Anda di halaman 1dari 9

SIROSIS HEPATIS 1.

1 Definisi Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati yang diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Sirosis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif ditandai dengan distorsi dari struktur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. 1.2 Epidemiologi Lebih dari 40 % sirosis hati asimtomatik, sering ditemukan pada pemeriksaan rutin kesehatan atau pada otopsi. Insiden sirosis hati di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada , hanya ada laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat dibagian penyakit dalam dalam kurun waktu 1 tahun(2004). Dimedan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di bagian penyakit dalam. Penderita sirosis hepatis lebih banyak ditemukan pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan sekitar 1,6 : 1, dengan umur ratarata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun. 1.3 Klasifikasi Berdasarkan morfologi Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu: 1. Mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) 2. Makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) 3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikronodular dan makronodular) Secara etiologis terdapat tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus, yaitu: 1. Sirosis alkoholik (sirosis Laennec / sirosis gizi) 2. Sirosis hepatis postnekrotik 3. Sirosis biliaris Secara fungsional, sirosis hepatis terbagi atas: 1. Sirosis hepatis kompensata

Sering juga disebut dengan sirosis hepatis laten. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. 2. Sirosis hepatis dekompensata Dikenal dengan sirosis hepatis hepatis aktif., dan pada stadium ini gejala-gejala sudah jelas. Lima dari tujuh diagnosis sirosis hepatia dekompensata (kriteria Suharyono Soebandini) : spider nevi eritema palmaris kolateral vena ascites splenomegali invers albumin (kadar albumin menurun) hematemesis/melena

1.4 Etiologi Di negara barat sirosis hepatis sering diakibatkan oleh alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B mengakibatkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui (non B-non C). Sebab-sebab sirosis dan/atau penyakit hati kronik : 1. Penyakit infeksi Bruselosis Ekinokokus Skistosomiasis Toksoplasmosis Hepatitis virus Defisiensi alpha 1 antitripsin Sindrom fanconi Galaktosemia Penyakit Gaucher Penyakit simpanan glikogen

2. Penyakit keturunana dan metabolik

Hemokromatosis Intoleransi glukosa herediter Penyakit Wilson Alkohol Amiodaron Arsenik Obstruksi bilier Penyakit perlemakan hati non alkoholik Sirosis bilier primer Kolangitis sklerosis primer Penyakit usus inflamasi kronis Fibrosis kistik Pintas jejunoileal Sarkoidosis

3. Obat dan toksin

4. Penyebab lain atau tidak terbukti

1.6. Patogenesis Sirosis Laenec Disebut juga sirosis sirosis alkoholik, portal atau sirosis gizi. Hal ini dihubungkam dengan penggunaan alkohol. Dan merupakan 50% atau lebih dari seluruh kasus. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara gradual di dalam sel-sel hati (penumpukan lemak). Para pakar umumnya setuju bahwa minuman beralkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak menunjukan adanya sejumlah gangguan metabolik, termasuk pembentukan trigliserida secara berlebihan, pemakaiannya yang berkurang dalam pembentukan lipoprotein, dan penurunaan oksidasi asam lemak. Sebab kerusakan hati diduga merupakan efek langsung alikohol terhadap sel-sel hati, yang diperberat oleh keadaan malnutrisi. Secara makroskopis, hati membesar, rapuh, dan tampak berlemak dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak yang banyak tersebut. Pada kasus sirosis laenec yang sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada pinggir-pinggir lobulus, membagi parenkim menjadi

nodula-nodula halus. Dapat membesar akibat aktifitas regenerasi sebagai usaha hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang sarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Keadaan ini disebut sirosi nodular halus. Hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada akhir stadium sirosis,akibat hipertensi portal dan gagal hati. Sirosis postnekrotik Sirosis postnekrotik terjadi menyusul nekrosis berbercak pada jaringan hati, menimbulkan nodula-nodula degeneratif besar dan kecil yang dikelilingi dan dipisahpisahkan oleh jaringan parut, berselang-seling dengan jaringan dengan jaringan parenkim hati normal. Banyaknya pasien dengan hasil tes HbsAg positif menunjukkan bahwa hepatitis kronik aktif agaknya merupakan peristiwa yang besar peranannya. Ciri yang agak aneh dari sirosis postnekrotik adalah bahwa tampaknya merupakan predisposisi terhadap neoplasma hati primer (hepatoma). Sirosis biliaris Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebab yang paling umum adalah obstruksi biliaris posthepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dengan akibat kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus namun jarang memotong lobulus. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Sumbat empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler dan duktulus empedu, dan sel-sel hati seringkali mengandung pigmen hijau. Saluran empedu ekstrahepatik tidak ikut terlibat. Komplikasi hipertensi portal jarang terjadi. 1.7 Manifestasi Klinis Gejala awal sirosis dekompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang , perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun. Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas.

