Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KIMIA FARMASI ANALISIS II KUANTITATIF

Penetapan Kadar Kloralhidrat dengan Metode Titrasi Argentometri

7 Maret 2012 Oleh Esa J Sukma Hilda Safitri Lia Nurmayasari Ramdani Adinata NIM 31109047 NIM 31109049 NIM 31109051 NIM 31109056 NIM 31109071 PRODI FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2012 No. praktikum Metode Titrasi Argentometri Hari/ tanggal praktikum Sampel A. Prinsip Percobaan Prinsip kerja dari penetapan penentuan kadar Kloralhidrat ini adalah titrasi Mohr secara tidak langsung dengan menambahkan AgNO3 berlebih kedalam sampel. Kemudian penambahan AgNO3 berlebih tersebut dititrasi dengan NaCl. Penambahan AgNO 3 ini berfungsi untuk : Rabu/ 7 Maret 2012 : Kloralhidrat II : 04 : Kelompok 4

Yoga Kevan Rahmat

tikum

: Penetapan Kadar Kloralhidrat dengan

mengendapkan sampel Kloralhidrat sampai jenuh. Sehingga endapan akan mengendap dibawah dan larutan pada bagian atas menjadi bening. Baru kemudian dilakukan titrasi kembali endapan NaCl menggunakan indikator Kalium kromat (KCrO4), sehingga akan terbentuk endapan AgCl dengan menghasilkan perubahan warna (titik akhir titrasi) dari endapan merah menjadi endapan kuning. Ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut dalam AgCl. Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)

Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indikator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. B. Reaksi Kimia Reaksi Kimia Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat AgNO3 + NaCl AgCl + NaNO3

Reaksi Kimia Antara Perak Nitrat dengan Indikator KCrO4

Reaksi Kimia Penetapan Kadar Sampel Kloralhidrat

Reaksi Kimia Kloralhidrat dengan NaCl

C. Metode Analisis

Dalam penentuan kadar Kloralhidrat dilakukan titrasi argentometri metode Mohr (tidak langsung). Hal tersebut dikarenakan kloralhidrat merupakan asam kuat dan mempunyai atom klor (Cl) yang mudah atau dapat dilepas sehingga dapat bereaksi dengan perak (Ag+) membentuk endapan. Oleh karena itu, Kloralhidrat dapat ditetapkan kadarnya menggunakan metode titrasi argentometri. Metode Mohr digunakan dalam penentuan klorida. Klorida dititrasi dengan larutan standar AgNO3. Garam soluble kromat ditambahkan sebagai indikator, akan dihasilkan warna kuning. Pada saat reaksi sempurna, sedikit kelebihan Ag + akan bereaksi dengan indikator menghasilkan endapan perak kromat berwarna merah. CrO42- + 2 Ag+
kuning merah

Ag2CrO4

D. Dasar Teori : a. Teori Umum Titrasi Argentometri Titrasi pengendapan adalah anilisis titrimetri berdasarkan proses terbentuknya endapan antara reagen dengan analit dan reagen dengan indikator dengan warna yang berbeda. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi pengendapan adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, tetapi ditambah dengan titik akhir titrasi yang mudah diamati. Adapun dalam titrasi pengendapan terdapat kelebihan dan kekurangan yang signifikan, diantaranya : 1) Jumlah metode titrasi pengendapan tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksioksidasi (redoks). 2) Kesulitan dalam mencari indikator yang sesuai dalam titrasi pengendapan. 3) Komposisi endapan pada titrasi pengendapan seringkali tidak diketahui pasti, terutama jika terdapat efek kopresipitasi. Larutan jenuh dalam titrasi pengendapan dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut secara terus menerus hingga zat tidak melarut lagi, atau dengan cara menaikkan konsentrasi ion-ion tertentu hingga terbentuk endapan. Sedangkan kelarutan itu sendiri dapat

