Anda di halaman 1dari 43

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan untuk umum, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Rumah sakit adalah salah satu jenis sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan (preventif, kuratif, rehabilitasi, priotif dan adukatif) guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat. Pencemaran dapat terjadi karena rumah sakit merupakan polutan baik dalam bentuk fisik, kimia maupun bakteriologis. Bentuk pencemaran fisik salah satu bersumber dari bau limbah yang dihasilkan serta hasil pembakaran limbah medis menggunakan incenerator. Pencemaran kimia bersumber dari laboratorium dan loundry. Sedangkan pencemaran mikrobiologi bersumber dari mikroba patogen seperti Salmonella, Vibrio cholera, Klebsiella Pneumonia, dan lain-lain. Mikroba tersebut merupakan mikrobia yang berbahaya bagi manusia. Selain dapat menimbulkan pencemaran, rumah sakit juga dapat menjadi tempat penularan penyakit. Penularan penyakit dapat terjadi apabila pengunjung atau penggunjung pasien di rumah sakit terinfeksi oleh kuman yang terdapat di lingkungan rumah sakit. Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut infeksi Nosokomial (INOS). Oleh karena itu, unsur-unsur penunjang proses yang perlu dikelola dengan sungguh-sungguh diantaranya aspek Sanitasi Lingkungan.

Menurut peraturan perundangan tentang sanitarian yaitu pada PP 32 / 1996 yang menyebutkan bahwa tenaga kesehatan lingkungan bekerja di bidang kesehatan lingkungan yang disebut sanitarian. Sedangkan pada UU No. 23 / 1992 yaitu mengenai program kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat di tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, transportasi, dan lingkungan lainnya melalui penyehatan air, udara, dan pengamatan radiasi. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas, maka rumah sakit membutuhkan tenaga sanitarian dalam mengelola sanitasi rumah sakit tersebut. Ilmu sanitarian bertujuan mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, penerapan sanitasi mencakup berbagai segi yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Dalam lingkup rumah sakit upaya penyehatan yang dapat dilakukan antara lain : 1. Penyehatan bangunan dan ruang termasuk pencahayaan, penghawaan, kebisingan, serta kelembaban. 2. Penyehatan makanan dan minuman. 3. Penyediaan air bersih. 4. Penanganan limbah padat dan limbah cair. 5. Penyehatan tempat pencucian umum termasuk pencucian linen. 6. Pengendalian serangga dan binatang pengganggu. 7. Sterilisasi dan desinfeksi ruangan. 8. Pencegahan infeksi nosokomial. 9. Upaya promosi kesehatan dari aspek kesehatan lingkungan.

Upaya di atas bertujuan untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial yang disebabkan oleh kondisi lingkungan rumah sakit karena kurang memenuhi syarat kesehatan ataupun terjadinya pencemaran lingkungan. Di samping itu, pemerintah juga telah mengeluarkan KepMenKes RI No. 1204 / MenKes / SK / X / 2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Selain itu, Pemerintah telah menetapkan bahwa setiap rumah sakit harus memiliki tenaga sanitasi. Dalam upaya mencetak tenaga sanitarian yang berkualitas dan professional di bidang sanitasi dan kesehatan lingkungan maka kami mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta RI Jurusan Kesehatan Lingkungan melakukan Praktik Lapangan. Adapun praktik tersebut merupakan penjabaran mata kuliah Sanitasi Rumah Sakit. Salah satu lokasi yang dipilih sebagai lokasi Praktik Lapangan adalah di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.

B. Tujuan a. Mahasiswa dapat mengetahui penanganan masalah sanitasi di tiap-tiap sub bagian unit sanitasi. b. Mahasiswa dapat membantu menangani masalah sanitasi di tiap-tiap sub bagian unit sanitasi. c. Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman kerja di unit sanitasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum RSUP Dr. Sardjito 1. Sejarah Singkat RSUP Dr. Sardjito Sejak berdirinya Universitas Gadjah Mada yang didalamnya terdapat fakultas kedokteran pada tahun 1949, kebutuhan akan adanya rumah sakit pendidikan mulai dirasakan. Karena itulah kemudian didirikan Rumah sakit Universitas Gadjah Mada pada tahun 1951 dengan lokasi terpisah yaitu di Pugeran, Mangkukebumen, Mangkuwilayan, Mangkuyudan, Jenggotan, dan Loji Kecil. Gagasan untuk mendirikan rumah sakit umum dan pendidikan yang berlokasi di satu tempat untuk pertama kalinya dicetuskan oleh almarhum Prof. Dr. Sardjito pada tahun 1954 untuk mendidik calon dokter dan calon dokter ahli serta dapat di gunakan untuk tempat pengembangan penelitian. Selain kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum yang makin meningkat terutama untuk masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, maka kebutuhan akan adanya Rumah Sakit Umum Pemerintah tersebut semakin mendesak. Sebagai realisasinya, pihak Dewan Perwakilan Rakyat DIY sejak tahun 1960 telah turut membantu mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk segera mendirikan Rumah Sakit Umum Pusat di Yogyakarta yang dapat di manfaatkan untuk pendidikan, penelitian, dan sekaligus pelayanan.

Perjuangan guna mewujudkan rencana tersebut baru membuahkan hasil pada tahun 1970/1971 dengan menggunakan pembiayaan dari Depkes RI dengan lokasi di Pingit. Namun setelah ditinjau oleh Depkes RI rumah sakit di Pingit tersebut tidak memadahi. Setelah diadakan pembicaraan dengan pihak Depdikbud serta izin dari Rektor Universitas gadjah Mada, maka pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat dipindahkan ke Sekip di dalam kampus Universitas Gadjah Mada dengan nama RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SARDJITO menempati areal seluas 8,4 Hektar. Penggunaan nama Prof. Dr. Sardjito untuk Rumah Sakit Umum Pusat yang berlokasi di Yogyakarta, selain untuk mengenang perjuangan dan jasa-jasa juga dimaksudkan untuk mengabadikan nama seorang putra yang merupakan tokoh pelayanan kesehatan dan pendidikan terutama di Universitas Gadjah Mada. 2. Deskripsi Wilayah RSUP Dr. Sardjito Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito didirikan pada tanggal 13 Juni 1974 dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 126/VII/Ka/B.VII/1974 pada tanggal 8 Februari 1982, yaitu sebagai Rumah sakit Umum Tipe B pendidikan di bawah langsung dan bertanggung jawab kepada Depkes RI melalui Dirjen Yanmed. RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta terletak pada sebidang tanah yang mempunyai luas sekitar 90.000 m2 dengan luas bangunan mencapai 71.1778 m2 dengan luas rumah sakit 70.859m2 dan luas rumah dinas 580 m2. RSUP Dr. Sardjito terletak di Kota Yogyakarta tepatnya di Jalan Kesehatan No. 1 Sekip, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, dengan batas-batas sebagai berikut : Utara : Kompleks fakultas Teknik UGM

