Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TUTORIAL A BLOK 16

Tutor : dr. Rasrinam SpS Kelompok 2 Dzikrina Miftahul Husna Daniela Selvam Irawan Ardianto Dwika Putri Mentari Anggun Permata Sari Pebriani Sariyani Esmaralda Nurul Amany Firdhani Yufinta Putri Ade Kurnia Oprisca 04101401022 04101401027 04101401031 04101401032 04101401035 04101401037 04101401047 04101401094 04101401102 04101401114 04101401119

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 16 sebagai tugas kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Allah SWT. 2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual. 3. Dr. Rasrinam SpS, selaku tutor. 4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan. 5. Semua pihak yang membantu penulis. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Palembang, Januari 2013

Penulis

DAFTAR ISI Kata Pengantar............................................................................................ Daftar Isi..................................................................................................... BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang.......................................................................... 3 1.2 Maksud dan Tujuan................................................................... 3 BAB II Pembahasan 2.1 Data Praktikum........................................................................ 2.2 Skenario................................................................................... 2.3 Paparan I. Klarifikasi Istilah................................................................ II. Identifikasi Masalah........................................................... IV. Hipotesis............................................................................ V. Kerangka Konsep.............................................................. 5 6 21 22 4 5 1 2

III. Analisis Masalah................................................................ 7

BAB III Sintesis 3.1 Autism Spectrum Disorder.......................................... 23

Daftar Pustaka............................................................................................. 35

BAB I PENDAHULUAN -Latar Belakang Blok adalah blok 16 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang -Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari tutorial ini, yaitu : 1 2 3 Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Data Tutorial Tutorial 2 Tutor Moderator Notulis Sekretaris Waktu Peraturan tutorial : : : : : : dr. Rasrinam SpS Irawan Pebriani Esmaralda Nurul Amany Rabu, 02 Januari 2013 Kamis, 03 Januari 2013 1. Alat komunikasi dinonaktifkan. 2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat dengan cara mengacungkan tangan terlebih dahulu ,dan apabila telah dipersilahkan oleh moderator. 3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama proses tutorial berlangsung. 4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.

2.2 Skenario Diego, anak laki-laki , usia 30 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa bicara dan tidak bisa duduk diam. Diego hanya bisa mengoceh dengan kata-kata yang tidak dimengerti oleh orang tuanya dan orang lain. Bila dipanggil seringkali tidak bereaksi terhadap panggilan. Diego juga selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan. Senang bermain dengan bola, tetapi tidak suka bermain dengan anak lain. Diego anak pertama dari ibu usia 34 tahun. Lahir spontan pada kehamilan 38 minggu. Selama hamil ibu Diego pernah mengalami demam dan sering mengonsumsi daging mentah tetapi periksa kehamilan dengan teratur ke SpOG. Riwayat persalinan : lahir langsung menangis. Berat badan waktu lahir 3.500 gram. Diego bisa tengkurap pada usia 6 bulan, berjalan pada usia 12 bulan, tidak ada riwayat kejang, dan tidak ada keluarga yang menderita kelainan seperti ini. Pemeriksaan Fisis dan Pengamatan : Berat badan 17 kg, tinggi badan 92 cm, lingkaran kepala 50 cm. Tidak ada gambaran dismorfik. Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada pemeriksa. Tidak menoleh ketika dipanggil namanya. Anak selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan. Ketika diberikan bola, dia menyusun bola-bola secara berjejer, setelah selesai lalu dibongkar, kemudian disusun berjejer lagi, dan dilakukan berulang-ulang. Tidak ada gerakan-gerakan aneh yang diulang-ulang. Tidak mau bermain dengan anak lain. Bila memerlukan bantuan, dia menarik tangan ibunya untuk melakukan. Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif). Tidak melihat ke benda yang ditunjuk. Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh orang lain. Pemeriksaan fisik umum, neurologis dan laboratorium dalam batas normal. Tes pendengaran normal.

2.3 Paparan I.Klarifikasi Istilah

1. Lahir spontan

: Persalinan yang dimulai dengan sendirinya tanpa bantuan tindakan medis.

2. Demam

: Keadaan suhu tubuh diatas normal, dimana suhu normalnya adalah 37,2C.

3. Kejang

: Suatu seri gerakan otot yang kuat dan tidak terkontrol, datang secara tiba-tiba.

4. Gambaran dismorfik : Keadaan dimana terdapat bentuk morfologik berbeda atau kelainan pada perkembangan morfologik. 5. Imajinatif : kekuatan atau proses menghasilkan citra mental dan ide.

II. Identifikasi Masalah 1. Diego, anak laki-laki , usia 30 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa bicara dan tidak bisa duduk diam.. 2. Diego hanya bisa mengoceh dengan kata-kata yang tidak dimengerti oleh orang tuanya dan orang lain. Bila dipanggil seringkali tidak bereaksi terhadap panggilan. Diego juga selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan. Senang bermain dengan bola, tetapi tidak suka bermain dengan anak lain. 3. Diego anak pertama dari ibu usia 34 tahun. Selama hamil ibu Diego pernah mengalami demam dan sering mengonsumsi daging mentah tetapi periksa kehamilan dengan teratur ke SpOG. Riwayat persalinan : lahir langsung menangis. Berat badan waktu lahir 3.500 gram. Diego bisa tengkurap pada usia 6 bulan, berjalan pada usia 12 bulan, tidak ada riwayat kejang, dan tidak ada keluarga yang menderita kelainan seperti ini. 4. Pemeriksaan fisik dan pengamatan Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada pemeriksa. Tidak menoleh ketika dipanggil namanya. Anak selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan.
7

Ketika diberikan bola, dia menyusun bola-bola secara berjejer, setelah selesai lalu dibongkar, kemudian disusun berjejer lagi, dan dilakukan berulang-ulang. Tidak ada gerakan-gerakan aneh yang diulang-ulang. Tidak mau bermain dengan anak lain. Bila memerlukan bantuan, dia menarik tangan ibunya untuk melakukan. Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif). Tidak melihat ke benda yang ditunjuk. Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh orang lain.