diartikan sebagai konsentrasi larutan jenuh zat padat (kristal) di dalam suatu pelarut pada suhu tertentu. Titrasi pengendapan tersebut berkaitan erat dengan konsentrasi kelarutan yang pada akhirnya akan membentuk suatu endapan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan, diantaranya : 1) Suhu. 2) Sifat Pelarut. 3) Ion Sejenis. 4) Aktivitas Ion. 5) pH. 6) Hidrolisis. 7) Hidroksida Logam. 8) Pembentukan Senyawa Kompleks. Penjelasan dalam faktor-faktor diatas yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan adalah sebagai berikut : 1) Efek suhu larutan Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik. Sebaiknya proses pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan dalam keadaan larutan panas. Kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas memiliki kelarutan kecil (misalnya: Hg 2Cl2, MgNH4PO4) cukup disaring setelah terlebih dahulu didinginkan di lemari es.

2) Efek sifat pelarut Kebanyakan garam anorganik larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik. Air memiliki momen dipol yang besar dan tertarik oleh kation dan anion membentuk ion hidrat. Sebagaimana ion hidrogen yang membentuk H3O+, energi yang dibebaskan pada saat interaksi ion dengan pelarut akan membantu meningkatkan gaya tarik ion terhadap kerangka padat

endapan. Ion-ion dalam kristal tidak memiliki gaya tarik terhadap pelarut organik, sehingga kelarutannya lebih kecil daripada kelarutan dalam air. Pada analisis kimia, perbedaan kelarutan menjadi dasar untuk pemisahan senyawa. Sebagai contoh: campuran kering Ca(NO3)2 + Sr(NO3)2 dipisahkan dalam campuran alkohol + eter, hasilnya Ca(NO3)2 larut, sedangkan Sr(NO3)2 tidak larut. 3) Efek ion sejenis Endapan lebih mudah larut dalam air daripada dalam larutan yang mengandung ion sejenis. Misalnya pada AgCl, [Ag +][Cl-] tidak lebih besar dari tetapan (Ksp AgCl = 1 x 10 -10) di dalam air murni di mana [Ag+] = [Cl-] = 1 x 10-5 M; jika ditambahkan AgNO3 hingga [Ag+] = 1 x 10-4 M, maka [Cl-] turun menjadi 1 x 10-6 M, sehingga reaksi bergeser ke kanan sesuai arah: Ag+ + ClAgCl. Ke dalam endapan terjadi penambahan garam, sedangkan jumlah Cl - dalam larutan menurun. Teknik penambahan ion sejenis dilakukan oleh analis untuk tujuan : a) Menyempurnakan pengendapan. b) Pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan endapan. Jika kelebihan ion sejenis cukup besar, maka kelarutan endapan lebih besar dari harga yang diperkirakan dari Ksp, oleh sebab itu penambahan ion sejenis dibatasi hingga 10%. 4) Efek aktivitas ion Banyak endapan yang kelarutannya naik di dalam larutan yang mengandung ion-ion yang tidak bereaksi dengan ion-ion pembentuk endapan. Fenomena ini disebut efek aktivitas ion atau efek ion berlainan (diverse ion effect) atau efek garam netral. Misalnya kelarutan antara AgCl dan BaSO4 dalam larutan KNO3. Molaritas merupakan aktivitas yang terjadi dalam larutan yang sangat encer, jika konsentrasi larutan makin pekat maka koefisien aktivitas (f) menurun cepat, akibat gaya tarik lebih besar yang terjadi antar ion yang berbeda muatan. Efektivitas ion-ion (pada kondisi setimbang) juga menurun dan penambahan endapan harus dilakukan agar aktivitas kembali ke semula.

