Anda di halaman 1dari 31

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Penulisan Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya. Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan fibrinolisis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.1,2, 3 DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi efek antihemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pregangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi. Pada pemeriksaan lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang memanjang,

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

penurunan fibrinogen bebas dibarengi peningkatan produk degradasi fibrin, seperti D-dimer.1,3 Atas dasar inilah saya mencoba membuat referat tentang DIC, dengan harapan bagi saya maupun pembaca dapat lebih memahami tentang apa itu DIC, bagaimana DIC bisa terjadi, gejala klinik DIC dan penatalaksanaan DIC. I.2 Ruang Lingkup Pembahasan Pada referat ini saya akan membahas mengenai apa itu DIC, penyebab terjadinya DIC, Fisiologi dari hemostasis, patofisiologi terjadinya DIC, gejala klinik DIC, hingga pengobatan untuk DIC. I.3 Tujuan Penulisan Referat ini disusun sebagai bahan informasi bagi para pembaca, khususnya kalangan medis, Agar kita dapat lebih memahami tentang apa itu DIC, bagaimana kita mendiagnosis DIC, dan penatalaksanaan DIC bila kita menemui kasusnya, karena DIC merupakan kegawatdaruratan yang harus segera ditangani..

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

BAB II ETIOLOGI DIC

Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis . DIC pun dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel. (1,4,5,) 1. Infeksi: DIC akut: - bakteri (gram negatif, gram positif, ricketsia) - virus (HIV, varicella, CMV, hepatitis, virus dengue) - fungal (histoplasma) - parasit (malaria) Keganasan :

- Hematologi (AML) - Metastase (mucin secreting adenocarcinoma)

Trauma kepala berat: aktivasi tromboplastin jaringan.

Kebakaran Reaksi Hemolitik Reaksi transfuse Gigitan ular Penyakit hati - Acute hepatic failure 2. DIC kronik: Keganasan : rumor solid, lekemi, Obstetri : intrauterin fetal death, abrasio plasenta Hematologi : sindrom mieloproliferatif Vaskular: rematoid artritis, penyakit raynaud Cardiovascular - infark miokard Inflamasi; ulcerative colitis, penyakit crohn, sarcoidosis

BAB III
___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010 3

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

HEMOSTASIS DAN KOMPONENNYA


III.1 Hemostasis Sebelum membahas tentang bagaimana terjadinya DIC, ada baiknya kita mengerti terlebih dahulu tentang fisiologi dari hemostasis dan fibrinolisis. Hemostasis adalah suatu sistem dalam tubuh manusia yang terdiri dari komponen seluler dan protein yang sangat terintegrasi. Fungsi utama hemostasis adalah menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam sirkulasi dengan baik, serta membentuk thrombus sementara (temporary thrombus) atau disebut juga hemostatic thrombus pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan (vascular injury). Hemostasis terdiri dari enam komponen utama, yaitu: platelet, endotil vaskuler, procoagulant plasma protein factors, natural anticoagulant proteins, protein fibrinolitik dan protein antifibrinolitik. Semua komponen ini harus tersedia dalam jumlah cukup, dengan fungsi yang baik serta tempat yang tepat untuk dapat menjalankan faal hemostasis dengan baik. Interaksi komponen ini dapat memacu terjadinya thrombosis disebut sebagai sifat prothrombotik (prokoagulan) dan dapat juga menghambat proses thrombosis yang berlebihan, disebut sebagai sifat antithrombotik (antikoagulan). Faal hemostasis dapat berjalan normal jika terdapat keseimbangan antara faktor prothrombotik dan faktor antithrombotik. 6,7 III.2 Komponen Prothrombotik (Prokoagulan) Hemostasis normal dapat dibagi menjadi dua tahap: 6,7,8 1. Hemostasis primer (primary hemostasis) dan 2. Hemostasis sekunder (secondary hemostasis) . Pada hemostasis primer yang berperan adalah komponen vaskuler dan komponen trombosit. Disini terbentuk sumbat trombosit (platelet plug) yang berfungsi segera menutup kerusakan dinding pembuluh darah. Sedangkan pada hemostasis sekunder yang berperan adalah protein pembekuan darah, juga dibantu

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

oleh trombosit. Disini terjadi deposisi fibrin pada sumbat trombosit sehingga sumbat ini menjadi lebih kuat yang disebut sebagai stable fibrin plug.8

Gambar 1. Proses terjadinya hemostasis 6

Proses koagulasi pada hemostasis sekunder merupakan suatu rangkaian reaksi dimana terjadi pengaktifan suatu prekursor protein (zymogen) menjadi

VASOKONSTRIKSI

bentuk aktif. Bentuk aktif ini sebagian besar merupakan serine protease yang memecah protein pada asam amino tertentu sehingga protein pembeku tersebut menjadi aktif. Sebagai hasil akhir adalah pemecahan fibrinogen menjadi fibrin yang akhirnya membentuk fibrin ikat silang (cross linked fibrin). Proses ini jika dilihat secara skematik tampak sebagai suatu air terjun (waterfall) atau sebagai suatu tangga (cascade).6,8 Proses koagulasi dapat dimulai melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik (extrinsic pathway) dan jalur intrinsik (intrinsic pathway). Jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi kerusakan vaskuler sehingga faktor jaringan (tissue factor) mengalami pemaparan terhadap komponen darah dalam sirkulasi. Faktor jaringan dengan bantuan kalsium menyebabkan aktivasi faktor VII menjadi FVIIa. Kompleks FVIIa, tissue factor dan kalsium (disebut sebagai extrinsic tenase complex) mengaktifkan faktor X menjadi FXa dan faktor IX menjadi FIXa. Jalur ekstrinsik
___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010 5

Sero

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

berlangsung pendek karena dihambat oleh tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Jadi jalur ekstrinsik hanya memulai proses koagulasi, begitu terbentuk sedikit thrombin, maka thrombin akan mengaktifkan faktor IX menjadi FIXa lebih lanjut, sehingga proses koagulasi dilanjutkan oleh jalur intrinsik. Jalur intrinsik dimulai dengan adanya contact activation yang melibatkan faktor XII, prekalikrein dan high molecular weigth kinninogen (HMWK) yang kemudian mengaktifkan faktor IX menjadi FIXa. Akhir-akhir ini peran faktor XII, HMWK dan prekalikrein dalam proses koagulasi dipertanyakan. Proses selanjutnya adalah pembentukan intrinsic tenase complex yang melibatkan FIXa, FVIIIa, posfolipid dari PF3 (platelet factor 3) dan kalsium. Intrinsic tenase complex akan mengaktifkan faktor X menjadi FXa. Langkah berikutnya adalah pembentukan kompleks yang terdiri dari FXa, FVa, posfolipid dari PF3 serta kalsium yang disebut sebagai prothrombinase complex yang mengubah prothrombin menjadi thrombin yang selanjutnya memecah fibrinogen menjadi fibrin. Thrombin mempunyai fungsi sentral dalam faal koagulasi, oleh karena thrombin mempunyai berbagai macam fungsi.6,7,8

F AKT OR
FAKTOR
FI FII FIII

SINONIM
FIBRINOGEN PROTROMBIN TISSUE Fc
6

Gambar 2 Faktor2 Pembekuan darah yang berperan dalam Hemostasis 6

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

FIV

ION KALSIUM

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

Gambar 3. Jalur Intrisik dan ekstrinsik dan faktor pembekuan yang berperan didalamnya. 6

I I X

I X

IX

Co
Gambar 4. Jalur pembekuan darah (skema waterfall) 7

Intrinsic Pathwa Contact

IX
7

TF

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

XI

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

III.3 Komponen Antithrombotik (Antikoagulan) Faal hemostasis merupakan proses yang sangat terkendali dan berkeseimbangan serta terbatas hanya di tempat kerusakan dinding pembuluh darah, tidak boleh meluas secara sistemik. Pembentukan fibrin berlebihan (sifat prothrombotik) menyebabkan thrombosis, sedangkan pembentukan fibrin yang tidak adekuat menyebabkan perdarahan. Mekanisme yang mengendalikan pembentukan fibrin berlebihan adalah: 6,7,9 1. Sel endotil intak (unpertubed endothelium) bersifat antithrombotik sehingga tidak memungkinkan perluasan thrombus ke luar daerah injury. 2. Antikoagulan alamiah (natural anticoagulant), yaitu kompleks yang terdapat dalam sirkulasi normal yang berfungsi menghambat proses koagulasi. Antikoagulan alamiah terdiri dari: a. Sistem TAT (thrombin-antithrombin). b. Sistem protein C dan protein S. c. Tissue factor pathway inhibitor (TFPI). d. Sistem Protein Z. 3. Sistem fibrinolisis yang dapat menghancurkan (lisis) fibrin yang sudah terbentuk. Sistem thrombin-antithrombin Antithrombin (AT), dulu dikenal sebagai AT-III, suatu serine protease inhibitor yang mengendalikan koagulasi dengan menginaktivasi thrombin dan prokoagulan lain seperti faktor Xa, IXa dan XIIa. Inaktivasi thrombin oleh AT akan diperkuat oleh adanya kofaktor pada permukaan endotil yaitu heparan sulfat (suatu glycosaminoglycan), atau adanya heparin yang berasal dari luar. Defek AT sebagian besar bersifat herediter tetapi dapat juga bersifat didapat. Defek AT menyebabkan aktivitas thrombin berlebihan sehingga mendorong terjadinya thrombosis.7,9 Sistem Protein C dan Protein S Protein C adalah suatu vitamin K . dependent plasma proteins yang dapat diaktifkan oleh thrombinthrombomodulin complex menjadi protein C aktif (activated protein C) atau APC. Thrombomodulin terdapat pada permukaan endotil vaskuler yang intak. Thrombomodulin mengikat thrombin yang mengubah
___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010 8

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

sifat thrombin yang semula prothrombotik menjadi antithrombotik. APC akan menginaktifkan faktor V aktif (FVa) dan faktor VIII aktif (FVIIIa) dengan demikian dapat menghambat produksi thrombin. Aktivitas APC sangat diperkuat dengan adanya protein S yang juga merupakan suatu vitamin K-dependent plasma protein. Defisiensi protein C atau protein S menyebabkan penurunan antikoagulan alamiah sehingga aktivitas thrombin meningkat. Fungsi APC menjadi menurun jika struktur faktor V berubah, sebagai akibatnya faktor Va tidak dapat dinonaktifkan oleh APC. Keadaan ini disebut APC resistance, terutama dijumpai pada faktor V Leiden. 6 Tissue Factor Pathway Inhibitor (TFPI) TFPI adalah suatu multivalent Kunitz type plasma protein inhibitor. TFPI memodulasi tissue factor-dependent coagulation in vivo dengan menghambat extrinsic tenase complex (faktor VIIa dan tissue factor). TFPI dikenal sebagai regulator poten dari thrombosis. Sampai saat ini belum dikenal adanya defisiensi TFPI herediter.8 Protein Z Protein Z adalah vitamin K-dependent plasma protein yang mempunyai struktur mirip dengan faktor VII, IX, X, protein C dan protein S. Protein Z bekerja sama dengan protein Z-dependent protease inhibitor, procoagulant phospholipids (PF3) dan kalsium akan menghambat secara cepat (rapid inhibition) faktor Xa. Dengan demikian menghambat pembentukan thrombin. 8 Sistem fibrinolisis Plasminogen dipecah menjadi plasmin oleh plasminogen activator, terutama tissue plasminogen activator (t-PA). Sebagai penyeimbangnya maka plasminogen activator inhibitor- 1 (PAI-1) menghambat kerja t-PA. 6,7,8

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

AKTIVATOR
AKTIVASI INTRINKSIK: SEL ENDOTEL F XIIa KALIKREIN

Gambar 5. Sistem fibrinolisis 6

Hemosta
10

Gambar 6. Faktor2 yang menjaga keseimbangan hemostasis 6

PLASMINOGEN

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

PROAKTIVATOR (EUGLOBULIN)

STREPT

STAPHIL

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

BAB IV PATOFISIOLOGI DIC

Patofisiologi dasar DIC adalah terjadinya : (1,2, 3, 5,9,)


1.

Aktivasi system koagulasi (consumptive coagulopathy) 2. Depresi prokoagulan 3. Defek Fibrinolisis

Terbentuknya thrombin oleh rangsangan Tissue FAFAFAfactor IL-6

Kegagalan jalur anti koagulan cytokines TNF

Terhambatnya proses fibrinolisis TNF

Tissue factor VII


IX

TFPI AT III

PAI - 1

TF VIIa komplek X
I

IXa
Protein C Plasinogen

Xa
VIIIa

Va Protrombin (II) Thrombin (IIa)

Aktifator plasinogen plasmin

Fibrinoge n

Peningkatan kadar fibrinogen

Fibri n

Ketidakcukupan pembersihan fibrin

Fibrin Degradatio n Product

Terjadinya thrombosis ___________________________________________________________________________ pada pembuluh darah Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak kecil dan sedang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

11

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

IV.1 Consumptive Coagulopathy Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan darah secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen fibrin bebas yang terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah kecurigaan ke DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah, sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan. 1,3 Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan untuk dikenali dan ditatalaksana. 1,3 Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin secara terus-menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Nah, sistemsistem yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan perdarahan.
1,9

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

12

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

IV.2 Depresi Prokoagulan DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah penyebab utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah. 1,3 Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai pembentukan trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear. 1,7 Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-faktor pembekuan darah dapat melipatgandakan pembentukan trombin dan ikut andil dalam membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal organ. 1,9

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

13

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen pembentuk protein C akan menyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC. 1,3,4 Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan.
1,2,3

IV.3 Defek Fibrinolisis Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun pada keadaan bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe
___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010 14

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian. 1,3 Perdarahan sistemik Tidak ada metode khusus untuk mendiagnosis DIC selain menilai gejala klinis berupa perdarahan terus-menerus dengan gejala sianosis perifer serta melihat hasil lab dengan trombositopenia, masa perdarahan global yang memanjang signifikan (PT dan aPTT), serta Fibrin Degradation Produc (FDP), atau spesifiknya D-dimer akan meningkat (walaupun keduanya juga meningkat pada trauma berat). 1,4

Gambar Patofisiologi DIC Menurut Porth 5

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

15

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

Gambar Patofisiologi DIC 5

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

16

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

BAB V MANIFESTASI KLINIS

DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. 1,3,6 Manifestasi yang sering dilihat pada DIC antara lain:1,2,5,

Sirkulasi
o

Dapat terjadi syok hemoragik Penurunan kesadaran dari yang ringan sampai koma Perdarahan Intrakranial Hipotensi Takikardi Kolapsnya pembuluh darah perifer Pada keadaan DIC yang berat dapat mengakibatkan gagal napas yang dapat menyebabkan kematian.

Susunan saraf pusat


o o

Sistem Kardiovaskular
o o o

Sistem Respirasi
o

Sistem Gastrointestinal
o o

Hematemesis Hematochezia Hematuria Oliguria Metrorrhagia Perdarahan uterus

Sistem Genitourinaria
o o o o

Sistem Dermatologi
17

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

o o o o o o o o o

Petechiae Jaundice (akibat disfungsi hati atau hemolysis) Purpura Bulae hemoragik Acral sianosis Nekrosis kulit pada ekstrimitas bawah (purpura fulminans) Infark lokal / gangren Hematom dan mudah terjadinya perdarahan pada tempat luka Thrombosis

Gambar Seorang anak penderita Sepsis dengan DIC

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

18

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

Gambar Thrombosis perifer pada penderita DIC

ORGAN Skin CNS Renal Cardiovascular Pulmonary GI Endocrine

ISCHEMIC
Pur. Fulminans Gangrene Acral cyanosis Delirium/Coma Infarcts Oliguria/Azotemia Cortical Necrosis Myocardial Dysfxn Dyspnea/Hypoxia Infarct Ulcers, Infarcts Adrenal infarcts

HEMOR.
Petechiae Echymosis Oozing Intracranial bleeding Hematuria

Clinical
Hemorrhagic lung Massive hemorrhage.

Gambar Tabel manifestasi klinis DIC

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

Ischemic Findings are earliest!

19

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

BAB VI DIAGNOSIS

Untuk membuat diagnosis DIC dari berbagai tingkat dapat dikemukakan proses terjadinya gangguan koagulasi. Dalam praktek praktis dikemukakan oleh Mujun Yu dan Nardella suatu sistem skoring untuk dapat menduga terjadinya DIC sebagai berikut: 1,3,5 1. Diagnosis klinik 2. Kejadian trombo hemorrhagic 3. Meningginya PT atau PTT atau TT 4. Trombositopeni 5. Menurunnya kadar fibrinogen 6. Meningginya FDP 7. Meningginya D-dimer 8. Menurunnya AT III 1 point 1 point 1 point 1 point 1 point 1 point 1 point 1 point 8 point Nilai skor untuk menduga adanya DIC diperlukan 5 point. Ada juga sistem scoring untuk DIC ysng dikemukakan pada pertemuan Scientific and Standarization committee International Society on Thrombosis and Homeostasis (2001) paling banyak dianut 2 Skor DIC 2 1. Penentuan risiko : apakah terdapat kelainan dasar atau etiologi yang mencetuskan DIC? Jika tidak, Penilaian tidak dianjurkan 2. Uji koagulasi (Jumlah Trombosit, PT, Fibrinogen, FDP/D-Dimer) 3. SKOR : - Jumlah trombosit : >100.000/mm3 50.000-100.000/mm3 < 50.000/mm3 - sFM/FDP/D-dimer : tidak meningkat (D-dimer <500) =0 =1 =2 =0

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

20

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

Meningkat sedang ( D-dimer 500-1.000) Sangat meningkat ( D-dimer > 1.000) - Pemanjangan PT : < 3 detik 4-6 detik > 6 detik - Fibrinogen : < 100 mg/dl > 100 mg/dl 4. Jumlah skor: > 5 : Sesuai DIC < 5 : Sugestif DIC : Skor diulang tiap hari : Skor diulang dalam 1-2 hari

=2 =3 =0 =1 =2 =1 =0

Sedangkan Departemen Kesehatan Jepang sejak tahun 1988 sampai sekarang menggunakan skoring untuk diagnosis DIC yang dikemukakan oleh Tomoki dkk (2000). (1) Dari hasil uji laboratorium dapat dilakukan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis DIC dengan cara : (2,3,4,5) 1. Pemeriksaan D-dimer. D-dimer adalah produk pemecahan fibrin (FDP) yang berasal dari lisis plasmin.

Adanya fragmen ini menunjukkan adanya trombin dan plasmin (fibrinolisis) Uji Antibodi monoklonal memiliki spesifitas yang paling baik dan paling terpercaya untuk mendiagnosis DIC.

2.

Kadar Antithrombin III.

Fungsi antithronuin III fungsional menurun pada DIC. Pemeriksaan substrat sintetis merupakan uji yang terpercaya dan berguna untuk monitoring diagnosis dan terapi.

3.

Fibrinogen dan fibrin degradation product (FDP). Produk degradas meningkat sebagai akibat aktivasi fibrinolitik. Uji ini bukan untuk menegakkan diagnosis DIC, oleh karena kadar ini
21

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

meningkat pada 85100% penderita. 4. Fibrinopeptide A.

Pemeriksaan cara ELISA atau radioimmunoassay digunakan untuk mengukur fibrinopeptide A (FPA). FPA merupakan hasil pemecahan dari fibrinogen yang menunjukkan aktivitas dari trombin. Pada DIC terdapat peningkatan kadar FPA Jumlah trombosit menurun bervariasi. Pada umumnya ditemukan pada hapusan darah tepi. Berkurangnya fungsi trombosit sering tampak dan tak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.

5. 6.

Jumlah trombosit.

Fibrinogen.

Uji trombin time digunakan untuk mengukur kadar fibrinogen. Fibrinogen adalah reaktan fase akut dan biasanya meningkat paling awal sebagai akibat dari penyakit yang mendasari.

7.

Prothrombin time. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan yang berasal

dari jaringan (biasanya dari otak, plasenta dan paru-paru) pada plasma sitrat dan dengan memberikan kelebihan Ca2+, kemudian diukur waktu terbentuknya bekuan. Pemanjangan Masa Protrombin berhubungan dengan defisiensi faktorfaktor koagulasi jalur ekstrinsik seperti faktor VII, faktor X, faktor V, protrombin dan fibrinogen, kombinasi dari faktor-faktor ini, atau oleh karena adanya suatu inhibitor. Uji prothrombin time (PT) untuk menguji faktor ekstrinsik dan jalur umum (common pathways). PT dapat normal, memanjang dan memendek pada DIC. Secara umum bukan mcrupakan uji yang dapat dipercaya untuk D1C oleh karena 50-75% penderita dapat memanjang. 8. Activated partial thromboplastin time (aPTT)

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

22

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan aktifator seperti kaolin, ellegic acid atau celite dan juga fosfolipid standard untuk mengaktifkan faktor kontak pada plasma sitrat. Lalu ditambahkan ion kalsium dan diukur waktu sampai terbentuknya bekuan. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan kadar dan fungsi faktor faktor koagulasi jalur intrinsik ; prekallikrein, HMWK, faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII dan aktifitas jalur bersama ; faktor X, faktor V, protrombin dan fibrinogen, serta adanya inhibitor.

Pemeriksaan aPTT untuk menguji faktor intrinsic dan common pathways. Nilanya tak dapat diperkirakan pada DIC. Bukan merupakan uji yang dapat dipercaya untuk diagnosis DIC, oleh karena 50-60% penderita dapat memanjang

9.

Thrombin time. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan trombin eksogen pada

plasma sitrat, lalu dilakukan waktu terjadinya bekuan. Defesiensi atau abnormalitas fibrinogen dan adanya heparin atau fibrin (ogen) degradatioan product (FDP) adalah yang paling sering menyebabkan perpanjangan TT.

Digunakan untuk mengukur perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Seharusnya memanjang pada DIC. Uji protamine adalah uji parakoaguian untuk mendeteksi fibrin monomer di plasma. Seharusnya postif pada nenderita DIC Faktor V, VII, VIII, IX, X, XIII, Protein C.

10. Uji Protamine

11.

Penurunan faktor koagulasi.

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

23

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

BAB VII PENGELOLAAN DIC

Pengelolaan yang benar pada penderita DIC masih kontroversial dan belum ada keseragaman. Hal ini disebabkan sangat sukar untuk melakukan percobaan pengobatan klinik maupun penilaian hasil percobaan karena etiologi beragam dan beratnya DIC juga bervariasi. Yang utama adalah mengetahui dan melakukan pengelolaan penderita berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan keberhasilan mengatasi penyakit dasarnya akan menentukan keberhasilan pengobatan. Dalam mengelola penderita DIC ada 2 prinsip yang harus diperhatikan yaitu : (1,2,3,4,5,10)
1.

Khusus pengobatan individu : mengatasi keadaan yang khusus dan yang mengancam jiwa. Pengobatan baru didasarkan etiologi DIC, umur, keadaan hemodinamik, tempat dan beratnya perdarahan, tempat dan beratnya thrombus dan gejala klinis yang ada hubungannya.

2.

Umum : a. Mengobati atau menghilangkan proses pencetus. Dengan mengobati faktor pencetus proses DIC dapat dikurangi atau berhenti. Mengatasi syok dan mcngembalikan volume dapat menghentikan proses DIC.
b.

Menghentikan koagulasi).

proses

patologis

pembekuan

intravascular

(proses

Dapat dengan melakukan pemberian antikoagulan seperti heparin, AT III dan obat seperti hirudin rekombinan dan gabexate. c. Terapi komponen atau substitusi. Dapat dilakukan pemberian plasma beku segar atau kriopresipitat. Bila trombosit turun sampai kurang dari 25.000, pemberian trombosit konsentrat perlu diberikan. d. Menghentikan sisa fibrinolisis.

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

24

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

Anti fibrinolisis hanya diberikan bila jelas trombosis tidak ada dan fibrinolisis yang sangat nyata. Anti fibrinolisis tidak diberikan bila DIC masih berlangsung dan merupakan kontraindikasi. Djayadiman Gatot memberikan pedoman penanganan DIC sebagai berikut : (1) 1. Mengobati penyakit yang mendasari seperti:

memperbaiki perfusi mengatasi hipoksia mengatasi iskemia menjaga keseimbangan asam basa penambahan faktor koagulasi: FFP, kriopresipitat

2. Mengganti faktor koagulasi yang berkurang. transfusi suspensi trombosit transfusi sel darah merah
3.

Pemberian anti koagulan (heparinisasi) bila langkah 1 dan 2 belum berhasil bertujuan mencegah tromboemboli dihentikan bila ada perbaikan klinis, peningkatan trombosit, fibrinogen dan AT III serta penurunan FDP

Dosis : Bolus 100 U/kg beratbadan, dilanjutkan dengan 10-15 U/kg berat badan/jam infuse kontinyu

4.

Pemberian inhibitor koagulasi

AT III : 100 U/KgBB selama 3 jam, dilanjutkan dengan 100 U/KgBB/hari perinfus.

Protein C Protein S e. Pemberian anti fibrinotik


Dipertimbangkan bila ada plasmin Penurunan 2 antiplasmin


f.

Pengobatan alternative

Penggunaan gabaxate

mesylate yang merupakan inhibitor sintesis


25

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

berbagai protease serin pada koagulasi, fibrinolisis, system komplemen dan kinin serta menekan produksi tromboxane A2. Dosis 1-2 mg/KgBB/jam selama 14 hari. - Untuk DIC yang disebabkan oleh sepsis dapat ditambahkan recombinant human activated protein C. Agen ini menghambat Faktor V dan VIIIa serta menghambat plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1)
g.

Pengobatan DIC pada Neonatus 2,10

Pada dasarnya sama yaitu: Mengobati penyakit dasarnya Pengobatan suportif yang agresif Menganti komponen plasma Pemberian antikoagulan Perawatan umum DIC pada neonatus: - Berikan obat secara IV atau oral - Sesedikit mungkin memberikan suntikan - Hindari prosedur yang invasif untuk mencegah trauma atau perdarahan - Berikan Vitamin K sejak awal ada tanda koagulapati. - Awasi kemungkinan perdarahan Transfusi Tukar Perlu dipertimbangkan bila perdarahan berlanjut dan kelainan Dipakai darah lengkap segar dengan heparin dapat memberikan laboratorium masih menetap. faktor pembekuan, AT III, Trombosit serta sel darah merah dewasa. Menghindari kelebihan cairan Membuang FDP, Toksin, bahan tromboplastik Dapat diulangi setelah 24 jam.

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

26

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

BAB VIII KESIMPULAN

Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya. Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan fibrinolisis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.1,2, 3 Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis . DIC pun dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel. DIC paling sering disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bakterial. (1,4,5,) Patofisiologi dasar DIC adalah terjadinya : (1,2, 3, 5,9,) 1. Aktivasi system koagulasi (consumptive coagulopathy) 2. Depresi prokoagulan 3. Defek Fibrinolisis DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. 1,3,6 Untuk menegakkan diagnosis dari DIC telah dibuat beberapa sistem skoring. Sistem scoring untuk DIC ysng dikemukakan pada pertemuan Scientific and Standarization committee International Society on Thrombosis and Homeostasis (2001) paling banyak dianut 2 Pengelolaan yang benar pada penderita DIC masih kontroversial dan belum ada keseragaman. Hal ini disebabkan sangat sukar untuk melakukan

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

27

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

percobaan pengobatan klinik maupun penilaian hasil percobaan karena etiologi beragam dan beratnya DIC juga bervariasi. Yang utama adalah mengetahui dan melakukan pengelolaan penderita berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan keberhasilan mengatasi penyakit dasarnya akan menentukan keberhasilan pengobatan.

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

28

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Soemantri Ag. Penatalaksanaan DIC pada anak. Dalam : Priyatno A, Setiati TE, Soemantri Ag. Naskah simposium Kegawatan sistem hematologi pada anak. BP Undip. Semarang, 2001 : 27-37

2.

Raspati Harry, Reniarti Lelani, Susanah Susi. Disseminated Intravascular Coagulation. Dalam : Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2005 ; 189-193.

3.

Corrigan James J. Disseminated Intra Vascular Coagulation. Dalam Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. EGC,1999 ; 1743-1744 Furlong MA, Furlong BR. Disseminated Intravascular Coagulation. EMedicine Journal. September 1001: 2 (9). The 1999. http://www.emedicine.com/emerg/topic. 150.htm

4.

5.

Aysola A, Lopez-Plaza 1. Disseminated Intravascular Coagulation. Institute For Transfusion Medicine. March, http://www.itxm.org/TMU1998/tmu3-99.htm

6.

Levi M, de Jonge E. Current Management of Disseminated Intravascular Coagulation. Hospital Practice, 2000. http://www.itxm.org/TMU1998/tmu3-99.htm
7.

Bick

RL,

Baker

WF. Hereditary Williams

Thrombophilic & Wilkins;

Disorders. In: 2002.p.283-302.

BickRL,editor. Philadelphia:
8.

Disorders of thrombosis and hemostasis. 3rd ed. Lippincott

http://www.emedicine.com/Hemostasis /topic. 48.htm Caverley DC, Maness LJ. Platelet function in hemostasis and thrombosis. In: Greer JP, Foerster J, Lukens JN, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, editors. Winstrobe s Clinical Hematology. 11th ed. Philadelphia: LippincottWilliams
9.

&

Wilkins;

2001.p.651-76.

http://www.emedicine.com/Platelet/topic. 12.htm Ehsan A, Plumbley JA. Introduction to thrombosis and anticoagulant therapy. In: Harmening DM, editor. Clinical hematology and fundamentals of
___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010 29

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

hemostasis. 4th ed. Philadelphia: FA Davis Company; 2002.p.534-62. http://www.emedicine.com/Thrombosis/topic. 74.htm


10.

Kumm S. Pathophysiology of

Disseminated Intravascular

Coagulation.

Alteration in Tissue Perfusion : Shock & MODS. October, 2000. http://www2.kume.edu/instruction/nursing/n420/onit6/DIC.htm


11.

Setiati TE. Jmunopatogenesis dan Penatalaksanaan Sepsis Pada Anak. Dalam : Harsoyo N, Hapsari. Simposium Alergi Imunologi dan Infeksi. Penatalaksanaan Alergi dan Infeksi pada Bayi dan anak Masa Kini. BP Undip. Semarang, 2002 ; 87-107.

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

30

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Asep (406080089)

___________________________________________________________________________ Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Periode 18 Januari 2010 27 Maret 2010

31

Anda mungkin juga menyukai