Anda di halaman 1dari 2

Dipenghujung berakhirnya kekuasaan Kolonial Belanda di Indonesia (d/h Hindia Belanda) dan akan tibanya penguasa Jepang, Hatta

dab Sjahrir sedang diasingkan di pulau Banda. Tiba-tiba saja mereka dipindahkan ke Jawa. Soekarno, Hatta, dan Shajrir adalah tokoh perintis kemerdekaan Republik Indonesia sebelum perang. Sjahrir lebih dahulu mengenal Soekarno di Bandung sebelum berangkat ke Belanda. Dengan Hatta, Sjahrir justru bersahabat terutama berkaitan dengan kepengurusan Perhimpunan Indonesia. Banyak yang bilang kalau Hatta adalah mentor Sjahrir. Itulah sebabnya Sjarir bersedia diminta pulang ke Indonesia lebih dahulu untuk memimpin PNI Baru. Selama jaman Jepang keduanya menetap di Sukabumi, tidak jelas adanya pernyataan resmi dari pemerintah balatentara Jepang kalau mereka sudah tidak berstatus tahanan lagi. Tapi kenyataannya mereka adalah orang-orang bebas, meskipun tetap diawasi. Hatta bersedia bekerja sama dengan pemerintah, demikian pula Soekarno sekembalinya dari Sumatera. Tapi Sjahrir menolak bekerja sama dengan pemerintah. Selama tahun 1943-45 kerjanya dibawah tanah. Yang dimaksud dibawah tanah bukan melakukan perlawanan bersenjata, tapi melakukan kegiatan ilegal terselubung, seperti mendengarkan radio gelap (radio resmi disegel gelombangnya) kemudian juga berhubungan dengan sejumlah orang-orang beraliran kiri termasuk kaum Indo serta beberapa eks. KNIL. Tapi dengan orang-orang anti fasis ini hubungan Sjahrir tidak lama, karena mereka kemudian semua masuk penjara. Sjahrir juga melakukan pembinaan generasi muda. Generasi muda ini lebih banyak merupakan eks. binaan Amir Sjarifudin sebelum Jepang masuk, yang kemudian kita ketahui Amir ditangkap dan dipenjarakan. Penyebab tertangkapnya Amir Sjarifudin adalah ketahuan memiliki kegiatan untuk melawan fasis. Prinsip Sjahrir rupanya tidak berubah. Dia sosialis, anti fasis, namun bercita-cita untuk kemerdekaan. Ketika Soekarno-Hatta akan berangkat ke Dalat, Sjahrir menemui Hatta dan menjelaskan, seyogyanya Republik Indonesia yang akan merdeka itu tidak memiliki hubungan dengan pemerintahan balatentara Jepang. Menurut Sjahrir, Hatta sependapat, dia juga memberitahu perkembangan posisi Jepang di dunia internasional, bahwa pemerintah Jepang sudah minta damai, konsep Sjahrir adalah segera Proklamasi dibacakan oleh Soekarno-Hatta tanpa perlu melibatkan PPKI (dianggap Sjahrir alat Jepang semata). Tapi ketika Hatta kembali dari perjalanan tanggal 14 Agustus 1945, Hatta memutuskan untuk membicarakannya lebih dahulu dengan Soekarno. Soekarno menolak Proklamasi karena belum pasti kalau Jepang sudah minta damai, Soekarno-Hatta memutuskan, akan mencari informasi pada tanggal 15 Agustus 19945 ke kantor Gunsekanbu. Rupanya tanggal 15 Agustus 1945, merupakan hari berakhirnya kekuasaan Jepang di Indonesia, karena Tenno Haika sudah menyatakan menerima deklarasi Postdam. Soekarno-Hatta tidak berhasil mengorek berita dari seorang Jepang, keduanya didampingi Soebardjo, mereka pergi menemui Maeda. Ada sedikit informasi kalau di Jepang ada kebijaksanaan baru. Ketika Soekarno-Hatta kembali dan Sjahrir menemuinya, sekali lagi Soekarno menolak membacakan Proklamasi atas nama bangsa

Indonesia. Kali ini pertimbangannya menurut Hatta, semua itu harus lebih dahulu dibicarakan dalam sidang PPKI yang semua anggotanya kini sudah ada di Jakarta. Bukankah PPKI merupakan representasi daerah? PERISTWA-2 DISEKITAR PROKLAMASI. Sjahrir kecewa dan khawatir kalau telinga Kem Pei Thai sudah mendengar apa yang dipersiapkannya kalau saja Soekarno-Hatta bersedia membacakan Proklamasi yang telah dipersiapkannya. Apa rencana Sjahrir ?. Pertama. Mengadakan pengumpulan massa dan massa akan berdemonstrasi, kalau perlu secara Revolusioner. Yang kedua. Keadaan harus dibuat sedemikian rupa sehingga pemerintahan diambil alih secara mulus. Artinya administrasi tidak boleh terganggu. Tidak boleh ada chaos. Para pegawai Jepang yang orang Indonesia harus diajak berpihak pada Republik Indonesia dan harus mampu menjalankan sistem pemerintahan dengan baik. Hanya para pemimpinnya yang Jepang yang ditangkap. Tentu saja tentara Jepang akan dilucuti lebih dahulu yang nantinya akan diserahkan pada pihak sekutu. Tapi semua itu menjadi sirna karena Soekarno-Hatta bersikukuh untuk selekasnya mengadakan sidang PPKI. Direncanakan tanggal 16 Agustus 1945 pagi hari. Sementara para pemuda yang terdiri dari beberapa aliran, bersatu dan menganggap bahwa kemerdekaan sudah tidak mungkin ditunda lagi. Mereka setelah mengadakan rapat lagi pada malam tanggal 15 Agustus 1945 disebuah tempat dibelakang laboratorium bakteriologi jalan Pegangsaan Jakarta, memutuskan untuk mendatangi Soekarno. Ketika utusan mereka malam itu bersitegang dengan Soekarno-Hatta, semuanya berakhir dengan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Dasar darah muda, menjelang subuh dengan dukungan sejumlah anggota militer dari Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), SoekarnoHatta diculik ke Rengasdengklok. Sjahrir mendengar semua itu dari kadernya, Soebadio Sastrosatomo. Dia kecewa karena menganggap bukan begitu seharusnya Revolusi diwujudkan. Sjahrir berkata "Bagaimana memproklamasikan kemerdekaan atas dasar paksaan" (Soebadio Sastrosatomo, Pejuang Revolusi). Sjahrir menolak untuk terlibat lagi dan menganggap kelompok ketiga sudah ikut bermain. Menjelang pagi rombongan tiba di Rengasdengklok dan Soekarno-Hatta, Fatmawati dan Guntur diantar Shodanco Singgih dan Soekarni untuk dipertemukan dengan pimpinan kompi PETA Rengasdengklok Chudanco Soebeno

Anda mungkin juga menyukai