Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka Hasil Penelitian
Semakin intensifnya penelitian tentang bahan isolasi polimer Resin Epoxy
disebabkan karena bahan ini mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan
bahan isolasi porselin maupun gelas dan sampai saat ini penelitian dan
pengembangan isolator berbahan polimer Resin Epoxy masih terus berlangsung.
Penelitian untuk menemukan bahan isolator alternatif pengganti bahan
porselin dan gelas, telah dirintis di Amerika Serikat sejak akhir tahun1930-an.
Sampai sekarang penelitian dan pengembangan isolator dari bahan polimer masih
berlangsung secara intensif (Salama dkk, 1999).
Pengaruh absorbsi gas terhadap pemohonan listrik dan peluahan sebagian
didalam Polietilen (Arief, 1999).
Pengaruh temperatur pada bahan isolasi Cross Line Polyethyline (XLPE)
dan tentang pengaruh polutan terhadap bahan isolasi Resin Epoxy untuk islator
(Berahim, 2000).
Polimer sebagai material isolasi perlu modifikasi untuk meningkatkan sifat
mekanik, kimia dan fisik. Untuk tujuan aplikasi tertentu diperlukan jenis bahan
pengisi yang sesuai, penggunaan bahan pengisi mengandung dua tujuan, baik secara
teknis maupun secara ekonomis. Secara teknis, sebagai upaya untuk memodifikasi
kinerja polimer diantaranya konduktifitas termal dan menurunkan ekspansi termal
(Saunders, 1973).
Bahan tambahan yang dikategorikan sebagai bahan pengisi, ditambahkan
dalam konsentrasi (10-70%) penggunaan bahan pengisi lebih dari 70% pada suatu
produk tuangan tidak dapat direalisasi (Yandri dan Sirait, 1998).
Bahan pengisi dapat digunakan sebagai penguat, pelindung, pelumasan dan
perbaikan sifat pencetakan (Surdia, 1992).
Semakin intensifnya penelitian tentang bahan isolasi polimer disebabkan
bahan ini mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan bahan porselen atau
gelas. Di eropa barat dan Amerika Serikat sejak akhir tahun 1930-an, telah dirintis
penelitian untuk menemukan bahan isolasi alternatif pengganti bahan isolasi porselen
dan gelas. Isolator pasangan luar (outdoor), pada tahun 1957 di Inggris telah
diperkenalkan bahan isolasi polimer dari jenis epoksi sikloalifatik (Burns, 1968).
Material uji EST dengan dosis bahan isi F = 65,8% dan beberapa NS terutama
untuk NS 1, pada sejumlah material uji dilakukan dua model penuaan, pertama
penuaan dengan merendam material uji kedalam air bersuhu 100
0
C. Perendaman
material uji cara pertama memberikan absorpsi air sekitar 2,5
0
/ pada material uji
dengan NS = 1,0, setelah perendaman selama 6500 jam. Material yang sama pada
perendaman kedua memberikan absorpsi air sekitar 5
0
/ dari kenyataan ini terlihat
adanya pengaruh suhu terhadap kenaikan absorpsi (Saure, 1976).
Penggunaan bahan pengisi yang tinggi (lebih dari 70%) pada suatu produk
tuangan tidak dapat direalisasikan, peningkatan penggunaan bahan pengisi
mengakibatkan menurunnya viskositas campuran epoksi dan bahan pengisi pada saat
kedua bahan ini dicampurkan sehingga menyulitkan proses peluahan gas. Perbedaan
kepadatan (Density). (Huir, 1991 seperti dikutip NesYandri dan Sirait, 1998).
10
9
Bila suatu material diletakkan dilingkungan udara terbuka, maka pada kondisi
yang berbeda antara lingkungan atmosfir dan material, air yang berasal dari
kelembaban udara terpenetrasi kedalam polimer, mekanisme penetrasi air dapat
dijelaskan dengan proses difussi (Kaerner, 1994).
