Anda di halaman 1dari 3

AKU DAN KAMU TANPA KITA by Sukma Shita P.

Being told by the one you love that you could ruin his life, is the rudest words you could ever heard. My loved one told me those words. It pinched me through my bones. I swear I had never intended to do it nor wanna do it. What I want is for you to tell me about what you really feel. And if it still feels so hard for you, then you could just walk away. Ignore me at all. Thatd be better. Aku melihatmu berjalan begitu lunglai. Ada apa gerangan yang membuat hatimu kacau. Namun mulut tak berani berucap, mata tak berani memandang. Aku hanya sanggup melihatmu dari kejauhan di tempat yang tak terlihat bagimu. Saat kau berjalan ke arah Aku ,Aku hanya mampu berkata Hi. Dan bagiku itu sudah merupakan rekor tersendiri. Dulu aku termasuk perempuan yang lebih berpegang pada logika. Aku sering merasa keheranan ketika orang-orang mulai membicarakan cinta, suka mencibir orang-orang yang membicarakan cinta. Aku sudah kehilangan keinginan untuk mencintai sejak cinta pertamaku berpaling. Di antara teman-temanku hanya aku yang belum pernah benar-benar menjalin hubungan dengan laki-laki. Yah, tentunya hubungan yang halal. Kini aku berbeda, karenamu duniaku terbalik 180 derajat. Tokoh Kamu, adalah laki-laki yang baru diperkenalkan oleh pengarang kisah hidupku ke dalam duniaku. Kamu, bukan tokoh super romantic, atau tokoh super baik yang memiliki kelembutan seorang Rahib atau paras seorang Prince William. Kamu, hanyalah lelaki sederhana. Pemuda metal namun alim yang mengisi dunianya dengan warna-warna yang ia ciptakan sendiri. Aku bertemu kamu sekitar 2 tahun lalu, di permulaan tahun ajaran baru. Ketika kita pertama kali diharuskan untuk bekerja sama di dalam sebuah proyek organisasi. Kamu bukan sosok spesial saat kita pertama bertemu. Aku suka memandang kamu sebelah mata, mungkin kamu belum tahu itu. Tapi entah ada apa di dalam dirimu yang membuatku selalu ingin berada di dekat kamu. Selalu ingin tahu siapa kamu dan apa yang sedang kamu lakukan. Ketika aku dan kamu bertemu kembali setelah selama beberapa waktu kita terpisah, Aku baru mulai menyadari. Aku pernah merasakan rasa ini dulu. Jauh sebelum kita bertemu. Jauh sebelum aku mulai berpaling dari hatiku. Tepat sebelum aku merasakan pahitnya kehilangan. Aku pun mulai salah tingkah setiap kamu berada didekatku. Selalu tersenyum tak terkontrol. Terkikik senang di belakang punggungmu dan selalu mencari-cari kamu saat kamu pergi.

Aku bukan orang yang pandai menyembunyikan perasaan, teman-teman dekatku langsung tahu apa yang aku rasakan. Semua menyemangatiku untuk berjuang, dan berbekal nasihat dari teman-temanku Aku melangkah. Tak kupedulikan lagi logika. Aku perempuan. Aku berpegang pada perasaan. Meskipun selalu salah tingkah di awalnya, namun aku terus memberanikan diri. Aku menyapamu, membuka pembicaraan baru dan berharap kamu kian menyadari keberadaanku. Kusingkirkan rasa malu karena aku ingin kamu tahu. Aku tak akan pernah meminta, misiku adalah membuatmu tahu. Itu adalah rencana awalku. Namun apa daya, aku begitu menikmatinya, sehingga aku tak lagi memperdulikan perasaanmu. Aku begitu dikuasai oleh keinginan untuk memiliki, begitu buta. Kamu di lain pihak adalah orang yang sangat terkontrol. Begitu terencana dan berhati-hati. Setiap langkahmu membuatku bimbang. Haruskah aku melanjutkan? Layaknya lagu Hot and Cold, kamu membuatku berharap lalu kecewa. Persis seperti anak ABG yang baru berkenalan dengan cinta. Hah..indahnya rasa ini kalau diingat-ingat lagi. Begitu histerisnya aku saat kamu bilang kamu sedang memikirkanku. Padahal kamu belum tentu memaksudkan katakata itu. Karena di matamu, aku hanya seorang teman. Dan begitulah..Aku masuk ke dalam lingkaran galauers. Entah apa yang bisa kunyatakan mengenai sikap kamu. Kamu kadang tak acuh. Kamu kadang peduli. Yang jelas, kamu membuat duniaku berubah warna. Aku makin sering memimpikanmu di malam-malamku. Aku kian sering terbebani dengan pertanyaanpertanyaan yang timbul karena responmu. Hingga di suatu siang yang mendung, Kamu membuat gebrakan besar. Kamu bilang kamu menyukai seseorang. Hatiku menjerit. Aku tahu itu bukan aku. Di saat aku mulai terisak, kamu mulai berbicara, memberikan harapan seolaholah aku adalah orang yang kamu suka. Aku bingung. Apakah aku memang benar-benar orang yang kamu cintai? Aku kian melambung ketika kamu menyalakan sinyal-sinyal hijau yang gemerlap. Kini hariku cerah, mendung tak lagi membuat hatiku berduka. Malam tak lagi mampu menggelapkan hari-hariku. Kamu ternyata sosok yang romantis. Membuatkanku lagu-lagu cinta dan mendendangkanku lagu ciptaannya. Aku rindu rasa ini, rasa perhatian yang Kamu limpahkan membuat Aku kian melayang. Namun, meskipun hari-hari telah berlalu, Aku dan Kamu belum juga menjadi kita. Kamu tidak pernah secara langsung berkata cinta. Seolah kata itu adalah kata tabu yang tak layak untuk siucapkan oleh seorang kamu. Dan aku, demi harga diri terakhir yang

kumiliki tak mampu menanyakan kepastian dari keberadaan hatimu. Aku dan kamu hanya bisa terdiam dalam kebahagiaan yang semakin tidak pasti. Aku tersenyum namun banyak pertanyaan yang sedang berputar di otakku, menunggu jawaban. Aku hanya butuh satu kalimat jawaban dari kamu, dan usailah sudah semua kepeningan ini. Dan ketika pertanyaan telah berubah menjadi kecurigaan, kamu tiba-tiba mengubah halauan, mengatakan bahwa aku berpotensi merusak tatanan warna duniamu. Begitu tiba-tiba dan tak disangka-sangka. Di tengah kemesraan yang terjalin, di tengah keindahan dunia yang sedang kurasakan, tanpa tahu alasan yang pasti, tiba-tiba kamu berbicara seperti itu. Selepas kalimat itu, tak sepatah kata pun keluar dari mulut kamu. Kamu membalikkan punggung, berjalan pergi dariku hingga tak terdengar lagi suara langkah kaki. Tak ada lagi terdengar lagu yang didendangkan oleh kamu. Duniaku seolah diguyur oleh hujan abu. Semuanya tampak abu. Aku, yang bukan siapa-siapa, yang tak pernah Kamu berikan kepastian, tiba-tiba kamu campakkan begitu saja. Aku dan kamu yang bahkan belum memulai harus selesai sebelum waktunya karena kata-kata Kamu. Begitu angkuhnya kamu, dan begitu bodohnya aku karena selama ini diperbudak oleh keinginan yang membutakan logikaku. Aku tidak menyalahkan kamu. Tidak akan pernah. Karena aku tahu, kamu punya dunia dan masa depan sendiri yang sedang kamu rajut lewat peluh selama beberapa tahun terakhir. Kamu belum membutuhkan aku sebesar aku membutuhkan kamu. Kamu tidak ingin rutinasnya terganggu oleh aku. Kini, Aku hanya ingin berterima kasih. Kata-kata terakhir kamu membuat aku semakin sadar, cinta juga butuh logika. Cinta tidak boleh egois. Cinta yang membahagiakan hanya akan didapat lewat kesabaran untuk mendapatkan cinta itu sendiri. Bukan lewat tindakan buta yang malah membuat diri sendiri dan orang yang kita cintai dirugikan. Terima kasih, kamu.

Anda mungkin juga menyukai