Anda di halaman 1dari 26

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA


ETODOLOGI 2.1 PENYEBAB TERJADINYA BANJIR

2-1

Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab banjir, misalnya, curah hujan yang tinggi, kapasitas alur sungai yang tidak mencukupi, adanya endapan sedimen (delta) di muara sungai, atau karena daerah banjir yang memang merupakan daerah dataran rendah, dan lain lain. Untuk mengatasi permasalahan banjir yang sesungguhnya perlu diketahui secara pasti faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir. Dengan demikian, upaya pengendalian banjir pada suatu wilayah bisa berbeda dengan wilayah yang lain.

Beberapa penyebab utama terjadinya banjir antara lain adalah: 1. Pendangkalan/Agradasi Dasar Sungai (Sedimentasi) Hampir semua sungai di Jawa membawa sedimen dalam jumlah yang banyak dari hulunya dan mengikis lahan di DAS-nya sampai ke muara. Di daerah muara, kemiringan dasar sungai menjadi relatif datar akibat endapan pasir dan material-material yang lain, sehingga kapasitas tampungan sungainya menjadi berkurang. Di penambangan pasir di sungai-sangat besar sehingga di beberapa tempat degradasi dasar sungai banyak di jumpai. Namun di sisi lain, permasalahan sedimentasi juga banyak terjadi, terutama pada sungai-sungai di bagian hilir. 2. Meluapnya Aliran Sungai melalui Tanggul Di daerah pantai/muara, meluapnya air sungai dari tanggul yang ada sering terjadi selama musim penghujan. Meluapnya aliran sungai ini mengakibatkan tergenanginya daerah-daerah yang relatif datar dan lahan-lahan pertanian di sekitarnya. Penyebab meluapnya aliran sungai ini sangat banyak, tetapi yang paling besar kontribusinya adalah sebagai berikut ini:

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

kemiringan sungai yang relatif datar. adanya sedimentasi/pendangkalan sungai, bertambahnya debit sungai dan material sedimen yang terbawa akibat terjadinya perubahan kondisi di hilir.

2-2

Tanggul-tanggul yang telah dibangun di sebagian besar sungai tidak cukup tinggi untuk menampung debit banjir yang terjadi. Selain itu kondisi tanggul yang buruk karena tidak memadainya pemeliharaan tanggul yang dilakukan. Tanggul-tanggul sungai di hulu memang dapat mengurangi banjir-banjir yang terjadi di daerah hulu, akan tetapi, di sisi lain justru dapat menyebabkan bertambahnya luasnya area yang terkena banjir di daerah hilir. 3. Kondisi Saluran Drainase yang Kurang Baik Beberapa permasalahan yang menjadi penyebab drainase yang tidak lancar sebagai berikut ini: tidak berfungsinya pintu-pintu air sebagaimana mestinya, kapasitas tampungan yang tidak memadai dari saluran drainase dan sungai-sungai. Beberapa dari sungai-sungai digunakan untuk lahan pertanian, lahan pertanian produktif selalu berada di depresion area di titik terendah dari dataran pantai (tidak terlalu jauh dari muara), lokasi ini umumnya terendam banjir selama terjadi hujan lokal dan tingginya muka air selama musim hujan. 4. Efek dari Backwater pada Daerah-Daerah Penyempitan dan Elevasi Hilir Sungai yang Lebih Tinggi Penyempitan pada sungai bisa disebabkan oleh tertutupnya muara sungai pada awal musim hujan dan karena penyempitan pada jembatan dan bangunan-bangunan struktur lainnya. Penyempitan ini bisa menyebabkan banjir di hulu karena dampak dari backwater. Backwater juga bisa terjadi pada pertemuan antara anak sungai dan sungai utamanya. Naiknya muka air dapat menyebabkan meluapnya aliran sungai dan menggenangi lahan pertanian disekitarnya. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa akibat dari

backwater dapat memperpanjang besarnya jarak penyempitan di hulu.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

Misalkan, penutupan muara sungai dapat memperpanjang aliran di beberapa anak sungai di daerah dataran banjir. 5. Kurang Berfungsinya Pintu Pengendali Banjir pada Sungai Pintu air sangat sering tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya karena tertutup oleh tanaman atau endapan pasir. Masalah ini lebih sering terjadi pada pintu air otomatis, karena operasionalnya secara otomatis maka pengamatan/pemeliharaan di lapangan jarang dilakukan. Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Propinsi Banten disajikan dalam Tabel 2.1. Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta disajikan dalam Tabel 2.2. Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Jawa Barat disajikan dalam Tabel 2.3. Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Propinsi Jawa Tengah disajikan dalam Tabel 2.4. Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Daerah Istimewa Yogyakarta disajikan dalam Tabel 2.5. Tabulasi data peta sebaran lokasi rawan banjir untuk Propinsi Jawa Timur disajikan dalam Tabel 2.6.

2-3

Tabel 2. 1 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir untuk Propinsi Banten

No 1 2 3 4 5

Lokasi S. Cilegon S. Ciujung S. Cidurian S. Cibungur S. Ciliman

Dampak Nasional Nasional Nasional Lokal Lokal

Luas (Ha) 11.000 982 12.000 3.966

Genangan Tinggi (m) 3,00 1,00 3,00 3,00

Lama (jam) 12 16 12 24

Sumber: Pekerjaan Umum (1998).