Resin Epoxy merupakan plastik yang paling serba guna masa kini. Sifat
dasarnya dapat dimodifikasi dengan berbagai cara yaitu dengan mencampurkan tipe-
tipe resin dalam menggunakan pembentuk dan pengisi. Kekuatan Resin Epoxy
terletak pada kekerasan, ketahanan terhadap gesekan dan ketahanan kimiawi. Resin
yang padat pada berat molekul yan sedang bisa saja dipadukan dengan polimerisasi
yang sejenis atau tidak, sejenis melalui golongan epoksi. Sifat perekat Resin Epoxy
yang sempurna, mudah dibentuk, kekuatan mekanis baik, daya tahan kimia yang kuat
merupakan keuntungan yang paling penting dari resin padat.(Lee dan Neville, 1976).
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan spesimen Resin Epoxy dengan
bahan pengisi Rice Husk Ash yang terkontaminasi polutan buatan yang komposisinya
sama dengan kondisi polutan industri daerah Gresik selanjutnya mengamati sifat
hidrofobik, pengukuran sudut kontak, pengukuran tegangan flashover dan
pengukuran arus bocor yang hubungannya terhadap komposisi ESDD dan pengaruh
kondisi lingkungan sekitar yakni kelembaban, tekanan dan temperatur, kekuatan
mekanik, SEM dan FTIR.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Polimer Umum
11
Selama ini bahan pembuatan isolator yang dikenal adalah bahan dari
porselen/keramik dan kaca, tetapi saat ini telah dikembangkan bahan lain yang
memiliki kemampuan yang lebih tinggi yaitu bahan polimer.
Polimer terdiri dari rantai molekul panjang dengan pengulangan monomer.
Polimer biasanya diberi nama dengan imbuhan poly didepan nama monomer yang
membentuknya. Contoh : Polyethylene adalah perulangan dari monomer Ethylene.
Pemilihan polimer yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan dan
disertai dengan tambahan molekul pada akhir rantai karbon. Contoh CH
3
pada
Polyethylene, akan tetapi karena rantai karbon biasanya panjang sebanding dengan n
(derajat polimerisasi) dengan range 10
3
sampai 10
5
, maka molekul pada ujung rantai
tidak begitu mempengaruhi susunan dari polimer itu sendiri.
Bentuk lain yang biasa dipergunakan adalah Hetrochin Polymers dimana
atom karbon sebagai dasarnya telah diganti dengan elemen lain dan ditempatkan
sesuai dengan kategori yang dipergunakan tergantung pada karakteristik rantai
karbonnya. Seperti polimer sederhana yang menjadi cabang dari rantai utama, seperti
yang terdapat pada Polyethylene, cabang tersebut dapat muncul setiap 30 100
urutan rantai monomer sepanjang rantai utama. Percabangan polimer dapat
dihasilkan sampai jumlah yang besar dengan mengubah kondisi polimerisasi.
Percabangan ini dapat mengurangi tenaga/energi ikatan reguler molekul dan
memperkecil density atau mengurangi berat jenis dari molekul.
Selain cabang polimer juga memiliki ikatan silang (cross-links) dimana rantai
polimer dapat tersusun pendek atau panjang dengan molekul polimer tersusun atas
cabang-cabang. Polimer terikat silang adalah satu molekul yang sangat besar dan
12
mempunyai titik lebur di atas titik leburnya atau di atas suhu transisi kaca. Ikatan
silang dapat diperoleh dengan beberapa cara sebagai berikut.
1. Pembentukan dengan katalis
Suatu katalis ditambahkan atau dicampurkan ke dalam polimer. Setelah
pencampuran ini membentuk suatu cetakan tertentu, kemudian dipanaskan
dan/atau diberi tekanan untuk membentuk reaksi ikatan silang. Beberapa kasus,
katalis cukup reaktip sehingga reaksi dapat terjadi pada suhu kamar. Polimer
yang tidak terikat silang, sehingga dapat dibentuk menjadi bentuk lain, dikenal
sebagai thermoplastic. Contoh polyethylene, polypropylene dan
poly(etheretherketone).
2. Pembentukan dengan radiasi
Prosesnya hanya dapat digunakan untuk menghasilkan ikatan silang. Prosesnya
hanya dapat digunakan pada bahan tipis dan dapat menyebabkan degradasi lain
seperti pengurangan panjang rantai. Teknik ini hanya dapat digunakan pada
aplikasi terbatas, karena membutuhkan alat tambahan yang mahal.
3. Pembentukan dengan bahan pengeras
Pengerasan kimia dapat ditambahkan untuk menghasilkan ikatan silang.
