Anda di halaman 1dari 5

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam Buku Ajar Respirologi Anak edisi pertama dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2010, telah menggunakan IRA sebagai istilah dalam

pembahasannya tentang penyakit infeksi respiratori akut yang dulu dikenal dengan nama ISPA. Istilah ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, di kalangan akademisi mulai diperkenalkan istilah Infeksi Respiratorik Akut (IRA) sebagai padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan juga pleura (Fuadilah, 2009). Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) menjadi penyebab utama kematian pada bayi. ISPA merupakan penyebab kematian utama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Setiap tahun diperkirakan 4 juta anak meninggal karena ISPA, dan 3 juta diantaranya dinegara berkembang (Viktor, 2008). Di Indonesia, kasus IRA menempati urutan pertama dalam jumlah pasien rawat jalan terbanyak dan merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan, yaitu 40-60% dari seluruh kunjungan ke puskesmas dan 15-30%

dari seluruh kunjungan rawat jalan dan rawat inap RS.. Hal ini menunjukkan angka kesakitan akibat IRA masih tinggi (Rahajoe, 2010). Terdapat banyak faktor yang mendasari perjalanan penyakit IRA pada anak. Hal ini berhubungan dengan pejamu, agen penyakit, dan lingkungan. Studi epidemiologi di negara berkembang menunjukkan bahwa polusi udara, baik dari dalam maupun dari luar rumah, berhubungan dengan beberapa penyakit termasuk IRA. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi polutan lingkungan yang dapat mengiritasi mukosa saluran respiratori (Rahajoe, 2010). Banyak yang dapat menyebabkan polusi udara sehingga berpotensi terhadap penyakit IRA. Salah satunya adalah Bencana Semburan Lumpur Lapindo yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo. Uap panas yang muncul dari semburan tersebut telah menyebar dan mengkontaminasi udara sekitar sehingga mengakibatkan gangguan atau merugikan terhadap kesehatan atau kehidupan manusia. Bencana ekologis nasional lumpur panas yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur dimulai pada tanggal 28 Mei 2006, saat gas beracun dan lumpur panas menyembur di dekat sumur pengeboran Banjar Panji-1 milik kegiatan pengeboran PT Lapindo Brantas, Inc. Kegiatan eksplorasi minyak dan gas sebagaimana dilakukan oleh PT Lapindo Brantas, Inc. merupakan kegiatan survey seismic dan eksplorasi. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan karena sifat cadangan minyak dan gas bumi yang berada di perut bumi tidak dapat ditentukan lokasinya secara pasti (Herawati, 2007). Bencana tersebut telah menimbulkan banyak kerugian salah satunya di bidang kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa trend kasus ISPA pada saat sebelum

kejadian lapindo mengalami perubahan yang fluktuatif, artinya kasus ISPA dari tahun ke tahun bisa mengalami kenaikan dan penurunan. Sedangkan trend kasus ISPA saat kejadian lapindo mengalami peningkatan yang sangat bermakna (Wijayanti, 2008). Dari penelitian lain yang dilakukan oleh Institut Teknologi Sepuluh November yang memaparkan tentang 10 penyakit terbanyak yang terjadi di puskesmas porong pada tahun 2005-2007 terlihat jelas bahwa terjadinya perkembangan penyakit tertentu yaitu ISPA yang sangat cepat antara tahun 2005 dan 2006 sebelum terjadinya semburan dibandingkan tahun 2007 setelah terjadinya semburan. Dimana penyakit ISPA ini sangat dapat diduga diakibatkan oleh terjadinya pencemaran gas HC didalam udara yang sangat melebihi ambang batas kelayakan (Wiguna, 2009). Salah satu parameter pencemar udara adalah debu (suspended particulate matter). Pada sebuah penelitian sebelumnya menyatakan bahwa efek partikulat pada kesehatan manusia menjadi berbahaya dikarenakan ukuran partikulat yang sangat kecil dapat menembus sistem pernapasan sampai ke bagian paru-paru bagian dalam (Sumarsono, 2008). Dimana kemungkinan besar partikulat yang mempunyai ukuran tertentu akan terbawa oleh angin dan jatuh pada jarak tertentum pula dari pusat semburan. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengetahui bagaimana distribusi jarak tempat tinggal pasien IRA Balita di sekitar Lumpur Lapindo. Analisis Kejadian IRA Pada Balita Dengan Jarak Tempat Tinggal Dari Pusat Semburan Lumpur Lapindo.

1.2 Rumusan Masalah Bagaimana distribusi kejadian IRA pada balita berdasarkan jarak tempat tinggal dari pusat semburan lumpur Lapindo? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

1. Untuk mengetahui kejadian IRA pada balita dengan jarak tempat tinggal dari pusat semburan lumpur Lapindo Sidoarjo. 2. Untuk mengetahui angka kejadian IRA pada balita tahun 2010 di Puskesmas Porong, Jabon, dan Tanggulangin. 1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui distribusi sampel berdasarkan usia 2. Untuk mengetahui distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin 3. Untuk mengetahui distribusi sampel berdasarkan jenis IRA 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Akademik 1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh gas akibat lumpur Lapindo terhadap kejadian IRA. 2. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang kejadian IRA pada penduduk porong-sidoarjo yang mempunyai jarak tempat tinggal yang berbeda dari pusat semburan 3. Memberi informasi yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut.

1.4.2

Masyarakat 1. Memberi informasi bagi penduduk agar terhindar dari resiko penyakit IRA akibat gas berbahaya. 2. Memberi informasi tentang pengaruh Bencana Lumpur lapindo Terhadap kesehatan paru.

1.4.3

PT Lapindo Brantas Inc 1. Mengetahui tentang distribusi penyakit IRA pada daerah sekitar Semburan Lumpur Lapindo 2. Menjadi dasar penelitian untuk mengetahui dampak secara langsung Bencana Semburan Lumpur lapindo terhadap kesehatan khususnya IRA pada Balita, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan terhadap penyakit tersebut oleh PT Lapindo Brantas Inc.

Anda mungkin juga menyukai