Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu infeksi, perdarahan dan preeklampsia yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin yang dikandungnya. Menurut data yang didapat dari WHO pada tahun 2005 terdapat 536.000 kematian maternal di dunia yaitu 25% disebabkan oleh perdarahan, infeksi 15% dan eklampsia 12%. Dari data yang didapat dari WHO, pada kurun waktu 1997 - 2002, hipertensi dalam kehamilan seperti pre-eklampsia adalah penyebab kematian maternal utama di Amerika Latin sebesar 25,7% dan penyebab kematian kedua di negara maju dengan presentase sebesar 16,1%. Di Indonesia sendiri menurut data dari RSUP Dr.Kariadi Semarang pada tahun 1997 didapatkan angka kejadian pre-eklampsia 3,7% dan eklampsia 0,9% dengan angka kematian perinatal 3,1%. Sedangkan pada tahun 1999 - 2000 pre-eklampsia menjadi penyebab utama kematian maternal yaitu 52,9% diikuti perdarahan 26,5% dan infeksi 14,7%. Hal ini membuat pre-eklampsia masih menjadi masalah dalam pelayanan obstetri di Indonesia. Telah dilaporkan bahwa insidensi pre-eklampsia terjadi sekitar 2 - 8% pada kehamilan. Pre-eklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa hipertensi yang disertai proteinuria. Kedua gejala tersebut merupakan gejala yang paling penting dalam menegakkan diagnosis pre-eklampsia. Kriteria minimum diagnosis pre-eklampsia ialah hipertensi dengan tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu dan proteinuria minimal yaitu terdapatnya lebih dari atau sama dengan 300 mg protein dalam urin per 24 jam. Penyebab pre-eklampsia sampai saat ini masih belum dapat diketahui secara pasti sehingga oleh Zweifel (1916) pre-eklampsia disebut sebagai the disease of theories. Pada beberapa penelitian yang ada, dikemukakan bahwa terjadi peningkatan risiko yang merugikan dari keluaran persalinan pada wanita yang

mengalami hipertensi dalam kehamilan yang kronik. Keluaran persalinan terdiri dari keluaran maternal dan keluaran perinatal. Keluaran maternal sebagai contohnya adalah kematian maternal. Di negara maju presentase kematian maternal akibat serangan eklampsia adalah 0,4% hingga 7,2%. Sedangkan di negara berkembang yang pelayanan kesehatan tersiernya kurang memadai, kematian maternal akibat eklampsia dapat mencapai lebih dari 25%. Selain kematian maternal menurut Sibai, pada keluaran maternal dari penderita preeklampsia dapat ditemukan juga solusio plasenta (1 4%), disseminated coagulopathy/HELLP syndrome (10 20%), edema paru /aspirasi (2 5%), gagal ginjal akut (1 5%), eklampsia ( < 1%), kegagalan fungsi hepar ( < 1%). Sibai juga mengemukakan beberapa hal yang sering ditemukan pada keluaran perinatal dari persalinan dengan pre-eklampsia antara lain kelahiran prematur (15 67%), pertumbuhan janin yang terhambat (10 25%), cedera hipoksianeurologik ( < 1%), kematian perinatal (1 2%), dan morbiditas jangka panjang penyakit kardiovaskuler yang berhubungan dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) (fetal origin of adult disease). Di RSUD dr.Zainal Abidin pada tahun 2011 - 2012 terdapat 294 kasus dari 3905 kasus yang terdiri dari Pre-eklampsia ringan (9,8%), pre-eklampsia berat (75,1%), superimposed eklampsia (0,3%), impending eklampsia (6,8%) dan eklampsia (7,8%). Sebagian besar cara persalinan dilakukan yaitu dengan seksio sesaria (96,5%) dan ekstraksi vakum (3,4%). Sedangkan kasus kematian ibu hamil pada penderita pre-eklampsia dan eklampsia terdapat 1 kasus dari 294 kasus yang ada. Kelainan yang menyertai kasus pre-eklampsia eklampsia antara lain adalah, ketuban pecah dini (28,5%), oligohidramnion (28,5%), IUFD (16,6%), fetal distress (9.5%), hepatitis c (2,3%), atonia uteri (2,3%), retensio plasenta (2,3%), plasenta previa (2,3%), HELLP syndrome (2,3%), perdarahan (2,3%) dan udem paru (2,3%). Oleh karena itu diagnosis dini pre-eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kejadian dari pre-eklampsia dan eklampsia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Preeklampsi - eklampsi Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working Group on Blood Pressure in Pregnancy, preeklampsi adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Saat ini udem pada wanita hamil dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis pre-eklampsia. Sementara hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg. Proteinuria didefinisikan sebagai adanya protein dalam urin dalam jumlah 300 mg/ml dalam urin tampung 24 jam atau 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing. Pre-eklampsia dibagi menjadi 2 yaitu pre-eklampsia ringan dan preeklampsia berat. Pre-eklampsia ringan adalah pre-eklampsia dengan tekanan darah sistolik 140 - 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 - 110 mmHg. Proteinuria +1 pada uji dipstick. Pre-eklampsia berat adalah pre-eklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 110 mmHg, proteinuria +2 pada uji dipstick, terdapat peningkatan kreatinin serum > 1,2 mg/dl, trombosit < 100.000/mm3, hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat), SGPT (ALT) atau SGOT (AST) meningkat, nyeri kepala menetap atau gangguan penglihatan lainnya dan nyeri epigastrium menetap. Eklampsia ialah kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan pre-eklampsia. Kejang dapat timbul sebelum, selama atau setelah persalinan. Sementara itu impending eklampsia adalah pre-eklampsia disertai beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, mual - muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah yang progesif. Impending eklampsia ditangani sebagai eklampsia.

