dalam rentang usia 20-45 tahun sesuai dengan kriteria inklusi. Berdasarkan tipe penyakit, 7 pasien kategori berkelanjutan (kode: 10), 1 pasien kategori remisi (kode: 14), dan 22 pasien kategori episode berulang (kode: 13). Lama perawatan pasien bervariasi antara 7-231 hari rawat inap. Selain itu, dalam tabel 5.2.1 memperlihatkan bahwa seluruh pasien setelah dilakukan penghitungan indeks gingivitis menggunakan MGI menunjukkan skor tidak lebih dari 2. Dengan demikian, berdasarkan pengukuran MGI dapat disimpulkan bahwa seluruh pasien memiliki indeks gingivitis kategori ringan. Data pada tabel 5.2.1 berasal dari data sekunder dan data primer. Data mengenai, jenis kelamin, usia, tipe penyakit, dan lama perawatan merupakan data sekunder karena diambil dari rekam medis. Sedangkan data skor MGI

Tabel 5.4.1: Hubungan antara Indeks Gingivitis dengan Usia di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Usia (tahun) 44 29 29 45 41 26 44 30 34 Skor MGI 1.28 0.425 0.491 1.51 1.538 1.435 1.642 0.25 0.785 r (Koefisien korelasi) Sig (Signifikan)

0.133

0.483

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

41 20 35 31 32 22 43 26 38 31 21 20 43 29 21 35 45 40 29 30 38

0.21 1.067 1.597 0.577 0.117 0.366 0.129 0.304 0.077 0.289 0.366 0.29 1.009 1.482 0.089 0.812 0.20 0.354 0.312 0.037 0.111

29. 30.

10 13

0.037 0.111

Tabel 5.6.1: Hubungan antara Indeks Gingivitis dengan Lama Perawatan di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. Lama Perawata n (hari) 185 206 135 231 155 13 25 63 47 12 12 47 35 19 46 69 21 23 7 15 17 46 19 114 26 105 113 114 29 103 Skor MGI 1.28 0.425 0.491 1.51 1.538 1.435 1.642 0.25 0.785 0.21 1.067 1.597 0.577 0.117 0.366 0.129 0.304 0.077 0.289 0.366 0.29 1.009 1.482 0.089 0.812 0.20 0.354 0.312 0.037 0.111 r (Koefisien korelasi) Sig (Signifikan )

Tabel 5.5.1: Hubungan antara Indeks Gingivitis dengan Tipe Penyakit di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. Tipe 10 13 13 13 13 13 13 13 14 10 10 13 13 13 13 10 10 13 10 13 13 13 13 13 13 13 10 13 Skor MGI 1.28 0.425 0.491 1.51 1.538 1.435 1.642 0.25 0.785 0.21 1.067 1.597 0.577 0.117 0.366 0.129 0.304 0.077 0.289 0.366 0.29 1.009 1.482 0.089 0.812 0.20 0.354 0.312 r (Koefisien korelasi) Sig (Signifikan)

0.101

0.597

0.096

0.613

Dari tabel 5.3.1 dapat dilihat bahwa dengan penghitungan statistik menggunakan metode Korelasi Spearman, koefisien korelasi untuk hubungan antara indeks gingivitis dengan jenis kelamin sebesar -0,531 serta signifikan 0,003 (dengan derajat kealfaan 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara indeks gingivitis dengan jenis kelamin. Sedangkan dari tabel 5.4.1 dapat dilihat bahwa dengan penghitungan statistik menggunakan metode Korelasi Spearman, koefisien korelasi untuk hubungan antara indeks gingivitis dengan usia sebesar 0,133 serta