Bila sudah lanjut ke dekompensata, manifestasi utama dan lanjut dari sirosis merupakan akibat dari dua tipe gangguan fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal Manifestasi gagal hepatoseluler adalah: Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat hiperbilirubinemia, bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/ dl tidak terlihat. Spider telangiektasis, suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Eritema palmaris , warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Fetor hepatikum akibat peningkatan konsentrasi dmetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ginekomastia, atrofi testis yang mengakibatkan impotensi dan infertil, hilangnya rambut badan. Gangguan hematologik: anemia, leukopenia, trombositopenia. Gangguan pembekuan darah: perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid. Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan hipo albuminemia Sirkulasi kolateral: vena superfisial dinding abdomen ( caput medusae) dan varises esofagus, hemoroid interna Splenomegali, sering ditemukan terutama pada sirosis non alkoholik Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba hati teraba keras dan noduler. Hal lain yang dapat ditemukan yaitu, jari tabuh, perubahan kuku kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku.Gangguan tidur dan demam yang tidak terlalu tinggi. Gangguan mental berupa mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung agitasi sampai koma. Gambaran laboratoris yang dapat ditemukan: Peninggian serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT). Alkali fosfatase meningkat 2-3 kali batas normal. Manifestasi hipertensi portal adalah:

Gamma Glukonil Transpeptidase (Gamma GT) konsentrasinya sama dengan alkali fosfatase pada penyakit hati. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, meningkat pada stadium lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi dijaringan hati, konsentrasi menurun perburukan sirosis Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis Prothrombin time memanjang mencerminkan sintesis hati. Natrium serum menurun pada sirosis dengan asites Kelainan hematologi anemia Seromarker hepatitis Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu: USG, biopsi hati, derajat tingkatan disfungsi sesuai

endoskopi saluran cerna atas, analisis cairan asites, barium meal. 1.8 Diagnosis Penegakan diagnosis sirosis hepatis terdiri dari pemeriksaan fisik, laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu perlu dilakukan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. 1.9. Diagnosis Banding Hepatitis kronis aktif 1.10 Penatalaksanaan Prinsip penatalaksamaan sirosis hepatis dipengaruhi etiologi sirosis. Tujuan terapi mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Umum: Bed rest sampai gejala membaik Diet rendah protein ( diet hati III: protein 1g/kgBB, 2000-3000kkal) Jika ada asites diberikan diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1000-2000 mg)

Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, diberikan diet hati I Untuk memberikan terapi terhadap penderita sirosis perlu di tinjau apakah

sudah ada hipertensi portal dan kegagalan faal hati atau belum. a. Sirosis tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi portal perlu diberikan

