Anda di halaman 1dari 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Balita

2.1.1 Definisi Balita Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai Balita merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai dari satu sampai dengan lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12-59 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah. (Suhardjo, 1992) 2.1.2 Perkembangan dan Pertumbuhan Balita Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Soetjiningsih, pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh), sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. (Soetjiningsih,1997) Menurut Departemen Kesehatan (Depkes), pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besarnya sel seluruh bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur, sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi dari alat tubuh. (Depkes,2001) 2.1.3 Status Gizi pada Balita Pertumbuhan dan perkembangan dari seorang balita dapat dipengaruhi oleh status gizinya. Status gizi balita dapat diukur berdasarkan 2 parameter antropometri yaitu berat badan dan panjang badan/tinggi badan yang kemudian dikelompokkan sesuai standar WHO berdasarkan usia dan jenis kelamin. Tiga indeks yang dipakai adalah berat badan menurut umur (BB/U), panjang atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U) dan

berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Menurut panjang atau tinggi badan menurut umur (PB/ U atau TB/U), balita dapat dikategorikan menjadi pendek ( stunted) dan sangat pendek (severely stunted). Kurus dan sangat kurus adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut panjang atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB). Umur dihitung dalam bulan penuh. Contoh: umur 2 bulan 29 hari dihitung sebagai umur 2 bulan. Ukuran panjang badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan yang diukur telentang. Bila anak umur 0 sampai 24 bulan diukur berdiri, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm. Ukuran tinggi badan (TB) digunakan untuk anak umur diatas 24 bulan yang diukur berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan diukur telentang, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm. (Depkes, 2010) Gizi kurang dan gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah gizi kurang (underweight) dan gizi buruk (severely underweight). (Depkes, 2010) Kurang Energi Protein (KEP) hingga saat ini masih merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Kurang Energi Protein (KEP) sendiri dikelompokkan menjadi dua yaitu gizi kurang (bila berat badan menurut umur di bawah 2 SD), dan gizi buruk (bila berat badan menurut umur di bawah 3 SD). (Depkes, 2010) Pada tahun 2003, diperkirakan 27,5% balita di Indonesia mengalami gangguan gizi kurang, 8,5% diantaranya mengalami gizi buruk. (Istiono, 2009) Pada tahun 1996, WHO menyatakan bahwa prevalensi KEP di Indonesia termasuk tinggi. (King,1996) Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan pada status gizi balita dapat dibagi menjadi penyebab langsung yaitu asupan nutrisi dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak dan penyebab tidak langsung diantaranya ketahanan pangan dalam keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehataan, ketersediaan air bersih serta kesehatan lingkungan. Sumber nutrisi utama untuk balita adalah ASI dan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Penelitian Anwar (2006) mengenai faktor risiko kejadian gizi buruk di Lombok Timur menyimpulkan bahwa gizi buruk di Kabupaten Lombok Timur disebabkan oleh faktor karakteristik keluarga dan pola asuh, diantaranya pendapatan keluarga (berisiko 5,03 kali), tingkat pendidikan ibu (2,32 kali), lama ASI eksklusif (2,57 kali), dan pola makan anak (3,27 kali). (Anwar,2006)

Tabel 2.1 Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks (Depkes, 2010)

Sebuah penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa usia tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap status gizi, begitu pula hubungan terhadap status gizi dengan jenis kelamin. Hasil penelitian lain yang dilakukan di Jawa Tengah menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia pertama pemberian MP-ASI dengan status gizi pada indeks BB/U dan TB/U, terdapat hubungan antara frekuensi pemberian MP-ASI dengan status gizi pada indek BB/U dan TB/U, tidak ada hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan status gizi pada indek BB/U dan terdapat hubungan antara kesuaian MP-ASI dengan umur dengan status gizi pada indek BB/U dan TB/U. (Nutrisiani,2010) Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tempat persalinan (p = 1,000), status pekerjaan (p = 0,537) dan pengetahuan ibu (p =0,091) dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. (Siregar,2011). Berbeda dengan penelitian pada tahun 2009 di Semarang yang menyebutkan bahwa

tempat

ibu

melahirkan

mempengaruhi

motivasi

mereka

untuk

menyusui.