Jika koefisien aktivitas kedua ion kecil, maka hasil kali konsentrasi molar besar. Kenaikan kelarutan BaSO4 lebih besar daripada AgCl, karena koefisien aktivitas ion divalen lebih kecil daripada ion univalent. Dalam larutan sangat encer f = 1, maka Ksp = Kosp. 5) Efek pH Kelarutan garam dari asam lemah tergantung kepada pH larutan. Contoh : oksalat, sulfida, hidroksida, karbonat, dan fosfat. Proton bereaksi dengan anion membentuk asam lemah sehingga mempertinggi kelarutan garam. 6) Efek hidrolisis Jika garam dari asam lemah dilarutkan di dalam air maka akan terjadi perubahan pH larutan. MA A- + H2O M+ + AHA + OH-

Jika HA sangat lemah, MA tidak larut, maka Ka dan Ksp kecil. Jika [A-] kecil, maka reaksi hidrolisis lebih sempurna. Dapat terjadi 2 ekstrim yang bergantung pada besarnya harga Ksp, diantaranya : a) Kelarutan sangat kecil di mana pH air tidak berubah karena terjadi hidrolisis. b) Kelarutan cukup besar di mana ion OH- yang bersumber dari air dapat diabaikan.

7) Efek hidroksida logam Jika hidroksida logam dilarutkan di dalam air, terjadi seperti pada efek hidrolisis tetapi pH tidak berubah. M(OH)2 OH- + H2O [M2+][OH-]2 = Ksp [H3O+][OH-] = Kw Charge balance : 2 [M2+] + [H3O+] = [OH-] M2+ + 2 OH H3O+ + OH-

Dari 3 persamaan tersebut dapat dihitung kelarutan molar. Pada saat M(OH)2 larut maka [OH-] naik, sehingga menggeser [OH-] pada kesetimbangan disosiasi air ke kiri : M(OH)2 (p) 2 H2O H3O+ + OHM2+ + 2 OH-

Dapat terjadi 2 kondisi ekstrim yang masing-masing tergantung kepada besarnya kelarutan ion hidroksida, yaitu : a) Kelarutan sangat kecil di mana pH tidak berubah. b) Kelarutan cukup besar mengakibatkan kenaikan [OH-], sedangkan [H3O+] sangat kecil (diabaikan). 8) Efek pembentukan senyawa kompleks Kelarutan garam sukar larut dipengaruhi oleh zat-zat yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan kationnya. Ion pengkompleks dapat berupa anion atau molekul netral, baik sejenis maupun tidak sejenis dengan endapan. Misalnya efek hidrolisis di mana OH- sebagai ion pengkompleks. Berdasarkan pada cara penentuan titik akhirnya, ada beberapa metode-metode dalam titrasi pengendapan, diantaranya : a) Argentometri Argentometri adalah titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3. Titrasi pengendapan yang paling banyak dipakai adalah Argentometri, karena hasil kali kelarutan garam perak halida (pseudohalida) sangat kecil :

Ksp AgCl = 1,82 . 10-10 Ksp AgCNS = 1,1 . 10-12 Ksp AgBr = 5,0 . 10-13

Ksp AgCN = 2,2 . 10-16 Ksp AgI = 8,3 . 10-17

Terdapat tiga cara dalam penentuan titik akhir titrasi, yaitu : 1) Cara Mohr indikator CrO4-2 (pembentukan endapan berwarna pada titik akhir).

2) Cara Volhard indikator Fe3+ (terbentuknya kompleks berwarna yang larut pada titik akhir). 3) Cara Fajans Fluorescein (indikator adsorpsi pada endapan). b) Merkurimetri Merkurimetri adalah titrasi pengendapan yang mengguanakan ion Hg2+ sebagai pentiter dan dapat dipakai untuk menentukan klorida. Hg2+ + 2 ClHgCl2 (berlaku untuk halida lain) Jika ion halida dititrasi dengan merkuri nitrat, pada TE tidak ada [Hg 2+] karena selama titrasi terbentuk endapan HgCl2, namun setelah TE terjadi kenaikan [Hg2+] yg segera bereaksi dengan indikator membentuk kompleks Hg-Indikator; misalnya indikator nitroprusid membentuk endapan putih, indikator difenilkarbazid atau difenilkarbazon dalam asam membentuk warna ungu intensif. Diperlukan koreksi dengan titrasi blanko : 0,17 ml Hg(NO 3)2 0,1 N untuk 50 ml HgCl2 0,05 N. Volume titrasi blanko bervariasi sesuai besarnya [HgCl 2] TE karena [Hg2+] berlebih akan beraksi dg HgCl2 : HgCl2 + Hg2+ c) Titrasi Kolthoff Penentuan kadar Zn2+ (sebagai titran) diendapkan dengan larutan baku K-Ferosianida TAT dapat ditentukan dengan indikator eksternal seperti uranil nitrat, ammonium molibdat, FeCl3, dll. Namun diperlukan keterampilan khusus; sehingga lebih baik menggunakan indikator internal seperti difenilamin, difenilbenzidin, difenilamin sulfonat, dll. Reaksi redoks Fe 2+, Fe3+ mempunyai potensial reduksi (pada 30oC) sebagai berikut : E = Eo + 0,060 log [Fe(CN)63-] / [Fe(CN)64-] Campuran fero-ferisianida dalam asam memiliki potensial reduksi jauh lebih kecil daripada yang diperlukan untuk mengoksidasi indikator, hingga diperoleh bentuk teroksidasi berwarna intensif. Jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan Zn 2+ akan terjadi endapan Znferosianida, diikuti kenaikan potensial reduksi karena Fe(CN)64- hilang dari larutan. Setelah Fe(CN)64- bereaksi sempurna akan terjadi kenaikan tajam potensial reduksi dan muncul warna biru (bentuk indikator teroksidasi) akibat adanya kelebihan Zn2+. Pada TAT akan muncul warna biru telor asin. E. Alat dan Bahan a. Alat : 2 HgCl+

1. Buret 2. Statif 3. Klem 4. Pipet volume 10 ml 5. Erlenmeyer 250 ml 6. Corong 7. Gelas kimia 500 mL 8. Pipet tetes 9. Kertas saring 10. Timbangan Analitik 11. Bulf 12. Gelas ukur 50 ml 13. Kertas perkamen

b. Bahan : 1. Sampel ( Kloralhidrat II) 2. AgNO3 0,1 N 3. NaCl 0,1 N 4. Indikator KCrO4 5% 5. NaOH 6. H2SO4 7. Aqua DM

F. Prosedur Kerja

Prosedur Kerja a. Pembuatan Larutan Indikator KCrO4 5%

5 gr KCrO4

100 ml Aqua DM

Sediaan KCrO4 b. Pembuatan Larutan Standar AgNO3 0,1 N

17 gr AgNO3

AgNO3 + 50 mL Aqua DM Ad sampai 1000 mL

Sediaan

c.

Pembakuan larutan NaCl 0,1 N dengan AgNO3 0.1 N

10 mL NaCl

25 mL aqua DM

1 mL indikator

Titrasi dengan AgNO3 + 25 mL aqua DM + 1 mL indikator, titrasi add endapan merah bata. Catat volume AgNO3 yang berkurang ! Titrasi dilakukan triplo

d. Penetapan Kadar Sampel

30 mL sample Ad 50 mL aqua DM Ambil 10 mL Add 100 mL Pipet 10 mL

e.

Penetapan Kadar Sampel

10 mL Sample

30 mL AgNO3

1 mL indikator

NaCl

Titrasi dengan NaCl + 10 mL sample + 30 mL AgNO3 + 1 ml indicator, titrasi ad warna kuning muda. Catat volume NaCl yang berkurang ! Titrasi dilakukan triplo.

G. Data Hasil Pengamatan dan Perhitungan Kloral Hidrat a.


Pembakuan Larutan AgNO3 0,1 N

Volume NaCl 10 mL 10 mL 10 mL Rata rata Perhitungan Kadar AgNO3 N AgNO ke-1=

Volume AgNO3 11 mL 12 mL 12,5 mL 11,97 mL

=
= 0,09 N N AgNO ke-2=

=
= 0,08 N N AgNO ke-3=

=
= 0,07 N N AgNO3 Rata-rata = = 0,08 N

b. Penentuan Kadar Sampel ( Kloral Hidrat )

Pengenceran Sampel

Perhitungan Pengenceran x

= 30 kali pengenceran

Penentuan Kadar Sampel (Kloral Hidrat) Volume Sampel 10 mL 10 mL 10 mL Rata rata Perhitungan Kadar Sampel ( Kloral hidrat ) Volume NaCl 20 mL 21,6 mL 22 mL 21,2 mL

Titrasi 1 : V .Sampel. N sampel 10 mL . N Sampel N Sampel N Sample N Sample Gram Sample = (V AgNO3. N AgNO3) - (V NaCl. N NaCl = ( 30 mL . 0,08 N) ( 20 mL . 0,1 N ) = 2,4 2/10 = 0,4/10 = 0,04 N = 0,04 x 165,40 = 6,614 gram % b/v kadar sample = 6,614/30 ml x 100% = 22,246% Titrasi 2 : V .Sampel. N sampel 10 mL . N Sampel N Sampel N Sample N Sample Gram Sample = (V AgNO3. N AgNO3) - (V NaCl. N NaCl = ( 30 mL . 0,08 N) ( 21,6 mL . 0,1 N ) = 2,4 2,16/10 = 0,24/10 = 0,024 N = 0,024 x 165,40 = 3,969 gram % b/v kadar sample = 3,969/30 ml x 100% = 13,23 % Titrasi 3 : V .Sampel. N sampel 10 mL . N Sampel = (V AgNO3. N AgNO3) - (V NaCl. N NaCl = ( 30 mL . 0,08 N) ( 22 mL . 0,1 N )

N Sampel N Sample N Sample Gram Sample

= 2,4 2,2/10 = 0,2/10 = 0,02 N = 0,02 x 165,40 = 3,38 gram

% b/v kadar sample

= 3,38/30 ml x 100% = 11,02%

Rata-rata = Persentase Kesalahan = = = 38,28 %

= 15,43%

x 100 % x 100 %

H. Pembahasan Dalam praktikum penetapan kadar sampel kloralhidrat yang telah dilakukan sebelumnya menggunakan titrasi argentometri metode Mohr tidak langsung. Titrasi argentometri dapat digunakan untuk menetapkan kadar kloralhidrat sebagai halogenida yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana netral. Metode Morh yang digunakan dalam penetapan kadar kloralhidrat ini adalah secara tidak langsung, yaitu dengan menambahkan AgNO3 secara berlebih dan kelebihan dari AgNO3 agar tersebut akan dititrasi dengan NaCl membentuk endapan AgCl. Titik akhir titrasinya ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna kuning dengan menggunakan indikator Kalium Kromat. Pada dasarnya kloralhidrat ini dapat ditetapkan kadarnya dengan menggunakan titrasi argentometri metode Mohr secara langsung yaitu dengan melakukan titrasi asam-basa tidak

langung terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan titrasi argentometri metode Mohr secara langusung. Prosedur yang dapat dijelaskan dalam metode ini adalah sampel ditambahkan berlebih dengan NaOH lalu kelebihan NaOH tersebut dititrasi dengan H 2SO4 dengan menggunakan indikator fenolftalein. Titik akhir titrasinya ditandai dengan perubahan warna sampel dari merah menjadi tidak berwarna. Setelah proses tersebut larutan hasil titrasi asam dan basa ini ditambahkan dengan indikator Kalium Kromat dan titrasi dengan larutan baku sekunder AgNO3 sampai terbentuk endapan merah. Hasil dari penetapan kadar kloralhidrat dengan metode Mohr secara langsung ini menunjukkan titik akhir titrasi yang sangat cepat, dengan volume akhir titrasi sebanyak 3 mL. Oleh karena itu, titrasi dilanjutkan/ dicoba dengan menggunakan metode lain. Metode yang selanjutnya digunakan adalah metode titrasi Mohr secara tidak langsung. Perubahan metode ini dimaksudkan untuk membuktikan dan membandingkan titik akhir titrasi antara metode Mohr tidak langsung dengan metode Mohr langsung. Sehingga hasil terbaik yang akan diambil untuk menetapkan kadar kloral hidrat. Pada metode titrasi metode Mohr tidak langsung sampel yang berupa larutan diambil sebanyak 10 mL kemudian ditambahkan AgNO 3 berlebih sampai terbentuk endapan yang menjenuhkan sampel tersebut. Setelah itu tambahkan indikator Kalium Kromat sebanyak 1 mL dan dititrasi dengan larutan baku sekunder NaCl. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :

Titik akhir titrasi penetapan kadarnya menunjukkan perubahan warna yang signifikan dari endapan merah menjadi endapan berwana kuning. Dari kedua hasil tersebut didapat hasil dari penetapan metode Mohr secara tidak langsung yang lebih baik. Hal ini dapat dibuktikan karena titik akhir titrasi yang dihasilkan tidak menunjukkan perubahan warna indikator yang langsung, tetapi terdapat rentang waktu perubahan warna pada indikator. Jadi titrasi Mohr yang dipilih adalah secara tidak langsung.

Perlakuan awal pada sampel kloralhidrat yang berupa larutan tidak memerlukan cara yang khusus. Karena sampel kloralhidrat yang didapat adalah berupa larutan dan kloralhidratnya pun tidak tahan panas. Namun pada perlakuan awalnya sampel yang akan dititrasi diencerkan terlebih dahulu secara berulang, dengan mengambil 10 mL dari 30 mL sampel lalu diencerkan dengan dengan 100 mL sampel dan diambil 10 mL untuk dititrasi. Hasil dari penetapan kadar sampel kloralhidrat dengan metode tidak langsung ini dilaksanakan dalam prakteknya, meskipun pada dasarnya metode volhard pun dapat digunakan pada penetapan sampel ini. Hal ini dikarenakan metode Mohr mempunyai banyak kekurangan diantaranya tidak memberikan titik akhir titrasi yang jelas/ dengan kata lain tidak memberikan hasil yang sensitif. Dalam titrasi Mohr secara tidak langsung akan terbentuk endapan AgCl sebagai dasar reaksi kimia dari titrasi ini. Endapan tersebut menandai titik akhir titrasi dengan bantuan indikator Kalium Kromat. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut : AgNO3 + NaCl AgCl

I.

Kesimpulan Titrasi Argentometri sampel Kloralhidrat menggunakan metode Mohr dengan prinsip titrasi tidak langsung yaitu dengan penambahan titrant secara berlebih disertai dengan menggunakan indikator K2CrO4 dalam penetapan titik akhirnya. Perhitungan kadar akhir yang diperoleh Kloralhidrat adalah 15,43 % dan persentasi kesalahannya sebesar 38,28 %.

J. Daftar Pustaka Abdul Rohman, M.Si., Apt. Prof. Dr. Ibnu Ghorib Gandjar, DEA., Apt. (2010). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Abdul Rohman. Sudjadi. 2008. Analisis Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. A. L. Underwood. R. A. Day, JR. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif, edisi 5, Erlangga. Jakarta. Cairins, Donald. 2008. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Direktorat Jendral POM. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta :

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Ham,Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia di Laboraturium. Bandung : Bumi aksara. Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta. Binarupa Aksara. www://wiki.com/wikipedia.chloralhidrat.html (diakses tanggal 09-04-2012 jam 12.37).

Anda mungkin juga menyukai