Pre-eklampsia pada hipertensi kronis (Superimposed eklampsia) yaitu proteinuria pada wanita pengidap hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu atau terjadi peningkatan proteinuria atau hitung trombosit < 100.000/mm3 secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu. Hipertensi kronis sendiri didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi 20 minggu. Hipertensi yang pertama sekali didiagnosa setelah gestasi 20 minggu tanpa proteinuria dan menetap setelah 12 minggu postpartum disebut juga dengan hipertensi kronis. Sementara hipertensi gestasional adalah peningkatan tekanan darah 140 mmHg untuk pertama sekali selama kehamilan tanpa proteinuria dan tekanan darah kembali normal dalam 12 minggu postpartum.

2.2 Faktor Resiko Pre-eklampsia Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia bila mempunyai faktor - faktor predisposisi sebagai berikut: 1. Nulipara 2. Kehamilan ganda 3. Usia < 20 atau > 35 tahun 4. Riwayat preeclampsia atau eklampsia pada kehamilan sebelumnya 5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia 6. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum kehamilan 7. obesitas. a) Faktor usia Usia 20 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil. Wanita yang lebih tua yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan atau superimposed eklampsia. Duenhoelter dkk (1975) mengamati bahwa setiap remaja nuligravida yang masih sangat muda, mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami pre-eklampsia. Spellacy dkk (1986) melaporkan bahwa pada wanita diatas usia 40 tahun, insiden hipertensi kerena
4

kehamilan meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan wanita yang berusia 20 30 tahun. Hansen (1986) meninjau beberapa penelitian dan melaporkan peningkatan insiden pre-eklampsia sebesar 2 - 3 kali lipat pada nulipara yang berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan yang berusia 25 29 tahun. b) Paritas Dari angka kejadian 80% semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3% 8% pre-eklampsia dialami pasien terutama pada primigravida pada kehamilan trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan dari seluruh insiden dunia, dari 5% - 8% pre-eklampsia dari semua kehamilan terdapat 12% lebih dialami oleh primigravida. c) Kehamilan ganda Pre-eklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda. d) Faktor genetika Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia atau mempunyai riwayat pre-eklampsia atau eklampsia dalam keluarga. Faktor ras dan genetik merupakan unsur yang penting karena mendukung insiden hipertensi kronis yang mendasari. Sehingga kecenderungan untuk preekalmpsiaeklampsia akan diwariskan. Chesley dan Cooper (1986) mempelajari saudara, anak, cucu dan menantu perempuan dari wanita penderita eklampsia yang melahirkan di Margareth Hague Maternity Hospital selam jangka waktu 49 tahun, yaitu dari tahun 1935 sampai 1984. Mereka menyimpulkan bahwa pre-eklampsia eklampsia bersifat sangat diturunkan, dan bahwa model gen-tunggal dengan frekuensi 0,25 paling baik untuk menerangkan hasil pengamatan ini namun demikian pewarisan multifaktorial juga dipandang mungkin. e) Riwayat pre-eklampsia Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa terdapat 50,9% kasus pre-eklampsia mempunyai riwayat pre-eklampsia. f) Riwayat hipertensi Salah satu faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis atau penyakit vaskuler hipertensi