Selatan Timur Barat

: Perkampungan penduduk (Desa Sendowo) : Jalan Kesehatan dan Fakultas Kedokteran UGM : Sungai Code

B. Tinjauan Khusus Instalasi Sanitasi Lingkungan RSUP Dr. Sardjito 1. Sejarah Instalasi Sanitasi Lingkungan Pada tahun 1987 RSUP Dr. Sardjito menerima tenaga dari lulusan APK-TS (akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi). Karena sanitasi belum mempunyai wadah khusus maka tenaga tersebut ditempatkan di sub bagian rumah tangga. Pada akhirnya terbentuk juga Instalasi Sanitasi melalui perjuangan yang dilakukan oleh para perintis sanitasi. Adapun managemen sanitasi lingkungan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta adalah sebagai berikut : a. Dasar Hukum 1) Keputusan Meneteri Kesehatan RI No. 1674/Menkes/Per/XII/2005 mengatur tentang organisasi dan tata kerja RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

2) SK Direktur RSUP Dr. Sardjito No. OT 01.01.4.11280 tanggal 1 September 2011 berisikan tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Instansi Sanitasi Lingkungan RSUP DR.Sardjito. b. Tugas Pokok dan Fungsi ISLRS Menyediakan sember daya, fasilitas, dan kompentensi berkualitas dalam rangka mendukung penyelenggaraan kegiatan sterilisasi ruang, pengolahan air bersih, limbah cair dan limbah medic/domestic serta pengawasan pengendalian lingkungan fisik, kimia dan biologi; serta pendidikan dan penelitian Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit. 2. Lingkup Tugas Instalasi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS) a. Tugas Pokok Kepala Pelayanan Penyediaan Air Bersih, Desinfeksi Ruangan, Pemantauan Lingkungan Biologi dan Pengawasan K3 sanitasi : 1) Mengkoordinir pelaksanaan di tingkat operasional pada kegiatan Pengolahan Air Bersih, Starilisasi Ruangan, Pemantauan Lingkungan Biologi, Pemantauan Hygiene dan Sanitasi Makanan, Pengawasan Sanitasi Linen dan pengawasan K3. 2) Menelaah dan mengevaluasi kualitas penyediaan air bersih, kualitas mikrobia ruangan, mikrobia alat makan-minum dan bahan makanan minuman, kualitas mikrobia linen dan pelaksanaan K3 sanitasi. 3) Menelaah dan mengevaluasi sarana dan prasarana fasilitas penyehatan lingkungan dan atau pengelolaan lingkungan.

b. Tugas Pokok Kepala Pelayanan Pengendalian Serangga dan Binatang Pengganggu, Pemantauan Lingkungan Fisik dan Kimia, Surveilens Kesehatan Lingkungan dan PKM RS Sanitasi : 1) Mengkoordinir pelaksanaan di tingkat operasional pada kegiatan pengendalian serangga dan binatang pengganggu, pemantauan lingkungan fisik dan kimia, surveylens kesehatan lingkungan dan PKM RS Sanitasi. 2) Menelaah dan mengevaluasi tingkat populasi serangga dan binatang pengganggu, kualitas fisik dan kimia ruangan, aspek penyehatan lingkungan RS. 3) Menelaah dan mengevaluasi sarana dan prasarana fasilitas penyehatan lingkungan dan atau pengolahan lingkungan. c. Tugas Pokok Kepala Pelayanan Pengelolaan Limbah Cair dan Limbah Padat yaitu : 1) Mengkoordinir pelaksaan di tingkat operasional pada kegiatan pengelolaan limbah cair dan padat, pemantauan kualitas limbah cair, monitoring fungsi Instalasi pengolahan Limbah Cair, Monitoring fungsi semua sarana pengelolaan limbah padat. 2) Menelaah dan mengevaluasi kualitas limbah cair dan managemen limbah pengolahan limbah padat medis dan non medis serta kinerja sarana pengolahan limbah padat. 3) Menelaah dan mengevaluasi sarana dan prasarana fasilitas penyehatan lingkungan dan atau pengelolaan lingkungan.

3. Struktur Organisasi Instalasi Sanitasi lingkungan merupakan fasilitas untuk melakukan kegiatan pengawasan dan pengolahan faktor lingkungan biologi, fisika, kimia di rumah sakit. Keberadaan Instalasi Sanitasi Lingkungan bertujuan untuk : a. Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. b. Memenuhi standar sanitasi rumah sakit. c. Memenuhi standar kualitas lingkungan. Untuk pengolahan sanitasi dan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit di selenggarakan oleh Kepala Instalasi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit di bantu dan oleh penanggung jawab administrasi dan logistik, koordinator Pelayanan Penyediaan Air Bersih, Desinfeksi Ruangan, Pemantauan Lingkungan Biologi dan Pengawasan K3 sanitasi, koordinator Pelayanan Pengendalian Serangga dan Binatang Pengganggu, Pemantauan Lingkungan Fisik dan Kimia, Surveilens Kesehatan Lingkungan dan PKM RS Sanitasi serta koordinasi Pelayanan Pengelolaan Limbah Cair dan Limbah Padat.

Adapun Struktur Organisasi dari Instalasi Sanitasi Lingkungan RSUP Dr. Sardjito adalah sebagai berikut :
Kepala Instalasi Sanitasi Lingkungan Penanggung Jawab Administarasi, Logistik, Keuangan dan SDM

Pramu Rumah Tangga

Kepala Pelayanan Penyediaan Air Bersih, Desinfeksi Ruangan, Pemantauan Lingkungan Biologi dan Pengawasan K3 sanitasi

Kepala Pelayanan Pengendalian Serangga dan Binatang Pengganggu, Pemantauan Lingkungan Fisik dan Kimia, Surveilens Kesehatan Lingkungan dan PKM RS Sanitasi

Kepala Pelayanan Pengolahan Limbah Cair dan Limbah Padat

Sanitarian Petugas Sanitasi

Sanitarian Petugas Sanitasi

Sanitarian Petugas Sanitasi

10

C. Pengertian Sanitasi Rumah Sakit


1. Pengertian Sanitasi

Sanitasi menurut definisi yang dikemukakan oleh WHO adalah merupakan usaha pencegahan / pengendalian semua faktor lingkungan fisik yang dapat memberikan pengaruh terhadap manusia, terutama yang sifatnya merugikan / berbahaya terhadap perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia.
2. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit (RS) adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes RI, 2004). Menurut perumusan WHO yang dikutip Harafiah dan Amir (1999), Pengertian Rumah Sakit adalah suatu keadaan usaha yang menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, therapeutik, dan rehabilitasi untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka dan untuk mereka yang mau melahirkan.
3. Pengertian Sanitasi Rumah Sakit

Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan

11

pada

penguasaan

terhadap

berbagai

faktor

lingkungan

yang

mempengaruhi derajat kesehatan (Arifin, 2009). Kesehatan lingkungan adalah: upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat (Arifin, 2009). Kesehatan lingkungan rumah sakit diartikan sebagai upaya penyehatan dan pengawasan lingkungan rumah sakit yang mungkin berisiko menimbulkan penyakit dan atau gangguan kesehatan bagi masyarakat sehingga terciptanya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009). Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit meliputi kegiatankegiatan yang kompleks sehingga memerlukan penanganan secara lintas program dan lintas sektor serta berdimensi multi disiplin, untuk itu diperlukan tenaga dan prasarana yang memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2004). D. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Rumah sakit Adapun persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan Permenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004 adalah meliputi : sanitasi pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi, biologi, dan sosial psikologi di rumah sakit. Program sanitasi di rumah sakit terdiri dari penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen, pengendalian serangga dan tikus, sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi, penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan sampah/limbah (Depkes RI, 2004).

