Anda di halaman 1dari 48

Sastra dalam Peradaban Islam

Posted in Indahnya Islam by Leila Amra on the May 31st, 2008

Sastra dalam bahasa Inggris dikenal sebagai literature. Menurut Oxford English Dictionary, sastra berasal dari kata littera yang artinya tulisan yang bersifat pribadi. Sedangkan dalam bahasa Arab, sastra disebut adab yang berasal dari sebuah kata yang berarti mengajak seseorang untuk makan dan menyiratkan kesopanan, budaya, dan pengayaan. Sastra menempati posisi yang terbilang penting dalam sejarah peradaban Islam. Sejarah sastra Islam dan sastra Islami tak lepas dari perkembangan sastra Arab. Sebab, bahasa Arab merupakan bahasa suci Islam dan Alquran. Bahasa Arab dalam bentuk klasiknya atau bentuk Qurani mampu memenuhi kebutuhan religius, sastra, artistik dan bentuk formal lainnya. Sastra Arab atau Al- Adab Al-Arabi tampil dalam beragam bentuk prosa, fiksi, drama, dan puisi. Lalu bagaimanakah dunia sastra berkembang dalam peradaban masyarakat Islam? Sejatinya sastra Arab mulai berkembang sejak abad ke-6 M, yakni ketika masyarakat Arab masih berada dalam peradaban jahiliyah. Namun, karya sastra tertulis yang tumbuh era itu jumlahnya masih tak terlalu banyak. Paling tidak, ada dua karya sastra penting yang terkemuka yang ditulis sastrawan Arab di era pra-Islam. Keduanya adalah Muallaqat dan Mufaddaliyat. Orang pertama yang mengenalkan dunia Barat dengan sastra Arab jahili adalah William Jones (1746 M -1794 M), dengan bukunya Poaseos Asiaticae Commen tarii Libri Sex atau penjelasan Muallaqaat As-Saba yang diterbitkan tahun 1774 M. Sastra Arab jahili memiliki ciri-ciri yang umumnya yang menggambarkan suatu kebanggaan terhadap diri sendiri (suku), keturunan, dan cara hidup. Sastra Arab memasuki babak baru sejak agama Islam diturunkan di Jazirah Arab yang ajarannya disampaikan melalui Alquran. Kitab suci umat Islam itu telah memberi pengaruh yang amat besar dan signifikan terhadap bahasa Arab. Bahkan, Alquran tak hanya memberi pengaruh terhadap sastra Arab, namun juga terhadap kebudayaan secara keseluruhan. Bahasa yang digunakan dalam Alquran disebut bahasa Arab klasik. Hingga kini, bahasa Arab klasik masih sangat dikagumi dan dihormati. Alquran merupakan firman Allah SWT yang sangat luar biasa. Terdiri dari 114 surat dan 6666 ayat, Alquran berisi tentang perintah, larangan, kisah, dan cerita perumpamaan itu begitu memberi pengaruh yang besar bagi perkembangan sastra Arab. Sebagian orang menyebut Alquran sebagai karya sastra terbesar. Namun, sebagian kalangan tak mendudukan Alquran sebagai karya sastra, karena merupakan firman Allah SWT yang tak bisa disamakan dengan karya manusia. Teks penting lainnya dalam agama Islam adalah hadits atau sunnah. Penelitian serta penelusuran terhadap masa-masa kehidupan Nabi Muhammad SAW telah memicu para sarjana Muslim untuk mempelajari bahasa Arab. Atas dasar pertimbangan itu

pula, para intelektual Muslim mengumpulkan kembali puisi-puisi pra-Islam. Hal itu dilakukan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya kehidupan Rasulullah sampai akhirnya menerima wahyu dan menjadi Rasul. Jejak dan perjalanan hidup Muhammad SAW yang begitu memukau juga telah mendorong para penulis Muslim untuk mengabadikannya dalam sebuah biografi yang dikenal sebagai Al-Sirah Al-Nabawiyyah. Sarjana Muslim yang pertama kali menulis sejarah hidup Nabi Muhammad adalah Wahab bin Munabbih. Namun, Al-Sirah Al-Nabawiyyah yang paling populer ditulis oleh Muhammad bin Ishaq. Studi bahasa Arab pertama kali sebenarnya telah dilakukan sejak era Kekhalifahan Ali RA. Hal itu dilakukan setelah khalifah melakukan kesalahan saat membaca Alquran. Dia lalu meminta Abu Al-Aswad Al- Duali untuk menyusun tata bahasa (gramar) bahasa Arab. Khalil bin Ahmad lalu menulis Kitab al- Ayn - kamus pertama bahasa Arab. Sibawaih merupakan sarjana Muslim yang menulis tata bahasa Arab yang sangat populer yang berjudul al-Kitab. Sejarah mencatat, sastra sangat berkembang pesat di era keemasan Islam. Di masa kekhalifahan Islam berjaya, sastra mendapat perhatian yang amat besar dari para penguasa Muslim. Tak heran, bila di zaman itu muncul sastrawan Islam yang terkemuka dan berpengaruh. Di era kekuasaan Dinasti Umayyah (661 M - 750 M), gaya hidup orang Arab yang berpindah-pindah mulai berubah menjadi budaya hidup menetap dan bergaya kota. Pada era itu, masyarakat Muslim sudah gemar membacakan puisi dengan diiringi musik. Pada zaman itu, puisi masih sederhana. Puisi Arab yang kompleks dan panjang disederhanakan menjadi lebih pendek dan dapat disesuaikan dengan musik. Sehingga puisi dan musik pada masa itu seperti dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Sastra makin berkilau dan tumbuh menjadi primadona di era kekuasaan Daulah Abbasiyah yang berkuasa di Baghdad pada abad ke-8 M. Masa keemasan kebudayaan Islam serta perniagaan terjadi pada saat Khalifah Harun Ar-Rasyid dan puteranya Al-Mamun berkuasa. Pada era itu, prosa Arab mulai menempati tempat yang terhormat dan berdampingan dengan puisi. Puisi sekuler dan puisi keagamaan juga tumbuh beriringan. Para sastrawan di era kejayaan Abbasiyah tak hanya menyumbangkan kontribusi penting bagi perkembangan sastra di zamannya saja. Namun juga turut mempengaruhi perkembangan sastra di Eropa era Renaisans. Salah seorang ahli sastrawan yang melahirkan prosaprosa jenius pada masa itu bernama Abu ?Uthman ?Umar bin Bahr al- Jahiz (776 M - 869 M) cucu seorang budak berkulit hitam. Berkat prosa-prosanya yang gemilang, sastrawan yang mendapatkan pendidikan yang memadai di Basra. Irak itu pun menjadi intelektual terkemuka di zamannya. Karya terkemuka Al-Jahiz adalah Kitab al-Hayawan, atau ?Buku tentang Binatang sebuah antologi anekdotanekdot binatang - yang menyajikan kisah fiksi dan non-fiksi. Selain itu, karya lainnya yang sangat populer adalah Kitab al-Bukhala, ?Book of Misers, sebuah studi yang jenaka namun mencerahkan tentang psikologi manusia. Pada pertengahan abad ke-10 M, sebuah genre sastra di dunia Arab kembali muncul. Genre sastra baru itu bernama maqamat Sebuah anekdot yang menghibur yang diceritakan oleh seorang pengembara yang menjalani hidupnya dengan kecerdasan. Maqamat ditemukan oleh

Badi al- Zaman al-Hamadhani (wafat tahun 1008 M). Dari empat ratus maqamat yang diciptakannya, kini yang masih tersisa dan bertahan hanya 42 maqamat. heri ruslan (republika) === Beragam Bentuk Kesusasteraan Khas Arab Puisi Sebagian besar kesusasteraan Arab sebelum abad ke-20 M didominasi oleh puisi. Bahkan bentuk prosa pun pada periode itu kerap diwarnai dengan puisi atau prosa bersajak. Tema puisi Arab berkisar antara sanjungan dan puji-pujian terhadap seseorang sampai ?menyerang orang lain. Selain itu, tema yang kerap kali ditampilkan dalam puisi Arab tentang keagamaan dan mistik hingga puisi yang mengupas tentang seks dan anggur. Sasta non-fiksi Di akhir abad ke-9 M, Ibnu Al-Nadim - seorang penjual buku terkemuka di Baghdad mengoleksi hasil studi sastra Arab. Koleksi karya sastra Arab yang berkembang saat itu dituliskannya dalam sebuah katalog yang berjudul Kitab Al-Fihrist. Salah satu bentuk sastra non-fiksi yang berkembang di era kekhalifahan Abbasiyah berbentuk kompilasi. Kompilasi itu memuat rangkuman fakta, gagasan, kisah-kisah seperti pelajaran, syair dengan topik tertentu. Selain itu bisa pula merangkum tentang rumah, taman, wanita, orangorang tuna netra, binatang hingga orang kikir. Tiga kompilasi yang termasyhur ditulis oleh AlJahiz. Koleksi yang ditulis Al-Jahiz itu terbilang sangat penting bagi siapa saja, mulai dari orang rendahan hingga pengusaha atau orang terhormat. Biografi dan geografi Selain menulis biografi Nabi Muhammad SAW, karya sastra Arab lainnya yang berhubungan dengan biografi ditulis oleh Al-Balahudri lewat Kitab Ansab Al-Ashraf atau Buku Geneologi Orang-Orang Terhormat. Selain itu, karya kesusateraan Arab lainnya dalam bentuk biografi ditulis oleh Ibnu Khallikan dalam bentuk kamus biografi. Lalu disempurnakan lagi oleh AlSafadi lewat Kitab Al-Itibar yang mengisahkan Usamah bin Munqidh dan pengalamannya saat bertempur dalam Perang Salib. Karya sastra lainnya yang berkembang di dunia Arab adalah buku tentang perjalanan. Ibnu Khurdadhbih merupakan orang pertama yang menulis buku perjalanannya sebagai seorang pegawai pos di era kekhalifahan. Buku perjalanan lainnya juga ditulis oleh tokoh-tokoh terkemuka lainnya seperti Ibnu Hawqal, Ibnu Fadlan, Al-Istakhri, Al-Muqaddasi, Al-Idrisi dan yang paling terkenal adalah buku perjalanan Ibnu Batutta yang berjudul Ar-Rihla. Buku harian Catatan harian Arab pertama kali ditulis sebelum abad ke-10 M. Penulis diari yang paling terkemuka adalah Ibnu Banna di abad ke-11 M. Buku harian yang ditulisnya itu disusun sangat mirip dengan catatan harian modern. Sastra fiksi Di dunia Arab, terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara al-fusha (bahasa berkualitas) dengan al-ammiyah (bahasa orang biasa). Tak banyak penulis yang menuliskan ceritanya

dalam al-ammiyah atau bahasa biasa. Hal itu bertujuan agar karya sastra bisa lebih mendidik ketimbang menghibur. Kesusasteraan epik Karya sastra fiksi yang paling populer di dunia Arab adalah kisah Seribu Satu Malam. Inilah salah satu karya fiksi yang paling besar pengaruhnya tehadap budaya Arab maupun nonArab. Meski begitu, kisah yang sangat populer itu biasa ditempatkan dalam genre sastra epik Arab. Maqamat Maqamat merupakan salah satu genre sastra Arab yang muncul pada pertengahan abad ke-10 M. Maqama merupakan sebuah anekdot yang menghibur yang diceritakan oleh seorang pengembara yang menjalani hidupnya dengan kecerdasan. Maqamat ditemukan oleh Badi alZaman al- Hamadhani (wafat tahun 1008 M). Dari empat ratus maqamat yang diciptakannya, kini yang masih tersisa dan bertahan hanya 42 maqamat. Sastrawan lainnya yang mengelaborasi genre maqamat adalah Al-Hariri (wafat tahun 1122 M). Dengan menggunakan format yang sama, Al-Hariri menciptakan gaya maqamatnya sendiri. Syair romantis Salah satu syair romantis yang paling terkenal dari dunia kesusasteraan Arab adalah Layla dan Majnun. Puisi romantis ini membawa kenangan di era Kekhalifahan Abbasiyah pada abad ke-7 M. Kisah yang diceritakan dalam syair itu, konon telah menginspirasi lahirnya kisah percintaan yang tragis yakni Romeo dan Juliet. hri (republika) Islam di Nusantara Islam di Nusantara bermula apabila delegasi yang dikirim oleh Khalifah Othman ibn Affan RA untuk memperkenalkan Daulah Islam ke China pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, iaitu lebih kurang 20 tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW. Delegasi ini telah singgah di Kepulauan Nusantara yang terletak di tengah-tengah perjalanan dari Negara Arab dan Negara China . Dan dalam tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pengkalan perniagaan di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus mengunjungi pengkalan perniagaan tersebut, berabad-abat pula lamanya. Mereka berdagang di sini sambil berdakwah. Setelah itu dikatakan terjadinya migrasi secara besar-besaran dari tanah Arab, antara adalah dari Hadramaut, Yaman. Kesinambungan dari penghijrahan ini, maka ramailah orang-orang Arab yang berkahwin dengan penduduk tempatan. Selain dari dakwah Islamiah, Islam juga tersebar melalui perkahwinan dan tanpa sebarang pertumpahan darah. Bangsa Eropah menguasai kepulauan yang makmur ini pada akhir abad ke-15 Masehi. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Mereka memerangi Islam, dengan bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Setelah menguasai Melaka pada tahun 1511, Portugis berkerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Tetapi hasrat Portugis ini gagal setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa datang

membantu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan nama, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, iaitu Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah telah berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani. Kesusasteraan Setiap kesusasteraan di dunia dianggap sebagai salah satu cabang penting kebudayaan, bahkan ada ahli falsafah yang menganggap sebagai cabang yang terpenting daripada semua cabang kebudayaan itu. Ini boleh dilihat pada pengiktirafan dunia terhadap keagungan kesusasteraan sesuatu bangsa sebagai pengakuan keagungan kebudaayan bangsa itu. Terdapat banyak kajian untuk memajukan kesusasteraan Melayu agar kesusasteraan Melayu itu mendapat pengiktirafan dunia sebagai salah satu kesusasteraan yang agung di dunia. Yang dimaksudkan di sini dengan kesusasteraan Melayu di atas adalah segala karya tulisan dan lisan orang Melayu dalam Bahasa Melayu yang mengandungi nilai yang agung dan abadi dalam pengertian yang luas. Ia mencerminkan keagungan kebudayaan Melayu. Kesusasteraan Melayu di atas adalah karya sastera klasik dan karya sastera moden yang berupa novel, cerpen, drama dan puisi. Kebanyakkan karya kesusasteraan Melayu yang lahir pada abad 16 18 adalah berkisarkan tentang hukum-hakan dan ajaran Islam, corak politik dan pemerintahan. Ini dapat dilihat melalui tinggalan-tinggalan manuskrip lama yang dihasilkan oleh tokoh-tokoh sasterawan nusantara yang terkenal seperti Hamzah Fansuri dan Raja Ali Haji serta sasterawan yang seangkatan dengan mereka. Sasterawan-sasterawan ini berperanan besar dalam mencorakkan minda dan pemikiran Melayu di rantau ini. Karya serta hasil seni mereka dalam berbahasa telah menjadi satu pendekatan yang sangat berkesan dalam mendalami ilmu keagamaan. Seperti kisahnya dengan Syair Kitab al-Nikah tulisan Raja Ali Haji, dalam ritma yang bersahaja dan jenaka hukum nikah-kahwin telah disampaikan. Melalui syair atau pantun usikan begini hukum itu lebih mudah disebarkan dan diingati. Sastera Kitab dan Sastera Hikayat Kitab-kitab sastera melayu lama ini boleh dibahagikan kepada beberapa kategori: Sastera kitab dipelajari dengan serius atau dihafal. Sastera hikayat sebagai hiburan. Terdapat juga kitab yang dikatakan mempunyai kedua-dua kriteria, seperti Syair Kitab AlNikah karangan Raja Ali Haji tersebut. Syair agama disamping memberikan hiburan, ia juga memberi pengajaran. Syair-syair ini tidak memberikan butiran terperinci seperti kitab agama. Seperti halnya dengan syair-syair Raja Ali Haji dimana beliau menyatakan bahawa syairnya itu adalah ringkasan sahaja. Syair serta gurindam ini bukanlah satu rujukan lengkap, segala maksud tersirat perlulah merujuk kepada Al-Quran dan Hadis sebagai dalil Naqli bagi pesanan serta nasihat yang terdapat di dalam bait-bait syair tersebut.

Seperti contoh pada rangkap yang ke 79 Syair Kitab al-Nikah: Seekor kambing sekurang-kurangnya dimasakkan dia diperjamuan orang wajiblah pergi jemputannya jika tiada mana melarang Kenyataan di atas adalah berdasarkan hadis Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang bermaksud: Sabda Nabi S.A.W. kepada Abul Rahman ibn'Auf sewaktu dia nikah. Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing. Apabila salah seorang diantara kamu diundang ke perayaan mempelai, maka hendaklah ia datang. (Lihat Sahih Bukhari, Bab Nikah, halaman 72). Bab 1. Zaman Kedatangan Islam Ugama Islam mulai bertapak dalam alam Melayu ialah dalam kurum Masihi yang ke-XIII. Daerah-daerah yang mula-mula sekali penduduk-penduduknya memelok ugama Islam ialah Perlak, Pasai dan Samudera, iaitu daerah-daerah yang sekarang ini menjadi bahagianbahagian negeri Acheh, di Sumatra Utara. Marco Polo, ahli pengembara bangsa Italy yang termashor itu, dalam pengembaraannya telah mendapati bahwa dari semenjak T.M. 1292 lagi pendudok-pendudok Perlak telah memeluk ugama Islam. Sultan Maliku's Salleh (Merah Silu) Raja Pasai yang mula-mula sekali memeluk ugama Islam telah mangkat pada T.M. 1297. sungguh pun pada pertengahan kurun Masehi yang ke-XIV kerajaanHindu Majapahit telah menakluki beberapa bahagian pulau Sumatra termasuk juga negeri Pasai itu, tetapi keyakinan dan perpegangan kukuh anak-anak negeri itu akan uagama Islam tetap tidak berubah. Seorang ahli pelayaran China meriwayatkan bahawa dalam tahun 1409 lagi pendudukpenduduk negeri Melaka sudah sedia memeluk ugama Islam; demikian juga telah didapatinya penduduk-penduduk dalam bebeerapa buah daerah dalam Sumatra iaitu Aru, Pidir dan Lamri telah juga berugama Islam. Ada pun bangsa yang mula-mula membawa ugama Islam ke daerah-daerah di bahagaian Sumatra Utara itu ialah saudagar-saudagar dari Gujerat, sebuah daerah di selatan Bombay . Sesudah itu dibantu pula oleh saudagar-saudagar Keling serta pengembang-pengembang ugama Islam atau ulama-ulama bangsa Parsi. Maka daripada daerah-daerah Sumatra Utara dan negeri Melaka itu berkembanganlah ugama Islam ke pulau Jawa, mula-mula ke daerah-daerah Gerisek, Demak, Sedayu dan Tuban di Jawa Timor . Ugama Islam semakin tinggi mutunya di alam Melayu apabila kerajaan Majapahit yang mashyur itu dialahkan oleh Radin Patah bersama-sama dengan sembilan orang ulama Islam, yang terkenal dengan gelaran Wali Sanga ya'ani Wali yang sembilan. Kemudian ugama Islam berkembang pula ke Sumatra Tengah dan Kalimantan . Dari Jawa Timor berkembanglah pula ugama Islam ke daerah-daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat, terus ke Pulau Maluku. Daripada Sumatra Barat ya'ani Minangkabau, ugama Islam telah menyeberang pula ke tanahBugis. Ada pun perkembangan ugama Islam kea lam Melayu ini telah berlaku dalam kurun Masehi yang ke-XV, iaitu bolehlah dikattakan beriring-iring dengan kedatangan kuasakuasa Barat.