2.2.2 Resin Epoxy
Resin Epoxy merupakan polimer termoset terdiri dari dua zat yang dicampur
dan berbentuk seperti kaca suhu kamar yang memiliki kekuatan elektris isolasi serta
tahan terhadap air. Cairan Resin Epoxy memiliki sifat kekentalan yang rendah
sehingga mudah tercampur dalam pembuatannya, cairan resin seperti
13
Polyaminoamide juga dibuat dalam pola yang sama, tetapi Resin Epoxy memilki
kombinasi yang lebih unik antara lain.
1. Sifat kekentalan yang rendah sehingga mudah untuk
diproses.
2. Mudah dibentuk, dimana Resin Epoxy dapat dibentuk
dengan cepat dan mudah dalam temperatur 5-150
0
tergantung pada alat
pembentuk yang dipilih.
3. Penyusutan yang rendah, Resin Epoxy ini bereaksi
kembali sangat kecil dengan membentuk susunan yang lain.
4. Tingkat kerekatan yang tinggi, karena adanya
pembentukan secara kimiawi, terutama kehadiran golongan polar hydroxil dan
ether, maka resin epoksi merupakan alat perekat yang sempurna.
5. Resin Epoxy merupakan plastik yang serbaguna pada
saat ini, dapat dimodifikasi dalam berbagai cara, dengan mencampurkan tipe
resin dan menggunakan pembentuk serta pengisi.
Epoksi/oksirana/alkena adalah suatu eter siklik beranggotakan tiga atom. Epoxy yang
paling sederhana adalah ethylene oxide, sedang trimethylene oxide dan
tetrahydrofuran.
14
Table 2.1. Struktur Beberapa Polimer
Bentuk Struktur
Variabel
Rantai
Nama
X X
| |
C C
| |
X X
Polyethylenal(PE)
Polyetrafluorethylenal
(PTFE)
H X
| |
C C
| |
H H
Polyprophylene(PP)
Poly(vinyl Chloride)
(PVC)
Polystrene(PS)
Poly(vinyl acetate)PVA)
H X
| |
C C
| |
H X
Poly(vinylidine chloride)
(PVDC)
Poly(vinylidine
fluoride)PVDF)
Polyisobutylene
(butyl rubber)
H X
| |
C C
| |
H Y
Poly(methyl
methacrylate)(PMMA)
H X
| |
CH2 C = C CH2
X = H
X = CH3
Polybutadiene(BR)
Polysoprene(natural
rubber)
O O
|| ||
(CH2 O = C CH2 C C
O H
|| |
(CH2)n C N
n = 5
n = 10
Polyamide(PA6, nylon 6)
Polyamide 10
(PA 10,nylon 10)
15
X = H
X = F
X = CH
2
X = Cl
C = C
ij
H
3
X = OCOCH
3
X = Cl
C = F
X = CH
3
X = CH
3
Y = COOCH
3
Poly(ethylene
terephthalate)(PET)
n = 2
n = 4
n = 6
Poly(ether ketone)
(PCEK)

(CH2)n N C (CH2)m C N
| || || |
H O O H
Polyamide 6,6
(PA6,6 nylon 6,6)
CH3
| ||
C C O
|
CH3
Polycarbonate(PC)
O
||
O O C

Dalam tabel 2.1 dapat dilihat ikatan intermolekul dari molekul ethylene
polyethylene.Dalam gambar 2.1 tersebut ikatan intermolekul ditunjukkan oleh garis
putus-putus yang memberikan ikatan yang lemah.

CH2 CH2 --- CH2 CH2 --- CH2 CH2 CH2 CH2 CH2
CH2 CH2 CH2
CH2 CH2 --- CH2 CH2 --- CH2 CH2 CH2 CH2 CH2
CH2 CH2 CH2
CH2 CH2 --- CH2 CH2 --- CH2 CH2 CH2 CH2 CH2
CH2 CH2 CH2

Gambar 2.1 Gaya Intermolekul dan Interatomic Ethylene dan Polyethylene
Resin Epoxy merupakan suatu produk termoset yang terbuat dari suatu Resin
Epoxy bisphenol A dan agen pematangan. Proses pembuatan produk termoset itu
dapat mempergunakan bahan tambahan (additif) berupa bahan pemercepat reaksi
(accelerator), bahan pemlastik (plastisizer), bahan isi (filler), bahan pewarna
(colouring). Resin Epoxy tersedia di pasaran dalam bentuk cairan maupun padat
(tergantung pada tipe resin) dan dapat dirubah menjadi suatu produk termoset bila
direaksikan dengan agen pematangan. Perubahan menjadi produk termoset dapat
dilakukan pada kondisi suhu ruang maupun suhu yang lebih tinggi.