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

Tabel 2. 2 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jakarta

2-4

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Lokasi Kapuk Muara Kp. Jawa Tanah Sareal Krendang Muara Karang; Pluit Barat Bandengan Teluk Gong / Kmp Gusti Jembatan Tiga Bimoli Jemb Merah; Gn Sahari Keb. Jeruk Kota Jl. Lodan Rel KA Pademangan Barat Jl Angkasa Kemayoran Kp. Warakas; Tg Priuk Kb. Bawang Jl. Mengkudu Semper Rawa Badak Kp. Malang Plumpang Kp. Dewa Ruci Cilincing Semper SD Dewa Kembar Koja Kp. S Bambu PT Gaya Motor Pulo Besar Sunter Jl. D Sunter Podomoro Sunter (Blk. Honda) Bendungan Jago I Ht. Kelapa Gading Jl Perintis Kemerdekaan Palad Pulo Gadung Pulo Gadung (TL) Pompa Pulo Mas KODAM Sumur Batu Kaw. Industri Pulogadung Harapan Jaya/Jl. Suprapto Utan Kayu Cipinang Elok Cipinang Pulo/Prumpung Kb. Nanas By Pass Kebon Pala Halim Kp. Bina Lindung Pd.

Dampak Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional

Genangan Tinggi Luas (Ha) (m) 65,00 0,80 29,30 0,38 93,00 0,65 165,00 85,30 111,30 183,00 28,30 61,00 185,00 129,00 14,30 58,30 100,00 144,00 126,00 136,00 87,00 118,00 256,30 38,30 32,00 13,00 8,30 76,00 34,00 75,00 13,63 136,30 226,00 18,00 22,00 21,00 17,00 31,00 43,30 10,00 0,79 0,47 1,60 0,45 0,27 0,30 0,95 0,70 0,30 0,67 0,85 0,90 0,76 1,10 0,40 4,00 0,25 0,35 0,23 0,30 0,30 1,00 1,66 4,00 1,05 1,05 0,79 0,40 0,00 0,80 4,00 0,90 7,25 0,40

Lama (jam) 144 24 24 144 144 144 72 24 24 144 144 48 144 72 144 144 72 72 144 48 48 72 48 48 24 24 24 48 48 24 48 0 48 48 24 48 72

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

No

Lokasi Gede Kp. Makasar Cipinang Rambutan Kampung Melayu S. Ciliwung Kalibata Pondok Karya/Kpl. Polri Jagakarsa Lt. Agung Depdagri Hang Lekir Tarakanita/Pulo Raya Kpl. Bank Prapanca Kepa Duri; Batu Sari Antilop Maju Kembangan Jl. Semeru Grogot Pos Pengomben Sarinah Thamrin Bendungan Hilir Petamburan; Pd. Bandung Pal Merah Gang Sentiong Cipulir IKPN Bintaro Pademangan Timur Tomang Barat Cengkareng Mookervat Gn. Macan Tmn Batu Stasiun Duri Rawa Buaya Jembatan Genit Jl. Tanah Abang I

Dampak

Luas (Ha) 22,00 10,00 162,00 22,00 14,00 6,30 45,00 34,30 15,00 130,60 70,60 38,30 31,00 58,00 45,00 73,00 35,00 20,00 55,00 13,00 128,30 260,00 62,60 17,00 23,30 131,00 189,00 26,00

Genangan Tinggi (m) 1,00 1,00 3,82 2,80 2,07 0,50 0,35 0,54 0,73 0,86 0,70 0,88 0,65 0,38 0,35 0,32 1,81 0,40 0,90 4,75 0,45 0,34 0,81 0,50 0,30 0,45 0,73 0,69

Lama (jam) 72 72 48 24 72 24 24 72 72 48 24 48 24 24 24 24 48 24 48 144 144 48 144 48 24 48 144 24

2-5

41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69

Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional

Sumber: Pekerjaan Umum (1998).

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

Tabel 2. 3 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Barat

2-6

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Lokasi S. Cimanuk Hulu S. Cimanuk Hilir S. Pekik; S. Condong S. Kanci; S. Ciberes S. Cikapundung Kolot S. Citarik S. Citarum S. Citanduy S. Ciseel S. Kalipucang S. Bangkaderes

Dampak Regional Nasional Lokal Lokal Lokal Nasional Nasional Regional Regional Regional Lokal

Luas (Ha) 600 3.856 383 586 105 210 7.249 180 3.635 430 640

Genangan Tinggi (m) 1,30 0,60 0,60 0,40 0,60 0,60 1,00 1,50 1,50 1,20 0,75

Lama (jam) 4 18 24 0,95 13,5 13,5 16 72 720 430 17

Sumber: Pekerjaan Umum (1998). Tabel 2. 4 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Tengah

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Lokasi S. Tanjung Kulon; S. Babakan; S. Kabuyutan S. Pemali S. Gangsa; S. Wadoa; S. Gung S. Waluh K. Comal S. Sragi S. Sengkarang; S. Pekalongan S. Kuto S. Blukar; S. Bulanan S. Bodri S. Kendal; S. Blorong K. Garang K. Babon; S.Sayung S. Dolok; S. Setu ; S. Cabean K. Jajar K. Wulan K. Tuntang S. Tayu S. Juana S. Lusi; S. Glugu S. Donan S. Serayu

Dampak Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Regional Regional Regional Lokal Nasional Regional Nasional Regional

Luas (Ha) 2.450 2.915 1.365 300 1.182 760 1.500 625 1.500 3.023 4.075 350 4.610 6.500 125 570 500 1.006 5.320 1.800 1.000 1.220