Mula-mula cara ulama-ulama itu mengembangkan ajaran-ajaran ugama Islam haruslah dengan jalan pertutoran; huruf Jawi yang berasaskan huruf Arab itu hanya dapat dilengkapkan sesudah disertakan huruf-huruf tambahan menurut kaedah huruf-huruf Parsi, iaitu huruf-huruf cha, nga, ga, dan nya. Kemudian daripada itu baharulah disusun kaedahkaedah ejaan Jawi dan usaha-usaha pun dimulailah terutamanya dalam bahagian menterjemah kitab-kitab yang berkenaan dengan ugama seperti kitab-kitab risalat mengandongi huraian kalimat shahadat, rukun Islam yanglima perkara; rukum Iman yang enam perkara, sifat dua puluh, demikian juga segala yang wajib diketahui oleh orang-orang Islam. Selain daripada kitab risalat yang tersebut itu bolehlah ditentukan kitab-kitab yang mengiringinyaialah jenis-jenis yang berhubung dengan ajaran-ajaran dan aturan-aturan perjalanan ugama Islam. Sebagaimana yang telah kita maklumkan bahawa kesusasteraan Hindu sudah sedia terkenal disisi orang-orang Melayu semenjak beberapa lama dahulu daripada kedatangan Islam. Cerita Pendawa Lima yakni kisah kejayaan keluarga Pandu dalam Kitab Mahabharata, demikian juga cerita Seri Rama berperang dengan Maharaja Ravana Dalam Kitab Ramayana itu memang telah sedia diketahui mereka dari mulut tukang-tukang cerita demikian juga menerusi wayang kulit. Sekarang marilah pula kita tinjau bagaimana caranya kesusasteraan Islam mula dikembangkan bagi menggantikan tempat kesusasteraan Hindu itu. Usaha-usaha mengembangkan kesusasteraan Islam Sesungguhnya usaha-usaha menterjemahkan kitab-kitab, risalah-risalah perukunan dan sebagainya itu belumlah memadai bagi mengenalkan kesempurnaan dan kebesaran agama islam kepada orang-orang yang baru hendak mengenal dan cuba hendak menyakini ajaranajarannya, satu jalan yang amat memberi kesan dalam perkara in ialah menerusi kesusasteraan. Memang dengan mudahnya dapat kita pastikan bahawa pengembangpengembang agama islam telah banyak menggunakan lapangan kesusasteraan ini bagi memperkenalkan riwayat-riwayat seperti yang berkenaan dengan nabi-nabi, pahlawanpahlawan islam pada zaman islam mula berkembang dan sebagainyan. Cerita-cerita atau riwayat-riwayat seumpama ini sudah barang tentulah amat menarik perhatian dan segera tersebar disisi orang-orang yang baru mulai hendak memahamkan ajaran-ajaran agama islam itu. Diantara hasil-hasil kesusasteraan tua melayu yang bercorak islam ialah seperti Hikayat Nabi Muhammad, hikayat Nabi Bercukur, Hikayat Nabi Muhammad mengajar anaknya Fatimah, Hikayat Puteri Selamah mengadap Nabi Muhammad bercakap berkenaan kewajipan isteri, Hikayat Nabi Yusuf, Nabi Ibrahim, Nabi Daud dan hikayat beberapa orang nabi-nabi lagi yang kemudiannya dihimpunkan kedalam sebuah kitab dinamakan Kessasul Anbia` yakni kisah nabi-nabi. Kisah-kisah kegagahan pahlawan islam dalam peperangan pada zaman itu adalah terjumlah kepada cerita-cerita yang amat digemari oleh orang-orang melayu maka dengan hal yang demikian bolehlah diagak bahawa hikayat-hikayat seperti Hikayat amir Hamzah, HIkayat Muhammad Ali Hanafiah, Hikayat Raja Hendak yang meriwayatkan peri kegagahan Sayyidina Ali dan Hikayat Raja Bandar, adalah diantara hikayat-hikayat yang mula-mula sekali diterjemahkan kebahasa melayu. Haruslah pada zaman mula-mula kedatangan Islam dahulu, banyak bilangan hikayat-hikayat dari jenis yang tersebut diatas itu telah diterjemahkan kebahasa melayu terutamanya daripada bahasa Parsi, dan menurut buku sejarah Melayu adalah terbukti dengan sahnya bahawa dua

buah hikayat, iaitu Hikayat Amir Hamzah dan Hikayat Muhammad ali Hanafiah( keduaduanya terjemahan daripada bahasa Parsi), telah ada dan telah sedia digemari oleh orangorang melayu membacanya sebelum kejatuhan Melaka ketangan Feringgi pada tahun 1511 itu, alasan ini sedia terhurai didalam buku sejarah Melayu iaitu berkenaan kisah pada malam sesudah Feringgi melancarkan serangannya yang pertama keatas Melaka, seperti yang tersebut dibawah ini Maka Sultan ahmad pun menghimpunkan orang, dan suruh berhadir senjata. Maka hari pun malamlah, maka segala hulubalang dan segala anak tuan-tuan semuanya bertunggu dibalai rong. Maka kata segala anak tuan-tuan itu, Apa kita buat bertunggu dibalai rong diam-diam sahaja? Baik kita membaca hikayat perang, supaya kita beroleh faedah daripadanya. Maka kata Tun Muhammad Onta, benar kata tuan-tuan itu, baiklah Tun Indera Sagara pergi memohonkan Hikayat Muhammad Hanafiah, sembahkan mudah-mudahan dapat patik-patik itu mengambil faedah daripadanya. Kerana Feringgi akan melanggar esok hari. Maka Tun Indera Sagara pun masuk mengadap Sultan Ahmad. Maka segala sembah orang itu semuanya dipersembahkannya kebawah duli Sultan Ahmad. Maka oleh Sultan Ahmad dianugerahi Hikayat Amir Hamzah, maka titah Sultan Ahmad pada Tun Indera Sagara, katakana kepada segala anak tuan-tuan itu, hendak pun kita anugerahkan Hikayat Muhammad Hanafiah, takut tiada akan ada berani segala tuan-tuan itu seperti Muhammad Amir Hamzah pun padalah maka kita beri Hikayat Hamzah. Maka Tun Indera Sagara pun keluarlah membawa Hikayat Hamzah, maka segala titah Sultan Ahmad itu semuanya disampaikannya pada segala anak tuan-tuan itu, maka semuanya diam, tiada menyahut. Maka kata Tun Isap pada Tun Indera Sagara, persembahkan kebawah duli yang dipertuan, seperti Muhammad Hanafiah, patikpatik itu adalah seperti hulubalang Benair. Maka oleh Tun Indera Sagara segala kata Tun Isap itu semuanya dipersembahkannya kepada Sultan Ahmad, maka baginda pun tersenyum maka titah Sultan Ahmad, benar katanya itu. Maka dianugerahi pula Hikayat Muhammad Hanafiah. Sebuah lagi hikayat Melayu yang boleh dihitung tertua ialah Hikayat Iskandar Dzul Karnain ( Alexander the Great ) yang dipercayai tersalin kebahasa Melayu daripada bahasa Arab. Hikayat ini asalnya disusun di Iskandariah dalam kurun Masehi yang ke-11 Sungguhpun tidak dapat ditentukan dengan sahnya adakah Hikayat Iskandar Dzul Karnain dalam bahasa Melayu itu telah ada pada zaman sebelum kerajaan Melayu Melaka ditakluki oleh feringgi ( T.M. 1511 ), iaitu seperti Hikayat Amir Hamzah dan Hikayat Muhammad Ali Hanafiah, tetapi tidaklah boleh disyak lagi bahawa cerita-cerita atau riwayat berkenaan dengan kemasyhuran bijaksana dan gagah perkasanya Iskandar Dzul Karnain itu telah sampai kepengetahuan orang-orang Melayu Hampir sesama dengan kedatangan Islam. Didalam buku Sejarah Melayu Iskandar Dzul Karnain telah dihubungkan bahawa raja Melayu yang asal turun di Bukit Siguntang Maha Miru itu, ialah keturunan Raja Iskandar Dzul Karnain itu. Perkara seperti ini tidaklah boleh dihairankan kerana banyak diantara gulungan raja-raja mengaku bahawa mereka ialah keturunan Raja Iskandar Dzul Karnain. Pengaruh Parsi Bagaimana pun dapat kita pastikan dengan nyatanya bahawa hasil-hasil kesusasteraan lama Melayu, yakni kesusasteraan pada zaman islam mulai berkembang dialam Melayu ini, bahagian yang terbesarnya telah disalin atau pun disador daripada cerita-cerita Parsi dan juga banyak mencontoh cara karangan Parsi. Sesungguhnya saudagar-saudagar dari Gujeratlah yang telah membukakan jalan bagi pengaruh Parsi meresap masuk kedalam penghidupan

orang-orang Melayu sehingga bukan sahaja dalam lapangan kesusasteraan lama bahkan dalam adapt istiadat raja-raja Melayu, bahasa serta lapangan agama pun ada juga didapati perkataan-perkataan Parsi. Dalam istiadat raja-raja Melayu boleh kita pastikan dari semenjak Sultan Melaka yang pertama, iaitu Sultan Iskandar Shah hinggalah kezaman ini, raja-raja Melayu kebanyakkannya masih lagi memakai gelaran Shah, iaitu suatu gelaran yang berasal dari Parsi. Ada beberapa lagi perkataan-perkataan yang berkenaan dengan raja dan pentadbiran didapati berasal dari perkataan-berkataan Parsi, umpamanya istana, dewan, bakshish, lashkar, shahbandar, nobat (daripada perkataan Parsi naubat ), termasuklah juga alat-alat nobat itu seperti nafiri dan rebab ialah daripada bahasa Parsi. Ada juga lagi beberapa perkataan dari Parsi asalnya yang lekat dan masih dipakai dalam bahasa Melayu iaitu seperti perkataan saudagar, nakhoda, kelasi, sakhlat, gandum, anggur, badam dan nama jenis-jenis senjata juga ada diantaranya yang dipinjam daripada bahasa Parsi seperti perkataan-perkataan cokmar, khanjar, samsir dan sebagainya. Dalam pada itu bolehlah dikatakan bahawa meski pun dalam kesusasteraan lama Melayu perkataan-perkataan Parsi itu hanya sedikit digunakan tetapi sungguh pun demikian perkara ini berguna juga dalam usaha menyiasat dan memastikan daripada bahasa apakah asalnya diterjemah sebuah buku itu kebahasa Melayu. Kesan aliran gaya-gaya karangan Parsi dan kesusasteraan Melayu bolehlah dipastikan contohnya daripada permulaan kata buku Sejarah Melayu ( naskah Shellabear ) iaitu bercorak atau mencontohi aliran bentuk Mathnawi ( Mesnewi ), sejenis syair Parsi yang ditunjukkan bagi memuji-muji lazimnya dimulai dengan mukadimah atau permulaan kata memuji Allah dan rasulnya. Kemudian daripada itu diikuti pula dengan dengan menyembut salasilah keturunan seseorang orang besar, lazimnya sultan yang memerintah dan kepadanyalah ditunjukkan buah ciptaan itu. Terkadang-kadang pula pengarang itu menghuraikan karangan itu, puncanya keraplah dengan dorongan permintaan atau dengan kehendak seseorang sahabat yang dimuliakannya. Daripada permulaan kata buku Sejarah Melayu itu dapat kita pastikan bentuk seperti yang tersebut diatas, iaitu dimulai dengan ayat-ayat dalam bahasa Arab mengandungi berbagai pujian bagi Allah dan Rasulnya serta dengan terjemahannya kebahasa melayu. Kemudian diterangkan pula oleh pengarangnya hal ehwal yang menyebabkan ia memulai usaha mengarang buku itu, biasanya ialah dengan permintaan seseorang sahabat, berkenaan dengan buku Sejarah Melayu itu Tun Seri Lanang menulis demikian: ..Pada suatu masa bahawa fakir duduk pada suatu majlis dengan orang besar-besar bersenda gurau. Pada antara itu ada seorang orang besar, terlebih mulianya dan terlebih besar mertabatnya daripada yang lain, maka berkata ia kepada fakir, Hamba dengar ada hikayat Melayu dibawa oleh orang dari Goa, barang kita perbaiki kiranya dengan istiadatnya, supaya diketahui oleh segala anak cucu kita yang kemudian daripada kita, dan boleh diingatkannya oleh segala mereka itu, shahadan adalah beroleh faedah ia daripadanya. Sesudah itu barulah pengarangnya menerangkan namanya dengan berkata: Setelah fakir mendengar demikian, jadi beratlah fakir alladhi huwa murakkabun ala jahli Tun Muhammad namanya, Tun Seri Lanang timang-timangnya. Paduka Raja gelarannya, Bendahara, anak

orang kaya Paduka Raja.( seterusnya diterangkannya susur galor keturunannya hingga kepada baginda Mani Purindan serta nama negerinya yang asal ). Kemudian pengarannya itu menerangkan pula peristiwa yang menguatkan lagi kemahuannya mengarang buku itu dengan menyebutkan satu persatu tarikh, tahun, hari bahkan hingga saat ketikanya: Tatkala hijratu l-nabiyyi salla LLahu alaihi wa`salamu seribu dua puluh satu tahun, kepada tahun Dal, pada dua belas hari bulan Rabi`ilawwal, kepada hari khamis, waktu al-dhoha, pada ketika shamsu, pada zaman kerajaan marham yang mangkat di Acheh, Sultan Alauddin Riayat Shah zillu LLahi filalam anak sultan Iajalli abdi Jalil Shah (seterusnya titisan keturunan baginda hingga kepada Sultan Mudzaffar Shah). Maka sesudah itu barulah disebutkannya nama orang besar yang ditunjuknya buah usahanya itu, demikian tulisnya: Sedang baginda ( Sultan Alauddin Riwayat Shah ) bernegeri di Pasai, dewasa itulah datang Raja Dewa Said kepada hamba Seri Nara Wangsa yang bernama Tun Bambang, anak Seri Akar Raja Patani, menjunjungkan titah Yang di Pertuan di Hilir, Sultan Abdullah Ma`ayah Shah ibni Sultan ajallah Abdil Jalil Shah ( diikuti dengan pujian-pujian serta doa dalam bahasa Melayu ). Demikian bunyi titah yang maha mulia itu, bahawa beta minta perbuatkan hikayat pada Bendahara, peri persetua dan peraturan segala raja-raja Melayu dengan istiadatnya sekali supaya diketahui oleh segala anak cucu kita yang kemudian daripada kita, diingatkannya oleh meraka itu, shahadan beroleh faedahlah ia daripadanya. Sebagai menunaikan kehendak ini Tun Seri Lanang menulis demikian:. Maka fakir karangkanlah hikayat ini kama samitu min jaddi wa`abi supaya akan menyukakan duli hadhrat baginda. Maka fakir nama hikayat itu Sulalatu I-Salatin yakni peraturan segala rajaraja.. Demikianlah susunan permulaan kata Sejarah Melayu yang dapat dipastikan sebagai mencontohi aliran karangan Parsi itu. Meski pun buku Sejarah Melayu itu ada juga dipengaruhi corak kesusasteraan Parsi, tetapi tiadalah begitu banyak jika dibandingkan dengan dua buah lagi buku yang boleh dikatakan sejenis dengannya, iaitu Taj ul Salatin atau Mahkota raja-raja dan Bustan ul Salatin atau taman Raja-raja. Ada beberapa buah lagi buku-buku lama Melayu yang bercorak Parsi jika tidak pun sadoran daripada kesusasteraan Parsi. Antara buku-buku jenis ini ialah: Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Bakhtiar, serta beberapa cerita-cerita yang terkandung di dalam Hikayat 1001 Malam. Tingkat-tingkat perkembangan sastera lama Perkembangan kesusasteraan lama Melayu yang berpengaruh Islam sama ada bercorak Parsi atau pun Arab bolehlah dibahagikan kepada tiga zaman seperti yang tersebut di bawah ini: Zaman Kerajaan Pasai T.M. 1280-1400 Zaman Kerajaan Melaka T.M. 1400-1511

Zaman Kerajaan Acheh dan Johor T.M. 1511-1650 Kesusasteraan lama Melayu telah mulai berkembang dinegeri Pasai, negeri yang mula-mula sekali didalam Melayu menerima agama Islam itu bersifat keagamaan dan bahagian yeng terbesar daripadanya ialah mengikut corak Parsi. Apabila negeri Melaka telah terbuka dan kerajaannya makin lama bertambah besar maka negeri Melaka itulah pula yang menjadi tumpuan pengembang-pengembang agama dan ulama-ulama Islam. Pada zaman itu semakin bertambahlah bilangan hasil-hasil kesusasteraan Melayu, bukan sahaja cerita-cerita yang berkaitan dengan agama, atau hikayat-hikayat yang disalin daripada kesusasteraan Arab dan Parsi, bahkan harus pada zaman itulah usaha-usaha telah dijalankan bagi menyalin atau menjawikan daripada tulisan Kawi beberapa cerita dari kesusasteraan Hindu, terutamanya daripada kita-kitab Mahabharata dan Ramayana. Sesungguh pun demikian usaha-usaha yang telah dijalankan bagi kemajuan dan perkembangan sastera pada zaman Kerajaan Melayu Melaka itu, tetapi zaman kemajuan gemilang bagi kesusasteraan lama Melayu ialah pada pertengahan yang pertama kurun Masehi yang keXV11 yakni berhubung dengan zaman Kerajaan Acheh meningkat kepuncak kebesarannya, iaitu sesudah kejatuhan Kerajaan Melayu Melaka pada T.M.1511. Beberapa buah buku-buku yang tinggi mutunya telah tercipta pada zaman itu, diantaranya Sejarah Melayu atau Sulalatu Salatin telah mulai disusun dalam tahun 1612, Taj ul Salatin tercipta pada tahun 1603 dan Bustan ul Salatin dalam tahun 1638.

Bab 2. Naskah-naskah Kesusasteraan Lama Melayu Ahli-ahli penyelidik hal ehwal berkenaan kesusateraan Melayu yang berpeluang menyelidik naskah-naskah kesusteraan lama Melayu yang terkumpul sama ada dikutub-kutub khanah atau di muzium yang besar-besar atau pun dalam simpanan seseorang adalah sukar hendak mendapati sesebuah naskah asal yang bertarikh terdahulu daripada T.M. 1600. Diantara naskah-naskah kesusateraan lama Melayu yang tertuanya sekali dipercayai ialah Hikayat Raja-raja Pasai yang dikatakan ada tertulis dibelakangnya tarikh hikayat itu disusun, iaitu pada pertengahan kurun yang ke-XV yakni T.M 1450. Hikayat ini telah dicetak dan diterbitkan oleh seorang ahli bahasa Perancis, Dulaurier namanya. Hikayat berkenaan negeri Pasai, iaitu sebuah sebuah negeri Melayu yang telah ditakluk oleh Acheh dalam T.M 1524 itu bukan sahaja menarik perhatian oleh tertua umurnya daripada hikayat-hikayat Melayu yang lain, bahkan adalah ternyata bahawa kandungan buku Sejarah Melayu benyak mencontohi dan menggunakan petikan daripadanya. Dari kandungan Hikayat raja Pasai itu dapat dipastikan tuanya umur hikayat itu daripada bentuk bahasa serta gaya susunan ayat-ayatnya berbeza dengan hikayat-hikayat lama Melayu yang lain-lain, tambahan lagi bahasa Arab jarang-jarang didapati didalamnya tidak seperti lain-lain hikayat Melayu yang terkarang dalam masa terkemudian daripadanya. Adapun perkara yang menyebabkan demikian ialah kerana pada zaman Hikayat Raja-raja Pasai itu dikarang belumlah berapa luas pengetahuan orang tentang bahasa Arab.

Bagi membicarakan perkara naskah-naskah yang tertua dari kesusasteraan Melayu maka tidaklah boleh dikecualikan kepingan atau helai naskah buku-buku tua yang tiada lengkap, demikian juga surat-surat lama yang ada tersimpan dibeberapa buah kutub khanah dinegeri dinegei-negeri Eropah, umpama ada kepingan dari naskah Hikayat Muhammad Ali Hanafiah di Universiti Of Cambridge, kepingan ini telah didapati oleh seorang Belanda pelajar bahasa Arab, Erpenius namanya daripada Peter Willemsz van Elbinck yang melawat negeri Acheh pada T.M 1604. Dengan adanya kepingan atau helai tersebut maka terbuktilah dengan nyata lamanya umur Hikayat Muhammad Ali Hanafiah itu, iaitu bolehlah dipercayai bahawa hikayat itu telah sedia adanya pada hujung kurun Masihi yang ke XV atau pun pada permulaan kurun yang ke XV1 Sebuah lagi naskah hikayat lama Melayu yang tertua umurnya ialah Hikayat Nabi Allah Yusuf yang telah diperolehi dan tersimpan di Cambridge Universiti pada T.M 1601. menilik kepada bentuk serta bahasa yang terkandung didalamnya haruslah hikayat ini pun berasal dari kesusasteraan Parsi. Selain daripada itu ada sebuah naskah asal Hikayat Nur Muhammad bertarikh pada T.M 1668, tetapi hikayat itu serta kesah yang terkandung didalamnya dikatakan sudah sedia terkenal pada zaman itu. Diantara beberapa buah naskah-naskah buku lama Melayu yang ada didalam simpanan Preussische Staatsbibliothek, Berlin ada sebuah naskah yang menarik perhatian iaitu naskah Cerita Maharaja Ravana cerita ini ialah salinan daripada Hikayat Seri Rama, tetapi ada tentangnya berbeza dengan dua buah Hikayat Seri Rama dari naskah Rooda van Eysinga dan Shellabear yang telah disebutkan dalam bab yang terdahulu ( Penggal yang pertama ). Naskah Maharaja Ravana itu tiada bertulis apa-apa tarikh yang boleh ditentukan umurnya tetapi menilik kepada beberapa kekhilafan ejaan-ejaannya bolehlah dipercayai bahawa naskah ini telah disalin atau ditiru daripada sebuah naskah yang lain oleh seorang penyalin yang cuai dan tiada mengambil berat hendak menyemaknya semula. Ejaan-ejaandalam naskah cerita ini berbeza dengan ejaan melayu yang lazim dan lebih hampir kepada ejaan mengikut lighat Minangkabau, misalnya perkataan beri dieja dengan bari demikian juga beberapa perkataan yang lain-lain. Ada juga beberapa perkataan Jawa digunakan didalamnya seperti gegaman, anom, likor, ilat, siwalan, Ratu Mas, Raden dan sebagainya. Perkara yang lebih-lebih menarok hati berkenaan dengan naskah cerita Maharaja Ravana yang yang tersimpan di Berlin itu ialah tentang tambahan-tambahan didalamnya yang nyata mengikut corak Melayu, khasnya tentang Seri Rama dan Sita Dewi bercumbu-cumbuan dengan berbalas-balas pantun. Tatkala Sita diatas peraduannya melayani perasaan asyik berahi dan rindu dendamnya akan Seri Rama maka ia pun berpantun kepada dayang-dayangnya demikian: Dari mana terbangnya merak Permata jatuh keapi Dari mana mulanya hendak? Dari mata turun ke hati. Kemudian tatkala Seri Rama dan Laksamana duduk ditempat persiraman dalam taman Sita, maka Sita minta kepada inangnya Dang Lela Suganda, supaya membawa puannya yang berisi surat dan sebentuk cincinnya kepada Seri Rama. Surat itu mengandungi pantun demikian bunyinya:

Orang kerekut di pinggir laut, Temu-temu didalam puan, Sakit ini antara maut, Hendak bertemu padamu tuan. Pantun ini diikuti dengan serangkap lagi: Jika sulasih menyulasih, Rakit-rakit di batang bemban, Kekanda kasih, adinda kasih, Meminta ubat hati yang dendam Apabila membaca surat Sita itu maka Seri Rama pun menangis air matanya bercucuran seperti mutiara putus dari karangannya, maka Dang Lela Suganda pun tersenyum sambil berpantun: Rakit-rakit didalam peti Jelitung daun angsana Jangan tuan bersakit hati Petang hari pergi kesana Maka Seri Rama pun menjawab demikian; Sulasih daun angsana Julutung padang di padang temu Badan kasih, pergi kesana Petang hari kita bertemu Lalu Dang Lela Suganda membalas pantun mengingatkan Seri Rama demikian bunyinya: Jikalau las diatas geta Gunjai dikarang akan destar Luslas tuan berkata Jangan hilang nama raja besar Sesudah itu maka Seri Rama pun berjanji hendak datang mendapatkan Sita. Pada petang itu Seri Rama pun berjanji hendak datang mendapatkan Sita. Pada petang itu Seri Rama diiringi oleh Laksamana pergi kesebuah rumah berhala dan disitu ia telah bertemu dengan Sita. Tatkala bercumbu-cumbuan antara keduanya itu maka Seri Rama pun berpantun demikian bunyinya: Sireh puan cerana puan Legundi di rumah Dang Lela Sebab tuan, kerana tuan Hilang budi menjadi gila Dengan senyum Sita menjawab: Kain celari panjang puncanya Di pakai budak turun mandi

