Anda di halaman 1dari 18

BRONKIEKTASIS

Oleh: Anisa Rahmawati (2006), Andika Dessy K. (2007), Satrio Waskito (2007) Medical Study Club (MiSC) Respiratory fkuii.org Latar belakang Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. Kelainan fungsi paru yang terjadi pada pasien bronkiektasis sangat bervariasi dan tingkatan beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan seberapa jauh beratnya komplikasi yang telah terjadi. Diagnosis bronkiektasis kadang-kadang sukar ditegakkan walaupun sudah dilakukan pemeriksaan lengkap. Diagnosis penyakit ini kadang-kadang mudah diduga, yaitu hanya dengan anamnesis saja. Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut.

Definisi Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terkena.

Epidemiologi Di negeri-negeri barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3 % di antara populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak-anak, bahkan dapat merupakan kelainan kongenital.

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

Etiologi Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. a. Kelainan kongenital Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut, pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakitpenyakit kongenital lainnya, misalnya: mukoviskidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan kongenital berikut: tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis kongenital. b. Bronkiektasis Didapat Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat proses berikut: Infeksi Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya. Obstruksi bronkus Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab: korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak selalu secara nyata menimbulkan bronkiektasis. Oleh karenanya diduga mungkin masih ada faktor intrinsik ikut berperan terhadap timbulnya bronkiektasis.

Patologi Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit. a. Tempat predisposisi bronkiektasis Dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan dapat secara difus mengenai kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan merupakan tempat predisposisi bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru. b. Bronkus yang terkena Umumnya adalah bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus yang besar jarang terkena. Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu segmen paru saja maupun difus. c. Perubahan morfologi bronkus yang terkena Dinding bronkus Dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otototot polos bronkus juga elemen-elemen elastis. Mukosa bronkus Permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan pernanahan.

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

Jaringan paru peribronkial Dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah. d. Variasi kelainan anatomis bronkiektasis Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu: Bentuk tabung (tubular, cilindrical, fusiform bronchiectasis). Merupakan bronkiektasis yang paling ingan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronis. Bentuk kantong (saccular bronchiectasis). Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler, Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista (cystic bronkiektasis). Varicose bronchiectasis Merupakan bentuk antara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena. Adanya variasi bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu penting, karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang sama dan tidak mempengaruhi gejala klinis dan manajemen pengobatannya sama saja. Bahkan beberapa bentuk kelainan tadi bisa terdapat pada satu pasien. e. Pseudobronkiektasis Bentuk ini tidak termasuk bronkiektasis yang sebenarnya. Pada bentuk ini terdapat pelebaran bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Kelainan ini bersifat sementara karena dalam beberapa bulan akan menghilang. Bentuk ini biasanya merupakan komplikasi pneumonia.

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

Patogenesis Tergantung penyebabnya. Apabila bronkiektasis timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan genetik serta faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat, patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan, antara lain: (1) obstruksi bronkus, (2) infeksi pada bronkus atau paru, (3) adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary eosinophilia dan (4) faktor intrinsik dalam bronkus atau paru. Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat, diduga melalui dua mekanisme dasar. 1. Permulaannya didahului adanya infeksi bakterial. Mula-mula karena adanya infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronkiektasis. Mekanisme kejadiannya sangat rumit. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis. a. Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus. Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab (misalnya tuberkulosis kelenjar limfe pada anak, karsinoma bronkus, korpus alineum dalam bronkus) akan diikuti terbentuknya bronkiektasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi infeksi dan destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis. Pada bronkiektasis didapat, pada keadaan yang amat jarang, dapat terjadi atau timbul sesudah masuknya bahan kimia korosif (biasanya bahan hidrokarbon) ke dalam saluran nafas dan karena terjadinya aspirasi berulang bahan/cairan lambung ke dalam paru. Seperti diketahui, bronkiektasis merupakan penyakit paru yang mengenai bronkus dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul berlangsung kronik dan menetap. Keluhan-keluhan yang timbul berhubungan erat dengan: (1) luas atau banyaknya bronkus yang terkena, (2) tingkatan beratnya penyakit, (3) lokasi bronkus yang terkena dan (4) ada atau tidak adanya komplikasi lanjut.