diet tinggi protein dan kalori. Lemak tidak perlu dibatasi. Disamping itu perlu diberikan vitamin; B12, essensial phosfolipid (EPL), cursil dan obat yang mengandung protein tinggi seperti superton. Hindari minuman beralkohol, zat hepatotoksik, dan makanan yang disimpan lama diudara terbuka lebih dari 24 jam. b. Sirosis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Aktifitas fisik dibatasi, dianjukan untuk istirahat ditempat tidur lebih kurang setengah hari setiap harinya, terutama yang sudah dengan asites. - Diet Bila tidak ada tanda-tanda koma hepatikum diberikan diet 1500-2000 kal dengan protein sekurang-kurangnya 1 gr/kgBB/hr. Perlu juga diberikan roboransia. Makanan dan minuman yang mengandung alkohol dihentikan secara mutlak. Makan minuman yang segar. Hindari makanan yang lebih dari 24 jam di udara bebas. Menurut Gabuzzda (1970) pada penderita asites dan edema sedikit dapat hilang dengan diet kaya protein (1-2 gr/ kgBB/hr), miskin Na (200-500 mg Na/hr), istirahat saja dan pembatasan cairan 1-1,5 l/ hr. - Diuretik Bila selama 4 hari dengan pengobatan dietetik ternyata tidak ada respons, atau penurunan berat badan kurang dari 1 kg, maka perlu diberikan diuretik. Diuretik tidak diberikan jika kadar bilirubin serum dan kreatinin serum meninggi, sebab akan memperburuk fungsi hati dan ginjal. Langkah pertama diuretik yang diberikan ialah spironolacton (aldacton), karena merupakan antagonis dan aldosteron, dan bekerja mengahambat reabsorbsi natrium dan klorid, serta juga menambah ekskresi kalsium. Kerjanya di tubuli distal ginjal. Sebaai pengganti spironolacton dapat

- Istirahat

dipakai triamterene atau amiloride yang mempunyai fungsi sama, yaitu bekerja ditubuli distal dan tidak mengeluarkan K. pemberian spironolacton dimulai dengan dosis rendah mis 25 mg/hr, bila selama 3hr tidak ada respons baru dosis ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai memperoleh respons yang cukup. Spironolacton biasa dipakai bersama-sama diuretik lain misalnya dengan furosamid dengan maksud untuk menambah efek diuresis dengan resiko pengeluaran K kurang. Cara ini baru dilakukan jika spironolacton dengan dosis tinggi tidak efektif merespon diuresis. Pengawasan yang ketat terhadap kadar bikarbonat dan K. Kontraindikasi dari pemberian diuretik ialah: perdarahan gastrointestinal, penderita dengan muntah-muntah atau diare, prekoma atau koma hepatikum: Sebagai akibat pemberian diuretik akan timbul: Hipokalemi; maka pemberian diutretik dihentikan, dan diberikan penambahan KCl. Hiponatremi; diatasi dengan pemberian cairan yang dibatasi 500 cc/hr atau pemberian 2 L manitol 20% intravena bekerja sebagai diuretik osmotik. Alkalosis hipokloremik; karena kehilangan Na dan Cl, dan dapat dibatasi dengan pemberian klorida. Koma hepatikum sekunder; karena hipokalemi, kehilangan cairan. Bila terlihat tanda-tanda prekoma atau koma sebaiknya pemberian diuretik dihentikan. - Obat-obatan Prednison hanya diberikan pada penderita yang diduga dengan posthepatik sirosis, hepatitis aktif kronis dimana masih terdapat ikterus, gama globulin dan transaminase yang masih meninggi. c. Peritoneo-venous shunt Le veen dkk (1974,1976) melakukan operasi kecil peritoneous shunt untuk mengurangi cairan asites secara teratur dan memasukkan melalui suatu pipa yang diberi katub, sehingga memberikan satu arah kedalam vena jugularis pada penderita dengan asites yang tidak berhasil diobati dengan diuretik. Hasilnya 76,5% pasien dapat dihilangkan asitesnya, bahkan kadar serum

protein dan ratio albumin-globulin kembali normal, hal ini disebabkan karena kadar protein yang ada didalam cairan asites dialirkan kembali ke tubuh penderita. Juga kadar ureum yang tinggi kembali normal. d. Parasintesis Menurut Conn (1982) dan sherlock (1989) dikenal 2 tujuan parasintesis: Diagnostik : tujuan untuk mengevaluasi cairan asites, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap jumlah sel dan hitung jenis, protein, macam mikroorganisme Terapi : untuk mengeluarkan cairan asites yang sangat banyak sehingga dapat menggangu pernapasan penderita. Biasanya pengeluran cairan di batasi 2 L. Bila terlalu sering dilakukan akan menimbulkan komplikasi yaitu infeksi luka bekas parasintesis, kebocoran cairan asites pada luka bekas tusukan, hiponatremi, koma hepatikum karena gangguan keseimbangan elektrolit, kehilangan protein tubuh, gangguan faal ginjal, perdarahan, perforasi usus.

Anda mungkin juga menyukai