Laki-laki sahajakan dusta Ketika hendak turutkan mati Dengan adanya pantun disulamkan kedalam cerita Maharaja Ravana, ini maka ternyatalah bahawa naskah cerita itu bersalin beberapa lama sesudah kedatangan Islam, tetapi bagaimana pun kandungannya adalah mengikut aliran kitab tua Hindu itu juga. Naskah-naskah di Jerman Menurut keterangan Tuan Overbeck didalam Journal Jilid IV Bahagian II Malayan Branch Royal Asiatic Society bertarikh October tahun 1926, ada hampir seratusbuah naskah-naskah kesusasteraan Melayu tersimpan didalam kutub-kutub negeri Jerman seperti di Berlin, Dresden, Munich dan Hamburg. Sekiranya library- library itu tiada musnah oleh bahana peperangan dan jika dalam jagaan baik maka haruslah naskah-naskah itu dapat di saksikan lagi hingga kemasa ini. Diantara nama buku-buku dalam senarai yang disebutkan oleh Tuan Hans Overbeck itu sebahagian besar daripadanya tiada diketahui adanya oleh kebanyakkan orang Melayu, kecualilah mereka yang berpeluang menyaksikannya sendiri. Sebagai contoh naskah-naskah buku yang namanya jarang didengar itu diantaranya ialah seperti tersebut di bawah ini: Ceritara Raja Banjar dan Raja Kota Ringi, ceritera tatkala permulaan orang mendapat raja di negeri Kutai Kerta Negara, ceritera daripada setengah pendita yang arif budiman akan menceritakan daripada asal bangsa jin dan segala dewa-dewa, Hikayat Aranda Kasina, Ceritera Maharaja Boma, Hikayat Krisna, Hikayat Sultan Mahmud Guznawi, Hikayat Unggas Bayan dan Bujangga Ariffin, Hikayat Indera Nata, Hikayat Sema`un, Hikayat Raga Singasayah, Hikayat Puteri Salamah, Hikayat Asal Raja-raja Sambas, Sha`er Kupu-Kupu, Sha`er Mekah, Sha`er Melayu Palembang, Pantun berkait sakit hati, Pantun Bima ( Sumbawa ), pelbagai cerita tua iaitu antaranya ialah cerita Batu Nago dengan Pulau Aur dan Orang Sikolambai di Sawang Painan, cerita Si Bujang Lenggong menjadi Batu, cerita batu bertembok di kampung Pandung dalam negeri Salida dan Cerita Bukit Chumaning dan Bukit Ikan dalam nagari Sungai Jarnih, Hikayat Dewa Mandu, dan beberapa buah lagi naskahnaskah lama antaranya berupa undang-undang dan peraturan mengandungi 44 fasal berkaitan dengan adapt istiadat dan hukum-hukum negeri. Di London, Brussels dan Hague Selain dari yang tersebut diatas itu ada beberapa banyak lagi naskah-naskah asal kesusasteraan lama Melayu tersimpan didalam kutub-kutub khanah beberapa buah negeri di Eropah seperti di England iaitu antaranya ialah kutub khanah Royal Asiatic Society, Bodleian Library, Oxford, Cambridge University Library, Library of the India Office, di British Museums dan didalam kutub khanah The Scholl of Oriental Studies. Dalam negeri Balanda ada juga tersimpan beberapa buah naskah-naskah asal kesusasteraan Melayu dalam kutub-kutub khanah seperti di Leiden, di Hague dan di Amsterdam. Selain dari itu ada juga naskah-naskah asal kesusasteraan Melayu tersimpan di Brussels dan di Paris. Dr R.O Winstedt telah mencatitkan di dalam Journal Straits Branch Royal Asiatic Society bertarikh September 1920, nama-nama sejumlah lebih seratus naskah buku-buku melayu yang tersimpan didalam kutub-kutub khanah di London, Brussels, Hague. Diantaranya

termasuklah nama buku-buku lama Melayu yang terkandung di dalam daftar buku yang disusun oleh H.N van de Tuuk dan ada tersimpan di dalam Library of the India Office, London. Selain dari buku-buku yang mengandungi undang-undang negeri, risalah-risalah dan kitabkitab yang berkenaan dengan agama Islam maka banyak juga didapati nama hikayat-hikayat lama Melayu di antaranya ialah seperti yang disebutkan di bawah ini: Hikayat Mesa Tandraman, Hikayat Pendawa Jaya, Hikayat Isma Yatim. Hikayat Indera Jaya Pati, Hikayat Ular Nankawang, Hikayat Dewa Mandu atau Kangsa Indera Pikrama Raja, Hikayat Raja Dewa Maharupa, Hikayat Parang Putting, Hikayat Shah-I Mardan atay Hikayat Indera Jaya, Sha`er Jaran Tamasa, Babat Sekandar, dan lain-lain lagi. Di dalam British Museum, London ada juga tersimpan beberapa naskah hikayat-hikayat lama Melayu, diantaranya ialah seperti yang disebut di bawah ini: Hikayat Bahari Kala, Hikayat Kera Mas atau Misa Kemetar Ismu Rencana, Hikayat Carang Mengindera Cuaca, Hikayat Misa Taman Jayeng Kesuma, Hikayat Dalang Wesa Purba, Hikayat Simbu(Lembu) Mangkurat, Hikayat Raja Babi, sha`er Sultan Maulana. Didalam kutub khanah Brussels pula didapati naskah-naskah Taj ul-Salatin, Hikayat Kalilah dan Daminah, Hikayat Indera Putera, Hikayat Dewa Asmara Jaya, Hikayat Maharaja Bikrama Sakti, Bustan ul-Salatin. Naskah buku-buku lama Melayu yang tersimpan di dalam kutub khanah Hague adalah di dapati kebanyakkan naskah-naskah yang berkaitan dengan sejarah seperti buku sejarah Melayu, Surat Tambo Raja atau Undang-undang Minangkabau, Cerita bangka, Sejarah rajaraja Riau, Hikayat Salasilah Perak, Hikayat negeri Jambi, Cerita Adipati Wira tanah Datar, kedatangan Islam ke Preanger, Cerita Siam, Salasilah Raja-raja di dalam negeri Palembang, Aturan Raja-raja di dalam negeri Palembang, turunan Raja Luwu dan raja Soppeng. Hikayat-hikayat yang tersimpan di dalam di dalam kutub khanah di Hague itu antaranya ialah Hikayat Ahmad Muhammad, Hikayat Sultan Ibrahim, Hikayat sang Bima, Hikayat Abu Samah, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Nabi Wafat, Hikayat Mahmud Badruddin, Cerita Menggarai. Selain dari itu ada pula beberapa buku undang-undang berkenaan dengan negerinegeri Minangkabau, Palembang , Moko-moko, Bangkahulu, Musi Hilir, Malang dan lainlain. Selain dari beberapa buah lagi naskah-naskah yang mengandungi pengetahuan agama islam maka ada tersimpan di dalam kutub khanah Hague itu sebuah naskah yang berkenaan dengan ilmu kejadian alam yang bernama Awang lagi Awang, belum ada jadi arash kursi. Hasil-hasil kesusasteraan Melayu sebelum T.M. 1736 Werndly, seorang Belanda sarjana bahasa Melayu, telah menyusun daftar buku-buku Melayu di dalam buku nahu Melayunya yang telah di cetak di Amsterdam dalam T.M 1736. Daftar itu mengandungi nama-nama 69 buah hikayat-hikayat, kitab-kitab agama islam dan sebagainya. Di antara hikayat-hikayat dan buku-buku berkenaan dengan ketata negaraan dan sejarah yang tersebut di dalam daftar itu ialah seperti di bawah ini:

Selalatu I-Salatin atau Sejarah Melayu, Taj ul-Salatin atau Mahkota Raja-raja, Bustan ulSalatin atau Taman Raja-raja, Hikayat Acheh, Hikayat Dzul Karnain, Hikayat Isma Yatim, Hikayat Ambon, Hikayat Amir ul-Mu`minin Omar, Hikayat Indera Sakti, Hikayat Indera Putera, Hikayat Bayan, Hikayat Bakhtiar, Hikayat Burung Pingit, Hikayat Tanah Hitu, Hikayat Jauhar Ma`nikam, Hikayat Hamzah, Hikayat Datia Perjangga, Hikayat Dewa Raja, Hikayat Raja Busman dan Lokman, Hikayat Raja Tambikbaya, Hikayat Raja Sulaiman, Hikayat Raja Ajami Azbakh, Hikayat Raja Kuripan, Hikayat Raja Kemboja, Hikayat Raja Nila Datia Kuacha, Hikayat Rangga Rari, Hikayat Segala Susuhunan, Hikayat Abdullah bin Omar, Hikayat Kalilah wa-Daminah, Hikayat Muhammad Hanafiah, Hikayat Mi`raj Nabi Muhammad, Hikayat Mir Muhammad atau Hikayat daripada kejadian Mir Muhammad, Hikayat Mesa Taman Panji Wila Kesoma, Hikayat Mesa Gemetar, Hikayat Nabi Muahammad, Hikayat Nabi Musa, Hikayat Nabi Yusuf, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Charang Kolina, Hikayat Jaya Langkara, Hikayat Pelanduk Jenaka, Hikayat Pendawa, Hikayat Kuda Perungu, Nur Muhammad, ceritera daripada Sulaiman, ceritera daripada Omar, cerita Raja Dewa Ahmad, cerita Raja Som`ih, cerita Kobat Lela Indera. Kitab-kitab berkenaan dengan agama diantaranya ialah, usul agama islam, Idah Agama islam, Idah Al fikh, Tafsir al Kor`an, Tauhid, Hafiz iman ul mu`min, Hukum Islam, Hukum haj, Pamun din al Islam, Kitabul Farid, Kitabu`llah, Kashifu`l tajallil subhani karangan hamzah Fansuri, Kenzul Khafi, Mi`rat ul mu`min karangan Shamsuddin ibn Abdullah, Marifat al Islam. Selain dari itu ada juga naskah-naskah seperti Hukum Kanun, Ilmu Fikh, Ilmu falak, Shaikhul Hussainul Kashifi dan Permata Ma`rifat Allah. Banyak yang hilang Tatkala membicarakan perkara naskah-naskah kesusasteraan lama Melayu, maka hendaklah sentiasa diingat bahawa segala naskah-naskah kesusasteraan lama yang tersimpan di dalam kutub-kutub khanah seperti yang telah dari semenjak zaman purba dan naskah-naskah itulah kalau ada pun yang masih tinggal lagi sebagai saki baki daripada hasil-hasil kesusasteraan lama Melayu yang telah tercipta dari semenjak zaman purba, dan naskah-naskah itulah kalau ada pun yang masih tinggal lagi sebagai saki-baki daripada beberapa banyak yang telah hilang dan musnah di sepanjang peredaran zaman yang menempuh berbagai peristiwa mengenai sejarah bangsa melayu. Peristiwa-peristiwa lenyapnya Kerajaan Seri Wijaya serta kedatangan agama Islam ka`alam melayu, ialah diantara sebab-sebab maka lenyapnya segala naskah-naskah kesusasteraan Melayu yang berasal dari zaman Hindu dahulu. Kemudian daripada itu sesudah Melaka menerima agama Islam dan dengan adanya perhubungan-perhubungan rapat dengan cerdak pandai yang datang daripada tanah Jawa serta pengembang-pengembang agama dari benua Hindi, negeri-negeri Parsi dan Arab maka haruslah pada zaman itu usaha-usaha dalam bahagian kesusasteraan terutamanya terjemahmenterjemah mulai dikerjakaan dengan bersungguh-sungguh. Selain dari kerja-kerja menterjemahkan risalah-risalah dan kitab-kitab gama Islam maka haruslah pada zaman itu juga telah diusahakan menterjemah atau menyalin beberapa cerita daripada kitab-kitab tua Hindu seperti Ramayana dan Mahabharata yang telah ada terjemahannya didalam bahasa jawa dalam usaha ini haruslah dengan bantuan orang-orang Jawa yang datang ke Melaka pada zaman itu.

Selain dari Hikayat Muhammad Ali Hanafiah dan Hikayat Amir Hamzah yang telah ada tersebut didalam buku sejarah Melayu itu, demikian juga Hikayat Iskandar Dzul Karnain dan Hikayat Seri Rama yang harus telah ada pada zaman Kerajaan Melayu Melaka itu, maka haruslah juga telah dijadikan asas atau panduan oleh Tun Seri Lanang bagi menyusun buku Sulalatu I-Salatin atau Peraturan Segala Raja-raja yang lebih terkenal dengan nama Sejarah Melayu itu. Sesungguhnya haruslah tiada dapat seseorang hendak membuktikan beberapa banyak dan apa-apa namanya hikayat-hikayat atau lain-lain hasil kesusasteraan Melayu Melaka yakni pada T.M 1400-1511 itu, kerana segalanya itu telah hilang atau binasa dalam peristiwaperistiwa yang menyedihkan. Oleh kerana menurut kelazimannya, istimewa pada zaman dahulu, bahawa istana raja ialah menjadi tempat perhimpunan buku-buku yang telah binasa di makan api dalam peristiwa kebakaran istana Sultan Mansor Shah seperti tersebut kesahnya di dalam buku Sejarah Melayu yang mengatakan bahawa dalam peristiwa itulah kerajaan daripada Sang Nila Utama telah dibakar. Suatu peristiwa lagi yang harus menyebabkan banyak kehilangan naskah-naskah kesusasteraan lama Melayu ialah tatkala Kerajaan Melayu Melaka alah dilanggar oleh Feringgi dalam masa Sultan Mahmud dan orang besar-besar Melaka berundur melepaskan diri daripada dapat ditawan oleh Feringgi, tentulah mereka mengutamakan keselamatan nyawa, kehormatan dan harta benda lebih daripada menyelamatkan buku-buku. Bagaimana pun, adalah peristiwa yang menyebabkan kehilangan hasil-hasil kesusasteraan Melayu yang lebih besar lagi ialah dengan terbakarnya kapal yang bernama the Fame pada 2 hari bulan ke Britain . Dalam kebakaran itu habislah musnah segala muatannya iaitu berbagai khazanah termasuklah perpustakaan lama Melayu yang telah di kumpulkan oleh Tuan Raffles. Menurut keterangan Abdullah bin Abdul Kadir Munshi dalam hikayatnya nyatalah amat banyak perpustakaan lama Melayu yang telah musnah dalam kebakaran kapal the Fame itu. Ada pun perpustakaan lama melayu, iaitu kitab-kitab, hikayat-hikayat dan syair-syair yang musnah itu menurut Hikayat Abdullah penuh berisi di dalam tiga buah peti kulit panjangpanjang sedepa, diantaranya ada kira-kira tiga ratus buah buku-buku yang telah dijilid, tiada termasuk naskah-naskah yang belum berjilid, yang bercerai-berai, bergulung dan yang berhelai-helai. Selain dari itu ada lagi duah buah peti penuh berisi dengan surat-surat dan kitab-kitab Jawa, Bali dan Bugis dan tulisan-tulisan di atas daun lontar. Sesungguhnya adalah terbukti bahawa segala khazanah yang telah musnah didalam kebakaran kapal the Fame itu amat tinggi nilainya kepada tuan Raffles, kerana ade tersebut dadalam buku yang bernama Raffles of Singapore karangan Reginald Coupland, mengatakan bahawa berbagai khazanah yang telah dikumpulkan oleh Raffles sebanyak muatan lebih sebuah kapal telah sudah pun dihantarkan ke England beberapa lama terdahulu daripada peristiwa kebakaran kapal the Fame itu, tetapi segala khazanah yang terpilih dan lebih-lebih di hargainya telah dikemudiakan oleh Raffles dengan tujuan ia sendiri hendak memerhatikan keselamatan khazanah-khazanah itu dalam pelayaran. Malangnya semuanya itu telah musnah, termasuklah segala naskah buku-buku, surat-surat, tulisan di daun-daun lontar dan sebainya yang telah di simpan kedalam peti-peti oleh munshi Abdullah di

Singapura itu serta beberapa banyak lagi khazanah-khazanah yang telah terkumpul dan dibawa daripada Bencoolen.

Bab 3. Zaman Kerajaan Johor Tua dan Acheh (1511 1650) Sungguh pun dalam T.m 1511 Feringgi telah menakluki Melaka tetapi bukanlah bererti Kerajaan Melayu yang berasal dari Melaka itu telah lenyap, malahan Sultan Mahmud Shah dan anakanda baginda Sultan Ahmad Shah sesudah berundur, lalu berbuat negeri di Bintan, maka disanalah Sultan Ahmad Shah mangkat. Sultan Mahmud Shah tiadalah juga kekal berkerajaan di Bintan kerana Feringgi telah datang pula melanggar dan memebinasakan negeri Kopak dalam pulau Bintan itu. Sultan Mahmud dapat berlepas dari kekampar di sana, kerana Raja Kampar yang bernama Sultan Abdullah, putera Sultan Munawar(kekanda Sultan Mahmud Shah) telah di tawan oleh Feringgi. Setelah Sultan Mahmud Shah mangkat iaitu kira-kira dalam tahun 1529, maka anakanda baginda yang bernama Raja Ali itulah naik kerajaan di kampar dengan gelaran Sultan Alauddin Riayat Shah II. Baginda tiada berapa lama bersemayam di negeri Kampar, barangkali oleh baginda berazam hendak menegakkan semula kebesaran Kerajaan Melayu di Tanah Melayu bagi menggantikan Kerajaan Melayu Melaka yang telah roboh oleh langgaran Feringgi itu, maka baginda telah berangkat ke Pahang dan dari Pahang lalu ke Johor berbuat negeri di Kuala Johor, kekallah baginda bersemayam di sana hingga baginda mangkat kirakira dalam tahun 1550 dan anakanda baginda itu pun naik kerajaan dengan gelaran Sultan Mudzaffar Shah II. Daripada zaman pemerintahan Sultan Mudzaffar Shah II itu membawa kepada terusirnya Feringgi daripada bumi Melaka pada tahun T.M 1641, iaitu di langgar bersama-sama oleh angkatan-angkatan perang Acheh, Belanda dan Johor, maka ada empat orang raja-raja telah memerintah negeri Johor. Disepanjang masa itu empat kali tempat bersemayam raja telah berpindah dan telah berulang-ulang kali menentang serangan Feringgi pada zaman Sultan Mudzaffar Shah II, baginda telah berpindah daripada Johor Lama ke Seluyut ( Kota Batu ). Pada 15 Ogos T.M 1587 datang Feringgi melanggar dan membinasakan Kota Batu itu. Kemudian pada zaman Sultan Abdul Jalil II, baginda telah berpindah pula daripada Seluyut (Kota Batu) ke Batu Sawar. Tatkala baginda bersemayam di Batu Sawar itu, menurut buku sejarah Melayu, telah datang Feringgi melanggar tetapi kota itu tiada alah malahan banyak kelengkapan Feringgi yang binasa, hingga terpaksa mereka undur balik ke Melaka. Kemudian baginda berpindah pula ke Sungai Damar (anak Sungai Batu Sawar) dinamai baginda makam Tauhid. Kota Makam Tauhid ini telah dua kali di langgar Feringgi, tetapi tiada juga alah, melainkan banyak orang-orang Feringgi yang mati di bunuh oleh orang-orang Melayu. Sesungguhnya pada zaman pemerintahan Sultan Abdul Jalil II itulah Kerajaan Johor bermusuh besar dengan Feringgi hingga sentiasalah berlaku peperangan di antara kedua pihak itu.