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal berikut: (1) adanya kerusakan dinding bronkus, (2) adanya kerusakan fungsi bronkus dan (3) adanya akibat lanjut bronkiektasis atau komplikasi dan sebagainya. Kerusakan dinding bronkus dapat berupa dilatasi dinding bronkus, kerusakan elemen elastis dan otot-otot polos bronkus, kerusakan mukosa dan silia. Kerusakan tersebut akan menimbulkan stasis sputum, gangguan ekspektorasi, gangguan reflek batuk dan sesak nafas. Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronkiektasis, dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Infeksi pertama (primer) Kecuali pada bentuk bronkiektasis kongenital, tiap bronkiektasis kejadiannya didahului infeksi bronkus (bronchitis) maupun jaringan paru (pneumonia). Masih menjadi pertanyaan, apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronkiektasis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus. Menurut hasil penelitian para ahli terdahulu ditemukan bahwa infeksi yang mendahului bronkiektasis adalah infeksi bakterial, yaitu mikroorganisme penyebab pneumonia atau bronkitis yang mendahuluinya. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronkiektasis, sedangkan infeksi virus tidak dapat. Boleh jadi bahwa pneumonia atau bronkitis yang mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh infeksi virus (misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak dan sebagainya). b. Infeksi sekunder Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi (daerah bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasien bronkiektasis bersifat mukoid dan putih jernih, menandakan tidak atau belum ada infeksi sekunder. Sebaliknya apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder. Untuk menentukan jenis kumannya bisa dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Sputum berbau busuk menandakan adanya infeksi sekunder oleh kuman anaerob. Contoh kuman anaerob ini: Fusiformis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci, dan sebagainya. Kuman-

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

kuman aerob yang sering ditemukan dan menginfeksi bronkiektasis misalnya: Streptokokus pneumonia, hemopilis influenza, klebsiela ozeona, dan sebagainya. Sesudah seseorang menderita bronkiektasis, perjalanan klinis penyakit selanjutnya tergantung pada luasnya penyakit, efektivitas drainase sputum dan efektivitas pengobatan infeksi. Kalau penyakitnya luas atau pengobatannya tidak memuaskan, dapat timbul beberapa komplikasi lanjut yang tidak menyenangkan. Apabila penyakit ini berlanjut terus, keadaan umum pasien dapat menjadi sangat menurun. Sebagai akibat daya tahan tubuh yang menurun mudah timbul infeksi berulang, nafsu makan berkurang menimbulkan malnutrisi dan sebagainya. Dalam keadaan yang sangat jarang, pada pasien dapat timbul perubahan degeneratif yaitu terjadi amiloidosis.

Perubahan Faal Paru Kelainan fungsi paru yang terjadi pada pasien bronkiektasis sangat bervariasi dan tingkatan beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan seberapa jauh beratnya komplikasi yang telah terjadi. Akibatnya dapat dijumpai pasien bronkiektasis ringan tanpa kelainan fungsi paru atau hanya kelainan ringan saja, bronkiektasis sedang dengan kelainan fungsi paru derajat sedang dan bronkiektasis berat dengan kelainan fungsi paru berat. Selain itu perlu dinyatakan bahwa kelainan fungsi paru (faal ventilasi) yang terjadi selain jenisnya tidak sama (artinya bisa tipe obstruktif, restriktif atau campuran), jenis kelainannya juga tidak khas tergantung pada macam kerusakan jaringan paru yang terjadi, sehingga pengaruhnya pada fungsi paru dapat berbeda-beda.

Manifestasi Klinis Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala: 1. Batuk Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada sakular type brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: (a) Lapisan teratas agak keruh terdiri atas mukus, (b) Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan (c) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak. 2. Hemoptisis Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling ringan sampai perdarahan yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (darah berasal dari peredaran darah sistemik). Pada bronkiektasis kering, hemoptisis justru merupakan gejala satusatunya, karena jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila kita menemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronciektasis ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun kadang-kadang hebat jarang fatal. Pada

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

tuberkulosis paru, bronkiektasis (sekunder) ini merupakan penyebab utama komplikasi hemoptisis. 3. Sesak nafas (dispnea) Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang bisanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas tadi. Kadang-kadang ditemukan wheezing, akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat lokal atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya. 4. Demam berulang Bronkiektasis timbul demam Pada saat pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk dengan pengeluaran sputum, sesak nafas demam atau sedang batuk darah. Tanda-tanda fisis umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis komplikasi bronkiektasis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tandatanda kor pulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Kelainan paru yang timbul tergantung pada beratnya serta tempat kelainan bronkiektasis terjadi dan kelainannya apakah lokal atau difus. Pada pemeriksaan fisis paru, kelainannya harus dicari pada tempat predisposisi. Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronkhi basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural dan timbul lagi di waktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut: terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena. Bila terdapat komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apabila terjadi obstruksi bronkus. merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

Sindrom Kartagener Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut: (1) Bronkiektasis kongenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil, (2) Situs invertus atau pembalikan letak organ-organ dalam, dalam hal ini terjadi dekstrokardia, left sided gall bladder, left sided liver, right sided spleen dan sebagainya, dan (3) Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis. Semua elemen gejala sindrom kartagener ini adalah kelainan kongenital (suatu kebersamaan). Bagaimana asosiasi tentang keberadaannya yang demikian ini belum diketahui dengan jelas.

Bronkolitiasis Kelainan ini merupakan kalsifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa kompleks primer tuberkulosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis bronkiektasis. Kelainan ini sering mengakibatkan erosi bronkus di dekatnya dan dapat masuk ke dalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi. Selanjutnya terjadilah bronkiektasis. Erosi dinding bronkus oleh bronkus tadi dapat mengenai pembuluh darah di situ dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemoptisis hebat.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak khas. Pada keadaan lanjut dan sudah mulai ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Sering-sering ditemukan anemia, yang menunjukkan adanya infeksi kronik, atau ditemukannya leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi supuratif. Urin umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteinuria. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat dilakukan untuk menentukan kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensitivitas terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder. Perlu segera dicurigai adanya infeksi sekunder apabila misalnya dijumpai sputum pada hari-hari sebelumnya warnanya putih jernih, yang berubah menjadi warna kuning atau hijau.

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

10

Pada pemeriksaan radiologi, gambaran foto dada (plain film) pasien bronkiektasis posisi berdiri sangat bervariasi, tergantung berat ringannya kelainan serta letak kelainannya. Dengan gambaran foto dada tersebut kadang-kadang dapat ditemukan kelainannya, tetapi kadang-kadang sukar. Gambaran radiologis khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukkan kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambraran sarang tawon pada daerah yang terkena. Gambaran seperti ini hanya dapat ditemukan pada 13% kasus. Kadang-kadang gambaran radiologis paru menunjukkan adanya bercakbercak pneumonia, fibrosis atau kolaps (atelektasis), bahkan kadang-kadang gambaran seperti pada paru normal (7% kasus). Gambaran bronkiektasis akan jelas pada bronkogram. Pada pemeriksaan faal paru, hasil yang didapat tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Fungsi ventilasi dapat masih normal bila kelainannya ringan. Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital (KV) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama (FEV1) terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi aliran udara pernafasan. Pada bronkiektasis dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 derajat ringan sampai berat, tergantung pada beratnya kelainan. Penurunan PaO2 ini menunjukkan adanya abnormalitas regional (maupun difus) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.

Derajat Bronkiektasis Tingkatan beratnya penyakit bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Brewis membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi derajat ringan, sedang dan berat. 1. Bronkiektasis Ringan Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal. Foto dada normal. 2. Bronkiektasis Sedang Ciri klinis: Batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), sering-

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

11

sering ada hemoptisis, pasien umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terdapat jari tabuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronkhi basah kasar pada daerah paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal. 3. Bronkiektasis Berat Ciri klinis: Batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran nafas akan dapat ditemukan adanya dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan dapat ditemukan ronkhi basah kasar pada daerah yang terkena. Pada gambaran foto dada ditemukan kelainan: (1) penambahan bronchovascular marking, (2) multiple cysts containing fluid levels (honey comb appearance).