Genangan Tinggi (m) 0,75 1,50 0,75 1,50 1,50 0,80 2,00 1,00 1,00 1,40 0,50 0,45 1,00 0,75 0,50 0,60 0,80 1,00 0,50 1,50 1,50

Lama (jam) 18 9 6 6 6 10 24 6 10 6 27 8.5 24 12 30 10 72 12 0 84

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

No 23 24 25 26 27 28 29

Lokasi S. Tipar S. Ijo S. Telomoyo S. Luluko S. Wawar S. Cokroyosan S. Bogowonto

Dampak Nasional Nasional Regional Nasional Nasional Lokal Nasional

Luas (Ha) 7.000 3.455 3.500 2.540 4.000 4.213 3.000

Genangan Tinggi (m) 1,50 1,50 1,00 1,50 0,60 1,50 1,00

Lama (jam) 180 60 168 24 48 36 24

2-7

Sumber: Pekerjaan Umum (1998). Tabel 2. 5 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Genangan No 1 Lokasi S. Serang Dampak Regional Luas (Ha) 1.040 Tinggi (m) 0,40 Lama (jam) 32

Sumber: Pekerjaan Umum (1998). Tabel 2. 6 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jawa Timur

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Lokasi B. Solo Bojonegoro B. Solo Tuban K. Maibit K. Plalangan B. Solo Lamongan B. Solo Gresik K. Lamong K. Kebon Agung K. Perbatasan K. Sadar; K. Kambing K. Porong K. Widas K. B. Solo K. Madiun K. Jerowan K. Madiun K. Madiun K. Slahung K. Grindulu K. Jelok

Dampak Nasional Nasional Lokal Nasional Nasional Nasional Lokal Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Regional Regional Regional Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal

Luas (Ha) 17.000 6.500 350 25 16.000 11.300 300 1.807 1.600 6.213 1.763 600 500 2.400 375 1.150 2.950 3.750 300

Genangan Tinggi (m) -

Lama (jam) -

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Lokasi K. Kenyang K. Termas K. Ngobo ; K. Darmo ; K. Toyoaning K. Konto K. Serinjing K. Putih K. Lekso ; K. Semut K. Glidik K. Rejali K. Mujur K. Bondoyodo K. Tanggul

Dampak Regional Lokal Lokal Regional Lokal Regional Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal

Genangan Tinggi Luas (Ha) (m) 1.700 2.897 1,00 671 839 1.525 2.235 860 1.701 1.531 8.717 0,50 1,00 0,50 0,50 1,00 1,00 1,00 -

Lama (jam) 72 48 48 48 48 48 48 48 -

2-8

Sumber: Pekerjaan Umum (1998).

2.2

KEJADIAN BANJIR

Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab banjir, misalnya, curah hujan yang tinggi, kapasitas alur sungai yang tidak mencukupi, adanya endapan sedimen (delta) di muara sungai, atau karena daerah banjir yang memang merupakan daerah dataran rendah, dan lain lain. Untuk mengatasi permasalahan banjir yang sesungguhnya perlu diketahui secara pasti faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir. Dengan demikian, upaya pengendalian banjir pada suatu wilayah bisa berbeda dengan wilayah yang lain. Banjir yang terjadi adalah sebagai akibat dari fenomena alam, bisa juga sebagai akibat akibat dari kelalaian manusia manusia yang tidak dapat mengantisipasi fenomena tersebut, sehingga hal ini dapat menelan korban jiwa manusia maupun mengakibatkan kerusakan pada infrastruktur lainnya. Selain mengungkap lokasi dan penyebab dari kejadian banjir, diungkap pula kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian banjir dan tanah longsor tersebut, baik itu kerugian terhadap manusia maupun terhadap infrastruktur yang ada. Berikut ini juga disajikan Tabel 2.7 yang berisi rekapitulasi kejadian banjir dan tanah longsor musim hujan 2001/2002 dan Tabel 2.8 yang berisi rekapitulasi kejadian banjir dan tanah longsor musim hujan 2002/2003.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Manusia Tergenang Mengungsi (jiwa) 384,296 0 0 0 2,649 0 386,945 39,632 28,771 945 192 15 41,491 221 600 3,288 16877 4,464 414 79 14 34,131 0 10 1367 3,688 14,668 16 107 0 2,839 211 210 271 0 0 0 0 0 474 0 0 0 0 0 0 0 2246 2,106 40 4 0 3,526 0 380 1,645 0 56 6 128 23 229 780 7,533 1 0 0 995 10 0 2 0 16 16,041 0 0 2 1 0 0 0 3 0 0 0 0 1 0 4 3 8 (ha) (buah) (buah) (km) (buah) (ha) (ha) (ha) (buah) (buah) (km) (buah) Permukiman Rumah Fasum Jalan Jembatan Sawah Perkebunan Perikanan Rumah Fasum Jalan Jembatan Hilang (jiwa) 0 0 0 0 6 6 12 (jiwa) 21 2 2 0 12 60 97

Rusak/Roboh/Hanyut Bendung (buah) 0 0 0 0 0 15 15 Saluran Tanggul (m) 0 0 0 0 0 3,500 3,500 (m) 0 30 0 0 811 12,335 13,176 Bang. SDA, Irigasi (buah) 0 0 0 0 0 0 0

No

Propinsi

Kejadian (frekuensi)

Meninggal

1 DKI Jakarta

2 Banten

3 Jawa Barat

4 DIY

5 Jawa Tengah

30

6 Jawa Timur

25

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

Tabel 2. 7 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2001-2002 Per 15 Mei 2002