signifikan 0,483 (dengan derajat kealfaan 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara indeks gingivitis dengan usia. Demikian juga pada tabel 5.5.1 dapat dilihat bahwa dengan penghitungan statistik menggunakan metode Korelasi Spearman, koefisien korelasi untuk hubungan antara indeks gingivitis dengan tipe penyakit sebesar 0,096 serta signifikan 0,613 (dengan derajat kealfaan 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara indeks gingivitis dengan tipe penyakit. Serta dari tabel 5.6.1 dapat dilihat bahwa dengan penghitungan statistik menggunakan metode Korelasi Spearman, koefisien korelasi untuk hubungan antara indeks gingivitis dengan lama perawatan sebesar 0,101 serta signifikan 0,597 (dengan derajat kealfaan 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara indeks gingivitis dengan lama perawatan. PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian diperoleh indeks gingivitis tidak lebih dari 2. Penghitungan menggunakan Modified Gingiva Index, hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa indeks gingivitis pasien RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang termasuk kategori ringan. Rendahnya indeks gingivitis tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain: penyebab skizofrenia, kesehatan umum pasien, dan perawatan dalam menjaga kebersihan diri yang dilakukan oleh perawat di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang. Hal-hal tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap hasil penelitian ini. Berdasarkan teori psikodinamika, penelitian genetika jelas menyatakan bahwa skizofrenia adalah suatu penyakit dengan substrat biologis. Berdasarkan teori-teori sosial, saat ini stres dianggap menimbulkan efek utamanya dalam menentukan waktu onset dan keparahan penyakit.5 Sampai saat ini yang dapat diketahui tentang skizofrenia adalah kelainan ini memiliki banyak sebab (multifaktorial), faktor genetik, faktor kemampuan mengelola stres dan adaptasi, juga faktor farmakologi (beberapa zat adiktif memiliki dampak yang memunculkan

gejala-gejala yang dimiliki oleh skizofrenia, seperti halusinasi dan delusi). Jadi tidak serta merta seseorang yang mengalami stres berat maka ia akan berlanjut menderita skizofrenia.2 Hubungan stres dan penyakit periodontal susah dijelaskan karena, seperti pada penyakit yang umum, penyakit periodontal memiliki etiologi dan patogenesis yang multifaktorial dan peran individu sulit dijelaskan. Stres emosi dapat menghambat fungsi imun yang normal dan dapat menghasilkan peningkatan jumlah sirkulasi hormon yang dapat mempengaruhi periodontium. Semua individu mengalami stres, tetapi hal ini tidak selalu menghasilkan kerusakan periodontal. Tipe dan durasi stres berpengaruh pada seluruh dampak kerusakan periodontal yang ditimbulkan.1 Berdasarkan hasil analisis data, terdapat hubungan yang cukup kuat antara indeks gingivitis dengan jenis kelamin dengan pasien perempuan cenderung memiliki indeks gingivitis lebih rendah dibanding pasien laki-laki. Perempuan memiliki pengetahuan yang lebih besar, sikap yang lebih positif, gaya hidup sehat, dan perilaku kesehatan mulut dengan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Ada perbedaan yang signifikan pada gaya hidup, pengetahuan, dan sikap melalui perilaku kesehatan mulut dan status kesehatan mulut mereka.4 Pada pasien skizofrenia di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang ini dapat dilihat dari perawat yang merawat pasien karena pasien memiliki kecenderungan bergantung pada perawat. Pada pasien perempuan yang dirawat oleh perawat perempuan memiliki indeks gingivitis lebih rendah dibanding pasien laki-laki yang dirawat oleh perawat laki-laki. Dapat dikatakan pula bahwa perempuan lebih telaten dalam hal merawat dan menjaga kebersihan diri. Selain itu, pasien perempuan cenderung lebih mudah dirawat daripada pasien laki-laki. Sedangkan hubungan indeks gingivitis dengan usia, tipe penyakit, dan lama perawatan tidak memiliki hubungan yang signifikan. Menurut Carranza, hubungan sebab-akibat antara plak dan inflamasi gingival dalam penelitian Loe et al yang meminta objek penelitiannya untuk menjauhkan diri dari semua tindakan menjaga kebersihan mulut menunjukkan pembentukan plak dengan cepat dan perkembangan gingivitis. Inflamasi gingiva teratasi selama satu minggu