sebelumnya atau hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita hipertensi setelah kehamilan 20 minggu. Kira - kira 20% menunjukkan kenaikan tekanan darah yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala pre-eklampsia atau lebih seperti proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah, gangguan visus (Supperimposed eklampsia), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan otak. g) Riwayat penderita diabetus militus Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan sofoewan menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari 140 mg % terdapat pada 23 (14,1%) kasus pre-eklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol (bukan pre-eklampsia) terdapat 9 ( 5,3% ) kasus. h) Status gizi Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan terjadinya preeklampsia.

2.3 Etiologi dan Pathogenesis Hingga saat ini etiologi dan pathogenesis dari pre-eklampsia belum diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk mencari etiologi dan pathogenesis dari pre-eklampsia namun hingga kini belum memuaskan sehingga pre-eklampsia sering disebut sebagai the diseases of theories. Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya adalah : 1. Genetik Terdapat suatu kecenderungan bahwa faktor keturunan turut berperan dalam pathogenesis pre-eklampsia. Telah dilaporkan adanya peningkatan angka kejadian pre-eklampsia pada wanita yang dilahirkan oleh ibu yang menderita preeklampsia.

Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada kejadian pre-eklampsia adalah peningkatan Human Leukocyte Antigene (HLA) pada penderita preeklampsia. Beberapa peneliti melaporkan hubungan antara histokompatibilitas antigen HLA dan proteinuria hipertensi. Diduga ibu-ibu dengan HLA haplotipe A 23/29, B44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi terhadap perkembangan preeklampsia dan IUGR daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut. Peneliti lain menyatakan kemungkinan pre-eklampsia berhubungan dengan gen resesif tunggal. Menigkatnya prevalensi pre-eklampsia pada anak perempuan yang lahir dari ibu yang menderita pre-eklampsia mengindikasikan adanya pengaruh genotype fetus terhadap kejadian pre-eklampsia. Walaupun faktor genetik nampaknya berperan pada pre-eklampsia tetapi menifestasinya pada penyakit ini secara jelas belum dapat diterangkan. 2. Iskemia plasenta Pada kehamilan normal proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua dan miometrium dalam 2 tahap yaitu pertama sel-sel trofoblas menginvasi arteri

spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan elastis pada tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri serta mengganti dinding arteri dengan material fibrinoid.proses ini selesai pada akhir trimester I dan pada masa ini proses tersebut telah sampai pada deciduomyometrial junction. Pada usia kehamilan 14 - 16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel trofoblas. Sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih dalam hingga ke miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti pada tahap pertama yaitu penggantian endotel dan perubahan material fibrinoid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong yang memungkinkan terjadinya dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat pada kehamilan. Pada pre-eklampsia proses plasentasi tidak berjalan sebagaimana mestinya disebabkan oleh tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas. Pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap ke dua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada di dalam miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler.

Selain itu juga terjadi arterosis akut (lesi seperti arterosklerosis) pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan arteri bertambah kecil atau bahkan mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan penurunan aliran darah ke plasenta sehingga menimbulkan iskemia plasenta yang berakibat pada terganggunya pertumbuhan bayi intrauterine (IUGR) hingga kematian bayi. 3. Difungsi Endotel Saat ini salah satu teori yang sedang berkembang adalah teori disfungsi endotel. Endotel menghasilkan zat-zat penting yang bersifat relaksasi pembuluh darah seperti nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PGE2). Disfungsi endotel adalah suatu keadaan dimana didapatkan adanya ketidakseimbangan antara faktor vasodilatasi dan vasokonstriksi. Prostasiklin merupakan prostaglandin yang dihasilkan di sel endotel yang berasal dari asam arakidonat dimana dalam pembuatannya dikatalisir oleh enzim siklooksigenase. Prostaskilin akan meningkatkan cAMP intraseluler pada sel otot polos dan trombosit serta memiliki efek vasodilator dan anti agregasi trombosit. Tromboksan A2 dihasilkan oleh trombosit berasal dari asam arakidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase. Tromboksan memiliki efek vasokonstriktor dan agregasi trombosit. Prostasiklin dan tromboksan A2

