Anda di halaman 1dari 23

Nama Lengkap : Gayus Tambunan

Alias : Gayus Halomoan Partahanan Tambunan

Profesi : -

Agama : Islam

Tempat Lahir : Jakarta

Tanggal Lahir : Rabu, 9 Mei 1979

Zodiac : Taurus

Warga Negara : Indonesia

Pada tahun 2010, Kementrian Keuangan Republik Indonesia digegerkan dengan penemuan kasus penggelapan, pencucian uang, dan korupsi oleh pegawai Dirjen pajak golongan III A, Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau biasa dikenal sebagai Gayus Tambunan.

Lahir di Jakarta, 9 Mei 1979, Gayus dibesarkan di keluarga yang 'biasa' saja. Namun, ternyata dari keluarga 'biasa' itulah Gayus menjadi seorang yang 'luar biasa'. Di usianya yang cukup muda, ia bahkan telah mengantongi uang ratusan milyar yang tersebar di berbagai rekening dan deposito. Tak hanya itu, ia juga mengumpulkan harta dalam bentuk aset yang terdiri dari mobil Honda Jazz, Ford Everest, rumah di Gading Park View, Kelapa Gading, Jakarta Utara, dan 31 batang emas masing-masing 100 gram.

Terlalu berani, itulah ungkapan yang pas dilontarkan bagi seorang pegawai pajak biasa sekelas Gayus. Bayangkan saja, usianya belum sepuluh tahun duduk sebagai pegawai pajak, namun hartanya telah menggunung.

Bermula dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), setelah lulus Gayus ditempatkan di Balikpapan selama tiga tahun sebelum akhirnya dipindah-tugaskan di Jakarta di bagian Penelaah Keberatan pada Seksi Banding dan Gugatan Wilayah Jakarta II Ditjen Pajak sampai diberhentikan karena tersandung kasus mafia pajak yang melibatkan oknum aparat dari kejaksaan, kepolisian, dan aparatur pemerintah lain pada tahun 2010.

Tertanggal 1 Maret 2012, setelah melewati berbagai sidang, akhirnya Gayus dijerat dengan pasal berlapis ketika jaksa penuntut umum menuntut Gayus dengan empat dakwaan sekaligus. Dalam dakwaan pertama, ia dijerat pasal UU Nomor 21 Tahun 2000, ia diduga menerima suap senilai Rp 925 juta dari Roberto Santonius dan Rp 35 milyar dari Alif Kuncoro terkait pengurusan sunset policy PT. Kaltim Prima Coalt, PT. Bumi Resources, dan PT. Arutmin.

Berbeda dengan dakwaan pertama, dalam dakwaan kedua, Gayus dianggap telah menerima gratifikasi sebesar US$ 659.800 dan 9,6 juta SGD namun tidak melaporkan ke KPK. Sedangkan dalam dakwaan ketiga, Gayus dijerat dengan pasal UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang dengan menyembunyikan asal usul harta kekayaan ke dalam penyedia layanan jasa keuangan.

Dalam dakwaan yang terakhir, mengingat Gayus pernah ditemukan berada di Bali dan Singapura, sudah barang tentu ada orang dalam yang memuluskan aksinya tersebut. Ia akhirnya didakwa dengan kasus penyuapan yang dilakukan pada sejumlah petugas rumah tahanan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, yang bertujuan agar dapat dengan mudah keluar masuk tahanan.

Akibat dakwaan tersebut, Gayus tak hanya dihukum penjara, namun juga dimiskinkan dengan menyita harta-hartanya yang terkait dengan perkara yang telah disebutkan. Total sampai sejauh ini, Gayus divonis dengan hukuman 28 tahun penjara dengan rincian 10 tahun penjara dari majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, 12 tahun dari tingkat kasasi di Mahkamah Agung, dan 6 tahun dari vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sifatnya terpisah dengan perkara lain.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN)

Pegawai Dirjen Pajak, 2001-2010

Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau hanya Gayus Tambunan (lahir di Jakarta, 9 Mei 1979; umur 34 tahun) adalah mantan pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia. Namanya menjadi terkenal ketika Komjen Susno Duadji menyebutkan bahwa Gayus mempunyai uang Rp 25 miliar di rekeningnya plus uang asing senilai 60 miliar dan perhiasan senilai 14 miliar di brankas bank atas nama istrinya dan itu semua dicurigai sebagai harta haram. Dalam perkembangan selanjutnya Gayus sempat melarikan diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Kasus Gayus mencoreng reformasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang sudah digulirkan Sri Mulyani dan menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia.

Gayus besar dan lahir di Warakas, Jakarta Utara. Dia anak kedua dari 5 bersaudara , putra dari Amir Syarifuddin Tambunan [1]. Gayus menikah dengan Milana Anggraeni dan mempunyai lima orang anak.[2] Milana sendiri diduga ikut menerima aliran dana dari rekening Gayus Tambunan sebesar Rp 3,6 miliar. Diketahui ada transfer dana ke rekening Milana dalam lima kali transfer, antara 4 Desember 2009 hingga 11 Januari 2010[3]

Tanggal 30 September Istri Gayus melahirkan anak kembar laki-laki.

Setelah lulus dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) pada tahun 2000, Gayus ditempatkan di Balikpapan. Beberapa tahun kemudian Gayus yang diangkat menjadi PNS golongan IIIA di Bagian Penelaah Keberatan pada Seksi Banding dan Gugatan Wilayah Jakarta II Ditjen Pajak. Gayus terus berkarier di Direktorat Jenderal Pajak sampai diberhentikan karena tersandung kasus mafia kasus Pajak pada tahun 2010.