III. Analisis Masalah

1. a. Bagaimana perkembangan normal anak dari lahir hingga usia 30 bulan ? Usia 0-3 bulan Kemampuan & proses berpikir - Berespon terhadap suara baru - Mengikuti benda w mata - Melihat objek dan orang Komunikasi - Berceloteh/bersuara - Tersenyum pd suara ibu Gerakan - Mengangkat kaki dan tangan - Belajar mengangkat kepala - Melihat pergerakan 3-6 bulan - Mengenal ibu - Mengapai objek - Memalingkan kepala pada suara - Mulai meraban - Meniru suara - Menangis w suara berbeda 6-9 bulan - Meniru gerakan sederhana - Berespon jika dipanggil nama - Membuat kata-kata berulang yang tidak bermakna (gagaga,dada,etc) - Menggunakan suara u/ menarik perhatian tangan sendiri - Mengangkat kepala 90 derajat & mengangkat dada w bertopang tangan - Mengerakkan benda dalam bermain - Merayap/ merangkak - Dapat duduk tanpa dibantu -Bisa tengkurap& berbalik sendiri - Berdiri w

berpegangan ke meja - Bertepuk tangan - Memindahkan objek dari satu tangan ke tangan 9-12 bulan - Bermain permainan sederhana - Bergerak menuju benda yang diminati - Melihat gambar pada buku - Melambaikan tangan u/ dada - Berhenti ketika dikatakan tidak - Meniru kata-kata baru lainnya - Berjalan sambil berpegangan - Menyatakan ingin benda tertentu - Mencoret w pensil warna

12-18 bulan

- Meniru suara dan gerakan yang baru - Menunjuk pada benda yang diinginkan - Menyusun 2-3 kotak

- Menggelengkan kepala menyatakan tidak - Meniru kata baru - Mengikuti instruksi sederhana - Mengucapkan 5-10 kata - Memperlihatkan rasa cemburu & bersaing - Menyusun kalimat w 2 kata - Mampu menyusun kalimat sederhana

- Berjalan sendiri - Naik /turun tangga

18-24 bulan 2-3 tahun

- Menyusun 6 kotak - Membuat jembatan 2 kotak - Menggambar lingkaran

- Naik turun tangga - Meloncat dan memanjat

b. Apa saja faktor yang dapat menghambat kemampuan bicara anak ? Kerusakan area Wernicke menyebabkan aphasia reseptif sehingga tidak mampu memahami informasi bicara dan informasi melihat. Kerusakan area Broca menyebabkan aphasia ekspretif sehingga tidak mampu berbicara atau menulis kalimat serta tidak mampu menyadari kesalahan. Namun masih mampu memahami informasi.
9

Gangguan perilaku seperti gangguan atensi, konsentrasi, relasi atau emosi yang dapat menganggu kemampuan bicaranya misalnya anak hiperaktif atau autis.

Pola asuh di rumah. Apabila anak jarang di berikan rangsangan untuk bicara, tentu saja perkembangannya akan terlambat. Misalnya lebih sering diasuh di depan televisi supaya tenang dan jarang diajak bicara. Kemudian apakah anak di berikan kesempatan untuk bersosialisasi dengan teman sebaya atau ada penggunaan dua bahasa di rumah yang mempersulit anak untuk berbicara.

Adanya masalah dengan organ bicara anak. Adanya masalah sensoris misalnya pendengaran yang kurang atau adanya masalah dalam mengorganisir input sensoris yang didapat anak (gangguan sensoris integrasi).

Anak yang lahir dengan berat badan yang sangat rendah akan cenderung mengalami gangguan perkembangan bahasa dan bicara Adanya hubungan antara komplikasi kehamilan berupa perdarahan antepartum, hipertensi derajat rendah dengan gangguan perkembangan anak berupa keterlambatan menyeluruh (global delay), retardasi mental dan gangguan perilaku

Sebagai akibat jangka panjang dari ensefalopati perinatal Riwayat keluarga mengalami keterlambatan bicara dan riwayat perdarahan selama hamil terbukti sebagai faktor risiko disfasia perkembangan

2. a. Mengapa Diego sulit berinteraksi dengan orang lain ? Interaksi sosial anak autistik dibagi dalam 3 kelompok yaitu: a. Kelompok yang menyendiri, umumnya anak ini menerik diri, acuh tak acuh, akan kesal bila diadakan pendekatan sosial dan menunjukkan perilaku dan perhatian yang terbatas atau tidak hangat. b. Kelompok pasif, dpat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinya. c. Kelompok aktif tapi aneh, secara spontan akan mendekati anak lain namun interaksi ini sering kali tidak sesuai dan sering hanya sepihak. Walaupun mereka berminat untuk mengadakan hubungan karena ketidakmampuan
10