mempunyai efek yang berlawanan dalam mekanisme yang mengatur interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah. Pada kehamilan normal terjadi kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu, plasenta dan janin. Sedangkan pada preeklampsia terjadi penurunan produksi prostasiklin dan meningkatnya tromboksan A2 sehingga terjadi peningkatan rasio tromboksan A2 : prostasiklin. Pada pre-eklampsia terjadi kerusakan sel endotel akan mengakibatkan menurunnya produksi prostasiklin karena endotel merupakan tempat pembentukan prostasiklin. Meningkatnya tromboksan terjadi sebagai kompensasi tubuh terhadap kerusakan sel endotel tersebut. Pre-eklampsia berhubungan dengan adanya vasospasme dan aktivasi sistem koagulasi hemostasis. Perubahan aktifitas tromboksan memegang peranan sentral pada proses ini dimana hal ini sangat berhubungan dengan ketidakseimbangan antara tromboksan dan prostasiklin. Kerusakan endotel vaskuler pada pre-eklampsia menyebabkan penurunan produksi prostasiklin. Peningkatan aktivasi agregasi trombosit dan fibrinolisis

yang kemudian akan diganti oleh thrombin dan plasmin. Thrombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit akan menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga akan terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. 4. Imunologis Beberapa penelitian menyatakan kemungkinan maladaptasi imunologis sebagai patofisiologi dari pre-eklampsia. Pada penderita pre-eklampsia terjadi penurunan proporsi T-helper dibandingkan dengan penderita yang normotensi yang dimulai sejak awal trimester dua. Antibodi yang melawan sel endotel ditemukan pada 50% wanita dengan pre-eklampsia. Maladaptasi sistem imun dapat menyebabkan invasi yang dangkal dari arteri spiralis oleh sel sitotrofoblast endovascular dan disfungsi sel endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF- dan IL-1), enzim proteolitik dan radikal bebas oleh desidua. Sitokin TNF- dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang berhubungan dengan pre-eklampsia. Didalam mitokondria TNF- akan merubah sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas-oksigen yang selanjutnya akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini dihambat oleh antioksidan. Radikal bebas yang dilepaskan oleh sel desidua akan menyebabkan kerusakan sel endotel. Radikal bebas-oksigen akan menyebabkan pembentukan lipid peroksida yang akan membuat radikal bebas lebih toksik dalam merusak sel endotel. Hal ini akan menyebabkan gangguan produksi nitrit oksida oleh endotel vaskuler yang akan mempengaruhi keseimbangan prostasiklin dan tromboksan dimana terjadi peningkatan produksi tromboksan A2 plasenta dan inhibisi produksi prostasiklin dari endotel vaskuler. Akibat dari stress oksidatif akan meningkatkan produksi sel makrofag lipid laten. Aktivasi dari faktor koagulasi mikrovaskuler (trombositopenia) serta peningkatan permeabilitas mikrovaskuler (udem dan proteinuria). Antioksidan merupakan kelompok besar zat yang ditujukan untuk mencegah terjadinya over produksi dan kerusakan yang disebabkan oelh radikal bebas. Telah dikenal beberapa antioksidan yang poten terhadap efek buruk radikal bebas diantaranya vitamnin E, vitamin C dan - caroten. Zat antioksidan ini dapat digunakan untuk melawan kerusakan sel akibat pengaruh radikal bebas pada pre-

eklampsia. Berikut adalah gambaran skematis patofisiologis terjadinya gangguan hipertensi akibat kehamilan.
Penyakit vaskular ibu Gangguan plasentasi Trofoblas berlebih

Faktor genetik, imunlogik atau inflamasi

penurunan perfusi uteroplasenta

Zat vasoaktif: prostaglandin, Nitrit oksida, endotelin

Aktivasi Endotel

zat perusak: sitokin, peroksidase Lemak

Vasospasme

kebocoran kapiler

aktivasi koagulasi

Hipertensi kejang oliguria solusio, iskemia hepar

edema hemokonsentrasi proteinuria

trombositopenia

Gambar 2.1. Skematis patofisiologi pre-eklampsia

2.4 Gejala Klinis Pre-eklampsia - Eklampsia Pasien dengan pre-eklampsia ringan sering timbul tanpa gejala dan hanya terdiagnosa pada saat ibu hamil melakukan antenatalcare teratur. Tanda dan gejala pre-eklampsia ringan adalah: 1. Tekanan darah sistol 140 mmHg 2. Tekanan darah diastole 90 mmHg 3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu 4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif +1 Sedangkan penyakit pre-eklampsia digolongkan berat apabila satu atau lebih tanda dan gejala dibawah ini ditemukan: 1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg atau lebih 2. Proteinuria 2 gram atau lebih dalam 24 jam atau +2 pada pemeriksaan semikuantitatif. 3. Oliguria, urin < 500 ml dalam 24 jam.
10

4. Trombosit < 100.000/mm3, hemolisis mikroangiopatik, SGPT atau SGOT meningkat 5. Keluhan cerebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium. 6. Edema paru - paru Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas tampaknya merupakan akibat nekrosis, iskemia dan edema hepatoselular yang meregangkan kapsul glisson. Nyeri khas ini sering disertai oleh peningkatan enzim hati dalam serum dan merupakan tanda untuk mengakiri kehamilan. Sementara itu trombositopenia adalah ciri memburuknya pre-eklampsia yang disebabkan oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh vasospasme hebat. Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala - gejala preeklampsia. Adapun tanda dan gejala eklampsia yaitu: 1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain 2. Gangguan penglihatan seperti pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara 3. Iritabel, ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya. 4. Nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah 5. Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria) 6. Kejang-kejang atau koma 2.5 tatalaksana pre-eklampsia - eklampsia Tatalaksana pre-eklampsia ringan dapat secara : A. Rawat jalan (ambulatoir) Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) : 1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai keinginannya 2. Makanan dan nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus

11

3. Pemberian Vitamin 4. Tidak perlu pengurangan konsumsi garam 5. Tidak perlu pemberian antihipertensi maupun sedative 6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu B. Rawat inap (hospitalisasi) Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) : 1. Pre-eklampsia ringan dirawat inap apabila mengalami hipertensi yang menetap selama lebih dari 2 minggu, proteinuria yang menetap selama lebih dari 2 minggu, hasil tes laboratorium yang abnormal, adanya satu atau lebih gejala atau tanda pre-eklampsia berat. 2. Pemeriksaan dan monitoring teratur pada ibu : tekanan darah, penimbangan berat badan, dan pengamatan gejala pre-eklampsia berat dan eklampsia seperti nyeri kepala hebat di depan atau belakang kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut bagian kanan atas, nyeri ulu hati. 3. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa evaluasi pertumbuhan dan

perkembangan janin di dalam rahim 4. Pemeriksaan laboratorium a. Proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurangnya diikuti 2 hari setelahnya. b. Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu c. Test fungsi hepar: 2 x seminggu d. Test fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN e. Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap) Pada dasarnya sama dengan terapi rawat jalan. Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda dari pre-eklampsia dan umur kehamilan 37 minggu atau kurang, ibu masih perlu diobservasi selama 2 - 3 hari lalu boleh dipulangkan. 5. Pengelolaan obstetrik Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan. Penderita yang tidak inpartu dengan umur kehamilan < 37 minggu, bila tanda dan gejala tidak

memburuk maka kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm. Pada umur kehamilan 37 minggu maka kehamilan dipertahankan sampai timbul onset

12

partus.

Bila

serviks

matang

pada

tanggal

taksiran

persalinan

dapat

dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Grafik Partograf WHO. Selama dirawat di Rumah Sakit lakukan konsultasi kepada bagian penyakit mata, bagian penyakit jantung dan bagian lain atas indikasi . 2. Pre-eklampsia Berat Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala - gejala preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi : 1.Perawatan konservatif Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pemberian obat-obatan. Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik. Tujuannya adalah untuk Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu. Adapun Perawatan konservatif pada pasien pre eklampsia berat yaitu : 1. Segera masuk rumah sakit 2. Tirah baring 3. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5% 4. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam 5.Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32 - 34 minggu selama 48 jam. 6. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang. Pemberian MgSO4 dibagi : - Loading dose (initial dose) : dosis awal bolus 4g/IV - Maintenance dose : dosis lanjutan 1g/jam dalam 24 jam Syarat pemberian MgSO4: 1. Refleks patella normal 2. Respirasi > 16 menit 3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam

13

4. Tersedia Antidotum Kalsium Glukonat 10% 7. Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami. Pemberian antihipertensi dilakukan bila tekanan sistol 180 atau diastole 110 atau MAP 125. Jenis obat antihipertensi yang dianjurkan yaitu Nifedipin 10-20 mg diulangi setelah 30 menit maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makanan. Tekanan darah diturunkan secara bertahap. Penurunan awal 25% dari tekanan sistolik. Tekanan darah diturunkan mencapai MAP 125. Pemberian Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia dan meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi edema paru, payah jantung kongestif dan udema anasarka. 8. Dilakukan Pemeriksaan dan monitoring setiap hari terhadap gejala klinik sebagai berikut yaitu nyeri kepala, penglihatan kabur, nyeri perut kuadran kanan atas, nyeri epigastrium dan kenaikan berat badan dengan cepat. 9. Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi tiap 2 hari dan pengukuran tekanan darah sesuai standar yang telah ditentukan. 10.Pemeriksaan USG, khususnya pemeriksaan ukuran biometrik janin dan volume air ketuban. Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala atau tanda-tanda pre-eklampsia ringan maka masih dirawat 2 - 3 hari lagi baru diizinkan pulang (diperkirakan lama perawatan 1 - 2 minggu). Adapun cara persalinan yang dianjurkan pada penderita pre-eklampsia berat tanpa tanda impending eklampsia yaitu bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan aterm. Bila penderita inpartu, maka persalinan diutamakan pervaginam, kecuali bila ada indikasi untuk seksio sesaria. 1. Perawatan aktif Perawatan aktif bertujuan untuk terminasi kehamilan. Kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian obat-obatan. Perawatan aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat - obatan, adanya tanda kegagalan

14

pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya "HELLP syndrome" (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet). Adapun indikasi penatalaksanaan aktif adalah sebagai berikut : 1) Indikasi Ibu: a. Kegagalan terapi medikamentosa setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten. b. Adanya tanda dan gejala impending eklampsia c. Gangguan fungsi hepar dan fungsi ginjal d. Dicurigai terjadi solusio placenta e. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan. 2). Indikasi Janin : a. Umur kehamilan 37 minggu b. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG c.Timbulnya oligohidramnion 3) Indikasi Laboratorium : Thrombositopenia progesif yang menjurus ke sindroma HELLP Adapun cara Persalinan yang dipilih sedapat mungkin diarahkan pervaginam. Bila penderita belum inpartu maka dapat dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop 8. Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio sesarea. Indikasi seksio sesarea: 1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam 2. Induksi persalinan gagal 3. Terjadi gawat janin 4. Bila umur kehamilan < 33 minggu Namun bila penderita sudah inpartu maka upaya yang dilakukan yaitu memperpendek kala II. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin. Pada primigravida dengan pre-eklampsia berat direkomendasikan pembedahan sesarea. Anestesia yang dipilih yaitu regional anesthesia atau epidural anestesia. Tidak diajurkan anesthesia umum .
15