setelah objek penelitian kembali melakukan tindakan kebersihan mulut. Loe et al menyimpulkan bahwa plak bakteri sangat penting dalam produksi inflamasi gingiva. Karena plak bakteri adalah penyebab paling umum dari pembentukan gingivitis, faktor-faktor yang mempengaruhi status kebersihan mulut individu kemungkinan akan mempengaruhi prevalensi gingivitis.4 Sehingga jelas bahwa timbulnya gingivitis disebabkan oleh adanya plak. Plak merupakan faktor utama yang dapat diperparah oleh faktor-faktor lain, seperti usia dan jenis kelamin, yang menjadi faktor risiko. Keberadaan plak sangat penting terhadap terjadinya gingivitis, tetapi jika plak tersebut dihilangkan maka kemungkinan timbulnya gingivitis akan berkurang. Dalam penelitian ini, pada pasien skizofrenia tipe hebefrenik di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang didapatkan indeks gingivitis yang rendah karena faktor utama penyebab gingivitis, yaitu plak, sudah dihilangkan dengan tindakan perawat dalam menjaga kesehatan rongga mulut pasien yang baik. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini antara lain : 1. Indeks gingivitis pasien skizofrenia tipe hebefrenik di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang yang dihitung dengan Modified Gingiva Index tidak lebih dari 2. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seluruh pasien memiliki indeks gingivitis kategori ringan. 2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara skizofrenia tipe hebefrenik dengan kasus gingivitis di RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang. Usia, tipe penyakit, dan lama perawatan tidak berpengaruh terhadap indeks gingivitis pasien. Indeks gingivitis hanya memiliki perbedaan pada pasien lakilaki dan perempuan. Saran 1. Diharapkan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan perawatan dalam menjaga kebersihan diri pasien, terutama kesehatan rongga mulut. Selain itu, juga mengajarkan kepada pasien cara menjaga

kesehatan rongga mulut agar pasien bisa menjaganya secara mandiri. 2. Diharapkan bagi masyarakat yang memiliki keluarga dengan penyakit skizofrenia dapat membantu untuk menjaga kebersihan diri terutama kesehatan rongga mulut, bukan justru mengucilkan dan membiarkan mereka tidak terawat. 3. Diharapkan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian tentang skizofrenia dan gingivitis ini sebaiknya memilih pasien yang baru masuk ke RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Malang agar diketahui perkembangan gingivitis tanpa adanya intervensi dari perawat terlebih dahulu yang menyebabkan hilangnya faktor lokal sehingga indeks gingivitis menjadi rendah. DAFTAR PUSTAKA 1. Carranza FA, Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. 2006. Clinical Periodontology. Ed. 10: Saunders. 2. Eleonora, Venus. 2011. Mengatasi DepresiTanggapan Ahli. http://www.rumah shine.org/index.php?option=comcontent&vie w=article&id=96:mengatasidepresi&catid=43:emotion&Itemid=111&lan g=en&limitstart=1 (diakses tanggal 2 Desember 2011). 3. Eriska, Riyanti. 2005. Pengenalan dan Perawatan Kesehatan Gigi Anak Sejak Dini. http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/ Pengenalan%20dan%20Perawatan%20Kes ehatan%20Gigi%20Anak%-20Sejak%20 Dini.pdf (diakses tanggal 17 Desember 2010). 4. Furuta, Michiko et al. 2011. Sex Differences in Gingivitis Relate to Interaction of Oral Health Behaviors in Young People. http://www.joponline.org/doi/ abs/10.1902/jop.2010.100444 (diakses tanggal 12 Desember 2011). 5. Kaplan, H. Sadock, B. & Grebb J. 1997. Kaplan dan Sadock: Sinopsis psikiatri. Edisi 7. Jakarta: Binarupa aksara. 6. Keliat, Budi Ana. 1999. Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC.

7. Michele, Reners and Michele, Brecx . Stress and Periodontal Disease. Int J Dent Hygiene 5, 2007;199-204. 8. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta. Rineka Cipta. 9. Tampubolon, Nurmala S. 2005. Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal terhadap Kualitas Hidup. Universitas Sumatera Utara. Medan. 10. Yosep, Iyus. 2008. Faktor Penyebab dan Proses Terjadinya Gangguan Jiwa. http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/u ploads/publikasi_dosen/Proses %20Terjadinya%20gg.%20jiwa.pdf (diakses tanggal 9 Januari 2011).

Anda mungkin juga menyukai