Setelah Sultan Abdul Jalil II mangkat dalam T.M 1597 maka anakanda baginda yang bernama Raja Mansor pula naik kerajaan dengan gelaran Sultan Alauddin Riayat Shaah III. Maka dalam zaman pemerintahan baginda itu pun beberapa kali juga negeri Johor didatangi oleh orang-orang Feringgi dan Acheh, tetapi tiada alah. Baginda juga telah berpindah tempat semayam, iaitu daripada makam Tauhid baginda pindah berbuat negeri di sebuah tempat Pasir Raja namanya. Dalam suatu lamggaran angkatan Acheh dalam T.M 1613, Sultan Alauddin Riayat Shah III bersama-sama dengan adinda baginda Raja Abdullah (yang kemudiannya bergelar Sultan Abdullah Maayah Shah) dan Bendahara Paduka Raja (Tun Seri Lanang) telah di tawan dan di bawa mereka ke Acheh tetapi baginda telah dipelihara dengan sempurnanya oleh Raja Acheh, Iskandar Muda Mahkota Alam dan adinda baginda Raja Abdullah itu dikahwinkan oleh Raja Acheh itu dengan saudara perempuan.baginda. dalam T.M 1914 Sultan Alauddin Riayat Shah III telah dihantar balik oleh Raja Acheh ke Johor. Kemudian tatkala angkatan perang Acheh melanggar Melaka, Sultan Alauddin Riayat Shah III telah dituduh menyebelahi pihak Feringgi kerana pertolongan baginda tiada bersungguhsungguh, maka kerana itu Raja Acheh telah menuntut bela lalu melanggar negeri Johor. Setelah Johor alah maka Sultan Alauddin Riayat Shah III pun berundur ke Bintan, tetapi Pulau Bintan itu pun telah didatangai oleh angkatan Acheh dan baginda telah di tawan lalu dibunuh mereka, demikian menurut buku Sejarah Alam Melayu. Ada pun yang menggantikan Sultan Alauddin Riayat Shah itu ialah adinda baginda Raja Abdullah dengan gelaran Sultan Abdullah Maayah Shah. Sungguh pun baginda ini menjadi ipar kepada Raja Acheh, Iskandar Muda Mahkota Alam itu, tetapi nasib baginda tiada baik, kerana baginda telah murka dan diseterui oleh Raja Acheh, akhirnya baginda telah mangkat pada T.M 1637 (menurut buku Tawarikh Johor pada T.M 1623) di Pulau Tembelan, iaitu sebuah pulau kecil dalam Gugusan Pulau-pulau Riau. Setelah Sultan Abdullah Ma`ayah Shah mangkat maka yang menggantikan kerajaan baginda di Johor itu, ialah putera saudara baginda, iaitu Raja Abdul Jalil, putera Sultan Alauddin Riayat Shah III, dengan gelaran Sultan Abdul Jalil Riayat Shah III. Maka sesungguhnnya Sultan Abdul Jalil Riayat Shah III itulah yang bersungguh-sungguh bersahabat dengan Belanda, dan berjanji hendak bersatu kekuatan melanggar Feringgi di Melaka. Akhirnya pada T.M 1640 bersatulah angkatan Acheh, Belanda dan johor melanggar Melaka, dan pada T.M 1614 tewaslah Feringgi dan hapuslah pemerintahannya Di Melaka. Setelah Sultan Abdullah Ma`ayah Shah mangkat maka yang menggantikan kerajaan baginda di Johor itu, ialah putera saudara baginda, iaitu Raja Abdul Jalil, putera Sultan Alauddin Riayat Shah III dengan gelaran Sultan Abdul Jalil Riayat Shah III. Maka sesungguhnya Sultan Abdul Jalil Riayat Shah III itulah yang bersungguh-sungguh bersahabat dengan Belanda, dan berjanji hendak bersatu kekuatan melanggar Feringgi di Melaka. Akhirnya pada T.M 1640 bersatulah angkatan Acheh, Belanda dan Johor melanggar Melaka dan pada T.M 1641 tewaslah Feringgi dan hapuslah pemerintahannya di Melaka. Demikianlah ringkasnya hal ehwal yang tercatit dalam sejarah mulai daripada zaman kejatuhan Kerajaan Melayu Melaka hingga membawa kepada terdirinya kerajaan Melayu di Johor dan hapusnya kekuasaan Feringgi di Melaka itu. Kesusasteraan Zaman Kerajaan Johor Tua

Sekarang tibalah pula kita kepada membicarakan perkara adakah usaha-usaha dijalankan bagi menciptakan hasil kesusasteraan Melayu di sepanjang zaman yang tersebut itu? Iaitu manakala kerajaan Melayu di Johor itu sentiasa dalam keadaan yang terancam, beberapa kali berpindah-randah dan berulang-ulang menentang serangan-serangan Feringgi dan sekiranya ada tercipta, bagaimanakah aliran bentuknya. Selain daripada buku Sulalatu Salatin yakni peraturan segala raja-raja atau lebih terkenal dengan nama Sejarah Melayu yang terkarang olej Tun Seri Lanang di Johor atay pun tatkala beliau bersama-sama Sultan Alauddin Riayat Shah III tertawan ke Acheh itu, maka sukarlah hendak ditegaskan ada tau tiadanya hasil-hasil kesusasteraan Melayu tercipta pada zaman itu, kerana sebagaimanatelah diterangkan dalam bab yang terdahulu bahawa hasil-hasil kesusasteraan lama Melayu itu kebanyakkannya ada bukunya tetapi tiada ketahui siapa pengarangnya dan bila tarikh terciptanya disebalik itu pula ada juga didapati terjadi berkenaan dengan kesusasteraan lama Melayu iaitu ada tersebut nama sesebuah buku dan diketahui nama pengarangnya tetapi tiada pula dijumpai naskah buku itu. Setuatu bukti yang terang berkenaan perkara itu boleh disaksikan dalam buku Tuhfat al Nafis atau Sejarah Melayu dan Bugis yang terkarang oleh Al marhum Raja Ali al-Haji Riau pada T.H 1282. Didalam buku Tuhfat al Nafis itu didapati tiada kurang daripada lima tempat yang menyebut nama sebuah buku bernama Siarah Lingga dan Riau, karangan Engku Busu ayahanda Tengku Wok Dungun. Pengarang Tuhfat al Nafis itu dalam keterangannya nyatalah mengaku bahawa ada beberapa perkara didalam buku karangannya itu ia berasaskan atau pun dipetiknya daripada buku karangan Engku Busu itu. Angka tahun terciptanya buku Tuhfat al Nafis itu belumlah boleh dikatakan telah lama zamannya sedangkan demikian buku yang ada tersebut didalamnya pun tiada diketahui lagi adanya betapa pula buku-buku yang telah tercipta selama tiga tahun atau empat ratus tahun dahulu? Istimewa pula pada zaman Kerajaan Johor tua yang sentiasa berpindah dan berperang itu. Dalam pada itu pun didalam naskah Sejarah Melayu atau Sulalatu Salatin, karangan Tun Seri Lanang, ada didapati perkara yang serupa seperti keadaan berkenaan dengan Siarah Lingga dan Riau yang tersebut di dalam buku Tuhfat al Nafis itu. Ada pun perkara yang berkenaan ini terkandung di dalam Al kisah cerita yang kedua puluh enam tentang sepotong ayat demikian bunyinya: .Maka Bendahara Johor (Tun Biajid, bergelarBendahara Seri Maharaja, disebut orang Dato Bendahara Johor) beranakkan Tun Hidap, maka Tun Hidap, maka Tun Hidap diperisterikan oleh Tun Isap Misai, anak Bendahara Seri Nara Wangsa, maka Tun Isap Misai bergelar Bendahara Seri Maharaja, ialah disebut orang Dato Bendahara yang tua, ialah mengarang Anak Panah se Desa. Anak panah se Desa Ada pun ertinya anak panah se dasa itu dalam bahasa Sanskrit ialah rangkaian sepuluh batang anak panah. Maka pengertian mengarang disini tidaklah boleh diertikan sebagai membentuk atau pun menyusun anak-anak panah itu seperti menggubah bunga bahkan terlebih tepat maksudnya menuju kepada pengertian mengarang buku, hikayat atau sebagainya. Dengan kesimpulan itu maka haruslah bererti bahawa yang dikarang oleh Bendahara Seri Maharaja Tun Isap Misai itu ialah sebuah buku yang yang dinamakannya anak panah dasa.

Suatu perkara yang boleh menguatkan lagi alasan tentang istilah perkataan mengarang seperti tersebut tadi, iaitu dimaksudkan mengarang buku, ialah dengan beralaskan salasilah Bendahara Seri Maharani Tun Isap Misai itu. Ada pun Tun Isap Misai itu menurut buku Sejarah Melayu, ialah cucu kepada Bendahara Seri Maharaja Tun Muthahir yang telah di bunuh oleh Sultan Mahmud Shah di Melaka dan ialah juga datuk kepada Bendahara Paduka Raja Tun Seri Lanang, pengarang buku Sejarah Melayu itu. Aturan salasilah berkenaan dengan Bendahara Seri Maharaja Tun Isap Misai itu Menurut buku Sejarah Melayu, ialah seperti di bawah ini: TUN MUTAHIR (Bendahara Seri Maharaja I., Bendahara VIII, Melaka) TUN MAHMUD (Bendahara Tun Nara Wangsa, Bendahara XI, Johor) TUN ISAP MISAI (Bendahara Seri Maharaja III, Bendahara XIII, Johor) TUN AHMAD (Paduka Raja, Temenggung Johor) TUN SERI LANANG (Bendahara Paduka Raja III, Bendahara XIV, Johor) (Menurut Tawarikh Negeri Johor, Tun Mahmud bukannya anak Tun Mutahir, tetapi ialah anak abangnya, iaitu Tun Tahir, Seri Nara di Raja yang juga telah dibunuh oleh Sultan Mahmud bersama-sama adiknya, Bendahara Seri Maharaja Tun Mutahir pada T.M 1510 itu). Oleh kerana Tun Seri Lanang ternyata hidup sezaman dengan datuknya itu(ia menggantikan jawatan Bendahara Seri Maharaja Tun Isap Misai menjadi Bendahara Johor) maka tentulah telah sedia diketahuinya usaha-usaha datuknya itu, dan maksud perkataan mengarang pada pengertian seseorang pengarang seperti Tun Seri Lanang itu nescaya terlebih hampir tujuannya kepada erti mengarang kitab, hikayat atau sebagainya maka dengan kesimpulan demikian berertilah barangkali yang dimaksudkan oleh Tun Seri lanang dengan sepotong ayat seperti yang tersebut tadi, ialah sebagai menegaskan bahawa datuknya yakni Bendahara Seri Maharaja Tun Isap Misai itulah yang mengarang buku bernama Anak Panah se Dasa itu. Sekiranya tepatlah seperti kesimpulan sangkaan yang tersebut diatas itu maka nyatalah buku atau hikayat Anak Panah se Dasa itu sudah sedia terkenal pada zaman Tun Seri Lanang (T.M 1612) tetapi disebabkan buku itu tiada didapati lagi sekarang ini maka sukarlah hendak diduga dengan tepat bagaimanakah bentuk atau aliran tujuan kandungannya. Dalam pada itu pun dengan menilik kepada zaman penciptaannya, iaitu dalam zaman usaha sedang dijalankan bagi menegakkan semula kebesaran Kerajaan Melayu di Johor bagi menggantikan Kerajaan Melayu Melaka yang telah roboh itu, dan mempertahankannya daripada seranganserangan musuh demikian juga meninggikan semula kedaulatan raja-raja Melayu, maka jika sungguhlahada buku itu bolehlah di agak bahawa tujuan isinya haruslah menuju kepada maksud mengukuh serta meninggikan semangat pembaca-pembacanya dengan membesarbesarkan peri keberanian dan kegagahan seseorang hulubalang Melayu dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan negerinya serta dengan taat setia menjunjung titah perintah rajanya.

Bagaimana pun pengarangnya seorang orang besar raja yang berjawatan bendahara maka haruslah pula aliran kandungannya banyak mengenai hal ehwal golongan istana, dan tidak juga terkecuali daripada membesar-besarkan kisah kegagahan, keberanian dan taat setia seseorang hulubalang Melayu iaitu sebagai aliran jalan cerita Hikayat Hang Tuah. Tetapi Hikayat Hang Tuah nyatalah telah terkarang pada zaman yang terkemudia, iaitu sesudah pemerintahan Feringgi roboh di Melaka pada T.M 1641, kerana di dalam Hikayat Hang Tuah itu ada menyebutkan kisah kekalahan Feringgi itu. Bagaimana pun nama Hikayat Hang Tuah itu telah sedia terkandung di dalam daftar nama buku-buku Melayu yang telah di terbitkan dalam T.M 1736 oleh seorang Belanda sarjana bahasa Melayu bernama Werndly seperti yang disebutkan dakam bab yang lalu. Dalam pada itu pula haruslah ada beberapa buah diantara 69 buah hikayat-hikayat, kitab-kitab agama islam dan sebagainya yang terkandung nama-namanya di dalam daftar buku-buku Melayu yang diterbitkan oleh Werndly itu telah tercipta di dalam zaman Kerajaan Melayu Johor tua. Hasil-hasil Kesusasteraan Zaman Kerajaan Acheh Setelah Kerajaan Melayu Melaka roboh dilanggar Feringgi dalam T.M 1511 itu maka telah bangun pula di bahagian utara Pulau Perca ( Sumatra ) sebuah kerajaan yang berpusat di Acheh. Kerajaan itu mulai kembang kuasanya ialah dalam T.M 1525 manakala Sultan Ibrahim di Acheh Utara telak menakluki Pasai, maka oleh itu ulama-ulama dan pengembangpengembang agama Islam pun bertumpulah kesana. Dalam kitab Bustan ul Salatin (Taman Raja-raja) yang terkarang oleh Shaikh Nuruddin ibn Hasanyi IBN Muhammad al-Raniri dalam T.M. 1638 itu ada menyebutkan nama ulamaulama yang termasyur di Acheh dalam kurun Masehi yang ke XVI. dan ke XVII. Menurut keterangan kitab tersebut, dalam T.M. 1582 ada dua orang ulama datang ke Acheh daripada Mekah, salah seorang daripadanya ialah Abu Khair ibn Shaikh ibn al Hajar mengajar ilmu fekah(fiqah) dan ia telah mengarang kitab Al Saif al kati atau Pedang Tajam. Ulama yang seorang lagi Muhammad al Yaman namanya mengajar ilmu usul. Di antara T.M 1577 dan T.M 1586 tiba pula ke Acheh seorang ulama daripada Gujerat bernama Shaikh Muhammad Jailani ibn Muhammad Hamid al Raniri, seorang guru yang terkenal didalam bahagian ilmuilmu mantic, syarahan dan fekah, oleh kerana ramai orang-orang suka hendak menuntut ilmu tasauf maka ia pun pergi ke Mekah mempelajarinya dan balik ke Acheh pada T.M 1607 telah datang pula seorang ulama Masir bernama Muhammad Azhari atau nama lainnya Shaikh Nuruddin. Kekuasaan Kerajaan Acheh itu telah sampai kepuncak kebesarannya ialah pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam atau disebut juga Sultan Iskandar Muda Johan Perkasa Alam Shah, yang memerintah pada T.M 1606-T.M 1636. Pada zaman itu kuasa Kerajaan Acheh telah meluas sampai ke Bangkahulu termasuklah daerah-daerah pantai laut Minangkabau, antaranya Padang , Bengkulu, Miko-Moko, Pariaman, Tiku. Daerahdaerah tersebut termasuk kebawah perintah Acheh kira-kira 50 tahun lamanya. Maka disebelah timurnya pula kekuasaan Kerajaan Acheh itu meluas hingga ke Jambi, Siak, Riau dan Linggi, demikian juga sebahagian Tanah Semenanjung termasuklah Johor dan Pahang. Akan diingat bahawa dalam zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam itulah Sultan Alauddin Riayat Shah bersama-sama dengan adinda Raja Abdullah dan Bendahara Paduka Raja Tun Mahmud (Tun Seri Lanang) tertawan ke Acheh. Dalam zaman

itulah juga pemerintahan Feringgi di Melaka itu tiada aman keadaannya oleh kerap di datangi angkatan perang Acheh. Sesungguhnya pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam itulah istana Acheh telah menjadi tumpuan ulama-ulama dan pujangga-pujangga Islam bukan sahaja dari golongan anak negeri bahkan juga datang daripada negeri luar. Beberapa orang pujangga Islam telah hidup pada zaman itu, diantaranya yang terbesar ialah Hamzah Fansuri dai Baros, selain darinya ialah Shamsudin al Samatrani dari Pasai, Abdul rauf dari Singkel, Shaikh Nuruddin ibn Ali al Raniri dan Bukhari al Jauhari. Hamzah Fansuri Hamzah Fansuri hidup dalam pertengahan yang kedua kurun yang ke XVI dan pertengahan yang pertama kurun ke XVII. Tempat lahir Hamzah Fansuri di Baros dalam Sumatra itu dapat dipastikan dari petekan serangkap tulisannya: Hamzah Fansuri di negeri Melayu. Tempatnya kapur didalam kayu. Hamzah Fansuri telah mengedari beberapa buah negeri mulai daripada tempat kediamannya di Baros ia telah belayar ke Pahang, Kemudian ke Banten dan Kudus dalam Pulau Jawa, Shar Nawi iaitu Ayuthia yang pada zaman itu menjadi ibu kota negeri siam, Makkah dan Madinah, sekianlah jauh pelayarannya itu bagaimana pun dapat dipastikan bahawa kesimpulan tujuan yang mendorongkan ia meninggalkan negerinya, pergi mengedari negeri-negeri luar aitu ada terbayang didalam serangkap syairnya berbunyi demikian: Hahzah Fansuri di dalam Mekkah, Mencari Tuhan di Baitul Ka`bah Di Baros ke Kudus terlalu payah, Akhirnya dapat di dalam rumah. Serangkap syair buah pena Hamzah Fansuri yang di petik daripada karangannya syair Perahu demikian bunyinya: Wahai muda, kenali dirinya, Ialah perahu tamthil tubuhmu, Tiadalah berapa lama hidupmu, Keakhirat juga kekal diammu. Satu lagi contoh syair gubahan Hamzah Fansuri ialah demikian bunyinya: Hapuskan akal dan rasanya, Kenyapkan badan dan nyawamu, Pecahkan hendak kedua matamu, Disanalah lihat permai rupamu. Adamu itu yogia kau serang, Supaya dapat negeri yang senang, Seperti Ali tatkala perang, Melepaskan Duldul tiada berkekang.

Hamzah miskin orang uryani, Seperti Ismail menjadi kurbani, Bukannya Ajami lagi Arabi, Sentiasa wakil dengan yang Baki. Syair dari buah pena Hamzah Fansuri diantaranya ialah: Syair Burung Pungguk, Syair Burung Pingai, Syair Sidang Fakir, Syair Sidang Fakir, Syair Dagang, Syair Perahu. Ada dua buah kitab lagi karangan hamzah Fansuri berbentuk prosa, iaitu sebuah namanya Sharab al ashikin atau Minuman orang yang cinta pada Tuhan. Kitab karangannya yang sebuah lagi itu bernama Asrar al arifin fi bayan ilm al suluk wa`l tauhid. Pada penghujung kurun yang ke XVI dan kurun yang ke XVII ilmu suluk amat berkembang di daerah Sumatra Utara dan di tanah Jawa, maka pada zaman itulah juga telah timbul sesuatu peristiwa yang sebelum itu belum penah berlaku dalam sejarah kesusasteraan Melayu, peristiwa ini ialah berkenaan dengan perintah membakar kitab-kitab kerangan pujangga yang berani menentang faham atau kepercayaan rasmi yang berkuasa pada zaman itu. Punca yang menyebabkan peristiwa itu ialah dengan adanya dua golongan ulama, golongan yang pertamanya berpegang teguh pada faham tua dan menentang golongan yang kedua iaitu ahli al suluk yang mengembangkan ditengah masyarakat ilmu suluk. Dua orang ulama iaitu al Raniri dan Abdul Rauf termasuk kedalam golongan yang pertama, sedang Hamzah dam Shamsuddin dalam golongan yang kedua. Al Raniri atau Shaikh Nuruddin ibn Ali al Raniri telah mendebat serta menyelar faham-faham Hamzah dan Shamsuddin dalam kitabnya bernama Tabyan fi ma`rifat al adyan yang terkarang pada zaman T.M 1664. Al Raniri sentiasa berpegang teguh pada fahamannya, ia berpendapat bahawa ilmu suluk, tasauf itu tidak ada hubungannya dengan ajaran agama yang asli, maka kerana itulah ia memandang bahawa segala pendapat dan karangan Hamzah dan Shamsuddin itu sebagai ajaran kafir belaka serta membahayakan iman pengikut-pengikut Islam. Oleh begitu besar pengaruh al Raniri pada Raja Acheh(Sultan Iskandar Thani hingga segala karangan keduanya itu perintahkan bakar. Shamsuddin al Samatrani Shamsuddin pujangga dari Pasai itu menurut suatu punca ialah seorang murid Pengeran Bonang, dan telah hidup di bawah perlindungan Raja Acheh yang terbesar, Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam (T.M 1606-36), dan dikatakan ia telah memangku jawatan Perdana Menteri. Seperti kitab-kitab dan karangan-karangan Hamzah juga, sesudah mangkat Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam kitab-kitab karangannya banyak yang telah diperintahkan baker. Bagaimana pun sebuah diantara yang telah terselamat daripada api ialah kitabnya dalam bahasa Melayu dan bahasa Sunda bernama Mi`rat ul mu`min bertarikh T.M 1601 iaitu berkenaan dengan ilmu usul.

Selain dari Kitab Mi`rat ul Mukmin, kitab-kitab Shamsuddin dalam bahasa Melayu ialah: Kitab Mir`at al Muhakkikin, Kitab Mir`at al Iman, Kitab Shar ruba`i Hamzah Fansuri, iaitu tafsir-tafsir atas syair Hamzah Di antara kitab-kitab karangan Shamsuddin di ketahui telah hilang hanya tinggal namanya sahaja lagi ialah Kitab fi dzikr da`ira kab al kawsayna, Kitab siri al arifin, Mir`at ak Kulub dan sebuah risalah tentang mertabat tujuh dan sifat dua puluh. Shamsuddin telah meninggal dunia pada T.M 1630 Abdul Rauf dari Singkel Abdul Rauf terkenal juga dengan gelaran Tengku di Kuala beliau mengajar di Acheh dalam T.M. 1661 dan amat-lah di-muliakan orang hingga sa-olah-olah di-pandang sa-bagai keramat. Sunggoh pun saperti telah terdahulu disebutkan bahawa Abdul Rauf dan al-Raniri keduaduanya berpegang kapada faham tua, tetapi tentang sikap antara kedua itu terhadap gulongan yang berfaham lain ada-lah jauh bezanya. Al-Raniri ternyata keras sikapnya, ia melemparkan celaan-celaan dan tempelak dengan mengatakan kafir golongan yang bertentang dengan fahamnya serta menyuroh bakar segala kitab-kitab karangan mereka itu. Di saba1ik itu pula Abdul Rauf bersifat sabar dan soleh; dalam soal Wujudiyya ia hanya berkata: Janganlah menuduh seseorang yang mengeluarkan perkataan-perkataan demikian itu kafir. Membuat tuduhan saperti itu amatlah besar bahayanya. Jika orang itu kafir, mengapa mensia-siakan perkataan atasnya? Sekiranya dia bukan kafir maka perkataan itu akan berbalik kepada diri kita sendiri. Kerana Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda: "Janganlah seseorang menuduh orang lain sebagai ta' beriman atau kafir, kerana tuduhan itu akan berbalik keatas dirinya sendiri jika iaitu tiada benar. Beberapa buah kitab-kitab karangan Abdul Rauf yang maseh ada lagi, diantaranya di Leiden ada tersimpan sabuah kitab 'ilmu fekah yang bernama "Mir'at a't Tullab fi Tashil Ma'rifat AlAhkam a'sh-shar'iyyah Ii Malik a'l-Wahhab." Kitab ini telah di karangnya dengan perentah Raja Perempuan Acheh Taj u'l-'alam safiat-u 'din, yang memerentah pada T.M. 1641-1675. Suatu di antara usaha-usaha Abdul Rauf ialah mentafsirkan kebahasa Melayu ulasan Baidhawi tentang kandungan Quran. Pada penghujung kitabnya yang bernama"Umdat almuhtajin". itu ada terkarang suatu ringkasan riwayat hidupnya, di antara lain-lain Abdul Rauf ada menyebut bahawa ia telah menuntut 'ilmu beberapa tahun lamanya di Makkah, Madinah , Judah , Mokha, Zebid, Betafakih dan di lain-lain tempat lagi. Abdul Rauf telah meninggal dunia kira-kira dalam T.M. 1690. Shaikh Nuruddin ibn 'Ali al-Raniri Sebutan "al-Raniri" pada hujung namanya itu mengenalkan bahawa Shaikh Nuruddin ialah berasal dari saebuah tempat Rander namanya, iaitu berseberang dengan Surat dalam daerah Gujerat ( India ). Sesungguhnya dad karangan-karangannya dapat diketahui:' ianya seorang yang sentiasa sedia mendebat dan menentang gulongan yang bertentangan faham dengan-nya terutama sa-kali terhadap 'ilmu suluk yang sedang berkembang di-Acheh pada zaman itu. Shaikh Nuruddin terkenal sebagai seorang terpelajar dan banyak memetek isi-isi