Total

72

2-9

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

Tergenang Permukiman (ha) 50 4,045 0 0 1,460 938 6,493 27,210 67 122 0 76,263 8,212 147 2,221 8,267 19 65 0 8,948 8,212 130 593 7,113 0 27 0 14,409 0 0 193 0 1 11 115 0 0 0 0 0 0 0 1 3,096 47 30 0 49,344 0 10 1,432 9 7 0 0 8 15 7,786 0 0 0 3,562 0 7 3 0 0 833 1 0 0 0 0 0 0 0 0 (buah) (buah) (km) (buah) (ha) (ha) (ha) (buah) (buah) (km) (buah) 0 2 9 0 0 1 12 Rumah Fasum Jalan Jembatan Sawah

Rusak/Roboh/Hanyut Perkebunan Perikanan Rumah Fasum Jalan Jembatan Bendung Saluran Tanggul (buah) 0 1 0 0 0 6 7 (m) 0 0 0 0 0 1,018 1,018 (m) 0 60 0 0 920 3,217 4,197 Bang. SDA, Irigasi (buah) 0 0 0 0 0 10 10

No 0 2 36 0 8 36 82 36 25,741 0 842 0 6,932 0 0 36 8,700 0 0 0 9,267

Propinsi

Manusia Kejadian Meninggal Hilang Mengungsi (frekuensi) (jiwa) (jiwa) (jiwa)

1 DKI Jakarta

10

2 Banten

3 Jawa Barat

22

4 DIY

5 Jawa Tengah

29

6 Jawa Timur

33

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

Tabel 2. 8 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2002-2003 Per 30 Juli 2003

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Total

104

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

2-10

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

2.3

UPAYA PENGENDALIAN BANJIR

2-11

Sistem pengendalian bahaya banjir umumnya sudah dilakukan untuk sungaisungai di Jawa, dimana banjir tersebut dapat menyebabkan dampak ekonomi dan sosial yang cukup berarti. Daerah sungai yang biasanya terkena banjir secara langsung seperti permukiman, pusat-pusat industri, lahan pertanian, atau jalan-jalan utama akan sangat membutuhkan adanya sistem pengendalian bahaya banjir. Upaya pengendalian banjir terdiri dari beberapa langkah, yaitu sebagai berikut: 1. Langkah pertama adalah mengumpulkan dokumen dan rekaman atas peristiwa banjir yang telah terjadi dari sumbernya. Pemetaan banjir yang ada tidak cukup dan tidak disusun sistematik oleh badan-badan yang ada. Peta banjir biasanya disusun berdasarkan hasil pemodelan banjir dan biasanya tidak cocok dengan kejadian banjir yang sebenarnya, atau peta banjir yang didapat menggunakan metoda interpolasi dari peta penggunaan lahan dengan resiko banjir. Evaluasi banjir yang terjadi sebelumnya harus menyertakan rekaman spasial banjir sebelumnya dari satelit, foto udara, rekaman yang berhubungan dengan kerusakan banjir dan curah hujan pada WS. 2. Langkah kedua adalah membuat rangking prioritas WS berdasarkan frekuensi/tingkat bahaya banjir pada tingkat nasional. Prioritas diberikan pada WS dengan karakteristik sebagai berikut: Area dengan populasi tinggi. Area pertanian, irigasi pertanian dan perkebunan. Infrastruktur bendungan, reservoir dan saluran pengambil air. Infrastruktur industri. Produksi perikanan yang kompleks. Area lingkungan sensitif yang luas. Lahan kritis di DAS bagian hulu dan hilir luas.

3. Langkah ketiga adalah memodelkan banjir pada peta perluasan banjir untuk kejadian banjir yang spesifik pada WS tertentu yang dibandingkan dengan

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

peta eksisting dan kejadian banjir sebelumnya. Pada fasa ini, perlu dievaluasi faktor alam dan manusia yang turut berperan serta dalam penyebab banjir. 4. Langkah keempat adalah melakukan studi mengenai zona penyimpan banjir pada bagian hulu, tengah dan hilir DAS. Pada langkah ini masterplan manajemen dan pengendalian banjir untuk setiap WS harus disiapkan. Masterplan ini mengindikasikan strategi manajemen banjir pada DAS bagian hulu dan hilir. Selain itu, masterplan ini juga perlu mengindikasi struktur yang dibutuhkan dalam manajemen dan pengendalian banjir. Beberapa sistem pengendali banjir sering berjalan kurang efektif, yang disebabkan karena kurangnya waktu peringatan tanda bahaya banjir ketika banjir akan terjadi. Beberapa sistem peringatan tanda bahaya banjir umumnya terdiri atas 3 komponen sebagai berikut: 1. Sistem pengamatan/monitoring banjir sepanjang waktu yang mengukur curah hujan (rainfall station) dan ketinggian muka air (AWLR) di lokasi-lokasi tertentu yang kemudian data tersebut ditransfer ke pusat pengendalian banjir. 2. Sistem perkiraan banjir yang memonitor waktu dan besarnya debit banjir yang akan terjadi. 3. Sistem peringatan tanda bahaya banjir yang mampu menyampaikan informasi perkiraan banjir yang akan terjadi ke masyarakat yang akan terkena dampak banjir tersebut.