Komplikasi yang timbul pada ibu dengan pre-eklampsia berat yaitu syndrom HELLP, gangguan pada sistem saraf pusat (Perdarahan intrakranial, trombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina, makular atau retina detachment hingga kerusakan korteks retina), gangguan gastrointestinal hepatik (Subkapsular hematoma hepar dan ruptur kapsul hepar), gangguan ginjal (gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut), gangguan hematologi (trombositopenia), gangguan kardiopulmoner (edema paru, gagal pernafasan, gagal jantung, iskemia miokardium). Komplikasi yang timbul pada janin yaitu IUGR (pertumbuhan janin terhambat), Solusio plasenta, IUFD (kematian janin intrauterine), Penyulit akibat prematuritas (respiratory distress syndrome, NEC) dan Serebral palsy 3. Eklampsia Adapun tatalaksana eklampsia ialah bertujuan untuk menghentikan dan mencegah kejang, mencegah dan mengatasi penyulit khususnya krisis hipertensi, sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin dan mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin. Penanganan obstetric dasar pada pasien dengan eklampsia yaitu semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Bilamana diakhiri maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu. Pengobatan konservatif sama seperti pengobatan pre-eklampsia berat kecuali bila timbul kejang - kejang lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4). Setelah persalinan dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan biasanya dalam waktu 2 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia. 2.6 Pencegahan pre-eklampsia dan eklampsia Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan manipulasi diet yaitu diet rendah garam (terbukti tidak efektif mencegah gangguan hipertensi), vitamin E dan vitamin C. Selain itu beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik,
16

antihipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan antioksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Tampaknya upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi. Pemeriksaan antenatalcare teratur dan penanganan yang tepat terhadap ibu hamil dapat mengurangi komplikasi yang timbul akibat hipertensi dalam kehamilan. 2.7 prognosis Wanita yang mengalami pre-eklampsia lebih rentan mengalami penyulit hipertensi pada kehamilan berikutnya. Umumnya semakin dini pre-eklampsia didiagnosis saat hamil semakin besar kemungkinan kekambuhannya. Wanita multipara yang mengalami pre-eklampsia berisiko tinggi mengalami kekambuhan pre-eklampsia pada kehamilan berikutnya dibandingkan dengan nulipara yang mengalami pre-eklampsia. Prognosis pasien pre-eklampsia baik jika tidak terjadi eklampsia. Kematian karena pre-eklampsia kurang dari 0,1%. Jika terjadi kejang eklamtik 5 - 7% pasien akan meninggal. Penyebab kematian meliputi perdarahan intrakranial, syok, gagal ginjal, solusio plasenta dan pneumonia aspirasi. Sementara itu kematian perinatal terjadi sebesar 20% akibat kelahiran premature. Kematian perinatal dapat dikurangi hingga < 10% dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat.

17

BAB III KESIMPULAN

Pre-eklampsia merupakan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan walaupun belum jelas bagaimana hal ini terjadi. Penyebab pasti preeklampsia sampai saat ini belum diketahui. Teori yang banyak dikemukakan ialah terjadinya iskemia plasenta. Komplikasi tergantung dari derajat pre-eklampsia atau eklampsia. Adapun yang termasuk komplikasi yaitu atonia uteri. Sindroma HELLP (hemolysis,elevated liver enzimes, low platelet count), ablasia retina, KID, gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian. Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan tersering. Oleh karena itu melalui antenatal care yang terartur diharapkan dapat mencegah perkembangan pre-eklampsia atau setidaknya dapat mendeteksi diagnosa dini sehingga dapat mengurangi angak kejadian kesakitan. Pada tingkat permulaan pre-eklampsia tidak memberikan gejala-gejala yang dapat dirasakan oleh pasien sendiri maka diagnosa dini hanya dapat dibuat dengan antenatal care.

18

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham GF, Gant NF, Leveno KJ. 2006. Gangguan Hipertensi dalam kehamilan Dalam: Obstetri Williams Vol.1 Edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta 2.Rambulangi S and John F. 2003. Penanganan Pendahuluan Prarujukan Penderita Preeklampsia Berat dan Eklampsia. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Makassar. 3. Wibowo., Budiono., Trijatmo R. 2007. Preeklampsia dan Eklampsia Dalam: Ilmu Kebidanan.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta 4. Ralph c, Benson, Martin L. 2006. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Buku kedokteran EGC: Jakarta. 5. Rahajuningsih D, Noroyono W, Hessyani P. 2005. Disfungsi Endotel Pada Preeklampsia. Makara Kesehatan 9(2): 63-69 6. O'Loughlin and Louise Kenny . 2011.The Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia.Clinical Practice Guideline. Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of Physicians of Ireland 7.NICE. 2011.Hypertension in pregnancy: Management of Hypertensive disorders During Pregnancy. Nice clinical guideline. Http://Guidance.nice.org.uk/cg107

19

Anda mungkin juga menyukai