kesusasteraan Parsi-'Arab bagi di gunakannya dalam kitab-kitab karangannya dalam bahasa Melayu. Dalam T.M. 1638 al-Raniri telah mulai: mengarang kitabnya yang bernama Bustan ul-Salatin ya'ani Taman Raja-raja. Kitab ini di karangnya atas perintah Sultan Iskandar Thani. Sebelum mengarang Kitab Bustan ul Salatin itu dalam T.M. 1628 ia telah menciptakan sebuah kitab bernama Sirat al-Mustaqim. AI-Raniri telah juga menterjemahkan sebuah kitab bahasa Arab bernama Sharah al-'aka'id al-Nasafiya ke bahasa Melayu dan di namakannya Durrat I-Fara'id bisharah al aka'id. Ada pun Kitab Bustan ul-Salatin itu mengandungi tujuh fasal; dalam fasal yang pertama ialah huraian berkenaan dengan asal kejadian langit dan bumi, Nur Muhammad. Luh al-Mahfuz, al-Qalam, al-Arash, al-Kursi; demikian juga berkenaan dengan asal kejadian Malaikat, Sidrat ul Muntaha, al-Jin atau dinamakan juga Iblis, serta huraian berkenaan dengan tujuh lapis langit. Segalanya itu bolehlah dikatakan berhubung dengan kepercayaan orang Islam seperti yang diajarkan agamanya atas perkara-perkara yang harus dipercayai. Fasal yang keduanya ialah huraian berkenaan dengan nabi-nabi mulai: dari Nabi Adam hingga kapada Nabi Muhammad s.a.w. demikian juga berkenaan dengan raja-raja zaman dahulu seperti raja-raja Parsi hingga kepada zaman pemerintahan Sayyidina Omar, raja-raja Istanbul hingga ke zaman raja yang terakhirnya, raja-raja Masir hingga kezaman Iskandar Dzu'l-Karnain, sejarah raja-raja 'Arab. Nejd dan Hijaz, Rasulullah dan Khalifah yang berempat, sejarah bangsa 'Arab di bawah perintah khalifah-khalifah Umaiyah dan Abbasiyah, sejarah raja-raja Delhi dan seterusnya raja-raja .Melaka, Pahang dan Acheh. Fasal yang ketiga-nya ia-Iah huraian- berkenaan dengan raja-raja yang 'adil serta pembesarpembesar negeri yang "arif dan bijaksana; fasal yang keempat berkenaan dengan -raja-raja yang suchi beriman dan takwa kapada Allah -saperti Sultan Ibrahim ibni Adham dan Iskandar Dzu'lKamain. Fasal yang kelimanya berkenaan dengan raja-raja yang dzalim dan pembesarpembesar negeri yang bebal serta tiada ta'at setia akan raja-nya. Fasal yang keenam ialah berkenaan dengan sifat orang-orang yang mulia dan pemurah serta pahlawan-pahlawan dalam peperangan Badar dan Uhud. Fasal yang ketujuh yakni yang akhirnya ialah berkenaan dengan akal dan pelbagai jenis ilmu pengetahuan,termasuklah ilmu-'ilmu firasat dan ubatan. Dengan perintah Sultan Iskandar Thani, maka dalam T.M. 1640 al-Raniri telah mengarang sebuah kitab mengandung perdebatan tentang roh. Kitab ini dinamakannya Asrar al-insan fi ma'rifat al-roh wa'l-Rahman, dan mengandongi suatu sebutan terhadap Hamzah Fansuri. Dalam T.M. 1642 ia telah mengarang sebuah kitab bernama "Akhbar al-'akhirah fi ahwal alkiamah" iaitu berkenaan dengan kejadian Nur Muhammad, Adam dan maut, demikian juga berkenaan alamat-alamat hari kiamat dan tentang syurga dan neraka; kandungan-nya telah disador daripada beberapa buah kitab di antaranya dua buah kitab karangan Imam Ghazali yang bernama Daka'ik wa'l-hakaik dan Durrat al-fakhirah min kashf 'awam al-'akhirah. Oleh kerana fikirannya makin tertumpu kepada menentang faham Hamzah Fansuri dan Shamsuddin al-Samatrani terhadap 'ilmu suluk itu maka al-Raniri telah mengarang lagi beberapa buah kitab membicarakan soal itu. Dalam kitab "Jawahir al-'ulum fi kashf almaklum", terkarang pada T.M. 1642; dan dalam kitabnya "Tabyan fi ma'rifat al:adyan", terkarang pada T.M. 1664 itu ia telah mendebat faham-faham Shamsuddin al-Samatrani.

Bukhari al-Jauhari Di antara kitab-kitab yang termasyhur ciptaan pada permulaan kurun Masihi ke-XVII ialah kitab bernama "Taj ul-Salatin" yakni Mahkota Raja-raja, yang telah terkarang dalam T.M. 1603.. Ada dua punca yang berselisihan tentang soal menentukan siapa orangnya yang mengarang kitab itu. Punca yang pertama mengatakan pengarangnya itu bernama Bukhari berasal dari Johor dan telah tinggal di Acheh pada zaman Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam. Punca yang keduanya pula mengatakan bahawa kitab itu asalnya telah terkarang oleh seorang jauhari yakni tukang atau saudagar permata di negeri Bukhara , tetapi tidak pula di ketahui siapa yang menyadur atau menterjemahkannya kebahasa Melayu. Jika dihalusi antara dua pendapat ini maka sukarlah hendak dipersetujukan pendapat punca. yang kedua itu. Kerana istilah perkataan "al-Jauhari" di sini bukanlah maksudnya tukang atau saudagar permata, bahkan terlebih hampir maksudnya mengenai sifat keahlian atau kebijaksanaan seseorang itu dalam sesuatu perkara. alasannya dapat dipastikan daripada maksud suatu perumpamaan yang mengandung makna dua lapis "jauhari juga yang mengenal manikam". Suatu perkara lagi adalah menjadi kelaziman bagi seseorang itu membubuhkan nama tempat asalnya dihujung namanya sendiri. misalnya nama Shaikh NuriIddin al-Raniri; perkataan al-Raniri itu ialah ditujukan kepada nama tempat asalnya yang bernama Rander itu. Dengan alasan-alasan seperti yang tersebut tadi maka kesimpulan atas nama pengarang atau penyusun Kitab Taj ul-Salatin itu haruslah terlebih hampir kapada sebutan "Bukhari al Johori", yakni Bukhari ataupun menurut lazim bunyi sebutan Melayu "Bahari" yang berasal dari Johor. Menilik kapada aliran kandungan Kitab Taj ul-Salatin itu maka bolehlah dikatakan saduran daripada kesusasteraan Islam Parsi, demikian juga susunan jalan bahasanya mengikut bentuk ikatan sajak-sajak Parsi iaitu mathnawi, rubai. ghazal. Dalam pendahuluannya pengarang Kitab Tajul Salatin ini ada menyebutkan tujuh buah kitab-kitab ciptaan Parsi yang dijadikannya panduan iaitu: Minhaj al-Salatin Akhlaq al-Muhsini Siyar al-Muluk Sifat al-Muluk Akbar al-Muluk Sifat al-Salatin Adab al-Umra. Kandungan Kitab Tajul-Salatin ini terbahagi kapada 24 bab. Tiga bab yang mula-mulanya berisi falsafah hidup yang tinggi, iaitu menerangkan bagaimana manusia harus mengenal dirinya. Kegunaan pancaindera yang lima dijadikan Tuhan untuk manusia. Asal kejadian manusia dari empat anasir iaitu tanah, air, api dan angin. Peri manusia harus mengenal Tuhannya yang menjadikan semesta alam, tetapi terlebih dahulu manusia mestilah mengenal dirinya sendiri. Dunia ialah tempat manusia hidup berkasih-kasihan dalam masyarakat antara sesamanya. Manusia hidup didunia ini dimithalkan sebagai perantau yang singgah sementara dalam perjalanannya ke alam yang lain yakni akhirat.

Bab yang keempat menerangkan peri azabnya manusia ketika hendak sampai ajalnya, sambil mengingatkan bahawa manusia harus ingat iaitu tiada akan terlepas ianya daripada mati, seperti firman Tuhan: "Kullu nafsin dza'ikatu maut. Dalam bab yang kelima ialah berkenaan dengan kebesaran dan kemuliaan seseorang raja dan kebesaran serta kedaulatannya. Kemudian diterangkan pula perihal nabi-nabi yang memerintah didunia sebagai raja, hinggalah kapada Nabi Muhammad s.a.w. dan kemudiannya digantikan oleh empat orang Khalifah Abu Bakar, Omar, Othman dan 'Ali. Maka perbuatan nabi-nabi dalam menjalankan pemerintahan dan cara perhubungan dengan segala umatnya hendaklah dijadikan teladan dan ikutan. Bab yang keenam menerangkan cara-caranya menjalankan keadilan, keadilan adalah sendi bagi keamanan dan keselamatan dalam dunia. Bab yang ketujuh ialah berkenaan dengan budi pekerti seseorang raja, serta di huraikan ceritera segala raja-raja yang mengerjakan kehendak itu dengan mengikut jalan yang sebenarnya. Sebagai teladan disebutkan nama-nama Hamn al-Rashid dan Khalifah Omar ibn Khattab. Bab yang kedelapan menghuraikan kesah segala raja-raja yang bukan mukmin tetapi bersifat 'adil, di-antara raja-raja itu disebutkan Raja Nushirwan, sehingga termasyur dengan gelaran Nushirwan 'Adil. Di sebutkan juga kesah Maharaja China yang sentiasa sedia mendengar pengaduan-pengaduan segala hamba rakyatnya sehingga menyebabkan telinganya pekak. Bab yang kesembilan mengandung huraian tentang kezaliman dan perbuatan-perbuatan yang dizalim; raja yang dizalim ialah bayangan Iblis di-dunia. Bab yang kesepuluh menerangkan peri perhubungan seseorang raja dengan penasihatnya; peri kemuliaan segala menteri dan kemuliaan pangkat itu. Bab yang kesebelas menerangkan tentang pekerjaan seseorang pengarang dan bagaimana tingginya nilaian buah penanya. Pena dan pedang itu sama-sama tajamnya, jika tidak dengannya tiada seorang manusia hatta Iskandar Dzu'l-Karnain pun tiada akan dapat menguasal sebuah kerajaan yang besar. Bab yang kedua belas ialah tentang utusan dan tanggungjawabnya. Bab yang ketiga belas berkenaan dengan sifat-sifat dan kewajipan pegawai-pegawai pemerintah. Dalam bab yang keempat belas diterangkan fasal cara-cara memelihara dan mendidik anakanak. Bab yang kelima belas dan keenam belas menerangkan tentang sifat-sifat yang harus ada di sisi seseorang pegawai negeri ia-itu saperti bijaksana, saksama, sempurna budi bicara dan sebagainya. Bab yang ketujuh belas menerangkan segala syarat-syarat kerajaan. Bab yang kelapan belas menerangkan bahawa seseorang pegawai negeri haruslah mengetahui ilmu firasat supaya segera dapat mengerti apa-apa yang terkandung didalam hati seseorang itu dengan memanandang air muka atau gerak-gerinya. Bab yang kesembilan belas ialah keterangan tanda-tanda dalam ilmu firasat itu. Bab yang kedua puluh ialah fasal perhubungan rakyat dengan raja dan dalam bab yang mengikutnya di terangkan bahawa kapada rakyatrakyat yang kafir pun hendaklah raja yang beragama Islam itu menaruh timbangan yang 'adil. Bab yang terkemudian menerangkan tentang kemurahan hati dan ihsan dan penutupnya. Sungguh pun karangannya mengikut aliran Parsi yakni menggunakan bentuk ghazal, mathnawi. nazam. kith'ah. ruba'i yang amat janggal sajaknya. tetapi di pandang pada segi kandungannya yang banyak berisi nasihat dan pertunjuk kepada raja-raja maka bolehlah di

katakan Kitab Taj ul-Salatin itu amat berharga kapada raja-raja pada zaman itu; maka kerana itulah juga kitab ini mendapat perhatian dikalangan bangsawan di keraton Solo dan Jokja.

Bab 4. Keterangan-keterangan Ringkas atas Hasil-hasil Kesusasteraan Melayu Sebelum T.M. 1736 Hasil-hasil kesusasteraan lama Melayu ciptaan sebelum T.M. 1736, yang diketahui adanya dengan beralaskan daftar nama buku-buku Melayu yang diterbitkan oleh Werndly dalam T.M. 1736, demikian juga daripada beberapa punca lain itu, boleh dibahagikan jenis-jenisnya kepada beberapa bahagian iaitu di antaranya: (a) Risalat-risalat dan kitab-kitab yang berkaitan dengan ajaran agama Islam, (b) Hikayat-hikayat yang berkenaan dengan Nabi Muhammad s.a.w. (c) Kisah nabi-nabi; (d) Hikayat pahlawan-pahlawan Islam; (e) Sejarah-sejarah; (f) Hikayat pahlawan-pahlawan yang bercorak kebangsaan; (g) Cerita-cerita berbingkai dan sebagainya. Tatkala membicarakan perkara risalah-risalah dan kitab-kitab yang berkaitan dengan ajaran ugama Islam maka perhatian kita adalah tertarik kapada buku Sejarah Melayu, iaitu dalam AL-KESAH CHETERA YANG KEDUA PULUH. Bab ini amnya bolehlah dikatakan dengan jelas menerangkan betapa sesebuah kitab agama Islam itu dimuliakan dalam zaman Sultan Mansur Shah memerintah Melaka pada kurun yang ke-XV itu. Suatu buktinya ialah berkenaan dengan sebuah kitab bernama Daru'l Mazlum terkarang oleh seorang pendita yang terlalu faham pada 'ilmu tasauf Maulana Abu Ishak namanya, dan ia telah menyuruhkan seorang muridnya yang bernama Maulaha Abu Bakar supaya turun ke Melaka mengajarkan kandungan Kitab Daru'l-Mazlum itu. Peri kitab itu di sambut dengan sepenuh-penuh kemuliaan oleh Sultan Mansor Shah bolehlah di pastikan daripada huraian dalam bab yang kedua puluh buku Sejarah Melayu itu demikian bunyi-nya: Telah berapa lamanya (Maulana Abu Bakar) dilaut sampailah ke Melaka. Maka sangat dipermulia oleh Sultan Mansor Shah; dan Daru'lMazlum di suruh baginda arak lalu ke balairong. Maka Sultan Mansor Shah pun berguru pada Maulana Abu Bakar. Maka Sultan Mansor Shah sangat di-puji oleh Maulana Abu Bakar, terlalu amat terang hati baginda; maka banyaklah 'ilmu diperolehi baginda. Maka oleh Sultan masalah itu disuruh ertikan ke Pasai pada Makhdum Patakan, maka oleh Makhdum Patakan Daru'l Mazlum itu diertikannya. Telah sudah, maka dihantarkannya kembali ke Melaka; maka terlalu sukacita Sultan Mansor

Shah melihat Daru'l Mazlum itu sudah bermakna, maka makna Daru'l-Mazlum itu di tunjukkan baginda pada Maulana Abu Bakar, maka berkenan, pada Maulana Abu Bakar, serta dipujinya Tuan Patakan itu............... Daripada keterangan yang tersebut itu maka dapatlah kita suatu kesimpulan tentang kedudukan negeri Pasai dalam perkara yang berkenaan dengan agama Islam pada kurun yang keXV itu; kerana dapat kita ketahui bahawa pada zaman itu negeri Pasai ialah seolah-olah menjadi pusat perkembangan kebudayaan Islam di alam Melayu dan tempat perhimpunan ulama-ulama Islam dari bangsa anak negeri yang sedia dan sanggup menghuraikan apa-apa masalah berkenaan dengan perkara agama Islam demikian juga mengertikan atau menterjemahkan kebahasa Melayu segala isi kitab-kitab daripada bahasa Arab, iaitu seperti yang berkenaan dengan Kitab Daru'l-Mazlum itu. Suatu bukti yang terang lagi berhubung dengan perkara ini ada tersebut di dalam "Al-kisah cetera yang kedua puluh" dalam buku Sejarah Melayu itu juga, iaitu tentang perkara Sultan Mansur Shah menitahkan Tun Bija Wangsa ke Pasai kerana bertanyakan suatu masalah; titah baginda: Tanyakan oleh Tun Bija Wangsa pada segala pendita di Pasai, segala isi syurga itu kekalkah ia di dalam syurga dan segala isi neraka itu pun kekalkah ia didalam neraka? Tanyakan; barangsiapa dapat mengatakan dia, berikan oleh Tun Bija Wangsa emas tujuh tahil dengan perempuan dua orang ini padanya. Dan kata itu hendaklah tabalkan oleh Tun Bija Wangsa bawa kemari. Oleh demikian kedudukan negeri Pasai itu dengan adanya beberapa orang pentafsir-pentafsir dan 'ulama-ulama Islam, maka bolehlah dipercayai bahawa kebanyakan di antara risalah-risalah, kitab-kitab lama agama Islam, demiklan ' juga kisah-kisah yang berkenaan dengan nabi-nabi dan sabagainya haruslah dari ciptaan pentafsir-pentafsir dan ulama-ulama Pasai itu. Kitab-kitab dan risalat-risalat Tatkala membicarakan perkara risalah-risalah dan kitab-kitab agama Islam yang harus telah tercipta dalam zaman Kerajaan Pasai, yakni pada zaman agama Islam mula bertapak dialam Melayu ini, maka dapatlah di agak bahawa risalah-risalah dan kitab-kitab yang mula-mula dituliskan ialah seperti kitab-kitab risalat yang mengandungi huraian kalimah shahadah, kitab-kitab perukunan, yakni huraian berkenaan dengan rukun Islam, rukun Iman dan rukun sembahyang; sifat dua puluh dan kitab yang berkaitan dengan segala yang wajib diketahui oleh orang-orang Islam. Sesungguhnya tiadalah dapat ditentukan adakah dan apa-apakah di antara nama kitab-kitab agama Islam yang tersebut didalam daftar Werndly tercetak dalam T.M. 1736 itu ciptaan dalam zaman Kerajaan Pasai, kerana tiada tercatit angka tahunnya kitab-kitab itu disusun; dalam pada itu pun tidaklah boleh dikatakan mustahil adanya diantara kitab-kitab yang beberapa buah terkandung didalam daftar Werndly itu telah tercipta pada zaman tersebut. Hikayat-hikayat yang berkenaan dengan Nabi Muhammad s.a.w. Buku-buku ciptaan lama yang mengandung kisah-kisah berkenaan dengan Nabi Muhammad s.a.w. bolehlah di katakan kebanyakannya saduran daripada kesusasteraan India Parsi. Di antara jenis itu yang nyata sekali ialah empat buah iaitu: Hikayat Nur Muhammad, Hikayat Bulan Berbelah, Hikayat Nabi Bercukur, dan Hikayat Nabi Allah Wafat. Tentang zaman

terciptanya buku-buku ini dapat diduga daripada gaya bentuknya yang banyak mengikut corak kesusasteraan Parsi, demikian juga luasnya buku-buku itu tersibar di negeri-negeri dalam alam Melayu ini. Sebuah buku dari jenis yang tersebut itu bernama Hikayat Kejadian Nur Muhammad telah disalin pada T.M.1668 oleh Ahmad Shamsuddin al Banjari atas perintah Raja Acheh, Sultan Taj ul-'Alam Safiyyat uddin Shah. Tiga buah naskah buku ini telah diketahul ada-nya oleh Werndly dalam T.M. 1736. Hikayat Bulan Berbelah yang terkenal juga dengan nama Hikayat Mu'jizat Nabi, tiada tersebut di-dalam daftar Werndly, tetapi ada naskah-naskah salinannya dalam bahasa Makasar dan Bugis. Sebabnya maka hikayat itu tiada tersebut didalam daftar Werndly itu haruslah kerana kisah Mu'jizat Nabi itu.sedia terkandung di dalam Hikayat Nabi Muhammad yang ada tercatit namanya didalam daftar Werndly itu. Sebuah lagi buku lama berkenaan dengan kisah Nabi Muhammad s.a.w. yang tiada tersebut didalam daftar Werndly itu ialah Hikayat Nabi Bercukur, tetapi salinan-salinannya telah tersibar luas dalam alam Melayu ini .dalam bahasa Jawa, Sunda, Acheh, Bugis dan Makasar. Demikian juga Hikayat Nabi Wafat tiada tersebut di dalam .daftar Werndly itu. Cerita yang terkandung didalam Hikayat Nabi Wafat itu ialah menurut seperti beberapa buah buku yang sejenis dengannya, iaitu mengikut aliran Kesusasteraan Parsi dan berupa saduran daripada buku Parsi yang bernama Wafat Nameh. Diantara buku-buku jenis ini yang di percayai ciptaan lama termasuklah juga Hikayat Nabi Mi'raj. Kisah Nabi-nabi Dalam daftar nama buku-buku Melayu yang diketahui oleh Werndly pada T.M. 1736 itu, ada di-dapati nama tiga buah buku yang terjumlah kepada jenis kesusasteraan Islam mengandungi kisah nabi-nabi. Ketiga buah buku itu ialah Hikayat Raja (Nabi) Sulaiman, Hikayat Nabi Yusof dan Hikayat Nabi Musa. Sungguh pun demikian bolehlah di percayai bahawa cerita atau kisah tiap-tiap seorang nabi yang terjumlah ke dalam/bilangan dua puluh lima orang Tasul pilihan (nabi-nabi yang mursal) itu telah sampai kapengetahuan orang-orang Melayu pada permulaan kurun yang ke-XVIII atau terlebih dahulu daripada itu. Bagaimana pun dalam masa yang terkemudian telah ada terkarang kisah segala nabi-nabi itu didalam sebuah buku yang hernama "Kessasul Anbia. Hikayat Nabi Sulaiman Kisah Nabi Sulaiman anak Nabi Daud memang telah termasyur ke seluruh dunia sa-bagai seorang raja besar dan seorang nabi atau pesuruh Tuhan. Menurut kisahnya Nabi Sulaiman bukan sahaja menjadi raja bagi segala manusia bahkan juga memerintah jin, haiwan dan mergastua dia juga menguasai angin. Cerita Gua Intan Raja Suilaiman yang termasyurr itu adalah sebagai merupakan peri kekayaan Nabi Sulaiman; Nabi Sulaiman menurut kisahnya sangatlah adil dan bijaksana serta dengan kelebihan dan mukjizatnya di kurnia Tuhan. Suatu cerita yang termasyur juga berkenaan dengan kisah Nabi Suilaiman ialah cerita Puteri Balkis yang merajai Kerajaan Yaman pada zaman itu. Pada mulanya Puteri Balkis enggan tunduk kapada Nabi Sulaiman, tetapi apabila telah di saksikannya kebesaran dan mukjizat Nabi Sulaiman itu barulah ia mengakui tunduk.