Resin epoksi merupakan polimer yang grup akhirnya mengandung tiga ring
epoxide seperti pada gambar 2.2 berikut :
16
O O CH
2
CH
2
CH
2
CH
2
CH
2
CH
2
CH
2
CH
2
CH
2
(a) Ethylene oxide (b) Trimethylene oxide (c) Tetrahydrofuran
Gambar 2.2. Beberapa Contoh Struktur Epoksi
Epoksi memiliki jenis antara lain bisphenol A, cycloalphatic resin, novalac
resin, dan sebagainya. Bisphenol-A merupakan polimer Resin Epoxy pertama.






Gambar 2.3. Struktur Kimia Bisphenol A
Reaksi Pembentukan Acetone
OH
|
1. CH
2
== CH == CH
3
+ H
2
SO
4
/ H
2
O CH
2
=== CH CH
3

Prophiene Sulfur Acid / Water Isopropyl Alkohol
OH O
| ||
2. CH
2
== CH CH
3
+ O
2
CH
3
CH CH
3

Isopropyl Alkohol Acetone
Reaksi Pembentukan Risphenol A
OH O CH2
|| |
+ CH3 C CH3 HO C OH + H 2O
Acetone |
Phenol CH3
17
CH
3
HO C OH
CH
3
Bisphenol A
Penelitian ini jenis Resin Epoxy bisphenol A yang digunakan dari jenis diglycidyl
ether of hisphenol A (DGEBA), yang diperoleh dari reaksi epichlorohydrin dan
bisphenol A seperti pada gambar berikut,
Reaksi Pembentukan Epichlorhydrin
CH
2
== CH CH
3
+ Cl
2
CH
2
== CH CH2 Cl + HCl
Prophlene Allyl Chloride
OH
|
CH
2
== CH CH
2
Cl + H
2
O / Cl
2
Cl CH
2
CH OH2 + Cl
Allyl Chloride Dichlorhydrin
OH O
|
Cl CH
2
CH CH
2
Cl + NaOH CH
2
CH
2
CH2 Cl
Dichlorhydrin Epichlorohydrin
Reaksi Pembentukan Diglysidil Ether of Bisphenol A
O OH
NaOH |
CH2 CH2 CH2 Cl + R OH R O CH2 CH CH2 Cl
OH O
| NaOH
R O CH2 CH CH2 Cl R O CH2 CH CH2 + HCl
O CH2
|
2 [ Cl CH2 CH CH2 ] + HO C OH DGEBA
|
Epichlorohydrin CH2
Bisphenol A
2.2.3 Reaksi Pematangan
18
Resin bisfenol A-epiklohidrin yang terbentuk seperti persamaan diatas tidak
dapat membentuk ikatan silang walaupun dipanaskan sampai 200
o
C. Agar didapatkan
suatu produk termoset yang berikatan silang maka resin epoksi haruslah direaksikan
dengan suatu agen pematangan atau yang biasa juga disebut bahan pengeras
(hardener), suhu reaksi sekitar 29
o
C disebut suhu pematangan serta reaksi
yang terjadi disebut reaksi pematangan.
Secara fungsi pematangan pada Resin Epoxy dapat dibedakan menjadi 3 grup
utama :
1. Grup Hidroxil (R-OH)
2. Grup Amine
3. Grup Acid Anhydride
Pengujian ini menggunakan agen pematangan dari grup amine, yakni
Metaphenylene-diamine (MPDA) karena MPDA ini termasuk yang paling sering
digunakan sebagai agen pematangan untuk Resin Epoxy (Lee dan Naville, 1967).