mereka untuk memhami aturan-aturan yang berlaku dalam interaksi sosial. Kesadaran sosial yang kurang menyebabkan mereka baik dalam bentuk vokal maupun ekspresi wajah. Hal ini menyebabkan anak autis tidak dapat berempati kepada orang lain. Hal ini menunjukkan adanya gangguan interaksi sosial penderita dalam beraktivitas bersama-sama dengan orang lain yang ditandai dengan tidak aktifnya daerah otak yang memproses ekspresi wajah (daerah lobus temporalis) & emosi (amygdala) selama melakukan tugas tersebut. Kerusakan lobus temporalis menyebabkan anak kehilangan perilaku sosial yang diharapkan, kegelisahan, perilaku motorik berulang dan kumpulan perilaku terbatas. b. Mengapa Diego selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan (hiperaktif) ? Adanya abnormalitas pada beberapa area di otak penderita (autism). Area yang mengalami gangguan di antaranya adalah lobus frontalis dan ganglia basalis yang berperan dalam representasi dalam action plans, motoric plans, dan working memory, sehingga terjadi gangguan pengaturan motorik dan pada beberapa anak bermanifestasi sebagai hiperaktivitas ataupun sebaliknya, tergantung dangan mekanisme gangguan yang terjadi. Mekanisme pasti belum diketahui, namun beberapa teori menunjukkan keterlibatan beberapa neurotransmitter dan juga dipengaruhi oleh jumlah neuron di otak. Diduga adanya peningkatan serotonin plasma dan homovanilic acid (metabolit utama dopamin) menyebabkan anak autistik lebih aktif, stereotipik.

c. Mengapa Diego menarik tangan ibunya jika memerlukan bantuan ? menunjukkan bahwa Diego mengalami gangguan dalam komunikasi verbal sehingga hanya bisa menarik tangan ibunya (orang terdekatnya) ketika memerlukan bantuan

3. a. Bagaimana hubungan riwayat kehamilan dengan keadaan Diego sekarang ?

11

Seperti kita ketahui demam merupakan reaksi tubuh bila terjadi infeksi. Infeksi yang sering terjadi pada ibu hamil yang jarang bermanifestasi pada ibu ada 4 yang disebut TORCH (toxoplasma, rubella, CMV, herpes). Yang paling sering menginfeksi adalah toxoplasma. Di Indonesia, hasil penelitian yang dilakukan oleh Gandahusa (1978), di beberapa propinsi menunjukkan bahwa prevalensi zat anti terhadap Toxoplasma gondii pada manusia berkisar 2 - 51%. Toxoplasma dapat ditularkan melalui makanan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi (mengandung sista).

Dalam kasus ini diketahui bahwa ibu sering makan daging mentah dan mempunyai riwayat demam, hal ini menunjukkan adanya kemungkinan infeksi pada masa kehamilan dan adanya toxoplasmosis yang menjadi faktor presdisposisi terjadinya autisme.

4. a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan pengamatan yang abnormal ? Hasil Pengamatan Anak sadar, tidak mau kontak mata Gangguan Interpretasi dalam perilaku

non-verbal

dan tersenyum ke pemeriksa sebagai bentuk interaksi sosial timbal-balik Tidak menoleh ketika dipanggil namanya, tidak mau bermain dengan Gangguan interaksi sosial anak lain Selalu bergerak kesana-kemari tanpa tujuan Bermain bola disusun berjejer dan dibongkar berulang-ulang

Hiperaktivitas Preokupasi terhadap bagian dari benda. Anak memiliki cara bermain yang berbeda

dengan anak pada umumnya Dia menarik tangan ibunya tiap kali Gannguan komunikasi dan perilaku verbal, dirinya memerlukan bantuan non verbal Tidak bisa bermain bura-pura Gangguan dalam hal permainan imajinatif (imajinatif)
12

Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh orang lain Tidak melihat benda yang ditunjuk Gangguan interaksi social timbal-balik

5. Apa DD dalam kasus ini ? ASD ADHD (Attention gangguan perkembangan bahasa Inattension Hiperaktif Gagguan + +/+ + + + + relative + + + + normal + + + + + Aspergers Rett DeficitSyndrome Syndrome +

Hyperactivity Disorder) -

Interaksi social Kontak mata Rasa empati + kurang Perkembangan kognitif stereotipik Menarik diri Gangguan motorik Gangguuan cara berdiri/berjalan Gangguan Koordinasi motorik + + -

6. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dan apa working diagnosisnya ? Kriteria diagnosis gangguan autistic menurut DSM IV adalah sebagai berikut: A. Harus ada total 6 gejala dari (1), (2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3):
13

1. Kelemahan kwalitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi dalam sedikitnya 2 dari beberapa gejala berikut ini: a. Kelemahan dalam penggunaan perilaku non-verbal, seperti kontak mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak tangan dalam interaksi sosial. b. Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat perkembangannya. c.Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan empati dengan orang lain. d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik. 2. Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini: a. Perkembangan bahasa lisan (bicara) terlambat atau sama sekali tidak berkembang dan anak tidak mencari jalan untuk berkomunikasi secara non-verbal. b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk berkomunikasi. c. Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan berulangulang. d. Kurang mampu bermain imajinatif (make believe play) atau permainan imitasi sosial lainnya sesuai dengan taraf perkembangannya. 3. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang. Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini: a. Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan fokus dan intensitas yang abnormal atau berlebihan. b. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau rutinitas c. Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti menggerak-gerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan tubuh. d. Sikap tertarik yang sangat kuat atau preokupasi dengan bagian-bagian tertentu dari obyek.