12

perlindungan radiasi, penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan sampah/limbah (Depkes RI, 2004). E. Tujuan Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi rumah sakit diselenggarakan dengan tujuan agar terwujudnya/terciptanya kondisi lingkungan rumah sakit yang memenuhi syarat sanitasi dan menjamin pencegahan infeksi nosokomial dan membantu proses pengobatan serta penyembuhan penderita. F. Fungsi Rumah Sakit 1. Menyediakan dan menyelenggarakan : a. Pelayanan medik b. Pelayanan penunjang medik c. Pelayanan perawatan d. Pelayanan rehabilitasi e. Mencegah penyakit dan peningkatan kesehatan 2. Sebagai tempat pendidikan dan atau latihan tenaga medik dan paramedik. 3. Sebagai tempat pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan teknologi di bidang kesehatan. G. Klasifikasi Rumah Sakit Dalam pemberian pelayanan kesehatan rumah sakit adalah memberikan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, rawat inap, gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik. Sesuai dengan banyaknya jenis pelayanan rumah sakit dibedakan menjadi Rumah Sakit Umum (RSU) dan Rumah Sakit Khusus (RSK). 1. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai dengan sub spesialistik.

13

2.

Rumah Sakit Khusus (RSK) adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu tertentu.

3.

Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokkan rumah sakit berdasarkan perbedaan bertingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan.

4.

Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan bahwa rumah sakit memenuhi standar minimal yang ditentukan. Penyelenggara dan atau pemilik rumah sakit dapat pemerintah atau

swasta. 1. a. b. c. d. e. Klasifikasi RSU Pemerintah terdiri dari : Kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik luas. Kelas BII mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas. Kelas BI mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik sekurang-kurangnya 11 jenis spesialistik. Kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik sekurang-kurangnya 4 dasar lengkap. Kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik dasar. 2. Klasifikasi RSU Swasta terdiri dari : a. b. c. RSU Swasta Pratama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum. RSU Swasta Madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 cabang. RSU Swasta Utama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik, dan sub spesialistik.

14

H. Upaya Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit Upaya penyehatan lingkungan rumah sakit berupa : 1. Penyehatan bangunan dan ruangan, termasuk pencahayaan, penghawaan serta kebisingan. 2. Penyehatan makanan dan minuman. 3. Penyehatan air dan kualitasnya. 4. Penanganan sampah dan limbah. 5. Penyehatan tempat pencucian umum dan laundry. 6. Pengendalian serangga dan binatang pengganggu. 7. Sterilisasi dan desinfeksi. 8. Perlindungan radiasi. 9. Penyuluhan kesehatan lingkungan. I. Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito mempunyai sarana dan prasarana yang lengkap, yang mencakup : a. Sarana pelayanan kesehatan di RSUP Dr. Sardjito yaitu Instalasi Rawat Inap (IRNA), Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instansi Haemodialisa, Instansi Bedah Sentral, dan lain-lain. b. Sarana penunjang medik di RSUP Dr. Sardjito yaitu apotek,Instansi Sanitasi (PAB, IPLC, PPLF, dll), dan lain-lain. c. Fasilitas umum di RSUP Dr. Sardjito yaitu musholla, minimarket, bank, dan lain-lain. J. Dasar Hukum Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

15

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Kegiatan yang kami lakukan selama praktik sanitasi ruah sakit di RSUP Dr. Sardjito adalah sebagai berikut : No 1. Hari, tanggal Senin, 13 Mei 2013 Kegiatan mahasiswa di Instalasi

a. Penerimaan b. Pre test

Sanitasi

Lingkungan RSUP Dr. Sardjito. c. Pemberian materi oleh instruktur dari Instalasi Sanitasi Lingkungan RSUP Dr. Sardjito. 2. Selasa, 14 Mei 2013 a. Pengarahan dari instruktur dari Sub II. b. melakukan fogging untuk pengendalian vector nyamuk di dalam dan sekitar ruang Instalasi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit Dr. Sardjito. c. melakukan inspeksi sanitasi lingkungan Poliklinik Geriatri dan Poliklinik Memory. d. melakukan pemantauan lingkungan fisik lingkungan rumah sakit dengan pengukuran kebisingan, pencahayaan, suhu, kelembaban, dan pengisian checklist kebersihan lingkungan rumah

16

sakit di Poliklinik Geriatri dan Poliklinik Memory. 3. Rabu, 15 Mei 2013 e. Merekap data yang telah diperoleh. a. Pengarahan dari Sub unit III yang menangani tentang limbah padat dan limbah cair. b. Pengamatan tentang proses pengolahan limbah 4. Kamis,16 Mei 2013 cair dan limbah padat di rumah sakit. a. Melakukan pengukuran sisa chlor dan pH di beberapa titik di rumah sakit. b. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk pengambilan sampel air bersih secara kimia dan bakteriologis serta untuk pemeriksaan sisa chlor dan pH air bersih. c. Melakukan bakteriologis ditentukan. d. Melakukan pembubuhan kaporit. 5. Jumat, 17 Mei 2013 e. Melakukan desinfeksi ruangan. a. Melakukan kegiatan kerja bakti dalam rangka Jumat Bersih. b. Mengunjungi Instalasi Gizi dan pemberian materi oleh instruktur tentang pegolahan makanan di rumah sakit. c. Mengunjungi Instalasi Binatu dan pemberian materi oleh instruktur tentan pengelolan linen di rumah sakit. pengambilan di beberapa sampel titik kimia yang dan telah

B. PEMBAHASAN 1. Pengendalian Serangga dan Binatang Pengganggu.

17

Pengendalian serangga dan binatang pengganggu di RSUP Dr. Sardjito dilakukan berdasarkan laporan atau permintaan dari masingmasing unit maupun bangsal dan juga berdasarkan hasil survey dari para petugas sanitasi (surveyor) yang dilakukan setiap hari untuk mencegah terjadinya wabah karena serangga maupun hewan pengganggu lainnya. Untuk pemberantasan kecoa, lalat, dan nyamuk dilakukan dengan cara pengkabutan atau fogging. Fogging dilakukan setiap ada permintaan dari masing-masing unit. Fogging dilakukan dengan menggunakan fogger, botol jirigen, dan selang kecil. Alat yang digunakan untuk fogging merupakan modifikasi yang bertujuan untuk penggunaan bahan dan waktu yang efektif dan efisien serta untuk tetap menjaga ergonomis kerja.