(Margawati,2009) Penelitian yang dilakukan oleh Anggrita di Medan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur ibu menyusui dengan pemberian ASI eksklusif (p=0,371). (Anggrita,2010) Dalam beberapa penelitian lain disebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi dari balita, seperti yang didapatkan oleh Sulendro,Yulita dan Istiono. Perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. (Istiono, 2009) 2.2 Air Susu Ibu 2.2.1 Definisi Air Susu Ibu Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi karena merupakan makanan alamiah yang sempurna, mudah dicerna oleh bayi dan mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi untuk pertumbuhan, kekebalan dan mecegah berbagai penyakit serta untuk kecerdasan bayi, aman dan terjamin kebersihannya karena langsung diberikan kepada bayi agar terhindar dari gangguan pencernaan seperti diare, muntah, dan sebagainya. (Depkes, 2005) Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan dan perkembangannya. (Depkes, 2004b) Hal ini juga tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 yang menetapkan pemberian ASI secara eksklusif bagi bayi di Indonesia sejak bayi lahir sampai dengan bayi berumur 6 bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai. ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. (Depkes, 2004a) Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan pemberian

ASI di Indonesia saat ini masih memprihatinkan, yaitu hanya 15.3% bayi yang diberikan ASI eksklusif. (Depkes, 2010)

2.2.2 Kandungan Air Susu Ibu ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi bayi karena mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan bayi. Komposisi yang terkandung dalam ASI dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Lemak ASI maupun susu sapi mengandung lemak yang cukup tinggi, yaitu sekitar 3,5%. Namun, keduanya memiliki susunan lemak yang berbeda. ASI lebih banyak mengandung lemak rantai panjang yang dibutuhkan oleh sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna karena mengandung enzim lipase, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung asam lemak rantai pendek dan asam lemak jenuh. Selain itu, ASI mengandung asam lemak omega-3, omega-6, dan DHA yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel jaringan otak, serta asam linoleat yang berfungsi untuk memacu perkembangan sel saraf otak bayi. 2. Protein Protein dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi. Namun demikian protein ASI sangat cocok karena unsur protein didalamnya hampir seluruhnya terserap oleh sistem pencernan bayi yaitu protein unsur whey (laktoalbumin, laktoglobulin,dll). Sekitar 80% susu sapi terdiri atas kasein yang sifatnya sangat mudah menggumpal di lambung sehingga sulit untuk dicerna. (Kretchmer, 1997) 3. Karbohidrat Karbohidrat berperan dalam memenuhi kebutuhan energi pada tubuh bayi. Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa yang jumlahnya berubah-ubah setiap hari menurut kebutuhan tumbuh kembang bayi. ASI mengandung laktosa sekitar 70% sedangkan kandungan laktosa dalam susu sapi hanya sekitar 4,4% sehingga ASI terasa lebih manis dibandingkan dengan susu sapi. Kadar laktosa yang tinggi ini mengakibatkan terjadinya pertumbuhan Lactobacillus yang terdapat dalam usus untuk mencegah terjadinya infeksi. (Roesli, 2001)

10

4.

Mineral ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun kadarnya relatif rendah, tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai berumur 6 bulan. Zat besi dan kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan mudah diserap dan jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. Dalam susu sapi kandungan mineral jumlahnya tinggi, tetapi sebagian besar tidak dapat diserap sehingga memperberat kerja usus bayi serta menganggu keseimbangan dalam usus dan meningkatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan sehingga mengakibatkan kontraksi usus bayi tidak normal.

5.

Vitamin Kadar vitamin dalam ASI diperoleh dari asupan makanan ibu yang harus cukup dan seimbang. Kekurangan vitamin tersebut dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan dan dapat menimbulkan penyakit tertentu. (Roesli, 2001)

2.2.3 Manfaat Air Susu Ibu a. Manfaat ASI bagi kelangsungan hidup bayi ASI dibutuhkan oleh sekitar 140 juta bayi yang lahir setiap tahun di dunia ini. ASI merupakan makanan pertama dan utama bagi bayi yang bernilai gizi tinggi, terjangkau dan dapat melindungi bayi dari sindrom kematian bayi mendadak atau SIDS (Sudden Infant Death Syndrome). Kejadian diare dapat terjadi 3 dan 14 kali lebih tinggi pada anak-anak yang diberi susu formula dibandingkan dengan anak yang hanya diberi ASI. Komposisi ASI berubah-ubah setiap saat dan menurut periode laktasi, sementara komposisi susu formula tetap sama. ASI juga dapat memperkuat daya tahan tubuh bayi. Oleh karena itu ASI sekaligus berfungsi sebagai immunisasi pertama bagi anak-anak. Meskipun ASI hanya mengandung sejumlah kecil (0.51 mg/L) besi, namun bayi yang mendapat ASI jarang menderita kekurangan besi karena penyerapan zat besi yang ada dalam ASI paling tinggi dibandingkan zat besi dalam makanan lain. Kolostrum, susu

11

pertama yang dikeluarkan oleh ibu bersalin memenuhi kebutuhan gizi bayi baru lahir. (Lawrence, 1994)

b.