Diagnosis Diagnosis bronkiektasis kadang-kadang sukar ditegakkan walaupun sudah dilakukan pemeriksaan lengkap. Diagnosis penyakit ini kadang-kadang mudah diduga, yaitu hanya dengan anamnesis saja. Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi dan melihat bronkogram yang didapatkan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap pasien bronkiektasis, karena terikat oleh adanya indikasi, kontra indikasi, sarat-sarat kapan melakukannya dan sebagainya. Oleh karena pasien bronkiektasis umumnya memberikan gambaran klinis yang dapat dikenal, penegakan diagnosis bronkiektasis dapat ditempuh melewati proses diagnosis yang lazim dikerjakan di bidang kedokteran, meliputi: (1) anamnesis, (2) Pemeriksaan fisis, (3) Pemeriksaan penunjang, terutama pemeriksaan radiologik.

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

12

Diagnosis Banding Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan dengan bronkiektasis: 1. Bronkitis kronis (ingatlah definisi klinik bronkitis kronik). 2. Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa bronkiektasis). 3. Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar). 4. Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru, adenoma paru dan sebagainya. 5. Fistula bronkopleural dengan empiema.

Komplikasi Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain: 1. Bronkitis kronik. 2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas, hal ini sering terjadi pada mereka yang drainase sputumnya kurang baik. 3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena. 4. Efusi pleura atau empiema (jarang). 5. Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian. 6. Hemopotisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang arteri bronkialis atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan indikasi tindakan bedah gawat darurat. Sering pula hemoptisis masif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab kematian utama pasien bronkiektasis. 7. Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari komplikasi bronkiektasis pada saluran nafas.

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

13

8. Kor-pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus (bronkiektasis, akan terjadi arteriovenous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal jantung kanan. 9. Kegagalan pernafasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien bronkiektasis yang berat dan luas. 10. Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini sering ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinuria.

Terapi Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok: 1. Pengobatan konservatif a. Pengelolaan umum Pengelolaan umum ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi: Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh: membuat ruangan hangat, udara ruangan kering, mencegah/menghentikan merokok, mencegah atau menghindari debu, asap dan sebagainya. Memperbaiki drainase postural. Tindakan ini merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus dikerjakan secara terusmenerus. Pasien diletakkan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-20 menit dan tiap hari dikerjakan 2-4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum (sekret bronkus) dengan bantuan gaya gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronkiektasisnya. Tujuan membuat posisi tubuh seperti yang dipilih tadi adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

14

gaya gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai ke tenggorok sehingga mudah dibatukkan keluar. Drainase postural tiap kali dikerjakan selama 10-20 menit atau sampai sputum tidak keluar lagi. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut di atas belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan dengan jari pada pumggung pasien (Tabotage). Mencairkan sputum yang kental. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan, misalnya: inhalasi uap air panas atau dingin (menurut kesadaran), menggunakan obat-obatan mukolitik dan sebagainya. Mengatur posisi tempat tidur pasien. Posisi tempat tidur pasien sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga posisi tidur pasien dapat memudahkan drainase sekret bronkus. Hal ini dapat dicapai misalnya dengan mengganjal kaki tempat tidur bagian kaki pasien (disesuaikan menurut kebutuhan) sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum. Mengontrol infeksi saluran nafas. Adanya infeksi saluran nafas akut (ISPA) harus diperkecil dengan jalan mencegah pemajanan kuman. Apabila telah ada infeksi (ISPA) harus diberantas dengan antibiotik yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan. Apabila ada sinusitis harus disembuhkan. b. Pengelolaan khusus Kemoterapi pada bronkiektasis Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan: (1) secara kontinyu untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA), (2) Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru, (3) Atau keduanya. Kemoterapi disini menggunakan obat antibiotik tertentu. Sebaiknya harus berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik secara empirik. Walaupun kemoterapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronkiektasis, tidak setiap pasien harus diberikan antibiotik. Antibiotik