2. Pengawasan Pengendalian Lingkungan Fisik (PPLF) Pengawasan pengendalian lingkungan fisik yang dilakukan di RSUP Dr. Sardjito, yaitu berupa pengukuran kebisingan, pencahayaan, suhu, kelembaban serta pemantauan kebersihan lingkungan di lokasi PPLF. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter, pencahayaan dengan menggunakan Lux Meter, pengukuran suhu dan kelembaban dengan menggunakan sling psychrometer, dan pemantauan kebersihan lingkungan dengan menggunakan checklist yang telah disediakan oleh RSUP Dr. Sardjito. a. Kebisingan Pengukuran parameter kebisingan dilakukan dengan menggunakan Sound Level Meter. Cara kerja dari Sound Level Meter adalah sebagai berikut :

18

1) Mempersiapkan alat yang diperlukan, yaitu Sound Level Meter, stopwatch, dan alat tulis. 2) Kemudian, pengukur berdiri di tengah ruangan yang diukur dan mengarahkan Sound Level Meter ke sumber bunyi potensial di ruangan tersebut. 3) Meletakkan Sound Level Meter dengan ketinggian 1-1,2 meter dari peprmukaan lantai. 4) Menyalakan Sound Level Meter dengan menggeser tombol Power. 5) Melakukan pencatatan setiap 5 detik sekali selaman 5 menit, sehingga diperoleh 60 data. 6) Melakukan pengolahan dan analisis data yang diperoleh.

Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1024/Menkes/SK/X/2004 bahwa kebisingan yang diperbolehkan untuk ruang pemeriksaan di rumah sakit adalah maksimal 60 dB. Berikut hasil pengukuran kebisingan di RSUP Dr. Sardjito yang kami lakukan : 1) Kebisingan di Poliklinik Geriatri Intensitas Nama No. Ruang Ruang Periksa kebisingan rata-rata (dB) 53,1 Standar intensitas kebisingan 60 Keterangan (memenuhi persyaratan/tidak memenuhi persyaratan) Memenuhi syarat sebesar 88,5 %

a.

19

b.

Ruang periksa Konsulen 1

52,8

60

Memenuhi syarat sebesar 88 %

c.

Ruang periksan Konsulen 2

48,4

60

Memenuhi syarat sebesar 80,6 %

d.

Ruang periksa Konsulen 3

51,1

60

Memenuhi syarat sebesar 85,2 %

2) Kebisingan di Poliklinik Memory Intensitas No. Nama Ruang Ruang Periksa 1 b. Ruang Stimulasi c. Ruang Neuroresteras i 49,6 60 47,2 60 kebisingan rata-rata (dB) 50,0 Standar intensitas kebisingan 60 Keterangan (memenuhi persyaratan/tidak memenuhi persyaratan) Memenuhi syarat sebesar 83, 3 % Memenuhi syarat sebesar 78,7 % Memenuhi syarat sebesar 82,7 %

a.

Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan tersebut, dari tujuh ruangan yang kami periksa kebisingan di ruangan memenuhi standar kebisingan yang telah ditentukan dalam Permenkes No. 1204 tahun

20

2004, yaitu untuk ruang periksa standarnya 60 dB. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa ruangan di Poliklinik Geriatri secara keseluruhan memenuhi persyaratan sebesar 85,9 % .Sedangkan ruangan di Poliklinik Memori secara keseluruhan memenuhi persyaratan sebesar 81,5 %. Analisis faktor yang mempengaruhi tingginya kebisingan pada ruangan yang kami periksa, antara lain pada Poliklinik terdapat sumber suara dari orang bercakap-cakap (2 orang), AC pada ruangan tersebut hidup, pintu dalam keadaan tertutup. Sedangkan di Poliklinik memory terdapat sumber suara dari AC yang berbunyi. Hampir semua ruangan keadaan yang sama. b. Pencahayaan Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1024/Menkes/SK/X/2004 bahwa pencahayaan yang sesuai untuk ruang pemeriksaan di rumah sakit yaitu antara 100-200 lux. Untuk pengukuran pensahayaan dilakukan mennggunakan Lux Meter dengan cara kerja sebagai berikut : 1) Mempersiapkan alat yang diperlukan, yaitu Lux Meter dan alat tulis. 2) Menentukan minimal 6 titik pengambilan sampel (termasuk mengambil sampel di titik terjauh dan terdekat dengan sumber cahaya) pada obyek-obyek kerja di ruangan yang akan diukur pencahayaan. Semakin banyak obyek yang diukur maka data yang diperoleh semakin representatif. 3) Menyalakan Lux Meter dengan menggeser tombol On. 4) Sensor pada alat dibuka dan diletakkan di obyek pengambilan sampel.

21

5) Melakukan pengaturan dengan menggeser tombol Range sesuai dengan intensitas pencahayaan di ruangan tersebut. 6) Mencatat data hasil pengukuran dan menganalisis data.

Berikut merupakan hasil pengukuran pencahayaan di RSUP Dr. Sardjito yang kami lakukan : Standar intensitas pencahayaan (lux) Keterangan (memenuhi persyaratan/tidak memenuhi persyaratan) Tidak memenuhi persyaratan b. Ruang periksa Konsulen 1 c. Ruang periksan Konsulen 2 d. Ruang periksa Konsulen 3 2. Poliklinik Memory 248 100 200 224 100 200 230 100 200 Tidak memenuhi persyaratan Tidak memenuhi persyaratan Tidak memenuhi persyaratan

Intensitas No. Nama Ruang pencahayaan rata-rata (lux) 1. Poliklinik Geriatri a. Ruang Periksa 231

100 200

22

a. Ruang Periksa 1

195,5

100 200

Memenuhi persyaratan

b. Ruang Stimulasi

366,7

100 200

Tidak memenuhi persyaratan

c. Ruang Neuroresterasi

532,8

100 200

Tidak memenuhi persyaratan

Berdasarkan hasil pengukuran pencahayaan tersebut, dari tujuh ruangan yang kami periksa terdapat satu ruangan yang memenuhi standar pencahayaan ruang periksa, sedangkan untuk enam ruangan yang lain tidak memenuhi nilai ambang batas pencahayaan yang telah ditentukan dalam Peremenkes No. 1204 tahun 2004, yaitu untuk ruang periksa standarnya 100-200 lux. Analisis faktor yang mempengaruhi tingginya intensitas pencahayaan pada ruangan yang kami periksa, antara lain pada Ruang Stimulasi dan Ruang Neuriresterasi pencahyaannya berasal dari pencahayaan alami. Pencahayaan alami yang bersal dari sinar matahari yang memasuki ruang melalui jendela dengan ukuran yang cukup besar dan berwarna bening. Pencahayaan alami sifatnya tidak menentu karena kondisi matahari yang terkadang cahayanya terang dan terkadang redup. Pencahayaan dari sinar matahari yang tidak menentu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari pengukuran intensitas pencahayaan ini. c. Suhu dan kelembaban Suhu kelembaban untuk ruang pemeriksaan dengan adalah 22-24oC RI dan No. 45%-60% sesuai Kepmenkes