14

B. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal pada salah satu bidang (1) interaksi sosial, (2) kemampuan bahasa dan komunikasi, (3) cara bermain simbolik dan imajinatif. C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Anak. Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara-cara berikut : Anamnesis dengan CHAT Pemeriksaan fisik Tes laboratorium untuk mengetahui adanya abnormalitas kromosom EEG untuk melihat aktivitas epileptiform MRI Pemeriksaan auditori Neuropsycological testing

Ceklis Deteksi Dini Autis (CHAT/Checklist for Autism in Toddlers) Alo Anamnesis Apakah anak senang diayun-ayun atau diguncangguncang naik turun di paha anda ? Apakah anak tertarik (memperhatikan) anak lain ? Apakah anak suka memanjat-manjat, seperti memanjat tangga ? Apakah anak suka bermain cilukba, petak umpet ? Apakah anak pernah bermain seolah-olah membuat secangkir teh menggunakan mainan berbentuk cangkir dan teko, atau permainan lain ? Apakah anak pernah menunjuk atau meminta sesuatu dengan menunjukkan jari ? Ya Tidak

15

Apakah anak pernah menggunakan jari untuk menunjuk ke sesuatu agar anda melihat ke sana? Apakah anak dapat bermain dengan mainan yang Kecil (mobil atau kubus) ? Apakah anak pernah memberikan suatu benda untuk menunjukkan sesuatu ? Pengamatan Selama pemeriksaan apakah anak menatap (kontak mata) dengan pemeriksa ? Usahakan menarik perhatian anak, kemudian pemeriksa menunjuk sesuatu di ruangan pemeriksa an sambil mengatakan : Lihat itu ada bola (atau mainan lain)!. Perhatikan mata anak, apakah ia melihat ke benda yang ditunjuk, bukan melihat tangan pemeriksa ? Ya Tidak

Usahakan menarik perhatian anak, berikan mainan gelas/cangkir dan teko. Katakan pada anak : Buat kan secangkir susu buat mama! Tanyakan pada anak : Tunjukkan mana gelas! (Gelas dapat diganti dengan nama benda lain yang dikenal anak dan ada di sekitar kita). Apakah anak menunjukkan benda tersebut dengan jarinya? Atau sambil menatap wajah anda ketika menunjuk ke

16

suatu benda? Apakah anak dapat menumpuk beberapa kubus/ balok menjadi suatu menara ? Interpretasi : Risiko tinggi menderita autis : bila jawaban Tidak pada A5, A7, B2,B3, dan B4 Risiko rendah menderita autis : bila jawaban Tidak pada A7 dan B4 Gangguan perkembangan lain : bila jawaban Tidak jumlahnya 3 atau lebih untuk pertanyaan A1-A4, A6, A8-9, B1, B5 Normal : bila tidak termasuk dalam kategori 1, 2, dan 3

Tindakan : Dirujuk ke dokter anak (Ahli Tumbuh Kembang) bila : Risiko tinggi menderita autis Gangguan perkembangan lain

Multiaxis Axis I = F84.0 Autisme Masa Kanak

Axis II = R 46.8 Diagnosis Aksis II Tertunda (karena belum mencapai akhir masa perkembangan,sehingga bisa berubah)

Axis III = Tidak ada (none) Axis IV = Masalah psikososial & lingkungan lain

Working diagnosis : Autism Spectrum Disorder (ASD)

7. Apa etiologi dan faktor risiko kasus ini ? Etiologi pada 80-90% tidak dketahui, gangguan perkembangan pervasive autisme dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:
17

1. Genetis, abnormalitas genetik dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel sel saraf dan sel otak 2. atau pada makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi. 3. Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak trpenuhi karena faktor ekonomi 4. Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan perkembangan tubuhnya sendiri karena zat zat yang bermanfaat justru dihancurkan oleh tubuhnya sendiri. Imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri pembawa penyakit. Sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh penderita sendiri yang justru kebal terhadap zat zat penting dalam tubuh dan menghancurkannya. Menurut sumber lain autisme dapat disebabkan karena : 1. 2. 3. 4. Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara). Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil). Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti). Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan. 5. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori serta kejang epilepsi 6. Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak.

Faktor resiko : Toksoplasma Pendarahan antenatal


18

Hiperemisis gravidarum Berat badan lahir rendah Trauma lahir Kejang demam Mups , measles, rubella

8. Bagaimana epidemiologi dari kasus ini ? 2-5 kasus per 10.000. jika retardasi mental berat dengan ciri autistik maka angka kejadian 20 per 10.000 Usia onset terjadi sebelum 36 bulan (3 tahun) Laki laki : perempuan = 3-4 : 1.

9. Bagaimana pathogenesisnya ? Pada kasus ini didapatkan beberapa faktor resiko yang memungkinkan Diego menderita ASD yaitu: A. Usia kehamilan ibu 34tahun, dimana usia ini sangat beresiko B. Riwayat ibu sering konsumsi daging mentah, yang memungkinkan ibu terinfeksi toxoplasma. Faktor resiko tersebut menyebabkan gangguan perkembangan otak Diego saat berada di dalam kandungan. Gangguan ini dapat berupa lesi di lobus frontalis, temporalis, area Wernick dan Broca, Amygdala, Hipoccampus, ataupun tempat-tempat lain yang telah dijelaskan sebelumnya sehingga Diego memiliki gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan berprilaku abnormal berupa hiperaktifitas.

10. Bagaimana manifestasi klinisnya ?

19

Berikut ciri ciri yang lazim terdapat pada anak autis yang bisa dijadikan sebagai pedoman identifikasi, antara lain: 1. Adanya gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non-verbal : Terlambat bicara Tidak ada usaha untuk berkomunikasi Meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain Tidak mampu menangkap pembicaraan orang lain Mengalami kesukaran dalam mengungkapkan perasaan dirinya Bila kata-kata mulai diucapkan ia tak akan mengerti artinya Banyak meniru atau membeo (echolalia) Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada maupun kata- katanya, tanpa mengerti artinya Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya 2. Adanya gangguan dalam bidang interaksi sosial Menghindari atau menolak kontak mata Tidak mau menoleh jika dipanggil Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih asyik bermain sendiri Tidak dapat merasakan empati Seringkali menolak untuk dipeluk Bila didekati untuk diajak main ia malah menjauh

3. Adanya gangguan tingkah laku Pada anak autistik terlihat adanya perilaku yang berlebihan dan kekurangan. - Contoh perilaku yang berlebihan adalah adanya hiperaktivitas motorik, seperti tidak bisa diam, jalan mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, melompat-lompat, berputarputar, memukul-mukul pintu atau meja, mengulang-ulang suatu gerakan tertentu. - Contoh perilaku yang kekurangan adalah duduk diam, bengong dengan tatap mata yang kosong, melakukan permainan yang sama/monoton dan kurang variatif secara berulang-ulang, sering duduk diam terpukau oleh sesuatu hal, misalnya bayangan dan benda yang berputar.
20

Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang terus dipegangnya dan dibawa kemanamana 4. Adanya gangguan dalam perasaan/emosi Tidak dapat ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain, misalnya melihat anak menangis ia tidak merasa kasihan melainkan merasa terganggu dan anak yang menangis tersebut mungkin didatangi dan dipukul Kadang-kadang tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata. Sering mengamuk tak terkendali, terutama bila tidak mendapatkan apa yang diinginkan, ia bisa menjadi agresif dan destruktif. 5. Adanya gangguan dalam persepsi sensoris Mencium-cium atau mengigit mainan atau benda apa saja Bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga Tidak menyukai rabaan atau pelukan Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan yang kasar

6. Adanya ganggguan dalam pola bermain Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya Kurang/tidak kreatif dan imajinatif Tidak bermain sesuai dengan fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik dan rodanya diputar-putar Senang akan benda-benda berputar, seperti kipas angin atau roda sepeda

Pada kasus ini, Manifestasi klinis yang terlihat pada Diego berupa : Belum bisa bicara Tidak bisa diam Hanya bisa bergumam dengan kata-kata yang tidak dimengerti oleh orang tuanya dan orang lain Bila dipanggil seringkali tidak bereaksi terhadap panggilan Selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan Tidak suka bermain dengan anak lain
21

Tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada pemeriksa Tidak menoleh ketika dipanggil namanya menyusun bola-bola secara berjejer, setelah selesai lalu dibongkar, kemudian disusun berjejer lagi, dan dilakukan berulang-ulang Dia menarik tangan ibunya tiap kali dirinya memerlukan bantuan Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif) Tidak melihat ke benda yang ditunjuk Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh orang lain

11. Bagaimana tatalaksana kasus ini ? ( di sintesis)

12. Apa saja komplikasinya ? Gangguan bicara yang menetap Gangguan interaksi social yang menetap Gangguan perilaku yang menetap Gangguan pada akademik, pekerjaan, keluarga dll

13. Bagaimana prognosisnya ? Prognosis pada kasus ini sebenarnya ditentukan dengan apakah pasien menderita MR ( Mental Retardation) atau tidak, dimana salah satu kriteria diagnosisnya adalah menggunakan tes IQ, dimana IQ yang rendah (< 70) berarti prognosisnya lebih buruk, dan IQ yang baik (>70) menginterpretasikan suatu prognosis yang lebih baik. Prognosis membaik jika lingkungan atau rumah adalah suportif dan mampu memenuhi kebutuhan anak tersebut.

14. Apa KDU dalam kasus ini ? 2 : dokter umum mampu mendiagnosis dan merujuk kepada spesialis yang lebih berkompeten
22

IV. Hipotesis Diego, anak laki-laki, usia 30 bulan mengalami Autisme Spectrum Disorder.

V. Kerangka Konsep
Riwayat - Anak I dari Ibu (34 th) Diego, lakilaki, 30 bulan - Kelahiran normal pada kehamilan 38 minggu - Ibu pernah demam dan sering mengonsumsi daging mentah saat mengandung tapi periksa dengan teratur - Setelah lahir langsung

Impaired Social Interaction Tidak suka bermain dengan anak lain Tidak mau kontak mata Tidak mau tersenyum Tidak ada spontanitas menunjuk benda

Impaired Communication - Belum bisa bicara - Bergumam kata tidak jelas - Tidak bisa bermain purapura

Minat dan Aktivitas terbatas - Fokus pada bola - Senang bermain menyusun 23

Autism Spectrum Disorder

VI..Sintesis 3.1. Autism Spectrum Disorder 1. Definisi Gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Ganguan perkembangan yang secara tipikal melibatkan keterlambatan dan gangguan dalam kemampuan sosial, bahasa, dan perilaku. Gangguan itu berbeda setiap anak. Beberapa anak mungkin mampu berkomunikasi, sementara yang lain kurang mampu atau tidak mampu sama sekali. 2. Epidemiologi
24

Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autis 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autis meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autisma. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun diperkirakanjumlah anak autis dapat mencapai 150 -200 ribu orang. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6-4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Gangguan autistik diyakini terjadi dengan angka kira-kira 5 kasus per 10.000 anak(0,05%). Onset nya sebelum usia 3 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 4/5:1. 75 % kasus dengan IQ subnormal 25 % normal. 3. Faktor Resiko a. Usia calon ibu & ayah yang berpengaruh pada kejadian autisme. 1) Ibu yang hamil usia 30-34tahun beresiko 27% untuk memiliki anak autis. Resiko ini makin meningkat pada ibu yang hamil diatas 40 tahun. 2) Untuk calon ayah, setiap 5 tahun resikonya bertambah 4%. Ayah yang berusia 40 tahun atau lebih beresiko enam kali lebih tinggi dari ayah berusai dibawah 30 tahun. 3) Para ahli menduga ini disebabkan faktor kromosom yang abnormal pada sel telur wanita paruh baya dan mutasi sel sperma pada pria. b. Komplikasi yang dialami saat mengandung juga berpengaruh, seperti:
1) Perdarahan

selama

kehamilan

memiliki

resiko

81%,

karena

diketahui

memengaruhi oksigen pada janin (fetal hypoxia) untuk perkembangan otak janin yang pada akhirnya meningkatkan risiko autisme. 2) Ibu yang diabetes gestasional memiliki resiko 2x lipat (4 dari 100 kehamilan) 3) infeksi selama persalinan terutama infeksi virus. 4) penggunaan obat-obatan, seperti obat depresi atau gangguan emosional lain terhadap kejadian austime. Mengenai hal ini, para peneliti menyatakan belum bisa

25

disimpulkan apakah autisme terjadi akibat efek samping obat atau pengaruh kondisi kejiwaan calon ibu saat hamil. 5) merokok dan stres selama kehamilan terutama trimester pertama 6) Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan berat lahir rendah ( < 2500 gram ). 7) Faktor makanan yang dikonsumsi ibu saat hamil diduga juga berpengaruh. c. Ada riwayat keluarga yang menderita d. Faktor lingkungan : infeksi, paparan logam berat, bahan bakar, phenol pada plastik, merokok, alkoholisme, obat, vaksin, pestisida, dll. 4. Etiopatofisiologi Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa teori yang didasari beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari penyebab dan proses terjadinya autis. Beberapa teori penyebab autis adalah : a. Teori kelebihan opioid b. Abnormalitas pertumbuhan sel otak Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat

26

kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitoninrelated gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagianbagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan berkurangnya sel abnormal Purkinye bagian (sel otak tertentu tempat menekan hasil pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan saraf keluar pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel

27

Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan. Degenerasi berkembang, kerusakan kehamilan thalidomide. Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori). Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai mirip menunjukkan penyandang gerakan stereotipik itu, dan hiperaktivitas autisme. Selain mereka sel ibu sekunder kemudian Purkinye. minum terjadi terjadi alkohol Kerusakan bila sel Purkinye jika atau dalam obat sudah masa seperti gangguan terjadi berlebihan yang menyebabkan

memperlihatkan gangguan kognitif. Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti
28

zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain. c. Teori glutien-casein (celiac) Alergi pangan dapat memperburuk kondisi pasien autis. Menurut Winarno, ada dua alergen utama yaitu gluten (protein gandum) dan kasein (protein susu). Gluten terdapat pada gandum, gandum hitam, dan barley. Untuk menghindari konsumsi gluten dapat mengonsumsi produk lain dari beras, jagung, oat, kedelai, serta biji bunga matahari. Kasein merupakan komponen protein dalam susu. Dua jenis protein susu yaitu kasein yang terdapat dalam susu (bahan pembentuk keju) dan whey protein yang terdapat dalam cairan whey (limbah keju). Beberapa jenis pangan, dalam bentuk satu jenis atau gabungan dapat berbentuk alergi bagi pasien autis yaitu telur, tomat, terong, alpukat, cabai merah, kedelai, jagung, dan kentang. Biasanya pasien autis mengalami kehilangan kemampuan sistem imunitas sehingga terjadi inflamatory. Cytokine diproduksi secara berlebihan dalam darah putih, kadarnya meningkat dan hal itu menyebabkan terjadinya abnormal neurology. Percobaan telah dilakukan terhadap pengaruh asupan gluten dan kasein ke dalam makanan yang akan dikonsumsi oleh anak normal dibandingkan dengan anak penderita autis. Dalam kedua darah anak tersebut dianalisa kandungan cytokine-nya, ternyata kandungan cytokine dalam darah penderita autis meningkat jauh lebih tinggi daripada darah anak normal. Peningkatan cytokine tersebut dapat menjadi penyebab secara genetik yang kelak akan menyebabkan timbulnya penyakit autisme. Reaksi Opioid adalah suatu reaksi yang paling merusak. Hal itu biasanya diakibatkan oleh terjadinya kebocoran usus (leaky guts). Sekitar 50% pasien autis mengalami kebocoran usus sehingga terjadi ketidakseimbangan flora usus. Peptida hasil pemecahan gluten atau kasein dikirim ke otak dan kemudian ditangkap reseptor opioid. Hal ini menyebabkan autisme, kondisi reaksi opioid menyerupai kondisi seperti baru mengkonsumsi obat-obatan serupa morphin atau heroin.

29

Pada saat dalam kandungan ternyata penderita autis mengalami peningkatan jumlah protein dalam darah, yaitu 3X lebih besar dari anak yang kemudian terlahir normal dan setelah kelahiran terus meningkat hingga mencapai 10X normal. Pada anak normal tidak terjadi mengalami kenaikan. Peningkatan jumlah protein darah yang abnormal pada penderita ini dapat mengacaukan proses migrasi sel normal atau bahkan mematikan sel selama masa perkembangan sistem saraf berlangsung. Perlu diingat bahwa pertumbuhan saraf selama embrio penting untuk membentuk formasi sistem saraf pusat dan sel otak yang baru. d. Genetik (heriditer) e. Teori kolokistokinin f. Teori oksitosin dan vasopressin g. Teori metalotionin Beberapa penelitian anak autism tampaknya didapatkan ditemukan adanya gangguan netabolisme metalotionin. Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh tubuh dalam mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam berat memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan afinitas tersebut air raksa memiliki afinitas yang paling kuar degan terhadam metalotianin dibandingkan logam berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan bahwa gangguan metalotianin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah : defisiensi Zinc, jumlah logam berat yang berlebihan, defisiensi sistein, malfungsi regulasi element Logam dan kelainan genetik, antara lain pada gen pembentuk netalotianinteori Imunitas h. Ketidak seimbangan kerja neurotransmitter pengeksitasi dan penginhibisi Terdapat jumlah sel-sel Purkinye yang sangat sedikit di serebelum. Sel - sel purkinye ini seperti di ketahui mempunyai kandungan serotonin (salah satu neurotransmiter di otak) yang tinggi. Keseimbangan antara semua neurotransmiter di otak, sangat diperlukan untuk penyaluran rangsangan dari satu neuron ke neuron yang lain. i. Teori infeksi karena virus vaksinasi Perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autis yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara
30

vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Banyak penelitian lainnya yang dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan luas memastikan bahwa imunisasi MMR tidak menyebabkan Autis. Beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith seorang warga negara Amerika bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autis disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi. j. Teori autoimun dan alergi makanan, teori zat darah penyerang kuman ke myelin protein basis dasar, , teori Sekretin, teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), teori paparan Aspartame, teori kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu dan teori orphanin Protein: Orphanin 5. Penatalaksanaan A. Terapi Farmakologis Indikasi pemberian obat-obatan pada penyandang autism adalah adanya gejalagejala seperti temper tantrum, agresivitas, self-injurious behavior, hiperaktivitas, dan stereotip. Apabila terdapat indikasi dapat diberikan obat-obatan sebagai berikut: Risperidon 2 x 0,1 mg untuk mengendalikan perilaku dan konvulsi Haloperidol untuk menurunkan gejala perilaku dan mempercepat belajar Fenfluramin untuk menurunkan kadar serotonin darah Ritalin untuk menekan hiperaktivitas

B. Edukasi Keluarga Setelah seorang anak didiagnosa autism, adalah penting bahwa tidak hanya anak tersebut yang mendapatkan pertolongan, namun juga orang tua. Orang tua perlu diberikan pengertian mengenai kondisi anak dan mampu menerima anak mereka yang menderita autis. Mereka juga dilibatkan dalam proses terapi (Home training). Konsep yang ada dalam home training ini adalah orang tua belajar dan dilatih untuk dapat melakukan sendiri terapi yang dilakukan psikolog/terapis. Terapi tidak hanya dilakukan oleh terapis tetapi juga oleh keluarga di rumah. Terapi yang intensif akan meminimalisir kemungkinan hilangnya kemampuan yang telah dilatih dan dikuasai anak. C. Deteksi Dini dengan Skrening
31

Beberapa ahli perkembangan anak menggunakan klarifikasi yang disebut sebagai Zero to three's Diagnostic Classification of Mental Health and Development Disorders of Infacy and early Childhood. DC-0-3 menggunakan konsep bahwa proses diagnosis adalah proses berkelanjutan dan terus menerus, sehingga dokter yang merawat dalam pertambahan usia dapat mendalami tanda, gejala dan diagnosis pada anak. Menurut Judarwanto W (2010), beberapa deteksi dini dengan menggunakan skrening antara lain : a. MSDD (Multisystem Developmental Disorders) MSDD (Multisystem Developmental Disorders) adalah diagnosis gangguan perkembangan dalam hal kesanggupannya berhubungan, berkomunikasi, bermain dan belajar.Gangguan MSDD tidak menetap seperti gangguan pada Autistis Spectrum Disorders, tetapi sangat mungkin untuk terjadi perubahan dan perbaikkan.Pengertian MSDD meliputi gangguan sensoris multipel dan interaksi sensori motor. Gejala MSDD meliputi : gangguan dalam berhubungan sosial dan emosional dengan orang tua atau pengasuh, gangguan dalam mempertahankan dan mengembangkan komunikai, gangguan dalam proses auditory dan gangguan dalam proses berbagai sensori lain atau koordinasi motorik. b. Pervasive Developmental Disorders Screening Test PDDST II PDDST-II adalah salah satu alat skrening yang telah dikembangkan oleh Siegel B. dari Pervasive Developmental Disorders Clinic and Laboratory, Amerika Serikat sejak tahun 1997.Perangkat ini banyak digunakan di berbagai pusat terapi gangguan perliaku di dunia. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang cukup baik sebagai alat bantu diagnosis atau skrening Autis. c. Deteksi Dini Dengan Chat (Cheklist in Toddler) Terdapat beberapa perangkat diagnosis untuk skreening (uji tapis) pada penyandang autism sejak usia 18 bulan sering dipakai di adalah CHAT (Checklist Autism in Toddlers). CHAT dikembangkan di Inggris dan telah digunakan untuk penjaringan lebih dari 16.000 balita. Pertanyaan berjumlah 14 buah meliputi aspek-aspek : imitation, pretend play, and joint attention. Menurut American of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities. Technical Report : The

32

Pediatrician's Role in Diagnosis and Management of Autistic Spectrum Disorder inChildren. D. Diet Hindari makanan yang mengandung casein dan glutein, misalny roti, mie, spaghetti, susu hewan, es krim, yoghurt, coklat dan keju

Berikan vitamin C sebagai antioksidan. Hindari makanan yang mengandung pengawet.