12 Pegawai Dirjen Pajak termasuk seorang direktur, yaitu Bambang Heru Ismiarso dicopot dari jabatannya dan diperiksa.[4] 2 orang Petinggi Kepolisian , Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Brigjen Pol Radja Erizman dicopot dari jabatanya dan diperiksa.[5] Bahasyim Assifie, mantan Inspektur Bidang Kinerja dan Kelembagaan Bappenas [6] Andi Kosasih Haposan Hutagalung sebagai pengacara Gayus Kompol Muhammad Arafat Lambertus (staf Haposan) Alif Kuncoro [7] Beberapa aparat kejaksaan diperiksa[8]

Jaksa Cirus Sinaga dicopot dari jabatannya sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jawa Tengah, karena melanggar kode etik penanganan perkara Gayus HP Tambunan. Jaksa Poltak Manulang dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Pra Penuntutan (Pratut) Kejagung

Gayus Tambunan diketahui berada di Bali dan menonton pertandingan tenis Commonwealth World Championship pada tanggal 5 November 2010 dan Gayus pun mengaku berada di Bali pada tanggal tersebut di persidangan pada tanggal 15 November 2010.[10][11][12]

Polri telah melakukan penggeledahan terhadap rumah terdakwa mafia hukum, Gayus Tambunan terkait pemalsuan paspor atas nama Sony Laksono. Hasil pemeriksaan rumah Gayus di daerah Kelapa Gading, penyidik telah menemukan berbagai barang bukti perjalanan ke beberapa negara.

"Penyidik telah menemukan berbagai barang bukti yang diperlukan sekaligus dalam konteks pembuktian," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 14 Januari 2011.

Boy pun menyebutkan barang bukti yang sudah disita Polri tersebut, antara lain boarding pass dari China Air yang digunakan Gayus ketika pulang dari Makau, boarding pass Air Asia atas nama istri Gayus, Milana Anggraeni.

Meski berstatus tahanan, Gayus diduga mengajak Milana pergi ke sejumlah negara. Mereka diduga pergi ke Makau (Hong Kong), Singapura, dan Kuala Lumpur (Malaysia).

Selain Milana, untuk melengkapi keterangan yang dibutuhkan, penyidik juga berharap bisa memperoleh keterangan dari Devina, penulis surat pembaca Harian Kompas yang menguak kepergian Gayus ke luar negeri.

Dengan menggunakan paspor atas nama Sony Laksono, Gayus pelesir ke berbagai tempat. Dari manifes, terdapat seseorang yang berinisial Sony bepergian ke luar negeri dengan pesawat Mandala pada 24 September dengan tujuan Makau.

Pada 30 September, dengan menggunakan pesawat AirAsia tujuan Singapura, Sony Laksono duduk di bangku 11F.

Pengaruh Gayus Tambunan [sunting] Penyebutan Halte didepan kantor pajak [sunting]

Halte bus di depan kantor pajak secara tidak resmi disebut Halte Gayus [13] Lagu Andai Aku Gayus Tambunan [sunting]

Sosok Gayus Tambunan yang kontroversial memberikan inspirasi bagi banyak orang. Tak hanya bermacam-macam versi rupa Gayus yang beredar di dunia maya, kisah Gayus memberi inspirasi lagu yang menceritakan sepak terjangnya.

Lagu berjudul "Andai Aku Jadi Gayus Tambunan" ini diciptakan oleh mantan napi Bona Paputungan. Bona agaknya iri melihat kehidupan Gayus yang bisa bebas plesir ke Bali, hingga ke luar negeri ini. Berbeda dengan dirinya pada saat ditahan di Lapas Gorontalo ini yang harus pasrah tidak bisa berbuat banyak.

Lagu yang berjudul 'Andai aku Gayus Tambunan' tersebut di posting di situs Youtube pada Jumat, 14 Januari berdurasi 4 menit 47 detik. Lagu ini telah diunduh dan dilihat kurang lebih 504,997 orang dan sangat mungkin bertambah.

Dalam video klip tersebut juga diceritakan mengenai kehidupan di penjara. Diceritakan pula aksi Gayus yang memberi uang kepada sipir, hingga memakai kacamata dan wig. Iklan rokok djarum 76 [sunting]

Sosok mirip Gayus Tambunan yang memakai wig dan kacamata muncul di iklan Rokok Djarum 76 edisi lomba sulap jin. Vonis Gayus Tambunan [sunting]

Pada tanggal 19 Januari 2011, Gayus Tambunan telah dinyatakan bersalah atas kasus korupsi dan suap mafia pajak oleh Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Selatan dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp. 300 juta.

Djoko Susilo adalah jenderal aktif pertama yang diberi status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi, yang dipimpin Abraham Samad itu, menunjuk Djoko sebagai tersangka dalam kasus korupsi simulator kendaraan di ujian SIM.

Pada tahun anggaran 2011, proyek pengadaan simulator SIM di Korps Lalu Lintas Polri, saat itu dipimpin Djoko, memakan biaya Rp196 miliar lebih. KPK, yang mulai menyelidiki potensi penggelembungan harga simulator di proyek itu sejak awal 2012, menduga negara rugi antara Rp90-100 miliar.

Saat dinyatakan sebagai tersangka, Djoko tengah menjabat Gubernur Akademi Kepolisian di Magelang. Dari sekolah yang menelurkan elit-elit polisi itu, Djoko lulus pada tahun 1984. Nama batalion angkatannya adalah Jagratara, dari bahasa Sansekerta yang artinya "selalu waspada".

Sebagian besar karir Djoko diabdikan sebagai di jajaran direktorat lalu lintas. Ia pernah menjadi Kepala Satuan Lalu Lintas di Polres Banyumas. Di Polda Metro Jaya, ia sempat menjabat Kepala Bagian Registrasi dan Identifikasi, bagian yang bertanggung jawab atas izin jalan kendaraan tipe apa pun, hingga urusan yang bersinggungan dengan pajak kendaraan, di Jakarta.

Dari Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya dengan pangkat komisaris besar, ia dipromosikan sebagai orang kedua di Direktorat Lalu Lintas Mabes Polri setelah ia lulus dari Sekolah Staf Perwira Tinggi dengan predikat lulusan terbaik. Tak sampai sebulan, ia mendapatkan bintang pertama saat diangkat menjadi Direktur Lalu Lintas Mabes Polri.

Belum cukup satu bintang, Kapolri saat itu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri, memberi Djoko satu bintang lagi, saat direktorat yang dipimpin Djoko dinaikkan levelnya menjadi Korps Lalu Lintas. Sebagai Kepala Korps itu, Djoko berpangkat inspektur jenderal.

Terakhir kali melaporkan kekayaan ke KPK pada 2010, Djoko mengaku memiliki harta sejumlah Rp5,6 miliar.

Kasus simulator SIM ini tak hanya populer karena melibatkan jenderal aktif. Unsur drama di sekitarnya juga menarik perhatian publik, yaitu saat KPK menggeledah kantor Djoko dan sempat dihalang-halangi polisi. Sempat ada tarik-ulur yang harus dicampuri oleh Presiden Yudhoyono.

Tak selesai di situ, Polri juga menarik sejumlah penyidiknya yang diperbantukan ke KPK. Beberapa penyidik itu ada yang menangani sejumlah kasus "penting" di KPK, termasuk kasus simulator SIM.

Djoko merupakan lulusan Akpol angkatan 1984 yang pertama mendapat bintang satu. Bintang itu diperolehnya saat dia menjadi Dirlantas. Sedangkan bintang dua didapat Djoko saat menduduki posisi Kakorlantas. Prestasi ini didapat Djoko lebih dulu ketimbang teman satu angkatannya, Putut Bayu Seno, yang pernah menjadi ajudan Presiden SBY dan kini menjabat Kapolda Jabar. Ketika menjadi orang nomor satu di Polres Jakarta Utara, nama Djoko bersinar lantaran bisa membangun mapolres pimpinannya tanpa melibatkan APBN dan Mabes Polri. Pembangunan itu sepenuhnya merupakan bantuan pengusaha.

Namanya semakin terangkat saat menduduki kursi Dirlantas Polda Metro Jaya. Saat itu dia merintis Traffic Management Center (TMC) yang dilengkapi CCTV dan layanan SMS. Bahkan dia meremajakan armada patroli dengan mendatangkan puluhan sepeda motor merek Yamaha dan Harley Davidson bagi Subdit Patwal dan Brigade Motor.

Kemudian pada 2008, keluarlah telegram rahasia (TR) di mana Djoko ditunjuk sebagai Dirlantas Polri menggantikan Brigjen Yudi Susharianto. Promosi menjadi pati bintang satu pun didapatnya. Di Ditlantas Polri, Djoko merintis National Traffic Management Center (NTMC) yang berembrio dari TMC.

Pada 2009-2012 terjadi reorganisasi Polri yang menjadikan institusi Ditlantas ditingkatkan ke Korps Lantas dengan pati bintang dua sebagai Kepala Korps. Nah, waktu itu Kapolri yang dijabat Bambang Hendarso Danuri mempromosikan Djoko sebagai Kakorlantas yang baru. Otomatis Djoko mendapat promosi bintang dua (irjen).

Dalam peringatan Hari Konsumen di TMII, Djoko dengan bangga mempresentasikan kendaraan simulator ujian SIM di depan Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono. Di akhir tahun 2011 Djoko bersama Korlantas menambah armada patwal dan Brigade Motor dengan Honda Goldwing.

Pada 2012 Djoko dipromosikan menjadi Gubernur Akpol yang berkedudukan di Semarang. Baru beberapa bulan menjabat, Djoko sudah mengganti beberapa armada mobil dan sepeda motor para pendidik dan operasional dengan menggandeng pabrikan besar.

Namun karir Djoko mulai menemui batu sandungan setelah KPK menerima pengaduan masyarakat terkait pengadaan kendaraan roda dua dan roda empat simulator ujian SIM tahun anggaran 2011 yang beraroma suap. KPK menjadikan Djoko sebagai tersangka. Kantor yang dulu dipimpinnya, gedung Korlantas di Jl MT Haryono, Jaksel, digeledah. Penggeledahan tidak berlangsung mulus karena ada tarik ulur antara penyidik KPK dan petugas Korlantas.

Dia ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan kendaraan simulator ujian SIM tahun anggaran 2011. Irjen Djoko Susilo sendiri dimutasikan dari Perwira Tinggi Kepolisian. Sebagai Kepala Korlantas, Djoko diduga berperan dalam kasus dugaan korupsi simulator ujian SIM yang merugikan negara hingga Rp 100 miliar ini. Dia diduga menerima suap dari pemenang tender sebesar Rp 2 miliar yang diserahkan melalui sebuah paket ke kantor Korlantas oleh Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Bambang.

Riset dan analisis oleh Vizcardine Audinovic

Akademi Kepolisian 1984 KARIR Pama PD, Polda Jateng. Pamapta, Porles Purbalingga. Kapolsek Wonoreja. Kapolres Cilacap. Kapolrestro Bekasi. Kapolres Jakarta Utara. Kabag Regident, Ditlantas Polda Metro Jaya. Dirlantas Polda Metro Jaya. Wadirlantas Polri. Dirlantas Polri. Kakorlantas Polri. Gubernur Akademi kepolisian (Akpol)

Pelopor Inovasi Citra pelayanan Prima I , 2006 Pelopor Inovasi Citra Pelayanan Prima II, 2008

Irjen Pol Djoko Susilo adalah lulusan Akpol Angkatan 1984 yang pertama mendapatkan pangkat Brigjen dan Irjen dibandingkan rekan-rekan seangkatannya. Usianya belum mencapai lima puluh tahun dan karirnya melesat cepat memegang posisi elit sebagai Gubernur Akpol. Djoko Susilo adalah mantan Kapolres Jakarta Utara. Pernah heboh sesaat ketika Djoko Susilo bangun kantor Polres tanpa memakai dana APBN.

Djoko Susilo adalah perwira langka di Polri. Dikenal sebagai The Rising Star, Djoko Susilo pandai menggalang dana taktis untuk keperluan Polri yang tidak dianggarkan dalam APBN. Djoko membangun kantor Dirlantas dan mengganti kendaraan Dinas tanpa menggunakan dana APBN. Djoko juga mendatangkan puluhan sepeda motor Harley Davidson untuk kebutuhan Subdit Patwal dan Brigade Motor. Djoko Susilo juga membangun Trafick Management Centre (TMC) Polda Metro Jaya, gedung Samsat hingga gedung utama Kapolda Metro Jaya.

Selepas lulus dari Akpol pada tahun 1984, Djoko pertama kali bertugas sebagai Pama PD di Polda Jateng. Selanjutnya Djoko berturut-turut menjabat sebagai Pamapta Polres Purbalingga, Kapolsek Wonoreja Polres Cilacap, Kasatlantas Polres Banyumas, dan Kasat Lantas Polresta Surakarta. Sejak saat itu karirnya terus menanjak drastis. Karirnya lama di Dirlantas. Dari Dirlantas Polda Metro, Djoko Susilo dipromosikan langsung menjadi Dirlantas Polri dengan pangkat Brigjen menggantikan Brigjen Yudi Susharianto. Prestasinya di Kepolisian sangat luar biasa.

Djoko Susilo adalah Perwira di jajaran Kepolisian yang pertama kali merintis Traffic Management Center (TMC) Polda Metro dan memasang CCTV di seluruh pusat kota Jakarta untuk memantau lalu lintas di Jakarta. Djoko juga orang yang pertama kali menggagas keberadaan Polisi Masyarakat (Polmas) agar masyarakat dapat ikut berkontribusi dan membantu tugas-tugas kepolisian yang bersifat kemitraan yang sederajat. Djoko Susilo adalah seorang Perwira yang istimewa. Djoko pernah mendapat beberapa penghargaan dari Presiden SBY. Djoko Susilo juga pernah dianugerahi penghargaan Inovasi Citra Pelayanan Prima I dan II serta penghargaan Bintang Bhayangkara Pratama.

Djoko Susilo sebelumnya dikenal sebagai anak emasnya Kapolri yang terdahulu, Bambang H. Danuri (BHD). Selain anak emas mantan Kapolri BHD, Djoko juga sangat dekat dengan Wakapolri

Nanan Sukarna. Sebagai anak emasnya BHD, dimasa terakhir BHD menjabat Kapolri, Ditlantas Mabes Polri dinaikkan levelnya oleh BHD menjadi Korp Lantas Polri (Korlantas).

Saat itu posisi Direktur Lantas Mabes Polri dijabat Djoko Susilo dengan pangkat Brigjen setelah sebelumnya Djoko menjabat sebagai Wakil Direktur dengan pangkat Kombes. Kapolri BHD menaikkan pangkatnya menjadi Bintang Dua (Irjen) seiring dengan naiknya Level Ditlantas Polri menjadi Korlantas Polri.

Djoko Susilo adalah seorang Perwira Kepolisian yang cemerlang dan cerdas. Djoko mengikuti Sespati bersama I Ketut Untung Yoga Ana dan Edward Aritonang. Djoko lulus dengan predikat sebagai siswa terbaik di Sespati, sehingga dipromosikan langsung sebagai Wadirlantas Mabes Polri. Belum satu bulan menjabat, Djoko Susilo langsung naik jabatan sebagai Dirlantas Polri dengan pangkat Bintang Satu.

Dengan posisi terakhir sebagai Gubernur Akpol, usia pensiun Djoko masih delapan tahun lagi, artinya posisi Wakapolri atau minimal Bintang Tiga akan mudah diraih. Meskipun mustahil bisa mendapatkan posisi puncak sebagai Kapolri, Irjen Pol Djoko Susilo dipastikan bisa menjadi salah satu jajaran pimpinan tertinggi di Mabes Polri. Irjen Pol Djoko Susilo sulit jadi Kapolri karena Djoko belum pernah menduduki posisi Kapolda tipe A. Hal ini juga pernah dialami Komjen Imam Sujarwo (besan Aulia Pohan) yang dulu gagal jadi Kapolri karena sebab yang sama.

Hubungan Djoko Susilo dengan Kapolri Timur Pradopo tidak harmonis. Timur Pradopo tidak begitu menyukai Djoko Susilo yang dinilainya sangat mengakar kuat di kalangan jajaran Lalulintas Polri. Selain itu, Djoko Susilo juga dikenal sebagai orangnya Wakapolri, Nanan Sukarna. Djoko Susilo adalah penggerak utama tim sukses Nanan Sukarna dengan menggalang dukungan khususnya di Korlantas dan elemen lainnya di kepolisian, DPR, kalangan Pers, dan LSM-LSM yang berpengaruh.

Djoko Susilo bersama Wakapolda Bali, I Ketut Untung Yoga Ana, dan Kapolda Jateng, Edward Aritonang, dikenal sebagai tiga Serangkainya Nanan Sukarna. Solidaritas mereka sangat kuat dan

bertambah erat persahabatan mereka disaat ketiganya menjalani pendidikan Sespati (Sekolah Staf Perwira Tinggi) empat tahun yang lalu.

Dikalangan Pers, Djoko Susilo juga dikenal sebagai petinggi Polri yang ramah. Djoko dekat dengan wartawan, khususnya Wartawan yang biasa meliput bidang Hukum dan Kriminal. Karena selain Djoko murah hati, juga senang bersahabat dengan kalangan pekerja Pers. Kedekatan Djoko dengan Wartawan sudah dilakukan sejak dirinya menjabat sebagai Kabag Regident Ditlantas Polda Metro dengan pangkat AKBP, kemudian menjadi Kapolrestro Bekasi, Kapolres Jakarta Utara, Dirlantas Polda Metro, Wadirlantas Mabes Polri, Dirlantas Mabes Polri hingga Kakorlantas Polri dengan pangkat Bintang Dua.

Saat Djoko Susilo menjabat Gubernur Akpol, cukup banyak wartawan di Jakarta, termasuk Penulis, yang mengunjunginya ke Semarang hanya sekedar untuk Silahturahmi dan mengucapkan selamat atas jabatan Gubernur Akpol yang diperolehnya. Djoko tidak pernah memilih-milih dalam menjalin pertemanan dengan wartawan dan selalu diterima hangat oleh Djoko dengan tangan terbuka. Dengan ditetapkannya status tersangka oleh KPK, merupakan tamparan telak bagi Pekerja Pers yang telah menjalin hubungan baik dengan Djoko Susilo selama ini.

Selain kedekatanya dengan Wartawan, Djoko juga dikenal sebagai Perwira Polisi yang suka membangun. Kecintaannya dalam hal pembangunan terlihat sejak menjabat Kapolres Kota Bekasi dan Kapolres Jakarta Utara. Djoko Susilo yang membangun gedung Polres sehingga terlihat megah. Begitu juga ketika Djoko menjabat Direktur Lalulintas Polda Metro, Djoko membangun gedung Direktorat Lalulintas sehingga terlihat begitu megah, yang dikemudian hari dikenal sebagai Gedung Biru.

Salah satu keberhasilan dan kesuksesan Djoko Susilo yang paling mencolok adalah pada saat menjabat Wadirlantas dan Dirlantas Mabes Polri. Saat itu Djoko diberi mandat untuk mengamankan kepentingan tugas dan wewenang Polri ketika RUU Lalulintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) yang digodok di DPR pada Januari hingga Mei 2009 silam dimana dalam Draft RUU LLAJ yang diajukan Kementerian Perhubungan, disebutkan bahwa dalam salah satu pasalnya akan mengambil alih proses pembuatan SIM, STNK, dan BPKB menjadi salah satu tugas dan wewenang penuh Kementerian Perhubungan. Tentu saja Polri meradang dengan pasal tersebut

karena lahan basah mereka direbut Dishub. Sebab dalam hal SIM, STNK, dan BPKB, Polri mendapat pasokan darah segar setiap hari dalam operasionalnya termasuk menggemukkan pundi-pundi kekayaan para petinggi Polri.

Sebagai informasi, uang suap dan pungli yang diperoleh dari SIM, STNK, BPKB, Mutasi, Balik Nama, pemesanan Nopol cantik, Nopol khusus, dan Nopol blank bebas pajak, termasuk cek fisik, khusus hanya di Polda Metro saja menerima sekitar Rp 2 milyar setiap harinya. Coba Anda hitung di 33 Direktorat Lalulintas Polda yang tersebar di seluruh Indonesia.

Menyikapi wacana Kementrian Perhubungan tersebut, Tim khusus segera dibentuk Polri, yang dipimpin langsung oleh Djoko Susilo yang pada saat itu menjabat sebagai Direktur Lalulintas Mabes Polri untuk menggagalkan rencana Kementerian Perhubungan. Djoko Susilo dibantu Edward Aritonang yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Humas Mabes Polri, dan I Ketut Untung Yoga Ana yang menjabat sebagai Kabag Penerangan Umum Mabes Polri. Gerilya lobby tingkat tinggi serta berbagai upaya dan usaha, termasuk pembentukan opini masyarakat, dilakukan dengan menghalalkan segala cara, termasuk melobby anggota DPR khususnya jajaran Komisi III yang membawahi Kepolisian dan jajaran Komisi V yang membawahi Dinas Perhubungan. Tidak sedikit dana yang digelontorkan untuk mengamankan wewenang Polri dalam lalulintas tersebut.

Upaya dan usaha Djoko tidak sia-sia. Djoko berhasil menggagalkan keinginan Kementrian Perhubungan pada saat itu. RUU LLAJ disahkan pada minggu keempat bulan Mei 2009 dimana Polri tetap memegang wewenang penuh terhadap SIM, STNK dan BPKB, serta wewenang tidak terbatas lainnya terkait lalu lintas dan jalan raya.

Saat sedang heboh-hebohnya RUU LLAJ pada saat itu, di saat yang bersamaan, tiba-tiba mencuat ke permukaan kasus pembunuhan Direktur PT. RNI, Nazrudin Zulkarnaen, yang tewas ditembak. Ketua KPK, Antasari Azhar, yang saat itu sedang gencar-gencarnya menyadap hubungan HP para petinggi Polri akhirnya diseret ke penjara karena menjadi tersangka utama pembunuhan. Jika saja pada saat itu Antasari Azhar tidak terlibat masalah cinta segitiga sehingga timbulnya korban jiwa, akan banyak para petinggi Polri dan anggota DPR yang dijebloskan ke Penjara karena terlibat transaksi jor-joran dalam proses tarik ulur RUU LLAJ itu.

Selanjutnya, ketika Djoko menjadi Korlantas dan Timur Pradopo menjabat Kapolda Metro Jaya, benih-benih ketidaksukaan Timur Pradopo kepada petinggi-petinggi jajaran Lalulintas Polri terlihat dengan jelas ketika pengganti Djoko sebagai Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya, Kombes Condro Kirono digantikan Kombes Royke Lumowa.

Nanan, Djoko, dan Condro sebenarnya sudah punya calon pengganti sendiri dari jajaran Dirlantas Polda Metro Jaya, akan tetapi justru yang tiba-tiba muncul adalah Royke Lumowa yang diduga kuat sebagai orang titipan Cikeas, karena isterinya Royke adalah Dokter Tentara dari Kowad yang merupakan salah satu anggota tim kedokterannya Ibu Ani Yudhoyono.

Selain itu, salah satu pemicu ketidaksukaan Timur Pradopo terhadap Djoko Susilo yaitu karena Djoko Susilo mau menerima kenaikan pangkat Bintang Dua dari Kapolri BHD. Sebelumnya Timur Pradopo sudah mewanti-wanti dan meminta Djoko agar mau menjadi Staf Ahlinya (Sahli) kalau dirinya menjabat Kapolri nantinya. Tapi Djoko berpikir lain, kesempatan hanya sekali dan harus segera diambil, dan Djoko tahu yang paling bagus potensinya menjadi Kapolri nantinya adalah Nanan Sukarna. Namun garis tangan dan nasib berkata lain. Dugaan Djoko Susilo meleset, justru Timur Pradopo yang terpilih menjadi Kapolri.

Demi menjaga citranya di mata Cikeas, dan juga karena ketidaksukaannya kepada Djoko Susilo, Timur Pradopo diketahui paling pantang menerima upeti dari jajaran Lalulintas Polri yang dipimpin Djoko Susilo. Persoalan lain juga muncul ketika Djoko menolak sistem Inafis Bareskrim (Proyek Komputerisasi IT Sidik Jari) dimasukkan sebagai program terpadu dalam proses pengambilan identitas bagi peserta SIM. Djoko Susilo berdalih bahwa program alat Simulator pada proses pengambilan SIM harus tetap jalan terus. Program Inafis silakan dilakukan sendiri oleh Reserse (Bareskrim). Jangan dicampur baurkan program identitifikasi pada Inafis dengan SIM.

Program Inafis tersebut ditolak mentah-mentah oleh Djoko karena pada saat itu Djoko sedang memerlukan dana taktis yang cukup besar untuk membangun Nasional Traffic Management Center (NTMC) Korlantas Polri di samping TMC Polda Metro Jaya yang juga dibangun oleh Djoko Susilo. Selain itu, Djoko juga sudah terlanjur mempresentasikan sistem Simulator Ujian SIM dihadapan Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono dalam peringatan Hari Konsumen di TMII. Hal

ini membuat Timur Pradopo berang. Akan tetapi skenario gaya Mossad tetap harus dijalankan. Walaupun tidak menyukai Djoko Susilo, Timur Pradopo merestui Djoko Susilo menduduki jabatan Gubernur Akpol yang dilantiknya pada tanggal 2 Maret 2012 lalu menggantikan, Irjen Drs M Amin Saleh. Apakah ini jebakan? Mari kita baca lebih lanjut.

Kapolri Timur Pradopo akan pensiun pada 10 Januari 2013 mendatang disaat umurnya 57 tahun. Siapakah kandidat pengganti Timur Pradopo? SBY berharap penggantinya Timur adalah orang muda yang berprestasi gemilang, cerdas, santun, dan yang paling utama adalah selain dapat mengamankan Pemilu 2014 juga dapat mengendalikan Polri setelah SBY lengser dari jabatannya sebagai orang nomor satu di negeri ini.

Siapakah calon kuat tersebut? Pilihan saat ini hanya ada pada dua orang, Kapolda Jawa Barat, Irjen Putut Bayu Eko Seno, yang disukai Timur Pradopo karena pernah menjadi Ajudan Presiden SBY, dan Djoko Susilo, perwira andalan besutannya Nanan Sukarna. Sama-sama Akpol angkatan 1984. Keduanya baru akan pensiun dari Polri pada tahun 2018 nanti, yaitu empat tahun setelah Pemilu 2014 atau setahun menjelang Pemilu 2019.

Djoko Susilo sangat memenuhi kriteria namun kendala yang dihadapi Djoko Susilo yaitu dia belum pernah memegang komando kendali wilayah setingkat Polda Tipe A. Djoko Susilo harus menjadi Kapolda dulu baru selanjutnya layak mendapatkan Bintang Tiga sehingga dalam pencapaian karirnya tinggal selangkah lagi menjadi Kapolri.

Timur Pradopo yang hanya dalam hitungan lima bulan ke depan sudah masuk Masa Persiapan Pensiun (MPP) tidak rela kalau pengganti sementaranya adalah Nanan Sukarna. Oleh Timur Pradopo, Nanan dianggap sebagai salah satu sisa kelompoknya Dai Bachtiar, dimana Nanan menjabat Wakapolda Metro Jaya pada tahun 2003-2004 ketika Kapolda-nya dijabat Makbul Padmanegara.

Timur Pradopo tahu kedepannya Nanan Sukarna pasti akan memuluskan Djoko Susilo menjadi Kapolri. Selain itu, Timur Pradopo tidak rela jika tampuk pimpinan Kapolri nantinya dpegang oleh jajaran Lalulintas Polri. Hal ini dapat terlihat saat Mutasi besar-besaran di kalangan Pamen dan Pati ketika awal-awal Timur Pradopo menjabat Kapolri.

Timur Pradopo tahu tentang kasus Simulator SIM, dan menolak mentah-mentah upeti yang disodorkan Djoko Susilo. Timur juga tahu soal pemukulan terhadap Bambang Sukotjo. Timur tahu Suntukojo dijebloskan ke penjara yang disetting lewat pengadilan Bandung Jawa Barat. Timur juga tahu upaya naik banding Suntukojo justru berbuah kenaikan jumlah hukuman yang diterima Suntukojo. Sebagai seorang pimpinan tertinggi, Timur tahu segala sesuatu dan intrikintrik yang terjadi dalam Bahtera Kepolisian yang dinakhodainya.

Namun Timur Pradopo belum mau mengambil sikap. Timur Pradopo menunggu gong yang dibunyikan KPK. Itulah sebabnya setelah penetapan Djoko Susilo sebagai tersangka, Polri bergerak sangat cepat melakukan penanganan perkara.

Djoko yang sudah masuk Jebakan Batman saat ini harus menerima resiko terburuk dalam sejarah karirnya di Kepolisian.

Muhammad Nazaruddin PROFIL BERITA FOTO

Nama Lengkap : Muhammad Nazaruddin

Alias : Nazar | Nazaruddin | M. Nazaruddin

Profesi : -

Agama : Islam

Tempat Lahir : Bangun, Simalungun, Sumatera Utara

Tanggal Lahir : Sabtu, 26 Agustus 1978

Zodiac : Virgo

Warga Negara : Indonesia Dilahirkan di Bangun, 26 agustus 1978, nama Muhammad Nazaruddin semula dikenal sebagai pengusaha sukses bidang pengadaan alat kesehatan, konstruksi, perkebunan, dan jasa. Pada tahun 2002, Nazar, memulai bisnisnya dengan membentuk sebuah CV bernama Anak Negeri di Pekanbaru, Riau. Bakat wirausaha rupanya diturunkan oleh ayahnya.

Baru sebentar saja dirinya memulai bisnis, ia sudah tercatat sebagai komisaris di beberapa perusahaan, di antaranya yaitu PT. Anugerah Nusantara, PT. Panahatan, dan PT. Berhak Alam Berlimpah. Perusahaannya sendiri pun telah berganti menjadi PT. Anak Negeri.

Namanya baru santer diberitakan dan mendadak terkenal saat suami dari Neneng Sri Wahyuni ini terlibat kasus suap pembangunan Wisma Atlet Sea Games XXVI Palembang. Namanya disebut oleh Mindo Rosalina Manulang ketika tersangka kasus suap ini menghadiri persidangan.

Nama Nazar sebelumnya tak pernah hadir dalam dunia politik, usianya yang terbilang muda sering menimbulkan beberapa pertanyaan bercokol di kepala. Pada tahun 2004, Nazar mencoba peruntungan untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif melalui Partai Pembangunan Persatuan. Sayang, usahanya terhenti karena ia gagal memperebutkan kursi dan duduk di Senayan kala itu.

Tak puas dengan hasil pemilihan calon legislatif tahun 2004, Nazar kembali mencalonkan diri menjadi anggota DPR periode 2009-2014 kali ini dari Fraksi Partai Demokrat dengan Daerah Pemilihan Jawa Timur IV. Tidak seperti periode sebelumnya, Nazar berhasil melenggang di Senayan dengan apik.

Kala itu, loyalitas Nazar di Partai Demokrat dipuji-puji sehingga disebut-sebut karena hal itulah Nazar ditunjuk sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat oleh Presiden SBY pada tahun 2010. Bahkan, sumber lain mengatakan adanya kucuran dana dari Nazar untuk ikut menyumbang pasangan SBY-Boediono.

Dalam kasus suap wisma atlet ini, Rosa mengungkapkan adanya keterlibatan pihak lain dalam aliran dana proyek yang bernilai di atas seratus milyar tersebut. Ia sempat menyeret nama mantan bosnya di PT. Anak Negeri. Meski sempat menyangkal tidak kenal dengan Rosa, pada akhirnya Nazarudin berhasil ditangkap selang beberapa bulan dengan penangkapan Rosa.

Ayah dua orang anak ini tertangkap di Kolombia pada tanggal 7 Agustus 2011 oleh polisi daerah setempat. Terungkapnya kasus suap Wisma Atlet ini melahirkan tersangka baru seperti Angelina Sondakh. Nyanyian Nazarudin selanjutnya banyak ditunggu pihak pembela kebenaran, tapi juga meresahkan para koruptor yang bertopeng.

Sesuai keputusan sidang majelis hakim, Nazaruddin terbukti bersalah dan divonis 4 tahun 10 bulan subsider 4 bulan dan denda 200 juta.

STIE Bisnis Indonesia, Jakarta (2004)

Anggota DPR-RI Fraksi Demokrat, 2009-2014 Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, 2010 Pemilik perusahaan PT. Anak Negeri Komisaris PT. Anugerah Nusantara, PT. Panahatan, dan PT. Berhak Alam Berlimpah

Muhammad Nazaruddin (lahir di Bangun, 26 Agustus 1978; umur 34 tahun)[1] merupakan seorang pengusaha dan politisi Indonesia yang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Demokrat dengan Daerah Pemilihan Jawa Timur IV.[2] Setelah menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat pada tahun 2010, pada tahun 2011 Komisi

Pemberantasan Korupsi menjadikannya tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet untuk SEA Games ke-26. Nazaruddin ditengarai meninggalkan Indonesia sebelum statusnya menjadi tersangka dan menyatakan melalui media massa bahwa sejumlah pejabat lain juga terlibat dalam kasus suap tersebut, hingga akhirnya ia tertangkap di Cartagena de Indias, Kolombia.

Kehidupan awal [sunting]

Nazaruddin lahir di Desa Bangun, kini bagian dari Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada 26 Agustus 1978 sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara dalam keluarga Muhammad Latif Khan dan Aminah, yang keduanya merupakan warga keturunan Pakistan.[3] Mulanya ia dinamai Muhammad Nazaruddin Khan, tetapi kemudian ayahnya memutuskan untuk menghapus nama belakang putranya tersebut. Orang tua Nazaruddin memiliki usaha yang cukup berhasil di daerahnya.[4] Namun, usaha keluarga mereka mulai menurun sepeninggal ayah Nazaruddin pada tahun 1993, kemudian ibunya pada tahun 1998. Setelah lulus SMA, Nazaruddin pergi merantau.

Pada tahun 2002, Nazaruddin berwirausaha di Pekanbaru, Riau.[5] Aktivitas bisnisnya dimulai dengan CV Anak Negeri yang kemudian berubah menjadi PT Anak Negeri. Usahanya kemudian semakin berkembang dan Nazaruddin tercatat sebagai komisaris di beberapa perusahaan, yaitu PT Anugrah Nusantara, PT Panahatan, dan PT Berhak Alam Berlimpah[6] yang semuanya berdomisili di Riau dan bergerak dalam bidang konstruksi, pengadaan alat kesehatan, perkebunan, jasa, dan lainnya. Kasus korupsi wisma atlet [sunting]

Pada 21 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga Wafid Muharam, pejabat perusahaan rekanan Mohammad El Idris, dan perantara Mindo Rosalina Manulang karena diduga sedang melakukan tindak pidana korupsi suap menyuap. Penyidik KPK menemukan 3 lembar cek tunai dengan jumlah kurang lebih sebesar Rp3,2 milyar di lokasi penangkapan. Keesokan harinya, ketiga orang tersebut dijadikan tersangka tindak pidana korupsi suap menyuap terkait dengan pembangunan wisma atlet untuk SEA Games ke-26 di Palembang, Sumatera Selatan.[7] Mohammad El Idris mengaku sebagai manajer pemasaran PT Duta Graha Indah, perusahaan yang menjalankan proyek pembangunan wisma atlet tersebut, dan juru bicara KPK Johan Budi menyatakan bahwa cek yang diterima Wafid Muharam tersebut merupakan uang balas jasa dari PT DGI karena telah memenangi tender proyek itu.[8]

Pada 27 April 2011, Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan kepada wartawan bahwa Mindo Rosalina Manulang adalah staf Muhammad

Nazaruddin.[9][10] Nazaruddin menyangkal pernyataan itu dan mengatakan bahwa ia tidak mengenal Rosalina maupun Wafid.[11] Namun, pernyataan Boyamin tersebut sesuai dengan keterangan Rosalina sendiri kepada penyidik KPK pada hari yang sama[12] dan keterangan kuasa hukum Rosalina, Kamaruddin Simanjuntak, kepada wartawan keesokan harinya.[13] Kepada penyidik KPK, Rosalina menyatakan bahwa pada tahun 2010 ia diminta Nazaruddin untuk mempertemukan pihak PT DGI dengan Wafid, dan bahwa PT DGI akhirnya menang tender karena sanggup memberi komisi 15 persen dari nilai proyek, dua persen untuk Wafid dan 13 persen untuk Nazaruddin.[12] Akan tetapi, Rosalina lalu mengganti pengacaranya menjadi Djufri Taufik dan membantah bahwa Nazaruddin adalah atasannya.[14] Ia bahkan kemudian menyatakan bahwa Kamaruddin, mantan pengacaranya, berniat menghancurkan Partai Demokrat sehingga merekayasa keterangan sebelumnya, dan pada 12 Mei Rosalina resmi mengubah keterangannya mengenai keterlibatan Nazaruddin dalam berita acara pemeriksaannya.[15] Namun demikian, Wafid menyatakan bahwa ia pernah bertemu beberapa kali dengan Nazaruddin setelah dikenalkan kepadanya oleh Rosalina.[16][17] Kepergian Ke Singapura [sunting]

Kepergian Nazaruddin ke Singapura tepat satu hari sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan pencekalan terhadap Nazaruddin kepada Ditjen Imigrasi.

Berikut ini kronologi perginya Nazaruddin ke Singapura. Senin (23/5/2011) siang menjelang sore. M Nazaruddin menemui Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie di DPR. Wakil Ketua Demokrat Max Sopacua usai bertemu Marzuki Alie di lantai 3 Nusantara III DPR, membenarkan pertemuan itu. "Itu urusan Pak Marzuki mungkin dengan Pak Nazar. Mereka berdua ngomong tertutup," kata Max. Senin (23/5/2011) malam (19.30) M Nazaruddin bertolak ke Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta. Ia pergi ke Singapura pada 23 Mei 2011 pukul 19.30 WIB, ujar Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar. Senin (23/5/2011) malam (21.10) Partai Demokrat secara resmi memberhentikan Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. Dewan Kehormatan Partai Demokrat memberhentikan atau membebaskan yang bersangkutan dari jabatannya selaku bendahara umum, ujar Sekretaris Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin. Selasa (24/5/2011) pagi Mantan Bendahara Umum Muhammad Nazaruddin mengumumkan akan mengelar jumpa pers untuk mengungkap berbagai kasus yang melibatkan elit-elit Partai Demokrat. Nazaruddin akan mengelar jumpa pers di ruang Fraksi Partai Demokrat, di lantai 9, Gedung Nusantara I DPR.

Selasa (24/5/2011) siang (12.00) M Nazaruddin batal menggelar jumpa pers dengan alasan masih harus mengumpulkan bahan lebih lengkap sebelum diungkap ke publik. "Karena pak Nazaruddin masih harus mengumpulkan bahan-bahannya, jadi ditunda," ujar staff bidang media Fraksi Demokrat DPR RI, Wawan Setiawan. Selasa (24/5/2011) petang KPK mengajukan permohonan cekal terhadap M Nazaruddin. "Sudah dikirim ke Imigrasi KemenkumHAM sejak dua hari yang lalu, Selasa (24/5)," ujar Wakil Ketua KPK M Jasin. Selasa (24/5/2011) malam Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) resmi menerbitkan surat larangan berpergian ke luar negeri terhadap M Nazaruddin. "Sudah dicegah," tegas Direktur Penindakan dan Penyidikan Ditjen Imigrasi Kemenkum dan HAM, Husein Alaidrus. Rabu (25/5/2011) malam (20.00) Presiden SBY selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat memanggil seluruh jajaran Dewan Pembina, Dewan Kehormatan dan pengurus DPP termasuk Nazaruddin, ke Cikeas. Kepada pers Nazaruddin mengatakan akan menghadiri acara tersebut. Rabu (25/5/2011) malam (23.00) Hingga acara pertemuan pengurus Partai Demokrat dengan SBY selesai, M Nazaruddin tidak menunjukkan batang hidungnya di Cikeas. Tidak ada, saya tidak melihat ada Pak Nazaruddin, ujar Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana. Kamis (26/5/2011) malam Nazaruddin diketahui berada di Singapura dengan alasan melakukan medical check up. Jumat (27/5/2011) pagi Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) Jafar Hafsah mengakui memberikan izin M Nazaruddin ke luar negeri, namun Jafar tak mengetahui kapan Nazaruddin akan pulang ke Indonesia.[18] Pemecatan M. Nazaruddin [sunting]

Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum memutuskan memberhentikan Muhammad Nazaruddin dari posisinya sebagai kader partai itu pada Senin 18 Juli 2011. Keputusan itu telah disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.[19] Penangkapan [sunting]

Muhammad Nazaruddin ditangkap di Cartagena de Indias, Kolombia pada tanggal 7 Agustus 2011. Nazar diketahui menggunakan paspor sepupunya, Syarifuddin, untuk berpergian ke luar Indonesia setelah paspornya telah lama dicabut oleh Imigrasi.[20]

Anda mungkin juga menyukai