Hikayat Nabi Yusof Nabi Yusof ialah anak Nabi Ya'kub. Menurut kisahnya Nabi Ya'kub mempunyai dua belas orang putera laki-laki, Nabi Yusof ialah puteranya yang kesebelas, 'kerja mereka itu menjadi gembala kambing. Oleh kerana saudara-saudara tuanya menaruh perasaan dengki dan dendam akan Yusof, maka pada suatu masa mereka telah menangkap Yusof lalu dijualkan kapada suatu kafilah orangorang dari kaum Isma'il yang dalam perjalanan hendak berniaga kenegeri Masir. Apabila kafilah itu sampai ka-Masir maka Yusof telah di-jualkan pula kapada sa-orang menteri Raja Masir, Potifar namanya. Menurut cherita-nya Nabi Yusof ia-Iah sa-chantekchantek laki-laki dijadikan Tuhan. Maka kerana itulah Zulikha, isteri Potifar itu amat berahi kapada Yusof. Dengan segala helah daya Zulikha memujuk Yusof supaya melakukan perbuatan cemar, tetapi Yusof sekali-kali tiada mahu menuruti kehendaknya itu, dan menyebabkan kemarahan Zulikha lalu di fitnahkannya Yusof; di katakannya kapada suaminya bahawa Yusof hendak melakukan perbuatan cemar kepadanya. Akhirnya Yusof telah dipenjarakan. Dalam penjara, Yusof dapat mentabirkan dengan betul mimpi dua orang hamba raja; kemudian dapat pula ia mentabirkan mimpi Raja Mesir yang diertikannya bahawa negeri Masir akan beroleh makmur selama tujuh tahun dan kemudiannya akan diikuti pula oleh kemarau dan kelaparan selama tujuh tahun juga, serta di syurkannya supaya Raja Mesir mengangkat seorang yang budiman dan bijaksana bagi mengurus persediaan menemui zaman kelaparan itu. Oleh Raja Mesir di lantiknya Yusof menjadi kepala pegawai dalam istananya; maka dengan kebijaksanaan Yusof selamatlah sekalian rakyat Mesir daripada bahaya kelaparan selama tujuh tahun itu. Kemudian diriwayatkan pula kisah pertemuan semula Yusof dengan bapa dan saudarasaudaranya, serta Yusof memaafkan kesalahan saudara-saudaranya yang telah melakukan perbuatan aniaya keatas dirinya itu. Hikayat Nabi Musa Menurut ajaran Islam, Nabi Musa ialah seorang daripada nabi-nabi yang mursal, dan kepadanya telah diturunkan Tuhan Kitab Taurat ia terkenal sebagai orang yang menyelamatkan Bani Isra'il daripada kezaliman Fir'aun, Raja Masir, yang telah memerintahkan tiap-tiap seorang kanak-kanak Bani Isra'il hendak-lah di-bunuh. Maka kerana itulah apabila lahir Nabi Musa, lalu ianya di masukkan oleh ibunya ke dalam sebuah peti dan di hanyutkan di. Sungai Nil. Nabi Musa telah di jumpai oleh anak perempuan Fir'aun lalu di ambil dan dijadikannya sebagai anak angkat. Sungguh pun Musa telah mendapat didikan sebagai seorang putera raja, tetapi hatinya sentiasa mengasihi kaumnya yang diabdikan dinegeri itu. Pada suatu masa Musa telah bertemu dengan seorang Masir melakukan kekejaman keatas seorang Bani Isra'il, lalu dibunuhnya orang yang berbuat kejam itu. Didalam hikayatnya itu diriwayatkan peri mu'jizat Nabi Musa dengan tongkatnya, dan bagaimana ianya dengan dibantu oleh saudaranya, iaitu Nabi Harun telah berjaya

mengeluarkan Bani Isra'il daripada Mesir dengan melalui padang belantara dan menyeberang Laut Merah hingga sampai kebatas Baitulmakdis. Kessasul Anbid Kisah nabi-nabi atau lebih terkenal dengan nama Kessasul Anbia' adalah merupai sebuah hikayat yang meriwayatkan kisah tiap-tiap seorang daripada dua puluh lima orang nabi-nabi yang mursal mulai: daripada Nabi Adam membawalah kapada Nabi Muhammad s.a.w. Seperti hikayat-hikayat lama Melayu yang lain-lain itu juga Kessasul Anbia' ini tiada tercatit angka tahun ciptaannya, tambahan pula tiada tersebut namanya didalam daftar buku-buku Melayu yang diketahui: oleh Werndly pada T.M. 1736 itu. Bagaimana pun daripada hikayat itu dapat diketahui: berbagai kisah berkenaan dengan nabi-nabi saperti kesah Nabi Adam dan isteri-nya Hawa terusir keluar daripada syurga Firdaus oleh diperdaya Iblis, kisah topan Nabi Noh, kisah korban yang berkenaan dengan Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail, kisah berkenaan dengan Nabi Daud membunuh raksaksa Jalut dan kapadanya diturunkan oleh Tuhan Kitab Zabur, kisah kebesaran dan kebijaksanaan Nabi Sulaiman anak Nabi Daud itu; kesah mu'jizat Nabi Isa dan seumpamanya. Diantara cerita-cerita itu termasuklah kisah tiga orang nabi yang tiada mati-mati, iaitu Nabi Idris, Nabi Alias dan Nabi Khidhir. Menurut kisahnya ketiga-tiga orang nabi tersebut telah meminum air ma'ul-hayat, yakni air hidup. Nabi Alias dan Nabi Khidhir menurut ceritanya hidup didalam dunia, Wapi Nabi Idris menurut riwayatnya hidup kekal dengan jasadnya didalam syurga, kerana dikatakan pada suatu masa ia telah dibawa oleh malaikat pergi melihat-lihat kedalam syurga, kemudian setelah menyaksikan segala keindahan didalam syurga itu maka engganlah ia diajak kembali keluar. Cerita Nabi Khidhir adalah lebih terkenal lagi kapada orang-orang Melayu dan riwayatnya terlebih lanjut daripada yang lain-lain; kerana dalam kisah Nabi Musa telah ada tersebut riwayat Nabi Khidhir menguji kesabaran dan kebijaksanaan Nabi Musa. Kemudian kesah Nabi Khidhir tersebut pula di dalam Hikayat Iskandar Dzu'l Karnain, buku Sejarah Melayu (Sulalatu 'l-Salatin) dan Hikayat Hang Tuah. Dalam Hikayat Iskandar Dzu'l-Karnain, dan tersebut juga di dalam Sejarah Melayu peri sesudah Raja Iskandar menakluki negeri Kida Hindi, maka Nabi Khidhirlah yang menikahkan puteri Raja Kida Hindi itu dengan Raja Iskandar. Didalam Hikayat Hang Tuah ada menyebutkan bahawa Hang Tuah dalam pelayarannya kebenua Hindi, pernah berjumpa dengan Nabi Khidhir yang merupai seorang tua, rambut dan janggutnya yang panjang itu semuanya putih bagai kapas dibusar. Hikayat Pahlawan-pahlawan Islam Hikayat-hikayat yang herkenaan dengan pahlawan-pahlawan Islam sama ada pada zaman Nabi Muhammad atau pun terkemudian daripada itu amatlah terkenal dan disukai oleh orangorang Melayu, kerana bukan sahaja ianya meriwayatkan bagaimana keadaan agama Islam tatkala mula-mula berkembang, dengan menghadap peperangan-peperangan menentang kaum kafir Makkah, bahkan adalah ianya berguna untuk menaikkan semangat keberanian iaitu dengan mengambil tauladan daripada sifat-sifat keberanian dan kegagahan sa-saorang pahlawan Islam yang kesah-nya di-riwayatkan di-dalam hikayat-hikayat itu. Hal ini terbukti dalam suatu peristiwa yang tersebut didalam buku Sejarah Melayu berkaitan dengan Hikayat

Amir Hamzah dan Muhammad 'Ali Hanafiah pada malam sa-sudah Feringgi melancharkan serangan-nya yang pertama ka-atas Melaka' pada T.M. 1511 itu. Hikayat Amir Hamzah Menurut pendapat orang-orang yang ahli dalam lapangan kesusasteraan bahawa Hikayat Amir Hamzah ialah salinan daripada bahasa Parsi sungguh pun dalam bahasa 'Arab ada juga hikayat yang demikian. Hikayat Amir Hamzah adalah merupai sebuah buku yang tebal mengandungi 90 bab; didalamnya meriwayatkan kisah keberanian dan kegagahan Sayyidina Hamzah mengepalai tentera Islam dalam peperangan menentang tentera-tentera kafir. Seperti yang tersebut di-dalam riwayatnya bahawa Amir Hamzah ialah bapa saudara kapada Nabi Muhammad s.a.w. iaitu putera kepada Abdul Mutalib. Amir Hamzah di-katakan mulai menerima agama Islam sesudah dua tahun Rasulullah menerima walinya yang pertama dan telah bersama-sama mengikut Nabi Muhammad berhijrah (berpindah) ka-Madinah. Amir Hamzah adalah terkenal sebagai pahlawan Islam yang terbilang; keberanian dan jasajasanya dimedan-medan perang terutama sekali dalam peperangan Badar amatlah besar ertinya disisi sejarah perkembangan agama Islam. Sayyidina Hamzah telah tewas tatkala melawan orang-orang kafir Makkah yang banak bilangan-nya dikaki bukit Uhud, dekat Madinah. Maka kerana itu-Iah riwayat Amir Hamzah sentiasa di-kenang oleh umat Islam; dan di-dalam hikayat-nya banyak pula di-adakan tokok tambah oleh pengarang-nya. Hikayat Amir Hamzah ini sa-lain daripada dalam bahasa Melayu ada jpga salinan-salinannya dalam bahasa Jawa, Sunda dan Bugis. Dalam bahasa Jawa hikayat ini terkenal dengan nama "Menak". Hikayat Raja Khandak Di antara pahlawan-pahlawan Islam yang termasyur gagah berani pada zaman Rasulullah ialah Sayyidina 'Ali ibn Abu Talib, iaitu suami Fatimah, puteri Rasulullah. Kisah keberanian dan kegagahan Sayyidina 'Ali ada terkandung didalam Hikayat Raja Khandak (ad a orang menyebut Hondok). Di-dalam hikayat ini meriwayatkan apabila 'Ali bertempek di medan perang suaranya seperti halilintar membelah bumi; pedangnya yang bernama Dzulfakar itu apabila di hunus memanjangkan diri hingga saujana mata memandang, demikian juga peri ketingkasan kudanya yang bernama Duldul itu sebagai terbang lakunya. Oleh keberanian dan kegagahan 'Ali hingga ia digelar dalam hikayat itu "'Ali Harimau Allah." Menurut sejarah Islam 'Ali ialah orang yang mula-mula menjadi pengikut Rasulullah selain dari Khadijah, isteri Rasul ullah. 'Ali sentiasa mengikut Rasulullah terutamanya dalam peperangan yang penting-penting; ia diangkat menjadi khalifah Islam yang keempat tetapi tiada di-akui: oleh Mu'awiah ibn Abi Sufian serta pengikut-pengikutnya yang terkenal dengan gelaran Bani Umaiyah, maka akhirnya peperangan teIah berlaku di-antara kedua pihak itu. Menurut ceritanya Ali telah mati ditikam oleh gembala kudanya yang diupah oleh Mu'awiah, ia-itu tatkala 'Ali hendak ka-masjid. 'A1i dengan isterinya, Fatimah, puteri Rasu1ullah, mempunyai dua orang putera Hasan dan Husain, tetapi dengan isterinya yang lain ia mempunyai seorang putera lagi bernama Muhammad 'A1i Hanafiah.

Hikayat Muhammad 'Ali Hanafiah Seperti Hikayat Amir Hamzah juga, Hikayat Muhammad 'Ali Hanafiah ini ada tersebut dalam buku Sejarah Melayu tatkala Feringgi melanggar Melaka pada T.M. 1511 itu. Bagi membuktikan lamanya Hikayat Muhammad 'Ali Hanafiah ini tersalin kebahasa Melayu bolehlah kita beralaskan kapada 60 halaman hikayat ini yang ada tersimpan dalam kutub khanah Cambridge University . Kepingan-kepingan daripada hikayat tersebut. bersama-sama dengan beberapa buah naskhah asal buku-buku Melayu telah dibeli oleh Duke of Buckingham dalam T.M. 1604 daripada seorang Belanda pelajar bahasa Arab bernama Erpinious yang memperolehinya daripada Pieter Floris, seorang bangsa Eropah yang pernah melawat kenegeri Acheh pada penghujung kurun ke-XVI atau permulaan kurun keXVII. Menurut penyiasatan orang-orang yang ahli dalam lapangan kesusasteraan bahawa Hikayat Muhammad Ali Hanafiah ialah berasal dari kesusasteraan Parsi. Di antara naskhah bukubuku lama Parsi yang tersimpan dalam British Museum, London, di katakan ada bahagianbahagian dari dua buah buku yang mengandungi riwayat putera-putera Sayyidina 'Ali, iaitu Hasan, Husain dan Muhammad 'A1i Hanafiah. Sebuah daripada buku yang tersebut itu bernama Kesah Amir ul-Mu'minin Hasan wa Husain, menceritakan kisah mulai dari lahir keduanya itu membawalah kapada kematian Hasan di racun oleh seterunya Yazid, dan berakhir hingga kapada kisah kematian Husain yang telah syahid dalam peperangan melawan tentera Yazid di padang Karbala; buku yang sebuah lagi itu ialah Hikayat Muhammad 'Ali Hanafiah, iaitu di mulai daripada riwayat menceritakan peri berita kematian saudaranya Husain yang telah syahid di dalam peperangan itu di sampaikan orang kapada Muhammad 'Ali Hanafiah dan berakhir kapada riwayat bagaimana ia melepaskan Zainal Abidin, iaitu putera Husain dan beberapa orang lagi yang telah di tawan dan di-penjarakan oleh Yazid, dan seterusnya ia berjumpa dengan mayat Yazid yang hangus di-dalam sebuah telaga Bagaimana pun tidaklah boleh dikatakan bahawa Hikayat Muhammad 'Ali Hanafiah dalam bahasa Melayu itu di salin atau di sadur daripada kedua buah naskhah buku Parsi tadi, kerana kedua-dua buku tersebut di-katakan telah terkarang pada T.M. 1721, manakala Hikayat Muhammad 'Ali Hanafiah dalam bahasa Melayu itu telah ada dan sedia terkenal pada T.M. 1511. Permulaan Hikayat Muhammad 'Ali Hanafiah itu meriwayatkan dengan lanjutnya mulai daripada kejadian Nur Muhammad, kemudian meriwayatkan kisah keputeraan dan riwayat hidup Nabi Muhammad s.a.w., kisah keluarga Rasulullah,perkahwinan Fatimah dengan 'Ali dan lahirnya Hasan dan Husain. Hikayat itu menyebut bahawa Mu'awiah ibn 'Abi Sufian, seorang sahabat Rasulullah, telah bersumpah tiada akan kahwin kerana mendengarkan suatu ramalan yang mengatakan bahawa zuriatnyalah yang akan membunuh kedua orang cucunda Rasulullah itu; tetapi malangnya pada suatu malam tatkala ia sedang buang air kecil ia disengat oleh seekor binatang bisa, hingga tiada ia tertahan-tahan lagi bisanya itu., Dengan nasihat tabib maka diperisterikannya seorang perempuan tua Habshi lalu memperolehi seorang anak laki-laki Yazid. Seterusnya hikayat itu menceritakan kisah Rasulullah wafat, kemudian daripada itu Fatimah, Abu Bakar , Omar dan Othman meninggal dunia; maka 'Ali pula menjadi khalifah. Suatu pertelingkahan telah berbangkit, Mu'awiah telah datang dengan tentera-tenteranya daripada negeri Sham kerana hendak menawan 'Ali. Peperangan hebat telah berlaku 23 kali. Mu'awiah tiada berjaya dalam peperangan itu lalu diupahnya seorang perempuan tua supaya menyuruh

gembala kuda 'Ali membunuh tuannya. Sesudah 'Ali kena tikam dalam perjalanannya ke masjid maka diceritakan pula kisah 'Ali menyuruh kedua orang puteranya supaya membuangkan pedangnya Zulfakar itu ke dalam laut Kalzum dan bagaimana jenazah 'Ali bersama-sama kudanya Duldul telah ghaib. Kemudian hikayat itu menceritakan pula kisah Yazid anak Mu'awiah memusuhi Hasan dan Husain hingga ia bersumpah hendak membunuh keduanya itu. Yazid telah mengupah seorang keluarga isteri Hasan bagi meracun Hasan. Sesudah itu berlakulah peperangan, Husain dan pengikut-pengikutnya dalam dahaga oleh terputus daripada tempat berair. Seorang demi seorang pengikut Husain syahid dalam peperangan itu akhirnya Husain kena panah dan seorang hulubalang Yazid bernama Semerla'in telah memenggal kepala Husain. Riwayat kepala Husain itu disebutkan dengan lanjut, kemudian di-sambungkan pula dengan kisah Isra'il memotong hidung dan telinga dua orang hulubalang Yazid lalu diikatkannya keduanya itu keatas hemar dan di hantarkan kembali kapada Yazid. Sesudah itu barulah di sebutkan cerita Muhammad 'Ali Hanafiah di negeri Baniar mendapat berita peri kematian saudara-saudaranya, lalu memanggil sakalian kerabatnya dari beberapa buah negeri. Peperangan hebat telah berlaku dengan pengorbanan yang banyak antara kedua pihak. Kota Damsyik telah di serbu oleh tentera Muhammad 'Ali Hanafiah; Yazid telah mencuba hendak melarikan dirinya naik keatas sebuah menara tetapi telah kelihatan bayangan Husain di dalam sekelompok awan putih, Yazid jatoh kedalam sebuah telaga, mayatnya rentung seperti di bakar api neraka. Sakalian tawanan Yazid laki-laki perempuan telah di bebaskan dan Zainal'Abidin putera Husain di tabalkan menjadi raja negeri Damsyik. Hikayat ini berakhir dengan kisah Muhammad 'Ali Hanafiah tertutup di dalam gua batu sebuah bukit Jabal Nur namanya; iaitu tatkala ia mendapat khabar mengatakan pengikutpengikut Yazid ada bersembunyi di dalam gua batu itu, lalu ia pun masuk mengamuk. Meski pun telah didengarnya suatu suara ghaib suruh ia berhenti daripada membunuh itu tiada juga di hiraukannya, akhirnya pintu gua itu pun tertutup sendiri. Cerita-cerita lama berkaitan dengan Islam Ada beberapa buah lagi hikayat-hikayat lama Melayu yang berkaitan dengan kisah pada zaman agama Islam sedang mulai berkembang, iaitu seperti Hikayat Abu Samah putera Sayyidina Omar, Hikayat Tamin ad-Dari, Hikayat Sultan Ibrahim ibni Adham, Hikayat Raja Jumjumah atau lebih terkenal dengan nama Hikayat Tengkorak Kering, Hikayat Sema'un, Hikayat Saif ul-Yazan dan Hikayat Iskandar Dzu'l-Karnain. Kechuali Hikayat Iskandar Dzu'lKarnain tiada sebuah pun di antara hikayat-hikayat yang tersebut tadi yang ada terkandung di dalam daftar buku-buku Melayu catitan Werndly pada T.M. 1736 itu. Seperti hikayat-hikayat lama Melayu yang lain-lain juga Hikayat Iskandar Dzu'l-Karnain tiada diketahui dan tiada dapat diagak bila zaman terciptanya, tetapi menilik kapada adanya tersebut lintasan kisah Sultan Iskandar Dzu'l-Karnain di-dalam Taj ul-Salatin ciptaanBukhari al. Jauhari pada T.M. 1603, dan dalam Sulalatu 'l-Salatin (Sejarah Melayu) ciptaan Tun Seri Lanang pada T.M. 1612 itu, maka bolehlah di ambil kesimpulan iaitu kalau sekali pun di katakan Hikayat Iskandar Dzu'l-Karnain itu terkarang kemudian daripada kedua buah buku yang tersebut tetapi kisah berkenaan dengan sifat-sifat keberanian, gagah perkasa dan kebijaksanaan Iskandar Dzu'l-karnain itu tentulah telah sedia terkenal di sisi orang-orang Melayu pada zaman terciptanya Taj ul-Salatin dan Sulalatu 'l-Salatin itu yakni pada permulaan kurun yang ke-XVII. Tentang kisah Iskandar Dzu'l-Karnain ini harus juga telah

sampai kepengetahuan orang-orang Melayu terlebih dahulu daripada zaman yang di sebutkan tadi, alasannya iaah dengan adanya tersebut gelaran "Megat Skandar" di dalam Hikayat Rajaraja Pasai; hikayat ini di katakan telah terkarang pada pertengahan kurun yang ke-XV. Suatu lagi perkara yang boleh dijadikan alasan ialah berkenaan dengan gelaran Sultan Melaka yang pertama, memerintah kira-kira pada T.M. 1400 yang bergelar Sultan Iskandar Shah itu. Hikayat Iskandar Dzu'l-Karnain ialah saduran daripada cerita 'Arab karangan al-Suri. Cerita ini telah terkenal dari semenjak zaman-berzaman dan telah di-sadur kedalam berbagai bahasa di-Barat dan di-Timor. Dalam buku Sejarah Melayu ternyata sa-bahagian daripada bab permulaannya ada tersisip petekan dari Hikaya:t Iskandar Dzu'l-Karnain itu, dan keturunan Iskandar Dzu'l-Karnain di-hubongkan dengan raja-raja Melayu, ia-itu di-katakan bahawa raja Melayu yang asaI. turun di-Bukit Siguntang Maha Miru itu, ia-Iah keturunan Raja Iskandar Dzu'l-Karnain itu. Menurut 'ilmu tawarikh bahawa Iskandar Dzu'l-Karnain (Alexander the Great) ia-Iah putera Philip II raja negeri Macedonia . Hidup-nya 'pada tahun 356-323 sa-belum Masehi. la telah naik takhta Kerajaan Macedonia sa-sudah ayahanda-nya mangkat di-bunoh orang dalam tahun 336 sabelum Masehi. Iskandar Dzu'l-Karnain termasyur sebagai seorang ahli politik yang bijaksana dan penglima handalan. Diantara negeri-negeri yang di-taklukinya ialah Masir dan Parsi, bagitu juga sebahagian besar benua Hindi. Dialah yang telab membuka Bandar pelabuhan Iskandariah ( Alexandria ) terletak di muara Sungai Nil (Mesir). la mempunyai seorang putera dari isterinya Puteri Roxana. Putera ini lahir sesudah ayahandanya itu meninggal dunia; akan puteranya itu pun telah meninggal dunia pada masa kecilnya. Iskandar mangkat pada tahun 323 sebelum Masihi, iaitu sesudah ia beroleh kemenangan menakluki beberapa buah negeri, dan sedang ia bersiap alat kelengkapan dengan tujuan hendak melanggar tanah 'Arab. Hikayat Iskandar Dzu'l Karnain (bertanduk dua) adalah di anggap sebagai sebuah kesusasteraan Islam; perkara ini agaknya ialah kerana nama itu ada tersebut di dalam al Quran (Surat Al-Kahfi) Iskandar Dzu'l-Karnain menurut pendapat orang-orang Islam ialah seorang pahlawan agama yang mengikut ajaran agama Nabi Allah Ibrahim, tambahan pula kisah Iskandar Dzu'l-Karnain itu ada terkait dengan Nabi Khidhir. Selain dari yang tersebut di-dalam Quran, maka kisah Iskandar Dzu'l-Karnain terhurai dengan lanjutnya didalam Shahnama karangan Firdausi dan akhbar aI-Iskandar oleh Mubashir ibn Fatik, iaitu ringkasan dari cerita PseudoCallisthenes. Apabila di bandingkan riwayat Iskandar Dzu'l-Karnain itu pada segi 'ilmu tawarikh dengan yang terkandung didalam hikayat-hikayat berkenaannya maka didapati ada bertelingkah terutama sekali tentang nama ayahandanya. Menurut tawarikh, Iskandar ialah putera Philip yang ke-ll Raja Macedonia; ahli-ahli tawarikh 'Arab yang terdahulu mengekalkan nama itu meski pun berubah sebutannya kapada Failakus, tetapi di dalam hikayat Melayunya nyatalah menunjukkan bahawa pengarang atau penyadur kisah itu ragu-ragu tentang menentukan siapakah ayahanda Iskandar Dzu'l-Karnain itu, kerana dikatakannya: "Iskandar Dzu'l Karnain, kata setengah orang anak .Raja Darab bangsa Rom, ada pula orang mengatakan anak Qilas, dan kata yang lain pula anak Raja Dawab bangsa Parsi". Dalam buku Sejarah Melayu karangan Tun Seri Lanang tersebut demikian:

"Raja Iskandar, anak Raja Darab, Rom bangsanya, Makaduniah nama negerinya, Dzu'lKarnain gelarannya". Suatu perkara yang menarik perhatian berkenaan dengan Hikayat Iskandar Dzu'l-Karnain ini ialah tentang suatu bahagian kandungannya yang tersisip di dalam buku Sejarah Melayu, iaitu berkenaan Iskandar Dzu'l-Karnain mengalahkan Raja Kida Hindi dan kemudiannya memperisterikan puteri Raja Kida Hindi itu dengan dikahwinkan oleh Nabi Khidhir atas shari'at Nabi Ibrahim, khalilu 'Llah. Maka daripada zuriat Iskandar Dzu'l-Karnain dengan puteri Raja Kida Hindi itulah menurut buku Sejarah Melayu terbitnya raja Melayu yang asal, turun di Bukit Siguntang Maha Miru itu. Meski pun saperti yang di perchayai: bahawa kisah perkahwinan Iskandar Dzu'l-Karnain dengan puteri Raja Kida Hindi yang tersebut di dalam buku Sejarah Melayu itu ialah petikkan atau cabutan dari riwayat Iskandar Dzu'lKarnain yang telah sedia di ketahui ceritanya oleh Tun Seri Lanang pada masa ia mengarang buku Sejarah Melayu itu, tetapi dalam beberapa perkara ada di dapati perselisihan, terutamanya tentang nama puteri Raja Kida Hindi itu. Dalam Hikayat Iskandar Dzu'l-Karnain puteri itu bernama Badrul Kamariah, tetapi didalam buku Sejarah Melayu nama puteri itu Sharul Bariah. Tentang tujuan Iskandar Dzu'l-Karnain menakluki beberapa buah negeri di dunia Barat dan Timur itu, dalam buku Sejarah Melayu menyebutkan demikian: "Sesekali persetua baginda berjalan hendak melihat matahari terbit maka baginda sampai pada serokan negeri Hindi. Suatu lagi perkara yang menarik perhatian berkenaan dengan sisipan kisah Iskandar Dzu'l-Karnain yang terkandung didalam buku Sejarah Melayu itu. ialah tentang putera Iskandar Dzu'l-Karnain dengan Tuan Puteri Shahrul Bariah, puteri Raja Kida Hindi itu. Di dalam buku Sejarah Melayu menyebut putera itu dinamai Raja Aristun Shah. Tentang nama Aristun Shah ini tiadalah dapat ditentukan adakah sebutan itu dimaksudkan kapada nama Aristotle, ia-itu seorang di antara ahli-ahli falsafah yang terbesar (hidupnya pada tahun 322-284 sebelum Masihi) menjadi guru kapada Iskandar Dzu'l-Karnain. Beberapa cherita lagi Ada beberapa lagi cerita-cerita yang berhubung dengan kesusasteraan Islam; sungguh pun salinan-sa1inannya kebahasa Melayu tiada dapat di akui sebagai ciptaan sebelum T.M. 1736, tetapi isi-isi ceritanya haruslah telah sampai kepengetahuan orang-orang Melayu pada zaman itu, terutama sekali berkenaan dengan cerita-cerita yang ada perkaitannya dengan ajaran agama Islam dan mengenai akhlak, seumpama cerita Abu Samah putera Sayyidina Omar yang telah mati kerana di hukum palu seratus kali, oleh melakukan perbuatan yang sangatsangat di-larang oleh agama Islam, iaitu berzina dan hukuman itu telah dilakukan oleh ayahandanya sendiri. Hikayat Sultan Ibrahim ibni Adham, iaitu meriwayatkan bagaimana Sultan itu telah mendengar suatu suara ghaib lalu turun daripada takhta kerajaannya meninggalkan segala kemewahan dan akhirnya menjadi seorang fakir. Hikayat Lokman ul-Hakim, iaitu meriwayatkan kebijaksanaan Lokman yang dikatakan berasal dari seorang hamba bangsa Habshi atau bangsa Mesir. Hikayat Raja Jumjumah, iaitu menceritakan bagaimana Nabi Allah Isa memohon kehadrat Tuhan minta supaya sebuah tengkorak kering yang dijumpainya disebuah padang negeri

Sham itu berkata-kata kapadanya; seterusnya hikayat ini meriwayatkan bagaimana tengkorak itu menceritakan kapada Nabi Allah Isa bahawa ianya seorang raja dinegeri Masir dan Sham yang penuh dengan segala kemewahan dan bersifat adil, tetapi ia tiada menunaikan fardhu sembahyang lima waktu. Kemudian diceritakannya pula pengalamannya yang dahsyatdahsyat dideritanya sesudah ia mati, serta berbagai pandangannya bagaimana azabnya orangorang yang berbuat maksiat kena seksa di akhirat; tetapi bagi dirinya yang ada juga mempunyal ilmu agama dan berbuat kebajikan bersedekah kepada fakir miskin maka akhirnya terlepas juga ia daripada neraka walaupun sesudah menderitai, berbagai azab sengsara. Akhirnya ia memohonkan kiranya Nabi Isa mendoakan kehadrat Tuhan supaya ia dihidupkan samula untuk berbuat amal yang soleh. Apabila permohonannya itu telah makbul maka ia tiada berkehendak lagi menjadi raja tetapi sentiasa beribadat kepada Allah. Hikayat Tamin ad-Dari meriwayatkan kisah Tamin dilarikan oleh Jin 'Afrid Majusi ketanah Jin Kafir, kemudian ia telah membantu jin-jin Islam yang datang melanggar tanah Jin Kafir itu. Raja Jin memerintahkan Jin Shahir menerbangkan Tamin balik ke Madinah tetapi Jin Shahir telah terbakar lalu Tamin jatuh kedalam laut. Kemudian diceritakan pula peri Tamin bertemu dengan Iblis, masuk kedalam gua Nabi Sulaiman dan kemudian berjumpa Dajal. Sesudah itu di-ceritakan pula peri Tamin menumpang di dalam sebuah kapal kepunyaan Raja Hindi tetapi kapal itu karam kerana raja itu tiada membayar zakat. Di ceritakan juga peri Tamin bertemu dengan Nabi Ishak dan lepas itu dengan Nabi Alias dan akhirnya dengan Nabi Khidhir. Menurut ceritanya Tamin telah ghaib selama tujuh tahun empat bulan dan sepuluh hari, hingga isterinya sendiri tiada mengenali dia kerana ia tiada pernah bercukur dan kuku-kukunya panjang belaka.

Bab 5. Buku-buku Sejarah (Lanjutan dari hasil-hasil kesusasteraan Melayu Sebelum T.M 1736) Sesudah kesusasteraan Islam tersebar luas di alam Melayu, yakni orang-orang Melayu sudah mengenal dan mempelajari isi-isi berbagai cerita yang berkaitan dengan sejarah perkembangan Islam, maka haruslah kerana itu telah menggerakkan keinginan pengarangpengarang Melayu untuk berusaha mengarang hikayat-hikayat yang mengandung hal ehwal berkaitan dengan sejarah yang bercorak kebangsaan yakni ditujukan kapada kisah-kisah berkenaan dengan tanah air dan bangsa sendiri. Adalah suatu perkara yang tiada boleh di nafikan bahawa pada zaman mulai tergeraknya keinginan pengarang-pengarang Melayu menciptakan perpustakaan yang bercorak kebangsaan itu raja-rajalah yang menjadi tumpuan pandangan orang ramai dalam serba hal; maka itulah sebabnya kebanyakan isi-isi perpustakaan Melayu lama khasnya buku-buku sejarah itu dituliskan berkenaan dengan hal ehwal raja-raja; istimewa pula jika sejarah itu di karangkan kerana menunaikan perintah raja, atau pun tujuan pengarangnya hendak memperolehi kurnia dan dikasihi raja. Hikayat Raja-raja Pasai Perpustakaan Melayu yang tertua bercorak sejarah ialah Hikayat Raja-raja Pasai. Seorang ahli bahasa bernama Dulaurier, bangsa Peranchis, menurut buku "Kesusasteraan Lama Indonesia"

oleh Zuber Usman, telah menerbitkan Hikayat Raja-raja Pasai diParis, di belakang hikayat itu dikatakan ada tertulis tarikh hikayat itu disusun, iaitu pada pertengahan kurun yang ke-XV (T.M. 1450). Al kesah cetera yang ketujuh dan al kisah cetera yang kesembilan dalam buku Sejarah Melayu nyatalah banyak mengandung petikan-petikan daripada Hikayat Raja-raja Pasai itu, dan pada setengah-setengah tempat disalin satu-persatu daripada hikayat itu. Ada pun buku Sejarah Melayu "Sulalatu 'l-Salatin" itu, menurut pendapat para sarjana yang telah menjalankan siasat atasnya, rangka-rangkanya di percayai telah tersusun sebelum T.M. 1536, haruslah dalam zaman pemerintahan Sultan Mahmud Shah. Dengan beralaskan pendapat ini maka bolehlah diakul bahawa Hikayat Raja-raja Pasai itu telah terkarang pada pertengahan kurun yang ke XV seperti yang tersebut di atas tadi, atau pun terdahulu daripada itu. Kandungan Hikayat Raja-raja Pasai itu di-mulai: dengan kisah Merah Silu yang kemudiannya sesudah memeluk agama Islam bergelar Sultan Malikus Saleh. Batu nisan pada makam baginda yang di bawa daripada negeri Kembayat itu menerangkan bahawa baginda telah mangkat dalam T.M. 1297. Kandungan Hikayat Raja-raja Pasai itu kemudiannya menceritakan pula hal ehwal pemerintahan anakanda baginda yang bernama Sultan Malikut. Tahir yang telah mangkat pada 9 November, 1326 ; seterusnya diceritakan kisah dalam masa pemerintahan Sultan Ahmad iaitu anakanda Sultan Maliku't Tahir itu. Penghujung Hikayat Raja-raja Pasai itu menceritakan peri negeri Pasai itu alah dan takluk kapada Kerajaan Majapahit, iaitu kira-kira dalam T.M. 1350, dan peri percubaan Minangkabau yang tiada berjaya hendak menakauki Majapahit. Hujungan Hikayat Raja-raja Pasai itu ada tertulis daftar nama negeri-negeri yang takluk kepada Majapahit; nama-nama negeri yang terkandung di dalamnya terlebih banyak daripada yang tersebut didalam Nagarakertagama karangan Prapancha pada T.M. 1518 itu. Bahasa yang digunakan dinegeri Pasai, terutama sekali oleh pengarang-pengarang dan ulamaulama Islam pada kurun yang ke-XVII atau pun sekurang-kurangnya sehingga negeri itu ditakluk oleh Kerajaan Acheh pada T.M. 1524, ialah bahasa Melayu yang baik, dan ada tentang-tentangnya di gunakan perkataan-perkataan lama seperti perkataan kutaha yang bererti agaknya entah, - tahkah. Sebagai suatu contoh menunjukkan keahlian pengarang Hikayat Raja-raja Pasai itu dalam lapangan bahasa Melayu bolehlah di perhatikan daripada susunan kata-kata berirama yang terkandung di dalam hikayat itu, demikian bunyinya: Ayohai dara Zulaika tingkap, Bangun apalah engkau! Asalmu orang terjunan pangiran, Kerana engkau penghulu gundikku, Bergelar Tun Derma 'dikara. Bangun apalah engkau! Tidakkah dengar bunyi Genderang perang di Tukasan? Palu tabuh-tabuhan! Hari dinihari, bulan pun terang.

Suatu perkara lagi yang menarik perhatian berkenaan dengan Hikayat Raja-raja Pasai ini ialah tentang adanya gelaran-gelaran seperti Megat Skandar dan Megat Kedah terkandung didalamnya. Daripada gelaran Megat Skandar itu menunjukkan bahawa haruslah cerita-cerita berkenaan dengan Sultan Iskandar Dzu'l-Karnain telah sampai kepengetahuan orang-orang Melayu pada zaman kerajaan negeri Pasai atau sekurang-kurangnya pada zaman Hikayat Raja-raja Pasai itu disusun. Tentang gelaran Megat Kedah itu pula, perhatian kita tertarik kepada sebuah batu nisan yang dijumpai di Minye Tujuh (Acheh) bertarikh kira-kira T.M. 1380. Pada batu nisan itu terpahat kata-kata berbentuk syair dan memakai huruf Sumatra kuno. Sebaris daripada kata-katanya berbunyi: "Gutra barubasa mpu hak kadah pase ma" yang diertikan demikian: "Dari suku (keluarga) Barubasa, mempunyai' hak atas Kedah dan Pasai". Maka disini bolehlah diambil kesimpulan iaitu haruslah keluarga raja yang dijumpai nisannya itu jugalah yang merajai atau mempunyai hak atas Pasai dan Kedah. Dengan tiada syak lagi bahawa di antara perpustakaan lama Melayu, buku Sejarah Melayu "Sulalatu 'l-Salatin" inilah yang terpenting dan tertinggi mutunya daripada yang lain-lain. Sungguh pun aliran kandungan buku ini tiada dapat diakui dengan sah kesemuanya, iaitu jika dipandang pada segi tawarikh, kerana ada beberapa perkara atau cerita didalamnya sebagai merupai cerita-cerita tahyul sahaja, tetapi bagi para sarjana terutamanya dari bangsa Eropah, buku ini besar sekali gunanya kepada mereka untuk mengkaji dan menyelidiki segala hal ehwal yang berkenaan dengan kerajaan-kerajaan melayu pada zaman yang telah lalu, iaitu tentang jurai keturunan raja-raja dan orang besar-besar, tentang kebudayaan Melayu seperti peraturan adat istiadat Melayu, demikian juga tentang perhubungan-perhubungan dalam masyarakat, perkembangan fikiran, keadaan iktisad dan sebagainya. Dalam pada itu pun ada beberapa perkara yang penting-penting berkenaan dengan buku ini masih belum dapat keputusannya yang tepat, yakni belum didapati tahkiknya oleh para sarjana yang mengkaji dan menyelidiki itu; umpamanya tentang soal-soal siapa pengarang atau penyusunnya. Dimana buku itu telah dikarang. Yang manakah diantara naskhah-naskhah lamanya yang tertua? Sejauh manakah kandungan "hikayat Melayu dibawa orang dari Goa seperti yang tersebut di dalam permulaan kata buku itu telah di perbaiki sama ada di pinda atau ditokok tambah oleh penyusunnya yang terkemudian. Sir R. O. Winstedt, seorang Inggeris sarjana bahasa MeIayu yang termasyhur itu telah mengkaji dan menyelidik dengan sehalus-halusnya usul-asal dan kandungan buku Sejarah Melayu itu, beliau telah mengemukakan berbagai pendapat tentang soal-soal yang tersebut di atas tadi dengan berdasarkan beberapa buah naskah-naskah asal buku Sejarah Melayu itu, terutamanya naskhah yang di percayai terlebih tua dan asli sifatnya iaitu, "Raffles MS., No. 18" yang telah di siarkan bersama-sama dengan huraiannya di dalam Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society Vol. XVI. Part III. December, 1938. Untok menyelidik usul-asal buku Sejarah Melayu itu maka dengan tidak syak lagi kebanyakan dari tujuan-tujuan kata di dalam permulaan kata pengarangnya itulah yang mustahak di jadikan alasan-ya, selain dari itu kandungan dan aliran riwayat pada penghujung buku itu haruslah juga di ambil perhatian. Daripada penyiasatan Sir R. O. Winstedt atas beberapa buah naskah-naskah lama itu maka beliau telah memajukan pendapat yang thabit pada akal dengan mengatakan bahawa buku Sejarah Melayu itu sungguh telah di susun kembali dalam T.M. 1612. Maka kerana itu tentulah sudah ada sesabuah naskhah yang tertua dan sekurang-kurangnya mengandungi rangka-rangka bagi bentuk Sejarah Melayu yang tersusun kemudian itu, dan harus isi-isinya

telah mula di catitkan dalam zaman pemerintahan Sultan Mahmud Shah atau pun terdahulu daripada itu hinggalah membawa kepada zaman tiada lama sesudah Feringgi menakluki Melaka. Pendapat ini thabit juga pada akal kerana memanglah dalam kalangan orang besarbesar raja hingga kezaman terkemudian ini pun ada seseorang di antara mereka itu yang berusaha mencatitkan riwayat atau hal ehwal yang di-fikirkan-nya penting dalam zaman pemerintahan sesesorang raja yang jadi tumpuan taat setianya. Dalam pada itu pun tidaklah boleh dinafikan bahawa kandungan buku Sejarah Melayu yang tersusun dalam T.M. 1612 itu bukan sahaja berdasarkan isi-isi naskah yang tertuanya seperti yang tersebut diatas itu, bahkan juga ditokok tambah daripada riwayat-riwayat mulut yang beredar turun-temurun. Sebagai alasan berkenaan dengan bahanbahan isi buku ini bolehlah diperhatikan daripada kandungan permulaan kata dua buah naskah lama, iaitu naskhah Raffles No. 18 dan sebuah naskah yang disusun oleh Paderi W. G. Shellabear, setelah membanding-bandingkan beberapa naskah asal bertulis tangan atau yang telah bercetak, dan kita namakan naskah ini "naskah Shellabear", iaitu seperti tersebut dibawah ini: (a) Dalam naskhah Shellabear menyebut demikian: ..maka berkata ia kapada fakir, "Hamba dengar ada hikayat Melayu di bawa oleh orang dari Goa , barang kita perbaiki kiranya dengan istiadatnya. (Menurut keterangan Sir R. O. Winstedt, dalam setengah-setengah naskah mengatakan "dibawa oleh Orang Kaya Sogoh). Ini menunjukkan bahawa bahan-bahan kandungan buku Sejarah Melayu yang tersusun dalam T.M. 1612 itu telah sedia ada, iaitu hikayat Melayu yang dibawa orang (Kaya Sogoh) dari Goa itu, yakni sekurang-kurangnya hikayat dari Goa itu telah dijadikan dasar atau sebagai rangka bagi "diperbaiki" dalam usaha menyusun naskah T.M. 1612 itu. (b) Dalam naskhah Raffles No. 18 pula menyebut demikian : .Maka fakir karanglah hikayat ini kama sami'tu min jaddi wa'abi, dan fakir himpunkan daripada segala riwayat orang tua-tua dahulu kala, supaya akan menyukakan duli hadhrat baginda............ Daripada kandungan ayat yang tersebut diatas itu maka bolehlah di ambil kesimpulan bahawa kandungan buku Sejarah Melayu naskhah T.M. 1612 itu ada menggunakan bahan-bahan dari riwayat-riwayat tua yang turun-temurun. Kesimpulan ini di kuatkan lagi dengan suatu alasan, iaitu seperti yang tersebut dalam fasal yang kedua belas Kitab Bustan ul-Salatin (Taman Raja-raja) ciptaan Shaikh Nuruddin alRaniri dalam T.M. 1638, pada menyatakan riwayat segala raja-raja yang kerajaan di negeri Melaka dan Pahang, demikian bunyinya: Kata Bendahara Paduka Raja yang mengarang kitab misrat Sulalatu 'l-Salatin ia mendengar daripada bapanya ia mendengar daripada neneknya dan datuknya, tatkala pada hijrat al-Nabi s.a.w. seribu dua puluh esa pada bulan Rabi'il Awwal pada hari Ahad, ia mengarang hikayat