E. Terapi Gangguan Spectrum Autism adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda. 1) Applied Behavioral Analysis (ABA) ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan penelitian dan di design khusus untuk anak dengan autism. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia. 2) Terapi Wicara Hampir semua anak dengan autism mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong. 3) Terapi Okupasi Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap

33

makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar. 4) Terapi Fisik mempunyai tonus gangguan ototnya perkembangan lembek dalam motorik kasarnya. kuat. Autism adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik Kadang-kadang sehingga jalannya kurang

Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya. 5) Terapi Sosial Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autism adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-cara nya. 6) Terapi Bermain Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu. 7) Terapi Perilaku Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan 8) perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk

memperbaiki perilakunya. Terapi Perkembangan Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
34

9)

Terapi Visual

Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode . Dan PECS (Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi. 10) Terapi Biomedik Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis). 11) Improve nutrition/vitamin and mineral supplementation Glutein/casein free diet Antifungals/probiotics Heavy metal chelation Antioxidant supplementation Omega-3 fatty acid Improve pancreatic function/digestion Bolster immunity/treat autoimmunity Terapi sensori integrasi

Terapi sensori integrasi adalah pengorganisasian informasi melalui sensori sensori (sentuhan, gerakan, kesadaran tubuh dan gravitasinya, penciuman, pengecapan, penglihatan dan pendengaran) yang sangat berguna untuk menghasilkan respons yang bermakna. Terapi sensori integrasi seperti yang dianjurkan oleh DR. Ayres, dilakukan dalam ruang terapi khusus. Dalam ruangan tersebut tersedia berbagai alat yang dapat memfasilitasikan aktifitas-aktifitas yang akan member masukan input-input sensorik,

35

mendukung terjadinya respons adaptif dan memperbaiki fungsi batang otak dan talamus. Setiap anak memiliki masalah yang berbeda sehingga aktivitas yang diberikan pun berbeda dari anak yang satu dengan lainnya. Pemberian aktivitas disesuaikan dengan kondisi anak yang bersangkutan. Pada pendekatan sensori integrasi, okupasi terapi harus bekerja berdasarkan urutan perkembangan, stabilitas digunakan srbagai dasar untuk meningkatkan mobilitas. Urutan yang harus diikuti adalah: 1. 2. 3. 4. Kemampuan untuk mempertahankan dalam posisi awal. Meningkatkan stabilitas pada posisi yang telah dicapai. Kemampuan untuk bergerak dari posisi gerakan lurus. Integrasi gerakan yang telah dikuasai dengan gerakan rotasi.

Terapi sensori integrasi dapat memperbaiki fungsi otak anak-anak dengan autism, sehingga perilaku anak-anak tersebut jadi membaik dan lebih adaptif. Setelah terapi sensori integrasi ini berhasil, anak dapat memproses berbagai informasi sensorik yang kompleks dengan lebih baik. Maka anak akan mampu menyimak dan merespons usaha orang tua atau pengasuhnya untuk melakukan interaksi sosial dan selanjutnya membantu perkembangan emosi dan kognitifnya. Tentu saja hal-hal tersebut akan memberikan pengaruh yang besar bagi kemampuan anak untuk melakukan berbagai aktifitas sehari-hari. Masalah regulasi seperti pola tidur, pola makan dan eliminasi, biasanya paling dahulu berkurang pada bulan-bulan pertama terapi. Perbaikan dalam fungsi yang mendasar ini seringkali diikuti dengan perbaikan kesahatan anak secara keseluruhan dan anak tampil lebih cerah, nada ekspresi muka jadi lebih bervariasi dan anak lebih terbuka untuk diajak berinteraksi; meskipun pada mulanya hanya berupa interaksi singkat pada tahap non verbal. Kemajuan dalam dorogan untuk melakukan interaksi ini biasanya mulai terlihat pada munculnya joint attention. Maka anak jadi lebih mudah diajari, karena menarik perhatian si anak menjadi lebih mudah. 12) Edukasi (terapi pendidikan khusus) Hambatan pada individu dengan autism terutama pada interaksi sosialnya. Hal ini akan berlanjut bila tidak segera ditangani pada usia sekolah, anak akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, bersosialisasi dengan lingkungan barunya (teman, guru). Oleh karena itu sebaiknya anak sesegera mungkin dikenalkan dengan lingkungannya. Intervensi dalam berbagai bentuk pelatihan ketrampilan sosial, ketrampilan
36

sehari-hari agar anak jadi mandiri (self care). Berbagai metode pengajaran telah diuji cobakan pada gangguan ini. Antara lain metode TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children ). Dikembangkan oleh Eric Schopler pada awal tahun 1970an, merupakan suatu sistem pendidikan khusus untuk anak dengan autism, di School of Psychiatry at the University of North Carolina in Chapel Hill . Metode ini merupakan suatu program yang sangat terstruktur yang mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode pengajaran yang sistematik, terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata secara khusus. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and related Communication handicapped Children) mulai dikembangkan tahun1972 13) Menciptakan situasi belajar yang sesuai dengan kondisi anak autis: kemampuan visual baik, perhatian mudah teralih, membutuhkan struktur yang jelas.
Orang tua perlu menerapkan juga terapi di rumah, 15 menit1 jam setiap harinya.

DAFTAR PUSTAKA Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC. Kaplan dan Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Tanggerang. Binarupa Aksara Tomb A. David. 2004. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC

37

Anda mungkin juga menyukai