2-12

2.4

PENGAMATAN INDIKATOR BANJIR

Kegiatan ini sering disebut dengan peringatan dini yaitu memberikan peringatan kepada masyarakat sesegera mungkin sejak diketahui bahwa banjir akan terjadi. Hakekat pengamatan dan peringatan siaga adalah memanfaatkan waktu perjalanan banjir dari hulu ke hilir untuk penyelamatan. Kemungkinan banjir akan terjadi dapat diamati dari indikator-indikator yang telah terpasang. Terdapat dua indikator banjir yaitu (1) tinggi muka air dan (2) curah hujan. Indikator ini diamati secara terus-menerus dan beroperasi penuh di musim penghujan. Pada saat musim kemarau, indikator beroperasi minimal sebagai

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

pengumpul data. Pencatatan data yang terjadwal akan memberikan sumbangan data yang berkualitas.

2-13

A. Indikator Tinggi Muka Air Skema sistem pengamatan menggunakan indikator tinggi muka air ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Sistem peringatan dini terdiri dari komponen sebagai berikut: 1. Pusat Pengendali yang akan memberikan antisipasi menghadapi banjir apabila diperkirakan banjir akan terjadi. 2. Stasiun Pengamat Hulu dan Hilir yang ditempatkan pada lokasi-lokasi strategis. Di tiap Stasiun Pengamat dipasang papan duga (peilsschaal) yang sudah dikalibrasi sebelumnya. 3. Diagram Penelusuran Banjir (flood routing) disusun spesifik per sistem daerah/kota. Dari diagram ini dapat dibaca lama perjalanan banjir dari hulu ke hilir.
Pusat Pengendali Stasiun Hulu
Komunikasi
Grafik Penelusuran Banjir Peilskal Hulu
2 jam 4 jam 6 jam

Stasiun Hilir

Selisih Waktu untuk Penyelamatan Perjalanan Air Banjir


Peilskal Hilir

Laut
Muka Air Banjir Muka Lahan Muka Air Normal Dasar Sungai

Gambar 2. 1 Skema sebuah sistem peringatan dini dengan indikator tinggi muka air.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

B. Indikator Curah Hujan Sistem indikator curah hujan terdiri dari beberapa sub-sistem berikut ini yang keterkaitannya diilustrasikan pada Gambar 2.2. 1. Sub-sistem Pengamatan Data Hidrologi akan menghasilkan informasi perkiraan data hidrologi terutama curah hujan, durasi hujan, dan daerah sebarannya. Informasi ini akan diberikan kepada sub-sistem Peramalan Banjir. 2. Sub-sistem Survei Kondisi Lahan berfungsi untuk mengumpulkan data dari daerah aliran sungai seperti: topografi wilayah, tata-guna lahan, geologi, dan jaringan hidrolika yang ada secara berkala. Informasi ini akan diberikan kepada sub-sistem Peramalan Banjir. 3. Sub-sistem Peramalan Banjir bertugas untuk memperkirakan data banjir (waktu, tinggi, dan lokasi). Informasi ini akan diberikan kepada sub-sistem Antisipasi Peringatan Dini. 4. Sub-sistem Antisipasi Peringatan Dini bertugas untuk melakukan antisipasi menghadapi banjir apabila diperkirakan banjir akan terjadi.

2-14

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

2-15
Permukiman

Batas DPS

Pengamatan Data Hidrologi

Survei Kondisi Lahan

Peramalan Banjir

Antisipasi Peringatan Dini Gambar 2. 2 Sistem peringatan dini dengan peramalan banjir.

C. Perangkat Komunikasi Perangkat komunikasi akan menghubungkan antara komponen pengamat dan pengambil antisipasi di atas. Komunikasi terdiri dari beberapa moda perangkat telekomunikasi (saluran telepon tetap, saluran telepon bergerak, radio SSB (single side band) sekaligus untuk mendapatkan efek cadangan. Ketiga moda tersebut sudah tersedia luas dan terbukti berjalan baik pada umumnya di kota di Indonesia. Dalam pengendalian banjir diperlukan adanya sistem komunikasi yang handal. Kegunaan sistem komunikasi selain untuk pemberitahuan kondisi darurat juga untuk sarana laporan hasil pemantauan reguler. Jalur komunikasi disusun secara rinci pada Standar Operation Procedure (SOP) yang merupakan bagian dari

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

RTD (Rencana Tindak Darurat). Perangkat ini mengatur informasi apa harus disampaikan oleh siapa, kapan dan kepada siapa saja. Penyebarluasan berita tahap siaga kepada masyarakat luas dapat menggunakan siaran radio RRI atau Radio Khusus Pemerintah Daerah maupun radio-radio swasta.

2-16

2.5

TAHAP SIAGA BANJIR

Upaya penanggulangan banjir adalah aksi yang terencana dan terkoordinir dimana segera dilaksanakan sejak banjir diperkirakan akan terjadi hingga banjir berakhir untuk menyelamatkan jiwa manusia yang terkena banjir dan meminimalkan kerugian materi dan dampak lingkungan. Keadaan darurat banjir akan dapat terjadi dari kondisi tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya secara tiba-tiba. Dalam kondisi demikian diperlukan reaksi cepat dari instansi yang berwenang untuk mengatasinya. Penyusunan Upaya Penanggulangan Banjir adalah salah satu komponen yang harus dijadwalkan dalam rencana induk pengembangan sebuah DAS atau WS. Didalamnya akan diatur siapa melakukan apa, dimana, dan bagaimana mulai saat banjir diperkirakan akan terjadi hingga banjir berakhir. Langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya penanggulangan banjir adalah sebagai berikut: A. Mobilisasi Sumber Daya Menghadapi Banjir Mobilisasi pertama adalah pengerahan sumber daya untuk mengungsikan penduduk. Keperluan pengungsian segera dikerahkan ke daerah-daerah rawan banjir Dengan demikian penduduk dapat segera diungsikan apabila memasuki tahap siaga I. Mobilisasi kedua adalah pengerahan sumber daya kebutuhan pengungsi di tempat penampungan. Mobilisasi ini segera dilakukan apabila pengungsi telah tiba di tempat penampungan (tahap siaga I). B. Pengungsian Penduduk Pengungsian penduduk segera dilakukan jika memasuki tahap Siaga I yaitu dipastikan banjir akan terjadi. Proses pengungsian mulai dari perencanaan