pada menyatakan segala raja-raja yang kerajaan di negeri Melaka, Johor dan Pahang, dan menyatakan bangsa dan salasilah mereka itu daripada Sultan Iskandar Dzul Karnain. . . . . . . . .. Kelemahan penyalin-penyalin Berkenaan dengan perpustakaan lama Melayu seperti buku Sejarah Melayu itu, suatu perkara hendaklah diingat iaitu tentang adanya beberapa salinan buku itu. Penyalin naskah-naskah itu bukanlah seseorang yang tertentu, bahkan asing-asing orangnya, diantaranya sudah tentulah ada berbagai sifat kelemahan, ada yang cuai, ada yang memandai-mandai mengikut sedap sendiri mengubah, meninggalkan dan mengadakan tokok tambah atas karangan asal itu, dan berbagai lagi sifat-sifat kelemahan yang seperti itu. Maka kerana itulah kerap di dapati dalam perpustakaan lama Melayu yang bertulis tangan. kandungan salinan-salinan sesebuah hikayat ataau seumpamanya banyak berubah daripada bentuk aslinya. bahkan diantara naskah-naskah salinan itu berbeza antara sebuah dengan yang lain. Sesungguhnya kejadian-kejadian demikian itulah yang menerbitkan rumit dan sulit bagi seseorang yang hendak mengkaji dan menyelidiki isi sesebuah perpustakaan lama itu. Perbezaan-perbezaan seperti yang tersebut diatas itu banyak di dapati jika di bandingkan naskah-naskah lama buku Sejarah Melayu, sehingga nama pengarang atau penyusunnya iaitu Bendahara Paduka Raja, Tun Seri Lanang itu, ada nashah menyebut Tun Muhammad, dan ada pula yang menuliskan nama itu Tun Mahmud. Berkenaan dengan tarikh Tun Seri Lanang menerima perintah Yang di Pertuan di Hilir, Sultan Abdullah Maayah Shah. suruh karangkan hikayat peraturan segala raja-raja Melayu itu, setengah-setengah naskah menulis demikian: "Tatkala hijratul-nabiyyi salla 'LLahu 'alaihi wa's-selamu seribu dua puluh satu tahun, kepada tahun Dal, pada dua belas hari bulan Rabi'il-Awwal, kapada hari Khamis Maka ada pula naskahnya yang bertelingkah tentang ketentuan harinya itu, iaitu dengan menuliskan hari Ahad. Lagi suatu perbezaan yang besar didapati dalam kandungan naskah-naskah lama itu ialah berkenaan dengan di manakah tempatnya dan bilakah zamannya Tun Seri Lanang menyempurnakan tugas yang di perintahkan oleh Sultan 'Abdullah Ma'ayah Shah, yakni mengarang buku Sejarah Melayu atau Sulalatu 'l-Salatin itu. Beberapa buah naskah menyebut "Pada zaman kerajaan marhum yang mangkat di Acheh Sultan 'Alauddin Riayat Shah.. Sedang baginda bernegeri di Pasai " Tetapi ada pula naskah menyebut iaitu sedang baginda itu bernegeri di Pasir Raja Huraian tentang pendahuluan-kata Sejarah Melayu Bagi membuat sesuatu kesimpulan berkenaan dengan soal yang tersebut itu maka hendaklah di kaji dan . difahamkan dengan sehalus-halusnya segala maksud perkataan-perkataan yang terkandung di dalam pendahuluan kata pengarang buku Sejarah Melayu itu. Berkenaan dengan ini kita berdasarkan kepada dua punha iaitu salinan naskah W. G. Shellabear yang di gunakan di sekolah-sekolah Melayu, Tanah Melayu, dan salinan naskhah Raffles No. 18 yang di siatkan oleh Sir Richard Winstedt dalam Malayan Branch Royal Asiatic Society Journal Vol. XVI. Part III., December 1938. Di antara kedua-dua naskhah itu di dapati pendahuluan-kata di-dalam naskhah Raffles No. 18 itu terlebih ringkas daripada naskah Shellabear, iaiitu dengan mengandung pujian-pujian kapada Allah dan Rasulullah sacara ringkas sahaja, dan tiada menyebutkan peri

hal".hikayat Melayu di bawa orang dari Goa." Maka bagi membuat huraian yang lebih luas, moleklah rasanya kita bicharakan naskah yang mengandung terlebih banyak isi-isi pendahuluan katanya itu, yakni naskah Shellabear; dan di bawah ini di turunkan secara ringkas maksud kata-katanya yang di fikirkan munasabah untuk di jadikan pokok pembicaraan: (a)..pada suatu masa bahawa fakir duduk pada suatu majlis dengan orang besar-besar bersenda gurau. Pada antara itu ada seorang orang besar, terlebih mulianya dan terlebih besar mertabatnya daripada yang lain; maka berkata ia kapada fakir, "Hamba dengar ada hikayat Melayu di-bawa oleh orang dari Goa ; barang kita perbaiki kiranya dengan istiadatnya, supaya diketahui oleh segala mereka itu, syahadan beroleh faedah ia daripada-nya. (b) Setelah fakir mendengar demikian, jadi beratlah atas anggota fakir alladhi huwa murakkabun ala'l-jahli Tun Muhammad namanya, Tun Seri Lanang timang-timangannya, Paduka Raja gelaran-nya, Bendahara (c) Tatkala hijratu'l nabiyyi salla 'LLahu 'alaihi wa's-salamu seribu dua puluh satu tahun, kepada tahun Dal, pada dua belas haribulan Rabi'il-Awwal, kepada hari Khamis, waktu al-dhoha, pada ketika Shamsu, pada zaman kerajaan marhum yang mangkat di Acheh, Sultan 'Alau'd-din Ri'ayat Shah zillu 'LLahi fli`l alamsedang baginda bernegeri di Pasai (naskah Raffles No. 18 bernegeri di Pasir Raja), dewasa itulah datang Raja Dewa Sa'id kepada hamba Seri Nara Wangsa yang bernama Tun Bambang, anak Seri Akar Raja, Patani, menjunjungkan titah Yang di Pertuan di Hilir, Sultan Abdullah Maayah Shah ibni l-Sultani 'lajalla 'Abdi'l Jalil Shah (pujian-pujian dalam bahasa 'Arab, bersulam dengan bahasa Melayu). (d) Demikian bunyi titah yang maha mulia itu, "Bahawa beta minta perbuatkan hikayat pada Bendahara, peri persetua dan peraturan segala raja-raja Melayu dengan istiadatnya sekali, supaya di ketahui oleh segala anak cucu kita yang kemudian daripada kita, di ingatkannya oleh mereka itu, shahdan beroleh faedahlah ia daripadanya." Setelah fakir alladhi huwa murakkabun ala'ljahli, maka fakir perkejutkanlah diri fakir pada mengusaha kan dia .supaya akan menyukakan duli hadhrat baginda. Maka fakir namai hikayat itu "Sulalatu '1 Salatin", yakni peraturan segala raja-raja.." Daripada segala tujuan kata-kata yang terkandung didalam pendahuluan buku Sejarah Melayu seperti yang diturunkan di atas itu maka bolehlah dibuat kesimpulan atas beberapa perkara, diantaranya: (a) Nyatalah bahawa pengarang atau penyusun buku Sejarah Melayu atau Sulalatu l-Salatin itu ialah Bendahara Paduka Raja, Tun Seri Lanang, kerana menjunjung titah Yang di Pertuan di Hilir, Sultan 'Abdullah Ma'ayah Shah. Tujuan Tun Seri Lanang mengarangkan buku itu seperti yang dinyatakannya, iaitu "supaya akan menyukakan. duli hadrat baginda." (b) Orang besar yang menyebut peri hal hikayat Melayu di bawa orang (menurut setengahsetengah naskhah: oleh Orang Kaya Sogoh) daripada Goa itu haruslah di maksudkan oleh Tun Seri Lanang kapada Yang di Pertuan di-Hilir, Sultan 'Abdullah Ma'ayah Shah; baginda hanya membayangkan hasrat baginda di-dalam majIis orang besarbesar itu kira-nya isi-isi hikayat itu di perbaiki. (c) Perintah Yang di-Pertuan di Hilir minta Bendahara (Tun Seri Lanang) karangkan hikayat itu ialah pada tarikh 12 Rabi'il-Awwal, T.H. 1021, bersamaan 13 May,

1912, (menurut seorang sarjana bernama Rouffaer, hari itu ialah hari Ahad bukannya hari Khamis). Ada pun orang yang menyampaikan titah itu kapada Tun Seri Lanang jelas tersebut di dalam naskah Raffles No. 18, iaitu Seri Nara Wangsa yang bernama Tun Bambang anak Seri Akar Raja, Patani. (d) Pendapat yang mengatakan bahawa Tun Seri Lanang menerima perintah supaya mengarangkan buku Sejarah Melayu itu ialah di Pasir Raja bukannya di Pasai iaitu pada zaman kerajaan Sultan 'Alau'd-din Ri'ayat Shah sedang bernegeri di-Pasir Raja-ada-lah thabit pada 'akal, kerana angkatan Acheh melanggar Johor, menurut riwayat didalam Tawarikh Johor, ialah pada 7 May 1913, iaitu kira-kira setahun terkemudian daripada tarikh di sebutkan oleh Tun Seri Lanang sebagai hari ia menerima perintah Yang di Pertuan di Hilir itu. (e) Daripada ayat yang berbunyi pada zaman kerajaan marhum yang mangkat diAcheh, Sultan 'Alau'd-din Ri'ayat Shah. itu nyatalah bahawa Tun Seri Lanang menuliskan pendahuluan bagi buku Sejarah Melayu itu sesudah Sultan 'Alau'd-din Ri'ayat Shah mangkat di Acheh (kira-kira antara T.M. 1613 dengan 1615). Tetapi bilakah zamannya isi-isi buku itu dikarang atau disusun dan disiapkan? Ada beberapa kemungkinan berkaitan dengan soal ini, diantaranya haruslah pendahuluan kata itu di tuliskan sesudah siap atau pun setelah banyak isi-isi buku itu di karangkan atau di susun. Mungkin juga usaha mengarang atau menyusun buku itu telah di mulai oleh Tun Seri Lanang di Pasir Raja, iaitu sesudah ia menerima perintah Yang di Pertuan di HiIir itu, tetapi bagaimana pun buku itu nyatalah belum selesai melainkan sesudah mangkat Sultan "Alau'd-din Ri'ayat Shah. (f) Kita mengagak haruslah buku Sejarah Melayu itu telah selesai di karang atau di susun pada zaman Sultan 'Abdullah Ma'ayah Shah memerintah Kerajaan Johor kira-kira pada T.M. 1613-1623, iaitu sesudah kakanda baginda Sultan 'Alau'd-din Ri'ayat Shah itu mangkat. Alasannya adalah ternyata dan dapat di fahamkan dalam pendahuluankata Tun Sed Lanang ita bahawa Raja 'Abdullah telah menjadi seorang raja yang memerintah, dengan gelaran Sultan 'Abdullah Ma'ayah Shah; sebelum bergelar itu nama timangtimangan Raja 'Abdullah ialah Raja Bongsu dan di sebut orang juga Raja Seberang atau Raja di Hilir, kerana baginda itu beristana di seberang Pengkalan Raja dan lebih jauh kehir, sedang Sultan 'Alau'd-din Ri'ayat Shah bersemayam di Pasir Raja. Maka kapada Sultan 'Abdullah Ma'ayah Shah itulah di tujukan oleh Tun Seri Lanang usahanya mengarang atau menyusun buku Sejarah Melayu itu, dengan katanya, "Maka fakir karanglah hikayat ini, supaya akan menyukakan dua hadrat baginda." Kandungan buku Sejarah Melayu Jika di bandingkan di antara dua naskah buku Sejarah Melayu, iaitu naskah Shellabear dan naskah Raffles No. 18 itu, nescaya di dapati beberapa perbezaannya, naskhah Raffles No. 18 itu mengandungi 31 cetera dan kandungannya terlebih tua daripada naskah Shellabear. Penghujung ceteranya hanya sampai kapada riwayat yang berlaku pada zaman pemerintahan Sultan 'Alau'd-din Ri'ayat Shah II dalam T.M. 1535, iaitu peristiwa langgaran Feringgi keatas Kota Kara di Sungai Telur dan terus mudek hingga ke Pekan Tua. Naskah Raffles ini yang asalnya haruslah telah di bawa Feringgi ke Goa (sebuah jajahan Feringgi di India ) tatkala mereka menyerbu Johor Lama dalam T.M. 1536 dan dibawa kembali oleh Orang Kaya Sogoh lalu diperbaiki dengan pindaan-pindaan dan tambahan oleh Tun Seri Lanang.

Naskah Shellabear mengandung 34 cetera dan dalam cetera yang terakhirnya terkandung riwayat berkenaan dengan pemerintahan Sultan 'Alau'd-din Ri'ayat Shah II tetapi tidak menyebut tentang serangan Feringgi pada T.M. 1535 itu; bagaimanapun dalam cetera (bab) yang ketiga puluh empat itu juga di hubungkan dengan secara ringkas riwayat-riwayat empat orang sultan yang berkerajaan di Johor terkemudian daripada Sultan 'Alu'd-din Ri'ayat Shah II itu. retapi tidak menyebut tentang serangan Feringgi pada T.M. 1535 itu; bagaimana pun dalam cetera (bab) yang ketiga puluh empat itu juga di-hubungkan dengan secara ringkas riwayat-riwayat empat orang sultan yang berkerajaan di Johor terkemudian daripada Sultan 'Alu'd-din Ri'ayat Shah II itu. Sesungguhnya ternyata dalam pendahahuluannya bahawa naskah itu telah di tambah oleh orang yang terkemudian daripada Tun Seri Lanang; tambahannya itu boleh di perhatikan dalam "AL-KESAH YANG KEDUA PULUH TUJUH", tentang jurai keturunan Bendahara Seri Maharaja Tun Mutahir hingga kepada kedua orang anak laki-laki Tun Seri Lanang, iaitu Tun Anum dan Tun Jenal, keduanya itu di sebutkan telah menjadi Bendahara. Keterangan ini nyatalah menunjukkan bahagian itu telah di susun sesudah Tun Seri Lanang meninggal dunia. Selanjutnya dapat di perhatikan daripada keterangan pada penghujung naskah Shellabear itu demikian bunyinya: "Pada zaman itu hingga inilah yang dapat oleh pacal yang daif di baca di dalam hikayat ayahanda itu rahim ,Allah Ta'ala, iaitu datuk yang hilang di Tanjung Batu, kepada masa Johor alah di serang Jambi* pacal datuk di kurniai ayahanda itu membaca hikayat Melayu oleh baginda tajalli di Bukit Siguntang turun ke Palembang .Had itulah yang terbaca oleh pacal datuk, Wa'llahu alam. Oleh kerana pengarang atau penyusunnya seorang Bendahara yang memegang jawatan yang tertinggi dan terpenting, maka didalam buku Sejarah Melayu itu banyak di dapati tauladantauladan dan nasihat yang di tujukan untuk mengingatkan raja-raja supaya jangan berbuat zalim kepada hamba rakyat, hendaklah barang apa yang hendak di lakukan itu berunding terlebih dahulu dengan Bendahara dan orang-orang besar yang lain, dan sebagainya. Hal ini dapat di saksikan daripada wasiat-wasiat dari tiga orang sultan iaitu Sultan Mansur Shah, Sultan 'Alau'd-din Ri'ayat Shah I dan Sultan Mahmud Shah, iaitu dengan memberi nasihat dan ingatan kepada seseorang putera yang bakal memerintah negeri tatkala baginda-baginda itu hampir akan mangkat. Ada lagi beberapa cerita terkandung di dalam buku Sejarah Melayu itu yang di tujukan untuk tauladan atau ingatan kepada raja-raja tentang akibat-akibat perbuatan zalim dan aniaya kepada sesama manusia. Sungguh pun ada diantara cerita-cerita itu berupa tahyul tetapi aliran tulisan pengarangnya nyata menuju kepada yang dimaksudkannya, misalnya dalam Cetera Yang Kesepuluh berkenaan dengan kezaliman Raja Singapura yang bergelar Paduka Seri Maharaja itu membunuh Tuan Jana Khatib dengan tiada usul periksa lagi, akibatnya datanglah todak menyerang Singapura. Paduka Seri Maharaja tidak juga insaf akan akibat kezaliman itu lalu baginda melakukan suatu kezaliman lagi, iaitu dengan membunuh budak yang mengeluarkan akal supaya berkubukan batang pisang bagi mengalahkan langgaran todak itu. Pengarang buku Sejarah Melayu itu telah menegaskan pendapatnya atas kezaliman itu dengan katanya " Ada pun tatkala budak itu dibunuh, maka hak rasanya di tanggungkannya atas negeri Singapura." Sesudah itu di sambungkannya pula dengan suatu kisah kezaliman Raja Iskandar Shah, iaitu anakanda Paduka Seri Maharaja itu, baginda memerintahkan supaya gundik baginda, anak

seorang pegawai, di sula di hujung pasar kerana baginda mendengarkan fitnah daripada gundik-gundik yang lain. 'Akibatnya, pegawai itu telah berbuat belot lalu berhubung dengan Kerajaan Majapahit, akhirnya tibalah angkatan perang Majapahit melanggar dan mengalahkan Singapura, menyebabkan Raja Iskandar Shah berundur menyeberang ketanah besar lalu membuka negeri Melaka. Demikian juga berkenaan dengan kezaliman Sultan Mahmud Shah membunuh Bendahara Seri Maharaja, Seri Nara di Raja dan Temenggung Tun Hasan, akibatnya ialah kerobohan Kerajaan Melaka oleh langgaran Feringgi. Selain daripada untuk catitan sejarah maka dapat juga di duga bahawa tujuan pengarang buku Sejarah Melayu meriwayatkan peristiwaperistiwa yang tersebut itu ialah untuk menjadi tauladan dan ingatan kepada raja-raja yang terkemudian, supaya peristiwa-peristiwa demikian tiada berulang lagi. Pengarang atau penyusun buku Sejarah Melayu itu ayatalah seorang yang berpengetahuan dan bijak dalam 'ilmu karang-mengarang kerana dapat ianya menggambarkan keadaankeadaan pada sesuatu zaman, umpamanya pada zaman Seri Maharaja menjadi Bendahara, dibayangkan bagaimana makmur dan ramainya negeri Melaka, hingga menjadi tumpuan segala dagang dan persinggahan kapal-kapal dari atas angin. Bagi menggambarkan kemakmuran dan ramainya penduduk-penduduk Melaka pada zaman itu maka pengarang buku Sejarah Melayu itu berkata demikian: "Ada pun zaman itu negeri Melaka terlalu sekali ramainya, segala dagang pun berkampung; maka dari Air Leleh datang ke Kuala Muar pasar tiada berkeputusan lagi, dari Kampung Keling datang ke Kuala Penajuh itu pun tiada berputusan; jika orang dari Melaka datang ke Jugra tiada membawa api lagi, barang di mana berhenti di sana adalah rumah orang; dari sebelah sini hingga datang ke Batu Pahat demikian juga, kerana masa itu rakyat Melaka sembilan belas laksa banyaknya yang di dalam negeri juga." Dapat juga di gambarkan oleh pengarang buku Sejarah Melayu itu bagaimana kehairanan orang-orang Melaka melihat rupa orang-orang Feringgi yang di katakan mereka "Benggali putih" itu, hingga pada seorang orang Feringgi itu berpuluh-puluh orang Melaka mengerumuni dia. Demikian juga tentang kehairanan orang-orang Melaka melihat peluru meriam Feringgi. Keahlian pengarang buku Sejarah Melayu itu dalam lapangan kesusasteraan dapat juga di saksikan dalam tulisannya tatkala menggambarkan sifat-sifat seseorang, umpamanya sifatsifat kebijaksanaan Bendahara Paduka Raja Tun Perak; sifat suka meninggi-ninggi diri Bendahara Putih, taat setia Laksamana Tun Tuah; perasaan cinta kepada tanah air Bendahara Paduka Tuan (Dato' Lubuk Batu); demikian juga gambaran tentang bagaimana orang-orang besar Melaka merendah-rendahkan guru agama yang datang dari luar negeri saperti peristiwa yang berlaku di-antara Makhdum Sadar J ahan dengan Seri Rama dan dengan Tun Mai Ulat Bulu. Suatu perkara lagi yang menunjukkan kebijakan pengarang buku Sejarah Melayu itu dapat diperhatikan daripada sisipan cerita "Meminang Puteri Gunung Ledang". Tujuan jalan cerita ini haruslah sebagai suatu kiasan yang mengandung sindiran yang halus dan tajam maknanya ditujukan untuk menerbitkan rasa keinsafan kepada seseorang raja terhadap keadilan dan timbang rasa kapada kaum perempuan. Hikayat Acheh

Diantara perpustakaan Melayu yang terkandung nama-namanya di dalam daftar Werndly dalam T.M. 1736 itu termasuklah nama Hikayat Acheh. Isi buku ini merupakan ringkasan sejarah sahaja dan bahasanya tiada hidup yakni tidak seperti bahasa yang terkandung didalam. buku Sejarah Melayu. Hikayat Acheh itu mula-mulanya meriwayatkan kisah mulai daripada zaman pemerintahan Sultan Ibrahim diAcheh Utara, baginda ini dalam T.M. 1525 telah memberontak melawan Maharaja yang berkerajaan di negeri Pasai, akhirnya Sultan Ibrahim dapat mengalahkan Kerajaan Pasai itu. Maka semenjak masa itulah pusat pemerintahan di Pasai itu telah berpindah ke Acheh dan kekuasaannya semakin berkembang. Kekuasaan Acheh telah sampai kepuncak kebesarannya pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam (T.M. l606-1636), sebilangan besar negeri-negeri dalam Pulau Perca itu tertakluk kebawah perintahnya, demikian juga negeri-negeri di dalam Semenanjung Tanah Melayu termasuklah negeri Johor. Kemudian di sebutkan pula sesudah Melaka jatuh ke tangan Feringgi berulangulang kali negeri itu telah diserang oleh angkatan perang Acheh dan ada kalanya berbulanbulan pula negeri Melaka itu dikepong. Seterusnya di riwayatkan bahawa Sultan Iskandar pernah mengesyorkan kapada Sultan Agung Mataram yang menguasai seluruh Jawa dan Madura dan pada masa itu sedang menentang kekuasaan Belanda di Jakarta supaya bersetuju bekerjasama melawan kekuasaan asing itu, tetapi syor Sultan Acheh itu telah di tolak oleh Sultan Agung Mataram. Sultan Iskandar Mahkota Alam tiada mempunyai putera melainkan puteri-puteri belaka, seorang di antara menantu baginda itu telah menggantikan baginda di atas takhta Kerajaan Acheh dengan gelaran Sultan Iskandar Thani. Sesudah pemerintahan baginda itu Acheh telah di perintah bergilir-gilir oleh empat orang raja perempuan. Pada zaman itulah pula Kerajaan Acheh beransur-ansur lemah hingga beberapa buah negeri yang takluk kepadanya melepaskan diri masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai