Anda di halaman 1dari 22

Praktikum Perlakuan Panas

ABSTRAK

Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada strukturmikronya. Suatu paduan dengan komposisi kimia yang sama dapat memiliki strukturmikro yang berbeda, dan sifat mekaniknya akan berbeda. Strukturmikro tergantung pada proses pengerjaan yang dialami, terutama proses laku-panas yang diterima selama proses pengerjaan. Proses laku-panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Proses laku-panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, lalu diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu. Pada percobaan ini dilakukan perlakuan panas yang berbeda kepada baja AISI 4140 yaitu annealing, normalizing dan quenching dengan air dengan temperatur 870C dan holding time 30 menit. Setelah itu dilakukan pengujian kekerasan dan foto mikrostruktur dengan menggunakan mikroskop optik. Didapatkan bahwa hasil perlakuan quenching memberikan nilai kekerasan paling tinggi dengan range 52-56 HRC dan 91-92 HRB serta terdapat struktur martensit pada hasil foto mikrostruktur.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG Suatu proses laku panas (heat treatment) adalah proses pemanasan dan pendinginan pada suatu paduan dengan tujuan untuk memperoleh suatu sifat tertentu. Paduan ynag paling sering sering diberi perlakuan panas adalah baja. Dalam proses laku panas baja, biasanya pemanasan dilakukan hingga mencapai temperature austenite, kemudian ditahan pada temperature tersebut hingga beberapa saat lalu didinginkan dengan laju pendinginan tertentu. Karenanya sifat mekanik baja setelah akhir suatu proses laku panas akan banyak ditentukan oleh laju pendinginan. Laju pendinginan yang terjadi di lapangan pun sangat jarang dijumpai laju pendinginan yang sangat lambat (ekuilibrium), hal ini terjadi karena banyak aspek yang mempengaruhi. Untuk itu, ketika harus menggunakan diagram fasa yang ekuilibrum, sudah tidak relevan. Oleh karena itu, maka mulai muncul atau mulai mempelajari ketika laju pendinginan tidak sangat lambat. Salah satu contohnya yaitu transformasi pada temperature konstan. Dalam membuat transformasi ini berlangusng pada temperature konstan (isothermal) dapat dipelajari waktu mulai dan berakhirnya transformasi dan lain lain, yang berguna untuk menentukan prosedur laku panas yang harus dilakukan untuk menghasilkan baja dengan strukturmikro tertentu. Namun, ketika transformasi yang terjadi adalah transformasi pada temperature yang kontinyu, diagram tersebut tidak bisa dijadikan acuan, karena diagram mengalami pergeseran. Untuk pemahaman yang lebih lanjut, maka dilakukan praktikum terkait Continuous Cooling Transformation (CCT-Diagram) agar pemahaman dapat maksimal terkait materi tersebut.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


I.2 TUJUAN Adapun tujuan dari percobaan kali ini adalah : 1. Mengetahui berbagai kurva baja AISI 4140 pada diagram CCT dari berbagai laku panas 2. Mengetahui struktur mikro dan kekerasan baja AISI 4140 yang mengalami berbagai jenis laku panas

I.3 SASARAN PEMBELAJARAN Setelah mendapatkan teori dan praktikum CCT-Diagram, diharapakan mampu : 1. Menjelaskan mengenai laju pendinginan kontinyu 2. Menganalisis hasil foto struktur mikro dan uji kekerasan 3. Membandingkan hasil foto struktur mikro dan uji kekerasan dengan CCTDiagram

I.4 SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan praktikum ini : Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan I.3 Sasaran Pembelajaran I.3 Sistematika Penulisan Bab II Tinjauan Pustaka Bab III Metodologi Percobaan III.1 Peralatan Praktikum III.2 Bahan-bahan Praktikum III.3 Prosedur III.4 Metode Penelitian Bab IV Analisa data dan Pembahasan IV.1 Analisa Data IV.2 Pembahasan

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


Bab V Kesimpulan

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BAJA AISI 4140 Baja AISI 4140 adalah baja paduan yang memiliki yang kandungan karbon sekitar 0,4% C dan termasuk golongan baja karbon paduan rendah. Baja spesifikasi ini banyak digunakan sebagai komponen automotif misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan bermotor. Komposisi kimia dari baja AISI 4140 dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Baja AISI 4140 Unsur Karbon (C) Silikon (Si) Mangan (Mn) Nickel (Ni) Molybden (Mo) Kromium (Cr) Kandungan (%) 0.4 0.31 0.83 1,07 10,52 0.99