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

sampai dengan pelaksanaan dilakukan oleh Pemerintah dengan instansinya yang terkait. Daerah yang harus diungsikan adalah daerah-daerah yang diperkirakan akan mengalami banjir dengan kedalaman banjir atau kecepatan aliran yang membahayakan. Perencanaan waktu pemindahan penduduk berhubungan dengan waktu tiba banjir. Berdasar data waktu tiba banjir maka waktu evakuasi yang aman untuk masing-masing daerah dapat direncanakan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada proses pemindahan penduduk adalah sebagai berikut: a. Pengumpulan Pengungsi. Jumlah total penduduk yang terkena resiko banjir sudah harus diketahui sebelumnya. Setelah Keadaan Siaga I diumumkan, maka penduduk yang berada di daerah yang diprediksi akan terkena banjir harus segera diberitahu dan segera berkumpul untuk diungsikan ke tempat-tempat yang lebih aman. Untuk memudahkan proses pengungsian, penduduk dapat dikumpulkan di lapangan terbuka atau kantor desa, baru kemudian dilakukan proses pemindahan atau pengungsian ke lokasi yang aman dan melalui rute yang telah ditetapkan sebelumnya di peta banjir. b. Pengangkutan Pengungsi. Ketersediaan sarana transportasi adalah sangat penting pada proses pengungsian atau evakuasi penduduk. Kebutuhan alat angkut untuk pengungsian bergantung pada kapasitas dari jenis alat angkut yang digunakan. Truk Mini bus Mikrolet Sebagai asumsi kapasitas angkut masing-masing jenis kendaraan adalah sebagai berikut:
1) 2) 3) 4)

2-17

: 50 orang/unit : 25 orang/unit : 12 orang/unit

Sedan/Jeep : 6 orang/unit

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

c.

Pelayanan di Pengungsian Lokasi pengungsian adalah tempat yang aman untuk menampung penduduk korban bencana banjir, untuk beberapa waktu atau hanya bersifat sementara memenuhi sampai keadaan dinyatakan untuk aman dihuni. kembali Untuk (deklarasi itu lokasi pengakhiran banjir). Walaupun hanya bersifat sementara, lokasi ini harus syarat-syarat kelayakan pengungsian tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) 2) 3)

2-18

Bebas dari genangan banjir. Ketersediaan prasarana: jalan masuk, air bersih, listrik dan MCK. Ketersediaan logistik: tenaga medis, obat-obatan, bahan makanan maupun dapur umum.

Beberapa tempat yang dapat dijadikan tempat penampungan pengungsi adalah berikut ini:
1) 2) 3) 4)

Tanah lapang dengan mendirikan tenda. Fasilitas ibadah seperti mesjid dan gereja. Fasilitas sosial seperti rumah sakit dan sekolah. Bangunan lain seperti gudang dan gedung olahraga.

Untuk kelangsungan hidup para pengungsi, perlu disediakan kebutuhan dasar logistik yaitu berupa ruang untuk berteduh, beras, lauk pauk, dan air minum. Berdasarkan informasi waktu banjir surut maka lamanya waktu dapat diperkirakan. Selanjutnya total biaya selama pengungsian

pengungsian dapat dianggarkan.

C. Perbaikan Darurat Prasarana Banjir Perbaikan darurat bertujuan memulihkan fungsi awal kerusakan prasarana banjir secepat mungkin untuk mengurangi dampak negatip dari banjir. Kerusakan dapat mengakibatkan air keluar dari sungai dengan jumlah yang sangat besar dan tidak terkendali. Daerahdaerah yang terlewati luapan air akan kebanjiran dan membahayakan jiwa penduduk dan materi di daerah tersebut.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

D. Pencarian dan Pertolongan Orang Hilang Keppres 136/1999 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pasal 5 Ayat 10 menyebutkan bahwa Departemen Perhubungan yang berwewenang dalam penetapan kebijakan dan pelaksanaan search and rescue (SAR). PP 12/2000 tentang Pencarian dan Pertolongan telah mengatur bahwa dalam hal terjadi bencana dan musibah, potensi SAR dapat dikerahkan untuk membantu penanggulangannya (pasal 18). Badan SAR Nasional yang selanjutnya disebut Basarnas adalah instansi pelaksana tugas di bidang pencarian dan pertolongan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri. Dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 30/2001 telah mengatur tentang Tata Cara Pelaksanaan Siaga SAR) dan Penggantian Biaya Operasi SAR. E. Pelayanan Kesehatan Korban Banjir Kesehatan masyarakat baik yang tidak diungsikan dan yang berada di tempat pengungsian perlu mendapat perhatian. Pada kondisi bencana banjir biasanya penyakit menular mudah berkembang dan akan menjangkiti sesama pengungsi secara cepat. Perhatian khusus perlu diberikan kepada penduduk berusia di bawah 15 tahun atau di atas 60 tahun atau penyandang cacat. Hal ini disebabkan bahwa golongan umur tersebut lebih rentan terhadap penyakit. Sebagai upaya pencegahan berkembangnya penyakit di antara para pengungsi, maka upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:
1) 2) 3) 4) 5)

2-19

Pengadaan air bersih. Menjaga kebersihan makanan. Pengadaan fasilitas pembuangan sampah dan MCK. Pengadaan obat-obatan. Pengadaan tenaga medis.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

F. Deklarasi Pengakhiran Keadaan Darurat Pengakhiran keadaan darurat akan dinyatakan oleh Pemerintah sesuai tingkatan bencana banjir (nasional/regional/lokal). Dasar-dasar penetapan berakhirnya keadaan darurat di daerah terkena banjir dan dinyatakan sudah cukup aman/layak untuk ditempati kembali, adalah sebagai berikut:
1) 2)

2-20

Banjir susulan dari hulu tidak akan ada lagi sesuai hasil indikator banjir. Air yang menggenang di daerah hilir telah surut dengan kedalaman di bawah 0,50 m dan telah dilakukan pembersihan limbah banjir sehingga cukup layak untuk dihuni kembali.

Pengakhiran keadaan darurat ini harus disepakati bersama oleh Pihak Dinas PU Pengairan selaku pengelola pengairan dengan pihak Pemerintah Daerah. Selanjutnya Pemerintah melalui Bagian Humas menyampaikan berita pengakhiran keadaan darurat banjir kepada masyarakat lewat media massa. G. Pemulangan Pengungsi Pemulangan pengungsi adalah rangkaian kegiatan setelah Pemerintah

mendeklerasikan bahwa bencana banjir telah berakhir. Proses pemulangan penduduk ke lokasi tempat tinggal awal dapat dilakukan secara berangsurangsur dengan sebelumnya memperhatikan kondisi daerah setempat setelah pasca-banjir. H. Penilaian & Deklarasi Tingkat Bencana Pernyataan tingkat bencana banjir yang terjadi akan diterbitkan oleh Pemerintah. Kategori tingkat bencana banjir ditentukan berdasarkan prosedur kategori prioritas penanganan yang ditetapkan oleh DepPekerjaan Umum (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah), yaitu Nasional, Regional dan Lokal. Ketiga kategori ini ditentukan berdasarkan kategori nilai asset (strategis, urgen dan biasa) dan kategori intensitas gangguan bencana banjir (berat, sedang, ringan). Penetapan kategori tingkat bencana banjir ditentukan dengan alur seperti pada Gambar 2.3 yaitu mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini:
1) 2)

Kriteria nilai intensitas gangguan banjir dapat dilihat pada Tabel 2.9. Kriteria nilai aset yang dilanda banjir dapat dilihat pada Tabel 2.10.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

3)

Dari kedua kriteria penilaian di atas maka skala banjir dapat ditentukan seperti pada Tabel 2.11.

2-21

Kategori Nilai Aset (Strategis, Urgen, Biasa)

Kategori Intensitas Gangguan Bencana Banjir

Kategori Tingkat Bencana Banjir (Nasional, Regional, Lokal) Gambar 2. 3 Diagram alir penentuan kategori tingkat bencana banjir.

Tabel 2. 9 Kategori Intensitas Gangguan Bencana Banjir

No . 1.

Gangguan Korban & Penderitaan Manusia a) Meninggal b) Luka-luka c) Mengungsi

Tingkat Intensitas Gangguan Berat Sedang Ringan

2. 3.

Kerugian Fisik*

> 10 orang, atau > 50 orang, atau > 1.000 orang > Rp. 5 milyar

0 10 orang 30 50 orang 500 1.000 Orang Rp. 1 5 milyar

< 30 orang < 500 orang < Rp. 1 milyar

Genangan Banjir a) Frekuensi dalam 1 >2 12 <1 tahun b) Lama genangan > 12 jam 6 12 jam < 6 jam c) Tinggi genangan - Bandara > 0,5 m 0,2 0,5 m < 0,2 m - Kawasan Lain > 1,5 m 0,75 1,5 m < 0,75 m *) Kerugian fisik adalah rumah, prasarana transpotasi (jalan, jembatan), sarana umum (pasar, sekolah, tempat ibadah), sarana produksi (pertanian, industri, perdagangan) yang rusak.
Sumber: Dep. Pekerjaan Umum.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

Tabel 2. 10 Kategori Nilai Aset

2-22
Biasa Bandara Perintis

No.

Kawasan Yang Dilindungi 1. Prasarana Transpotasi a. Bandara dan Jalan Aksesnya b. Pelabuhan dan Jalan Aksesnya

Strategis Bandara Internasional Pelayaran Internasional (Outlet Ekspor dan Impor) Jalan Negara dan Jalan Tol Antar Propinsi & Strategis

Nilai Aset Urgen Bandara Nasional

Pelayaran Domestik Pelabuhan Perintis (Antar Pulau)

c. Jalan Raya d. Jalan Kereta Api

e. Stasiun Kereta Api

f. Terminal Bus

Jalan Kabupaten/ Lingkungan Antar Kota Penghubung Pabrik Sumber Bahan Baku Stasiun Kereta Api Stasiun Kereta Api Tempat Klas I Klas II Pemberhentian Kereta Api Terminal Antar Terminal Antar Kota Tempat Kota Propinsi Pemberhentian Bus Luas = 500 ha 2.000 ha Luas = 200 ha 1.000 ha Luas = 100 ha 500 ha Luas = 200 ha 1.000 ha Luas < 500 ha Luas < 200 ha Luas < 100 ha Luas < 200 ha

Jalan Propinsi

2. Industri dan Perdagangan a. Kawasan Industri Luas > 2.000 ha b. Kawasan Luas > 1.000 ha Perdagangan/ Pelayaran c. Kawasan Perkantoran Luas > 500 ha

d. Kawasan Luas > 1.000 ha Pergudangan 3. Permukiman dan Pariwisata a. Kawasan Perkotaan Luas > 5000 ha Luas = 1.000 ha ( Urban ) 5.000 ha Penduduk > 1 Juta Penduduk 0,5 1 Juta b. Kawasan Perdesaan Luas > 10.000 ha Luas = 5.000 ha ( Rural ) 10.000 ha c. Kawasan Pariwisata Daerah Tujuh Daerah Tujuh Wisata Wisata ( DTW ) Nasional Regional d. Kawasan Cagar Cagar Budaya Cagar Budaya Budaya Nasional Regional e. Permukiman Jml. Trans. > Jml Trans. 1.000 Transmigrasi 10.000 KK 10.000 KK 4. Pertanian a. Sawah (Lahan Basah) Luas > 15.000 ha Luas = 500ha 15.000 ha b. Ladang (Lahan Luas > 25.000 ha Luas = 10.000 ha

Luas < 1.000 ha Penduduk < 0.5 Juta Luas < 5000 ha Daerah Tujuh Wisata Lokal Cagar Budaya Lokal Jml. Trans. < 10.000 KK Luas < 5.000 ha Luas < 10.000 ha

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

No.

Kawasan Yang Dilindungi Kering) c. Perkebunan d. Tembok

Strategis Luas > 20.000 ha Luas > 10.000 ha

Nilai Aset Urgen 25.000ha Luas = 5.000 ha 20.000 ha Luas = 3.000 ha 10.000 ha

Biasa Luas < 5.000 ha Luas < 3.000 ha

2-23

Sumber: Dep. Pekerjaan Umum.

Tabel 2. 11 Kategori Tingkat Bencana Banjir

No. 1. 2. 3.

Kategori Banjir Nasional Banjir Regional Banjir Lokal

Aset yang Dilanda Intensitas Gangguan Strategis Strategis Urgen Urgen Biasa Berat, Sedang Ringan Berat, Sedang Ringan Berat, Sedang, Ringan

Sumber: Dep Pekerjaan Umum.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

2-24
DI PULAU JAWA
2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 PENYEBAB TERJADINYA BANJIR KEJADIAN BANJIR UPAYA PENGENDALIAN BANJIR PENGAMATAN INDIKATOR BANJIR TAHAP SIAGA BANJIR

1
1 8 11 12 16

DI PULAU JAWA 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5

1 1 11 12 8

PENYEBAB TERJADINYA BANJIR KEJADIAN BANJIR UPAYA PENGENDALIAN BANJIR PENGAMATAN INDIKATOR BANJIR TAHAP SIAGA BANJIR 16

Gambar 2. 1 Skema sebuah sistem peringatan dini dengan indikator tinggi muka air. .............................................................................................................. 13 Gambar 2. 2 Sistem peringatan dini dengan peramalan banjir. ................ 15 Gambar 2. 3 Diagram alir penentuan kategori tingkat bencana banjir. .... 21 Tabel 2. 1 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir untuk Propinsi Banten .................................................................................................... 3 Tabel 2. 2 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jakarta ................................................................................................................... 4 Tabel 2. 3 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Barat............................................................................................................. 6 Tabel 2. 4 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Tengah......................................................................................................... 6

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

Tabel 2. 5 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ............................................................................. 7 Tabel 2. 6 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jawa Timur ............................................................................................................ 7 Tabel 2. 7 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2001-2002 Per 15 Mei 2002 ............................................................................... 9 Tabel 2. 8 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2002-2003 Per 30 Juli 2003 ............................................................................. 10 Tabel 2. 9 Kategori Intensitas Gangguan Bencana Banjir ......................... 21 Tabel 2. 10 Kategori Nilai Aset ....................................................................... 22 Tabel 2. 11 Kategori Tingkat Bencana Banjir .............................................. 23
Tabel 2. 1 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir untuk Propinsi Banten 3 Tabel 2. 2 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jakarta 4 Tabel 2. 3 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Barat 6 Tabel 2. 4 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Jawa Tengah 6 Tabel 2. 5 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 7 Tabel 2. 7 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2001-2002 Per 15 Mei 2002 30 Juli 2003 9 10 21 Tabel 2. 8 Rekapitulasi Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Musim Hujan 2002-2003 Per Tabel 2. 9 Kategori Intensitas Gangguan Bencana Banjir Tabel 2. 10 Kategori Nilai Aset 22 Tabel 2. 11 Kategori Tingkat Bencana Banjir 23 7 Tabel 2. 6 Tabulasi Data Peta Sebaran Lokasi Rawan Banjir Propinsi DKI Jawa Timur

2-25

Gambar 2. 1 Skema sebuah sistem peringatan dini dengan indikator tinggi muka air. 13 Gambar 2. 2 Sistem peringatan dini dengan peramalan banjir. 15 21 Gambar 2. 3 Diagram alir penentuan kategori tingkat bencana banjir.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR DI PULAU JAWA

2-26

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Anda mungkin juga menyukai