1024/Menkes/SK/X/2004. Berdasarkan hasil pengukuran suhu dan

23

kelembaban yang kami lakukan, untuk Poliklinik Geriatri dan Poliklinik Memory di RSUP Dr. Sardjito masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh Pemerintah. d. Pemantauan Kebersihan Ruangan di Poliklinik Geriatri dan Poliklinik Memori. 3. Pengolahan Limbah Cair Pengolahan limbah cair dilakukan di Instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPCL). Pengolahan limbah cair dilakukan melalui beberapan tahap. Berikut merupakan bagan diagram alir pengolahan limbah cair di RSUP Dr. Sardjito : Limbah cair dari semua unit penghasil limbah cair Penangkap pasir Bak equalisasi 1 dan 2 Debit Thompson

Bak aerasi

Sand filter tank

Bak uji biologi 1

Bak sedimentasi 2

Bak sedimentasi

Bak kontak (desinfeksi)

Carbon filter

Bak uji biologi 2

Outlet

Dialirkan ke Sungai Code

24

Keterangan : a. Penangkap pasir Merupakan saringan penangkap pasir yang berfungsi untuk menyaring limbah cair secara kasar sebelum masuk ke bak equalisasi. b. Bak equalisasi Merupakan bak yang berfungsi untuk mencampurkan limbah cair menjadi satu sebelum masuk ke bak aerasi. c. Bak aerasi Bak aerasi terdiri dari tiga bak yang merupakan bak pengolahan pertama dalam pengolahan limbah cair.Pembentukan flok dalam pengolahan limbah cair terjadi pada bak aerasi. Pengolahan limbah cair di RSUP Dr. Sardjito menggunakan system lupur aktif. Pengolahan menggunakan lumpur aktif terjadi di dalam bak aerasi dimana bakteri dalam lumpur aktif merombak limbah cair menjadi lumpur supaya terjaga kondisi SVI (Sheet Volume Index) sehingga perombakan terjadi secara maksimal. d. Bak Sedimentasi 1 dan 2 Bak sedimentasi berfungsi sebagai bak pengendapan. Air yang keluar dari bak aerasi dialirkan menuju ke bak sedimentasi. Bakteri anaerob yang tidak aktif di bak aerasi menjadi aktif ketika berada di bak sedimentasi. Aliran limbah cair dari bak aerasi masuk ke bak sedimentasi dari bawah ke atas.

25

Pada saat kami melakukan pengamatan pengolahan limbah cair di bak sedimentasi terdapat lumpur yang terapung di bak sedimentasi yang sebenarnya keberadaan lumpur ini tidak diinginkan. Lumpur yang mengapung ini terjadi karena proses anaerob dan denitrifikasi oleh bakteri anaerob yang menghasilkan gas-gas (CH4). Lumpur tersebut terangkat oleh gas-gas tersebut. Karena lumpur yang mengapung tersebut tidak diinginkan keberadaannya di bak sedimentasi maka dalam bak sedimentasi diberi saringan yang berfungsi menyaring lupur tersebut agar lumpur tersebut tidak ikut mengalir ke bak pengolahan berikutnya. e. Bak Uji Biologi 1 Dalam bak biologi 1, yang digunakan sebagai indicator biologi adalah ikan. Dalam bak ini menguji apakah air yang telah diolah sampai ke bak uji biologi masih mengandung bahan yang berbahaya atau tidak. f. Sand filter Merupakan saringan pasir murni. g. Bak kontak Pada bak kontak, limbah cair yang diolah diberi tambahan kaporit. Pada bak kontak terjadi kontak antara Cl2 dengan limbah cair yang berfungsi untuk desinfeksi mikroorganisme pathogen dalam limbah cair. h. Karbon filter Karbon filter berfungsi sebagai saringan sekaligus penyerapan. Fungsi dari pengolahan melalui bak ini adalah untuk mengurangi kadar TDS, TSS, Sisa chlor yang berlebihan, dll.

26

Penggantian karbon aktif dilakukan apabila efektifitas karbon aktif kurang dari 50%. i. Bak uji biologi 2 Di bak uji biologi 2 yang menjadi indicator adalah ikan. Fungsi dari bak ini adalah untuk mengetahui apakah masih ada zat-zat beracun dalam limbah cair yang telah diolah agar saat pembuangan ke aliran sungai tidak mencemari sungai. j. Outlet Merupakan tempat keluarnya limbah cair yang telah diolah melalui berbagai tahap. Pada titik ini merupakan titik pengambilan sampel untuk penelitian. Proses selanjutnya dari outlet ini adalah mengalirkan limbah cair yang telah diolah ke aliran sungai Code. k. Filter press Merupakan alat yang digunakan untuk mengelola lumpur sebelum lumpur dikeringkan. l. Drying bed Drying bed merupakan tempat pengeringan lumpur yang berasal dari bak sedimentasi. Pengambilan lumpur secara manual setiap tiga bulan sekali dikumpulkan pada drying bed untuk dikeringkan. Setelah kering, lumpur ditimbang dan dimasukkan ke dalam limbah padat B3 sludge.

Kegiatan yang dilakukan di Sub III pada pagi hari, antara lain melakukan monitoring masing-masing unit apakah ada masalah atau tidak dalam pengolahan limbah cair, memberi tambahan kaporit, dan melakukan recycle dengan melakukan pengukuran SVI apakah sesuai

27

atau tidak. SVI yang baik antara 20-30%, sedangkan untuk SVI yang optimal adalah 25%. Recycle dilakukan setiap 2-3 jam sekali dan seharusnya dilakukan bersamaan dengan penambahan kaporit, tetapi karena kondisi lapangan yang tidak memungkinkan dan sumber daya manusia yang kurang memadai sehingga kegiatan recycle dipisahkan dari kegiatan penambahan kaporit. Kegiatan lain yang dilakukan, yaitu pengukuran pH, pengukuran kadar sisa chlor, pemantauan water meter, pemantauan laju Thompson untuk menentukan debit dan volumenya. Limbah cair yang diolah di RSUP Dr. Sardjito berasal dari seua unit di rumah sakit yang menghasilkan limbah cair. Untuk limbah cair yang berasal dari bangsal atau unit penyakit menular, sebelum masuk ke dalam Instalasi Pengolahan Limbah Cair dilakukan pre treatment terlebih dahulu. Pre treatment dilakukan oleh perawat atau pegawai klinis di bangsal yang bersangkutan dengan pemberian desinfektan terlebih dahulu pada limbah yang dihasilkan, kemudian dibuang ke septictank baru masuk ke dalam Instalasi Pengolahan Limbah Cair RSUP Dr. Sardjito. Pengolahan awal limbah cair dari instalasi gizi dilakukan dengan penangkapan lemak maupun minyak dengan penangkap lemak. Sebelum limbah cair dari instalasi gizi masuk ke dalam IPLC, limbah cair harus melalui penangkap lemak agar lemak maupun minyak yang terkandung dari sisa-sisa pengolahan makanan di instalasi gizi tidak ikut dalam pengolahan limbah cair di IPCL karena dapat mengganggu proses pengolahan limbah cair. Lemak maupun minyak yang tertangkap di penangkap lemak diambil secara manual setiap tiga bulan sekali. Pengabilan secara manual juga dilakukan pada penangkap pasir, pengambilan pasir dilakukan secara manual setiap tiga bulan sekali.