Baja AISI 4140 disebut sebagai baja karbon paduan karena sesuai dengan pengkodean internasional, yaitu seri 41xx berdasarkan penomoran yang dikeluarkan oleh AISI dan SAE (Society of Automotive Engineers). Pada angka 41xx pertama merupakan kode yang menunjukkan baja paduan chromiummolybdenum, kemudian kode xx setelah angka 41 menunjukkan komposisi karbon. Jadi, baja AISI 4140 berarti baja paduan chromium-molybdenum yang mempunyai komposisi kimia karbon sebesar 0,4%. Contoh aplikasi dari baja AISI 4140 adalah komponen mesin (as kendaran, roda gigi, dan sprocket). Dari contoh aplikasi di atas dapat diketahui bahwa baja AISA 4140 ini banyak digunakan pada aplikasi yang membutuhkan ketangguhan dan kekerasan yang tinggi.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


2.2 ANILING Perlakuan panas (heat treatment) adalah suatu kombinasi dri pemanasan dan pendinginan dengan waktu tertentu yang dilakukan terhadap logam/paduan dalam keadaan padat, untuk mendaptkan suatu sifat tertentu. Perlakuan panas dengan laju pendinginan yang lambat (mendekati ekuilibrium) secara umum biasanya disebut sebagai annealing (anil). Sedangkan laju pendinginan yang tinggi biasanya dilakukan pada proses pengerasan. Aniling adalah suatu proses perlakuan panas yang sering dilakukan terhadap logam/paduan dalam proses pembuatan suatu produk. Pada dasarnya dilakukan dengan memanaskan logam/paduan sampai temperature tertentu, menahan pada temperatur tertentu tadi selama waktu tertentu agar tercapai perubahan yang diinginkan lalu mendinginkan logam/paduan tadi dengan aju pendinginan yang cukup lambat. Anail dapat dilakukan terhadap benda kerja dengan kondisi yang berbeda- beda dengan tujuan berbeda pula. Tujuan melakukan anil dapat merupakan salah satu atau beberapa dari sejumlah tujuan dibawah ini : 1. melunakkan/ menaikkan keuletan 2. menghaluskan butir Kristal 3. menghilangkan tegangan dalam 4. memperbaiki kemampuan machining (machinability) 5. memperbaiki sifat kelistrikan/kemagnetan Proses anil biasanya dilakukan dengan memanaskan baja sampai ke atas temperature kritis (baja hipoeutektoid, 25o 50oC di atas temperature kritis A3, untuk baja hiperuetektoid 25o 50oC di atas temperature kritis A1) kemudian diikuti dengan pendinginan yang cukup lambat, biasanya pendinginan dilakukan bersama dapur. Karena pendinginannya dilakukan dengan sangat lambat maka kondisi ini dianggap sangat dekat dengan keadaan ekuilibrium, sehingga dalam hal proses dapat dianggap sesuai dengan diagram Fe-Fe3C.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


2.3 NORMALISING Penormalan pada baja dilakukan dengan memanaskan baja sampai menjadi austenite seluruhnya, kira kira sekitar 40oC di atas A3 untuk baja hipo eutectoid atau Acm unruk baja hipereutektoid, ditahan beberapa saat kemudian didinginkan di udara. Pendinginan ini lebih cepat daripada pendinginan anil. Karena pendinginan yang lebih cepat ini maka pembentukan inti lebih cepat dan leih baynak sehingga butiran yang terjadi lebih halus. Dari sini dapat dikatakan bahwa penormalan merubah letak titik eutectoid. Menjadi lebih ke kiri pada baja hipoeutektoid, dan menjadi lebih ke kanan pada baja hiperuetektod. Sehingga jumlah proeutektoid menjadi lebih sedkit dan kadar karbon dalam eutectoid tidak lagi 0.8%. Disamping mempengaruhi banyakknya konstituen proeutektoid yang terjadi, lebih cepatnya pendinginan ini juga akan menyebabkan kurangnya waktu untuk berlangsungnya difusi, menyebabkan jarak antar lamel lebih tipis, perlit menjadi lebih halus (butiran lebih kecil), sehingga menjadikannya lebih keras dan lebih kuat, dibandingkan dengan yang diperoleh anil. Pendinginan yang lebih cepat ini juga menyebabkan jaringan sementit menjadi lebih tipis atau terputus putus. Jadi pada umunya hasil dari normalizing mempunyai struktur mikro lebih halus, sehingga untuk baja dengan komposisi kimia yang sama akan mempunyai kekuatan luluh, kekuatan tarik maksimum, kekerasan dan kekuatan impact yang lebih tinggi daipada yang diperoleh dengan anil.

2.4 PENGERASAN (HARDENING) Pengerasan adalah perlakuan panas dengan pendinginan cepat (nonequilibrium), sehingga strukturmikro yang akan diperoleh juga adalah

strukturmikro yang tidak equilibrium, yaitu martensit. Pengerasan dilakukan dengan memanaskan baja hingga mencapai temperatur austenite (seperti anil), dipertahankan beberapa saat pada temperature tersebut, lalu didinginkan secara cepat (quenching), sehingga akan diperoleh martensit yang keras.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


Salah satu faktor yang mempengaruhi pengerasan adalah laju pendinginan. Untuk memperoleh struktur yang sepenuhnya martensitic maka laju pendinginan kritis (CCR). Dengan laju pendinginan yang kurang dari CCR akan mengakibatkan adanya sebagian austenite yang tidak bertransformasi menjadi martensit tetapi menjadi struktur lain, sehingga kekerasan maksimum tentu tidak akan tercapai. Laju pendinginan yang terjadi pada suatu benda kerja tergantung pada beberapa factor, terutama : jenis media pendinginannya (panas jenisnya, konduktifitas panasnya, dll) temperatur media pendingin kuatnya sirkulasi/olakan pada media pendingin

Beberapa media pendingin yang sering digunakan pada proses pengerasan, diurut menurut kekuatan pendinginannya : 1. Brine (air +10% garam dapur) 2. Air 3. Salt Bath 4. Larutan minyak dalam air 5. Minyak 6. Udara Untuk mempercepat laju pendinginan dapat dilakukan dengan memberi agitasi (membuat media pendingin bergolak). Adanya agitasi akan menaikkan kekuatan pendinginan, karena panas yang diambil media pendingin segera dialirkan ke tempat lain dan media yang masih dingin akan menempel di permukaan benda kerja dan mendinginkan benda kerja. Makin kuat agitasinya maik kuat juga pendinginannya.

2.5 TRANSFORMASI AUSTENIT PADA PENDINGINAN KONTINYU (CCTDIAGRAM) Secara teoritis tidaklah tepat memplot kurva pendinginan pada suatu I-T diagram, karena I-T diagram menggambar transformasi yang berlangsung pada

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


temperature tetap sedang dengan pendinginan transformasi akan berlangsung pada temperature yang tidak tetap, menurun secara kontinyu. Dengan pendinginan kontinyu, seperti yang terjadi pada proses laku panas, bentuk diagram akan mengalami beberapa perubahan sebagai akibat dari pendinginan utu sendiri. Untuk pendinginan yang kontinyu ini dapat diturunkan dari I-T diagram, suatu diagram transformasi lain yang dinamakan CCT Diagram (Continuous Cooling Transformation Diagram). Pada CCT Diagram tidak terdapat daerah transformasi austenite bainit karena pada pendinginan kontinyu transformasi ini terhalang oleh hidung diagram, pada baja ini tidak dapat diperoleh bainit dengan laju pendinginan kontinyu. Pada baja paduan keadaanya berbeda, kurva transformasi austenite bainit juga ada, kurva ini membentuk lutut yang ada berada disebelah kiri bawah hidung. Letak kurva transformasi dalam suatu diagram transformasi dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu komposisi kimia dari baja dan ukuran butir kristal

austenite. Pada umumnya makin tinggi kadar karbon dan atau unsur paduan dan atau makin besar ukuran butir Kristal austenite, maka letak kurva transformasi dalam suatu diagram transformasi akan makin ke kanan. Dengan demikian CCR makin lambat, makin mudah melakukan pendinginan untuk membentuk martensit, makin mudah untuk dikeraskan.

Gambar 2.1. Diagram Transformasi Pendinginan Kontinyu

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas

Gambar 2.2. Diagram Transformasi pendinginan kontinyu (baja paduan)

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 STANDAR PENGUJIAN Standar Pengujian yang digunakan dalam praktikum ini adalah ASTM E18

3.2 ALAT DAN BAHAN 3.2.1 Alat : 1. Furnace 2. Mikroskop Optik 3. Alat Uji Hardness 4. Mesin Grinding 5. Mesin Polish 6. Kain Beludru 7. Pipa 8. Kertas amplas grade 180, 240, 400, 600, 800, 1000,
1200, 1500, 2000 1 lembar

1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah secukupnya 3 potong

3.2.2 Bahan : 1. Resin cair 2. Katalis 3. Baja AISI 4140 4. Ethanol 5. HNO3 6. Metal polish 7. Cairan oli secukupnya secukupnya 3 potong 90 mL 10 mL secukupnya secukupnya

3.3 PROSEDUR PERCOBAAN 1. Memotong 3 spesimen yang akan digunakan, dalam praktikum ini menggunakan baja AISI 4140 dengan diameter 2,5 cm dan ketebalan yang sama tiap spesimen.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


2. Memanaskan ketiga specimen menggunakan mesin furnace sampai

temperature 870C. 3. Ketiga specimen harus sudah ditentukan specimen mana yang akan mengalami perlakuan aniling, normalizing, dan quenching. 4. Memberikan treatment pada tiap specimen : 5. Specimen 1 (quenching) : setelah dipanaskan, speseimen segera dikeluarkan dari furnace dan dimasukkan ke dalam media quench (oli) 6. Specimen 2 (normalizing) : setelah dipanasakan, specimen segera dikeluarkan dari furnace dan didinginkan dengan udara terbuka 7. Specimen 3 (aniling) : setelah dipanaskan, maka specimen tetap di dalam furnace, furnace dimatikan (specimen didinginkan di dalam furnace) 8. Menghaluskan permukaan specimen dengan mesin gerinda. 9. Menguji kekerasan specimen menggunakan mesin hardness test. 10. Menghaluskan permukaan specimen menggunakan kertas amplas dari grade 180, 240, 400, 600, 800, 1000, 1200, 1500, 2000. 11. Memoles specimen menggunakan metal polish agar specimen lebih mengkilat. 12. Mengetsa specimen menggunakan cairan nital hingga specimen agak sedikit buram karena terkorosi. 13. Mengamati struktur mikro menggunakan mikroskop optik.

3.4 GAMBAR PERCOBAAN

Gambar 3.1 Pengambilan spesimen setelah difurnance dan dihold time selama 20 menit

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas

Gambar 3.2 Alat Uji Hardness

Gambar 3.3 Mikroskop Optik

Gambar 3.4. spesimen AISI 4140

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

IV.1 ANALISIS DATA Pada praktikum CCT kali ini dilakukan uji kekerasan dengan Rockwell C dan Rockwell B dengan standart ASTM E18 dan menghasilkan

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Hardness Rockwell C Perlakuan Quench Oli Normalizing Anealing Pengujian Hardness Titik 1 49.1 30.2 13.4 Titik 2 47.9 30.3 13.6 Titik 3 56 27.6 14.5 Titik 4 50.3 26.7 14.5 Titik 5 54 29.6 10.6 Rata-rata 51.46 28.88 13.32

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Hardness Rockwell B Perlakuan Quench Oli Normalizing Anealing Pengujian Hardness Titik 1 89 78 61,1 Titik 2 91 78,5 61,6 Titik 3 88,5 77,9 61,5 Rata-rata 89,5 78,13 61.4

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


Hasil Metallography

Ferrit

Perlite

Gambar 4.1 Struktur Mikro baja AISI 4140 setelah proses anil perbesaran 200x

Ferrit

Perlite

Gambar 4.2 Struktur Mikro baja AISI 4140 setelah proses anil perbesaran 500x

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas

Ferrit

Perlite

Gambar 4.3 Struktur Mikro baja AISI 4140 setelah proses anil perbesaran 1000x

Ferrit

Gambar 4.4 Struktur Mikro baja AISI 4140 setelah proses quench oil perbesaran 200x

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas

Ferrit

Gambar 4.5 Struktur Mikro baja AISI 4140 setelah proses quench oil perbesaran 500x

Ferrit

Martensit

Gambar 4.6 Struktur Mikro baja AISI 4140 setelah proses quench oil perbesaran 1000x

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas

Ferrit

Perlite

Gambar 4.7 Struktur Mikro baja AISI 4140 setelah proses normalising perbesaran 200x

Ferrit

Perlite

Gambar 4.8 Struktur Mikro baja AISI 4140 setelah proses normalising perbesaran 500x

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas

Ferrit

Perlite

Gambar 4.9 Struktur Mikro baja AISI 4140 setelah proses normalising perbesaran 1000x

IV.2 PEMBAHASAN Dari data diatas dapat dilihat kekerasan paling tinggi didapatkan hasil perlakuan quench oil kemudian normalizing dan terakhir annealing hal tersebut disebabkan oleh perbedaan penurunan laju pendinginan tiap perlakuan. Dari perlakuan quench oil struktur austenite didinginkan secara cepat sehingga laju pendingan lebih tinggi dari pada critical cooling rate sehingga carbon dalam FCC tidak mempunyai waktu lebih untuk bertransformasi menjadi BCC sehingga terbentuk struktur kristal BCT yang indentik dengan fasa mertensit yang ditunjukkan dengan gambar 4.4., 4.5, 4.6 yang berbentuk jarum pada struktur kristal BCT terjadi pengerasan hal tersebut disebabkan adanya carbon yang terjebak dan kristal BCC sehingga terjadi konsentrasi tegangan yang mengakibatkan terjadi pengerasan sehingga terjadi kenaikan nilai kekerasan yang cukup signifikan pada perlakuan ini. Pada perlakuan normalizing laju pendinginan lebih rendah dari critical cooling rate sehingga pada struktur pada temperature kamar fasa yang terbentuk ferrit dan perlit dengan grain size kecil

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


sehingga adanya penguatan kekerasan dikarenakan ukuran grain size yang kecil sehingga bidang slip antar grain boundries semakin besar sehingga kekerasan pun meningkat, sedangkan pada annealing laju pendinginan merupakan laju pendingan furnace atau bisa dikatakan pendinginan sangat lambat sehingga bisa dipastikan laju pendingan annealing hampir mendekati pendinginan ideal (equilibrium) sehingga memiliki laju pendingan jauh dari critical cooling rate sehingga struktur mikro yang dihasilkan sangat besar-besar hal tersebut disebabkan lamanya waktu pendingan sehingga grain size yang kecil-kecil sempat menyatu membentuk sebuah grain size yang lebih besar sehingga memiliki bidang slip antar grain boundries semakin rendah sehingga semakin mudah terdeformasi sehingga nilai kekerasan akan turun. Dari tabel HRC diatas dapat diketahui laju pendinginan baja AISI 4140 dari diagram CCT.

: Quench Oli

: Normalizing

: Annealing

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas


Gambar 4.10 Diagram CCT baja AISI 4140

Pada praktikum kali ini ada faktor-fatkor yang menyebabkan kesalahan ataupun ketidak akuratan antara lain, temperature austenitisasi semua perlakuan sama padahal pada buku ASM temperature austenitisasi annealing lebih tinggi kurang lebih 50oC dibandingkan normalizing, kemudian waktu quench masih banyaknya waktu yang terbuang untuk membuka furnace yang mengakibatkan merubahnya gradient laju pendinginan sehingga laju pendinganan yang terjadi kurang maksimal

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Praktikum Perlakuan Panas

BAB V KESIMPULAN V.1 KESIMPULAN 1. Dari hasil uji kekrasan dan struktur mikro, yang dapat dilihat pada gambar 4.10. Didapat bahwa pada perlakuan quench oli ternyata tidak semua fasa terbentuk martensit, masih terdapat beberapa ferrit yang dapat dilihat pada struktur mikronya, pada perlakuan normalizing didapatkan perlit kasar, sedangkan pada perlakuan annealing didapatkan perlit halus. 2. Pada perlakuan Quench oli didapatkan fasa martensit dan sedikit terdapat ferrit pada perlakauan normalizing didapatkan fasa ferrit dan perlit dan pada perlakuan annealing didapatkan fasa ferrit dan perlit

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Anda mungkin juga menyukai