Manfaat ASI bagi ibu Menyusui bayi memberi kenikmatan kepada kedua belah pihak yakni bagi bayi dan bagi Ibu. Beberapa keuntungan bagi ibu yang menyusui yaitu mengurangi risiko terkena kanker payudara dan rahim, anemia & osteoporosis. Menyusui berarti memelihara hubungan emosional ibu dan bayi. Menghemat waktu dan biaya penyiapan makanan bagi bayi. Menyusui eksklusif dapat menjarangkan kelahiran, mengurangi risiko perdarahan pasca melahirkan, mempercepat penyembuhan setelah persalinan. (Depkes, 2005)

c.

Manfaat ASI bagi keluarga Dengan menyusui, pengeluaran untuk makanan bayi relatif sangat kecil, sementara jika memberi makanan buatan kepada bayi dapat menghabiskan sekitar 2090% dari pendapatan keluarga. Biaya untuk membeli 1 kaleng susu formula (saat ini berharga sekitar Rp. 100.000/400 gr yang akan habis dalam waktu 3 hari, maka dalam 1 bulan seorang bayi memerlukan sekitar 8 kaleng x Rp 100.000,00 = Rp 800.000,00Rp 1.000.000,00) bila tidak mendapat ASI dari ibunya. Hal ini jelas sangat memengaruhi pengeluaran keluarga sehari-hari. (Roesli, 2001)

d.

Manfaat ASI bagi masyarakat Menyusui/memberi ASI kepada bayi sangat penting untuk mengatasi masalah kelaparan. Pada kebanyakan masyarakat, banyak keluarga dan individu tidak mempunyai makanan yang cukup, oleh karena itu sering menderita kelaparan. Dengan menyusui dapat memberi jaminan pangan yang sangat penting bagi keluarga yang mengalami kekurangan pangan dalam situasi darurat. (Roesli,2001)

e.

Manfaat ASI bagi lingkungan Dengan menyusui, masalah polusi dan sampah dapat dikurangi. Menyusui tidak membutuhkan lahan, air, metal, plastik dan minyak yang semuanya dapat

12

merusak lingkungan, Dengan demikian, menyusui dapat melindungi lingkungan hidup. (Nutrisiani, 2010)

2.2.4 Inisiasi Menyusu Dini Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah memberikan kesempatan kepada bayi untuk mulai (inisiasi) menyusu sendiri segera setelah lahir (dini) dengan meletakkan bayi menempel di dada atau perut ibu, kemudian bayi dibiarkan merayap mencari putting dan menyusu sampai puas. Proses ini berlangsung minimal satu jam pertama sejak bayi lahir. IMD sangat penting bagi bayi karena pada saat itulah bayi bisa mendapatkan kolostrum yaitu jenis susu yang diproduksi pada tahap akhir kehamilan dan pada hari- hari awal setelah melahirkan, berwarna kekuningan dan kental. Meski jumlahnya tidak banyak, kolostrum memiliki konsentrasi gizi dan imunitas yang tinggi. kolostrum juga mengandung sedikit efek pencahar untuk menyiapkan dan membersihkan sistem pencernaan bayi dari mekonium, yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama immunoglobulin A (IgA) yang melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare. Selain itu, kolostrum juga mengurangi konsentrasi bilirubin (yang menyebabkan bayi kuning) serta membantu pembentukan bakteri yang baik untuk pencernaan. (Lawrence, 1994)

2.3

Makanan Pendamping ASI

2.3.2 Definisi Makanan Pendamping ASI MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. (Depkes, 2005) Semakin meningkat umur bayi atau anak, kebutuhan akan zat gizi semakin bertambah karena proses tumbuh kembang, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi. Pada usia 6-12 bulan, ASI hanya menyediakan 1/2 atau lebih kebutuhan gizi bayi, dan pada usia 12-24 bulan ASI menyediakan 1/3 dari kebutuhan gizinya sehingga MP-ASI harus segera diberikan mulai bayi berusia 6 bulan. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan

13

pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi atau anak. Pemberian MP-ASI yang cukup dalam kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini. Pemberian makanan setelah bayi berusia 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan imunitas bayi > 6 bulan sudah lebih sempurna dibandingkan umur bayi < 6 bulan. Pemberian MP-ASI dini sama saja dengan membuka gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit. Hasil riset menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum berumur 6 bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek, dan panas dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif. 2.3.1 Jenis-jenis Makanan Pendamping ASI Jenis makanan pendamping ASI (MP-ASI) baik tekstur, frekuensi, dan porsi makan harus disesuaikan dengan tahap perkembangan dan pertumbuhan bayi dan anak usia 624 bulan. Kebutuhan energi dari makanan adalah sekitar 200 kkal per hari untuk bayi usia 6-8 bulan, 300 kkal per hari untuk bayi usia 9-12 bulan, dan 550 kkal per hari untuk anak usia 12-23 bulan MP-ASI dapat dibuat sendiri dari bahan makanan lokal yang tersedia maupun dalam bentuk kemasan kaleng, botol dan berbagai jenis produk kemasan lainnya. (Setiawan, 2009) Setelah usia 6 bulan, ASI hanya memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan gizi bayi. Sehingga bayi mulai membutuhkan MP-ASI. Pemberian makanan padat pertama ini harus memperhatikan kesiapan bayi, antara lain keterampilan motorik, keterampilan mengecap dan mengunyah serta penerimaan terhadap rasa dan bau. Untuk itu, pemberian makanan pada pertama perlu dilakukan secara bertahap. Misalnya, untuk melatih indera pengecapnya, berikan bubur susu satu rasa dahulu, baru kemudian dicoba dengan multirasa. (Setiawan, 2009) MP-ASI pertama sebaiknya adalah golongan beras dan serealia, karena berdaya alergi rendah. Secara berangsur-angsur diperkenalkan sayuran yang dikukus dan dihaluskan, kecuali pisang dan alpukat matang dan yang harus diingat adalah jangan berikan buah atau sayuran mentah. Setelah bayi dapat menerima beras atau sereal, sayur dan buah dengan baik, berikan sumber protein (tahu, tempe, daging ayam, dan daging

14

sapi) yang dikukus dan dihaluskan. Setelah bayi mampu mengoordinasikan lidahnya dengan lebih baik, secara bertahap bubur dibuat lebih kental dengan mengurangi campuran air, kemudian menjadi lebih kasar (disaring kemudian cincang halus), lalu menjadi kasar (cincang kasar) dan akhirnya bayi siap menerima makanan padat yang dikonsumsi keluarga. Penyapihan juga harus dilakukan secara bertahap, tidak dilakukan secara tiba-tiba dengan mengurangi frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit. (Utomo, 2000) 2.3.2 Waktu Pemberian Makanan Pendamping ASI Pemberian MP-ASI sudah dapat dimulai pada saat bayi berumur 6 bulan. Pemberian MP-ASI sesuai jenis dan umur balita dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2 Pemberian berbagai jenis MP-ASI sesuai umur. (Suhardjo, 1992) Umur (bulan) 0-6 ASI eksklusif 6-8 8-12 12-24 > 24 Ditambah susu ASI Makanan Lumat Makanan Lembik Makanan Keluarga

Tabel 2.3 Frekuensi pemberian MP-ASI dalam tiap tingkatan umur (Suhardjo,1992) Umur (bulan) 6-8 Frekuensi Jumlah bertahap mulai mangkuk 2/3

3x makanan lumat + Secara ASI ditingkatkan dari

ukuran 250 ml tiap kali makan

15

8-12

3x makanan lembik + mangkuk ukuran 2x makanan selingan 250 ml + ASI

12-24

3x makanan keluarga Semangkuk + 2x makanan ukuran 250 ml selingan + ASI

penuh

2.3.3 Risiko Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini Pemberian MP-ASI secara dini dapat mengakibatkan undernutrition pada bayi yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi. Sebanyak 8,49% neonatal meninggal karena gejala penyumbatan saluran pencernaan dan 23,07% meninggal karena diare setelah diberi pisang. MP-ASI dini dan makanan pralaktal meningkatkan risiko diare dan infeksi ISPA pada bayi. Dengan terjadinya infeksi, tubuh akan mengalami demam sehingga kebutuhan zat gizi dan energi semakin meningkat sedangkan asupan makanan akan menurun yang akhirnya akan berdampak pada penurunan daya tahan tubuh. Dengan pemberian MP-ASI dini maka konsumsi energi dan zat gizi dari ASI akan menurun sehingga berdampak pada kegagalan pertumbuhan bayi dan anak. Zat besi dalam susu formula tidak diserap sebaik dalam ASI. Pemberian MP-ASI yang terlalu dini mengganggu penyerapan zat besi dalam ASI.(Suyatno, 2000) Pada bayi < 6 bulan beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, amilase belum diproduksi secara sempurna. Sel- sel di sekitar usus belum siap menerima kandungan dalam makanan, sehingga makanan yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi. Bahkan pada beberapa kasus ekstrim, pemberian MP-ASI dini dapat menyebabkan penyumbatan saluran cerna sehingga harus dilakukan pembedahan. (Setiawan, 2009)

Anda mungkin juga menyukai