28

4. Pengelolaan Limbah Padat (sampah) Pengelolaan limbah padat yang dilakukan pertama kali adalah dengan pengelompokkan limbah padat dari masing-masing penimbul sesuai dengan jenisnya sesuai Permenkes 1204 tahun 2004 oleh perawat maupun petugas medis yang bekerja di unit-unit yang menghasilkan limbah padat. Kemudian, dilakukan pengangkutan oleh cleaning service. Petugas sanitarian menerima limbah padat dari petugas cleaning service, kemudian dilakukan pengecekan apakah ada sampah yang tercampur atau tidak. Apabila terdapat sampah yang tercampur, dari pihak rumah sakit dapat terkena sanksi hukum dan dari segi estetika dan ekonimi tidak baik. Jika terjadi pelanggaran maka akan dilakukan feedback ke unit-unit terkait. Apabila dari unit-unit terkait memberikan alas an yang logis maka dapat dimaklumi oleh pihak yang melakukan pengelolaan limbah padat, sedangkan apabila tidak ada alas an yang logis maka diberi semacam peringatan agar kejadian tersebut tidak terulang lagi. Dalam pengelolaan limbah padat, limbah padat dikelompokkan berdasarkan jenisnya, seperti jenis sampah B3, lumpur kering, neon, oli, filter, dll. Alur pengelolaan limbah padat, sebagai berikut : Limbah padat dari unit-unit penimbul Pengumpulan Pengangkutan ke tempat pengelolaan limbah padat Pencatatan dan penimbangan

Pengambilan oleh pihak ketiga,yaitu PT. Arah

Penyimpanan

Ditempatkan

5. Pengolahan Air Bersih

29

Penyediaan air bersih di RSUP Dr. Sardjito dilakukan dengan menggunakan dua system, yaitu Sistem I dan Sistem II. Sistem I merupakan penyuplai air sebesar lebih kurang 90% dari kebutuhan air bersih di rumah sakit, kecuali di GBST (Gedung Baru Sentral Terpadu). Air yang disuplai oleh Sistem I lebih kurang 1.000 m3/hari. Kendala yang ada pada system I adalah kadar Fe yang masih cukup tinggi pada air bersihnya. Pada Sistem I, pengolahan air bersih dilakukan dengan menggunakan bak-bak terbuka. Pada system 1, pengolahan air bersih dilakukan melalui beberapa tahap,yaitu : Air masuk dari sumur baru, sumur utara, dan sumur masjid

Bak aerasi

Bak sedimentasi

Bak filtrasi

Desinfeksi Distribusi ke seluruh nagian rumah sakit dan sebagian disalurkan ke ground hemodialisa

Tandon atas

Keterangan : 1) Bak aerasi Merupakan bak pengolahan pertama dalam proses pengolahan air bersih.

30

2) Bak Sedimentasi Merupakan bak pengendapan partikel dengan berat jenis lebih besar dari air. Pada bak ini, besar kecilnya flok dapat diamati. Pengurasan bak sedimentasi dilakukan dengan menggunakan sprayer. 3) Bak filtrasi Pada bak filtrasi, dapat diamati warna pasir dan penurunan permukaan air pada pasir yang menunjukkan apakah air tersebut sudah berwana jernih atau belum yang selanjutnya akan digunakan untuk pengukuran backwash. Pada bak filtrasi, penyaringan dilakukan dengan aliran dari atas ke bawah. Sedangkan untuk backwash, proses alirannya dilakukan dari bawah ke atas. 4) Ground tank Merupakan reservoir atau tempat penampungan air bersih sementara yang letaknya di bawah tanah. Pada ground tank ini juga dilakukan desinfeksi dengan menggunakan kaporit 70%. 5) Desinfeksi kaporit Desinfeksi kaporit untu air bersih dilakukan setiap pagi hari. Untuk menentukan kadar kaporit yang akan diberikan untuk pengolahan air bersih dilakukan dengan menentukan debit terlebih dahulu. Cara penambahan kaporit: (a) Menggunakan APD (canester dan sarung tangan) (b) Mengambil kaporit sembilan gelas yang setara dengan 1,8 gram sampai 1,9 gram , dimasukkan ke dalam ember.

31

(c) Mengapungkan ember yang berisi kaporit di dalam bak air bersih yang telah disediakan. (d) Memasukkan air secara perlahan ke dalam ember sambil diaduk. (e) Melarutkan kaporit perlahan ke dalam air bersih yang terdapat pada bak tersebut sampai habis. (f) Mengatur dan mengukur kaporit yang diperlukan untuk kebutuhan air bersih. Pada saat kami melakukan praktik, debit kaporit pada pagi hari diatur sebesar 80 ml/detik, sedangkan pada sore hari debitnya 50ml/detik.

System pengolahan air bersih Sistem II merupakan pengolahan pada bangunan GBST. Pengolahannya menggunakan tangki-tangki tertutup. System II memenuhi 10% kebutuhan air di rumah sakit, yaitu skitar 100m3/hari. Alur pengolahan air bersih Sistem II : WTP HD kaporit untuk oksidasi reactor tank sand filter

carbon tank

RO plant yang berisi membrane filter

microfilter

softener sebagai penukar ion

32

Kegiatan yang kami lakukan dalam lingkup pengolahan air bersih, yaitu : Persiapan alat dan bahan untuk pengambilan sampel air bersih yang akan diperiksa oleh pihak rumah sakit melalui laboratorium BBTKL. Alat : 1) Botol air mineral volume 1,5 liter 2) label, alat tulis 3) selotip 4) komparator untuk mengukur sisa chlor dan pH 5) plastik hitam 6) alat pelindung diri (APD Bahan : 1) larutan orthotolidin 2) larutan phenol red 3) Air yang akan diolah a. Pengarahan dari Bapak Agung untuk lokasi pengambilan sampel air bersih di RSUP. Dr. Sardjito. b. Melakukan pemeriksaan sisa chlor dan ph pada air kran di Instalasi Sanitasi Lingkungan RSUP. Dr. Sardjito. Cara kerja untuk pemeriksaan kadar sisa chlor pada air kran adalah : 1) Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, yaitu komparator untuk mengukur kadar sisa chlor dan pH, dua tabung reaksi ukuran sama, larutan orthotolidin, dipepriksa. 2) Mengambil air kran dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi yang telah ditentukan sesuai dengan tanda tera yang ada di tabung reaksi lebih kurang sebanyak 10 ml. dan air yang akan