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

15

hanya diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa antibiotik sampai kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih). Selanjutnya ada yang memberikan dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa kemoterapi dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara. Drainase sekret dengan bronkoskop Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien. Keperluannya adalah antara lain untuk: (1) menentukan dari mana asal sekret (sputum), (2) mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus, (3) menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelekasis paru). c. Pengobatan asimptomatik Pengobatan ini hanya diberikan kalau timbul simptom yang mungkin mengganggu atau membahayakan pasien. Pengobatan obstruksi bronkus Obstruksi diketahui dari hasil uji faal paru (% FEV < 70%) dapat diberikan obat bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator. Pengobatan hipoksia Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama saat eksaserbasi akut) perlu diberikan oksigen. Apabila terdapat komplikasi bronkitis kronis, pemberian oksigen harus hati-hati, harus dengan aliran rendah (cukup 1 liter/menit). Pengobatan hemoptisis Tindakan yang perlu segera diberikan adalah upaya menghentikan perdarahan tersebut. Kadang-kadang sulit menghentikan perdarahan ini. Telah banyak dilaporkan oleh peneliti hasil pengobatan dengan

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

16

hemostasis. Hasilnya sangat baik, walaupun sulit diketahui mekanisme kerja obat-obatan tersebut. Apabila perdarahan cukup banyak, mungkin merupakan perdarahan arterial yang memerlukan tindakan operatif, sementara perlu diberikan tranfusi sambil menunggu tindakan tersebut. Pengobatan demam Pada eksaserbasi akut sering didapatkan demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai dosis, perlu ditambahkan obat antipiretik seperlunya. Pengobatan pembedahan Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat lobus paru yang terkena. Indikasi pembedahan: Pasien yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat Pasien bronkiektasis yang terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Kontraindikasi pembedahan: Pasien bronkiektasis dengan PPOK Pasien bronkiektasis berat Pasien bronkiektasis dengan komplikasi kor-pulmonal kronik dekompensata Syarat-syarat operasi: Kelainan harus terbatas dan reversibel Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan yang ireversibel Bagian paru yang lain harus masih baik, misalnya tidak boleh ada bronkiektasis atau bronkitis kronik

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

17

Pencegahan Timbulnya bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah, kecuali pada bentuk kongenital. Menurut kepustakaan dicatat beberapa usaha untuk pencegahan , antara lain: 1. Pengobatan dengan antibiotik atau cara lain secara tepat terhadap semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak. 2. Tindakan vaksinasi terhadap pertusis dan lain-lain (influenza dan pneumonia) pada anak.

Prognosis Tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat dapat memperbaiki prognosis. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Murry J.F. Harrisons Principles of Internal Medicine 2 (11th ed.). Braunwald E, et al (eds). New York: Mc-Graw Hill Book Company; 1998. 2. Putra S.T., et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 3. Price, S.A.,Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (4th edition), Buku 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 4. Rahmatullah P., Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001, hal: 861-871.

1 BRONKIEKTASIS, article by MiSC Respiratory fkuii.org

18

Anda mungkin juga menyukai

  • Anatomi
    Anatomi
    Dokumen43 halaman
    Anatomi
    Angga Herlambang Nagarasit Liong
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Gender Issue Aborsi
    Presentasi Gender Issue Aborsi
    Dokumen32 halaman
    Presentasi Gender Issue Aborsi
    Angga Herlambang Nagarasit Liong
    Belum ada peringkat
  • Luka Kronik
    Luka Kronik
    Dokumen3 halaman
    Luka Kronik
    Angga Herlambang Nagarasit Liong
    Belum ada peringkat
  • Paket OAT Terdiri Dari
    Paket OAT Terdiri Dari
    Dokumen2 halaman
    Paket OAT Terdiri Dari
    Angga Herlambang Nagarasit Liong
    Belum ada peringkat
  • Anatomi
    Anatomi
    Dokumen43 halaman
    Anatomi
    Angga Herlambang Nagarasit Liong
    Belum ada peringkat