33

3) Untuk pengukuran kadar sisa chlor, satu diantara dua tabung reaksi diberi larutan orthotolidin sebanyak tiga tetes. Menggojok tabung reaksi tersebut. Menunggu beberapa saat hingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi kekuningan. 4) Menyamakan warna larutan di tabung reaksi dengan komparator untuk mengukur kadar sisa chlornya. 5) Mencatat hasil yang diperoleh. Berdasarkan praktik yang kami lakukan, kadar sisa chlor pada air kran di Instalasi Sanitasi Lingkungan RSUP. Dr. Sardjito adalah 0,15 ppm. Cara kerja pengukuran pH, sebagai berikut : Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Alat : 1) komparator pengukur pH 2) dua tabung reaksi. Bahan : 1) larutan phenol red 2) air yang akan diperiksa

1) Mengambil air kran dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi yang telah ditentukan sesuai dengan tanda tera yang ada di tabung reaksi. 2) Untuk pengukuran pH, satu diantara dua tabung reaksi diberi larutan fenol red sebanyak lima tetes. Menggojok tabung reaksi

34

tersebut. Menunggu beberapa saat hingga terjadi perubahan warna. 3) Menyamakan warna larutan di tabung reaksi dengan komparator untuk mengukur pHnya. 4) Mencatat hasil yang diperoleh. Berdasarkan praktik yang kami lakukan, pH pada air kran di Instalasi Sanitasi Lingkungan RSUP. Dr. Sardjito adalah 7,5. d. Melakukan pemantauan water meter pada beberapa titik lokasi yang telah ditentukan oleh pihak rumah sakit, yaitu lokasi sumur baru dengan data 110.051 m3 dan lokasi WTP 1 dengan data 335.985 m3. Pada saat di WTP 1, kami juga melakukan pengukuran debit aliran air. Hasil yang diperoleh untuk pengukuran debit di WTP 1 adalah 5 liter/detik dengan menggunakan rumus volume dibagi waktu. e. Melakukan pengamatan di sentral pengolahan air bersih system 1. f. Melakukan pengambilan sampel air bersih secara kimiawi di 23 titik sampling dan satu titik sampling untuk pengambilan sampel air bersih secara bakteriologis yang telah ditentukan oleh pihak rumah sakit. Alat dan bahan yang diperlukan dalam pengambilan sampel air bersih secara kimiawi adalah botol air mineral volume 1,5 liter, alat tulis, dan label. Sedangkan untuk pengambilan sampel air bersih secara bakteriologis adalah botol sampel warna coklat yang steril, alcohol, kapas, dan korek api. Cara pengambilan sampel secara kimiawi : 1) Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. 2) Menyalakan kran agar alirannya stabil. 3) Mencuci bagian dalam botol hingga bersih.

35

4) Mengambil sampel air bersih dari air kran tersebut hingga volume botol penuh. 5) Mencatat waktu pengambilan sampel pada kertas label. Cara pengambilan sampel secara bakteriologis : 1) Mempersiapkan alat dan bahan yang dipeprlukan. Alat : a) Botol sampel steril b) Krustang c) Korek api d) Kapas Bahan : a) Alkohol b) Air yang akan diperiksa 2) Menyalakan kran agar aliran air stabil. 3) Mensterilkan tangan dank ran dengan menggunakan alcohol. 4) Membakar mulut kran dengan menggunakan kapas yang telah diberi alcohol, kemudian dibakar menggunakan korek api. Dengan bantuan krustang, kapas yang dibakar tersebut diarahkan ke mulut kran untuk mensterilkan kran. 5) Mengalirkan air kran hingga aliran stabil 6) Mengambil air sampel dari kran tersebut dengan botol coklat steril yang kemudian disterilkan kemali dengan menggunakan kapas yang dibakar. Botol diisi hingga volumenya 2/3 dari volume botol. 7) Menutupnya dan memberikan label. Dalam pengambilan sampel secara bakteriologis, semua tahap harus dilakukan secara aseptis dan steril.

36

Kegiatan yang dilakukan untuk kegiatan pengawasan fungsi titik pengolahan air bersi adalah : 1) Mengontrol fungsi jaringan perpipaan. 2) Mengontrol posisi stop kran agar tetap sesuai prosedur. 3) Membuka dan mencatat pemakaian air. 4) Setiap pagi hari, kegiatan yang dilakukan adalah mengukur ketinggian bahan desinfektan untuk mengontrol apakah proses pengolahan air bersih berjalan atau tidak. 5) Pengawasan dan operasional system. 6) Pemantauan kimiawi dan bakteriologis kualitas air. g. Melakukan pengukuran sisa chlor dan pH pada WTP I. Dari hasil pengukuran diperoleh data sisa chlor sebanyak 0,45 ppm dan pH 6,9. h. Melakukan pencatatan water meter dan pengukuran debit aliran di WTP I. Data yang diperoleh untuk water meter adalah 335.985 m3 sedangkan untuk debitnya sebesar 5 liter/detik.

6. Instalasi gizi Instalasi gizi di RSUP Dr. Sardjito dilengkapi dengan central gas LPG dan uap yang dilengakapi dengan alat pemadam kebakaran untuk antisipasi apabila terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan terjadinya kebakaran di instalasi ini. Alur produksi makanan di instalasi gizi adalah sebagai berikut :

37

a. Bahan makan masuk ke instalasi gizi melalui pintu masuk. Di pintu masuk terdapat alat sanitasi, yaitu lem untuk menangkap lalat dan serangga yang masuk ke instalasi gizi melalui pintu masuk tersebut. b. Penimbangan bahan makanan dengan menggunakan timbangan. c. Bahan makanan masuk ke gudang makanan. Kondisi gudang harus bersih dan kering. Berdasarkan praktik yang kami lakukan, suhu di gudang makanan sebesar 30oC dengan kelembabab sebesar 60%. Untuk masuk ke gudang makanan juga terdapat syarat standar pakaian. d. Bahan makanan yang memiliki umur simpan diasukkan ke lemari pendingin. Sebelum dimasukkan ke lemari pendingin, bahan makanan dipotong-potong terlebih dahulu. Pada saat praktik kemarin, suhu pada freeze adalah -8,1oC dan suhu pada lemari pendingin sebesar 13oC. lemari pendingin ini berfungsi untuk memperpanjang masa simpan bahan makanan. e. Bahan makanan masuk ke ruang produksi. Untuk masuk ke ruang produksi, pengunjung harus menggunakan pakaian yang sesuai dan melakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas makanan yang diolah agar tetap terjaga kebersihan dan kesehatannya. Di ruang produksi terdapat beberapa ruang lagi, yaitu ruang persiapan daging dan ikan, tempat persiapan buah, tempat persiapan sayur, tempat memasak bahan makanan yang menggunakan boiler, dapur snack, dapur cair untuk memasak bahan-bahan cair, seperti zonde. Di ruang produksi juga terdapat sentral LPG, sentral pemadam kebakaran, pengolahan air panas, tempat pencucian ala masak maupun alat makan. Untuk pencucian alat makan dilakukan dengan menggunakan mesin pencuci, pembilas, dan pengering yang dilengkapi dengan proses

38

desinfeksi. Setiap ruangan di ruang produksi harus dipisahkan dengan menggunakan sekat dan harus memakai pakaian yang telah ditentukan untuk mengurangi risiko kemungkinan terjadinya pencemaran makanan.

7. Instalasi Binatu (Linen) Pengelolaan linen di Instalasi Binatu RSUP Dr. Sardjito dilakukan dengan sistem sentralisasi, yaitu peneglolaan linen sepenuhnya dilakukan di instalasi binatu dari proses pencucian linen kotor yang berasal dari unit-unit penghasil linen kotor hingga pengemasan linen bersih yang nantinya akan diangkut ke unit-unit pengirim. Instalasi binatu dibuka mulai pukul 06.00 10.00 WIB untuk penerimaan linen kotor dari unitunit penghasil linen kotor. Kemudian, pengambilan linen bersih dapat dilakukan mulai pukul 11.30 WIB. Jam istirahatan di instalasi binatu yaitu pukul 11.30 12.30 WIB. Dalam instalasi binatu juga terdapat gugang penyimpanan yang digunakan untuk penyimpanan detergen. Proses pengelolaan linen dibagi menjadi dua area, yaitu dirty area (untuk pengelolaan linen kotor) dan clean area (untuk pengelolaan linen bersih). Pengelolaan linen dimulai dari penerimaan linen kotor dari unitunit penghasil linen kotor melalui proses administrasi terlebih dahulu antara petugas pengirim dan petugas penerima linen. Pengangkutan linen kotor dari unit-unit penghasil linen kotor dilakukan menggunakan kantung warna merah. Kemudian linen kotor masuk ke dirty area. Linen yang masuk kemudian ditimbang terlebih dahulu, setelah itu dilakukan pemisahan linen kotor oleh petugas instalasi binatu. Pemisahan dilakukan sesuai unitnya dan dilakukan pemisahan sesuai jenisnya. Proses selanjutnya adalah proses pencucian linen. Di instalasi binatu ini, terdapat beberapa mesin cuci yang digunakan untuk mencuci linen kotor. Mesin cuci tersebut memiliki kapasitas yang bervariasi dan fungsinya pun

39

bervariasi, ada mesin cuci yang khusus diperuntukkan untuk linen yang infeksius dan ada mesin cuci yang digunakan untuk linen kotor biasa. Setelah proses pencucian, proses selanjutnya adalah pemerasan. Proses pemerasan dilakukan dalam mesin pemeras yang selanjutnya linen bersih masuk ke clean area. Pada clean area, pengelolaan linen bersih harus dilakukan dengan bersih juga. Untuk memasuki clean area harus menggunakan pakaian khusus dan sandal khusus. Untuk penganganan linen bersih dari mesin pemeras ke bagian penjemuran dilakukan dengan menggunakan pakaian khusus dan sarung tangan untuk menjaga agar linen bersih tetap terjaga kebersihannya. Linen bersih kemudian masuk ke bagian penyetrikaan. Pada bagian penyetrikaan terdapat dua mesin penyetrikaan dan setrika manual. Setelah bagian penyetrikaan, linen bersih masuk ke bagian pelipatan linen. Pelipatan linen dilakukan oleh petugas dengan menggunakan APD seperlunya, kemudian dipilah sesuai dengan ruangannya. Pengemasan linen bersih dilakukan sesuai dengan ruangannya. Kegiatan selanjutnya adalah pemeliharaan. Pemeliharaan dilakukan untuk linen yang bisa dijahit. Apabila linen tersebut tidak dapat diperbaiki maka dikumpulkan dan dimusnahkan oleh petugas sanitasi dengan persetujuan petugas instalasi binatu. Pemusnahan juga dilakukan untuk linen yang telah dicuci tetapi masih meninggalkan noda yang tidak dapat hilang. Bagian terakhir dari proses ini adalah pengangkutan linen bersih keluar dari instalasi binatu oleh petugas pengirim dengan menggunakan kantung berwarna biru yang telah didisinfeksi terlebih dahulu. Sebelum proses pengangkutan, dilakukan kegiatan administrasi untuk kelengkapan administrasi.

40

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan kegiatan praktek yang telah di laksanakan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama 1 minggu dapat di simpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Penyediaan air bersih di RSUP Dr. Sardjito di dalam pengolahanya menggunakan dua sistem, yaitu sistem I dan sistem II. Dari hasil pengolahan tersebut kualitas air bersih rumah sakit Dr. Sardjito sudah memenuhi syarat air bersih sesuai Permenkes Nomor 416/ 1990 tentang syarat-syarat dan kualitas air bersih. 2. Kegiatan desinfeksi ruangan untuk menurunkan jumlah mikroorganisme penyebab penyakit maupun yang berpotensi patogen dilakukan setiap hari maupun on call, metode yang sering digunakan di RSUP Dr. Sardjito adalah dengan cara kimia ( pengkabutan ). 3. Berdasarkan pengukuran kualitas lingkungan fisik di RSUP Dr. Sardjito yang meliputi kebisingan, pencahayaan, suhu, kelembaban secara umum sudah memenuhi baku mutu sesuai Kep. Men. Kes no. 1204 tahun 2004. 4. Pengolahan limbah cair dan pengelolaan limbah padat di RSUP Dr. Sardjito sudah baik karena dalam pengolahan limbah cair dan pengelolaan

41

limbah padat telah melalui beberapa tahap sesuai dengan prosedur tetap yang telah disepakati.

B. Saran 1. Peneguran terhadap karyawan yang tidak menggunakan APD secara lengkap demi keamanan dan keselamatan. 2. Untuk parameter lingkungan fisik sebaiknya lebih di perhatikan yaitu sering dilakukan pengukuran untuk memantau kualitas fisik dan apabila tidak memenuhi standar bisa langsung dilakukan pengendalian agar suasana lebih lebih baik dan nyaman serta tdak mengganggu dalam bekerja. 3. Sebaiknya sering dilakukan pengendalian serangga, serta pemberantasan tikus agar serangga dan binatang pengganggu tidak berkembang biak dengan pesat.

42

43

Anda mungkin juga menyukai