MPDA merupakan bahan berwarna kuning terang yang mempunyai berat molekul
108, dengan struktur kimianya lihat pada gambar 2.6 berikut,
NH
2
NH
2
Gambar 2.5 Struktur Kimia dari MPDA
Seperti terlihat pada strukturnya MPDA menyediakan 4 atom hydrogen aktif yang
siap membentuk ikatan dengan Resin Epoxy. Pembuatan bahan uji pada penelitian
ini memiliki nilai stokiometris 100, artinya perbandingan berat antara Resin Epoxy,
19
dalam hal ini DGEBA dibandingkan dengan pematangnya MPDA adalah 1:1,
reaksinya adalah sebagai berikut;
O CH3 O NH2
|
( CH2 CH CH2 O C O CH2 CH CH2 ) + SiO2
|
CH3 NH2
O CH3 OH OH CH3 O
| | | |
CH2 CH CH2 O C O CH2CH CH2 CH2 CH CH2 O C O CH2CH CH2
| |
CH3 N N CH3
O CH3 OH OH CH3 O
| | | |
CH2 CH CH2 O C O CH2CH CH2 CH2 CH CH2 O C O CH2CH CH2
| |
CH3 CH3
2.2.4 Bahan Tambahan
Penggunaan bahan pengisi pada suatu produk tuangan mengandung dua
tujuan, pertama secara teknis dan kedua secara ekonomis. Secara teknis, penggunaan
bahan pengisi dimaksudkan sebagai upaya untuk memodifikasi kinerja polimer itu
seperti untuk meningkatkan kinerja, konduktivitas termal, menurunkan ekspansi
termal (Sounders, 1973). Secara ekonomis, penggunaan bahan pengisi dimaksudkan
sebagai upaya mereduksi biaya pembuatan produk tuangan. Dengan demikian dosis,
bahan pengisi yang tinggi tentu akan berpengaruh positif secara ekonomis terhadap
produk tuangan.
20
Dikemukakan oleh peneliti di Hochspannungsinstitut TU Braunschweig, Jerman
(Huir, 1991 seperti dikutip Yandri dan Sirait, 1998) bahwa penggunaan bahan
pengisi yang tinggi (lebih dari 70%) pada suatu produk tuangan tidak dapat
direalisasikan.
2.2.4.1 Bahan Pengisi
Pengisi adalah bahan yang ditambahkan pada polimer yang memiliki fungsi
ganda yaitu secara teknis berfungsi untuk meningkatkan kinerja dan konduktivitas
termal bahan, serta menurunkan ekspansi termal. Secara ekonomis bertujuan untuk
mereduksi biaya pembuatan produk tuangan dengan demikian dosis bahan pengisi
yang tinggi akan berpengaruh positif secara ekonomis terhadap produk tuangan.
Resin Epoxy merupakan salah satu dari bahan polimer tipe thermosetting.
Tipe thermosetting ini tidak dapat dibentuk ulang. Bahan dielektrik padat mempunyai
kekuatan dielektrik yang lebih besar dibandingkan dengan bahan dielektrik cair dan
gas. Dielektrik yang bagus harus mempunyai kekuatan dielektrik tinggi, rugi
dielektrik rendah, kekuatan mekanik dan kekerasan tinggi, bebas dari penyerapan gas
dan kelembaban, dan tahan terhadap bahan kimia dan panas. Sifat lain seperti tahan
terhadap ozone, permeabilitas, higroskopik, penyerapan air dan stabil terhadap
radiasi juga dibutuhkan. (Salama et. al.,1999)
2.2.4.2 Rice Husk Ask
21
Silika adalah nama lain dari SiO
2
(silika dioksida). Silika merupakan material
yang menyusun 28% kerak bumi yang terdapat baik dalam mineral silika maupun
sebagai pasir kwarsa (UI-Press, 1987).
Macam-macam silika adalah :
1. Crystaline Silica seperti quartz dan tridimite
2. Cryptocrystaline Silica seperti batu akik dan batu api
3. Amorphous Silica seperti mata kucing
Tetapi pada umumnya hanya Crystaline Silika dan Amorphous Silica yang
mudah ditemukan dialam (kirk-Othmer, 1982)
Kelarutan Silika Amorphous pada air tidak jauh berbeda dengan larutan pada
larutan garam. Silika Amorphous tidak larut dalam metanol. Larutan Silika akan
berkurang dengan adanya pengotor (Al dan Fe). Pencucian dengan asam digunakan
untuk penghilangan logam (Sosman, 1927). Silika Amorphous larut dalam air sesuai
dengan persamaan berikut :
SiO
2(s)
+ 2H
2
O
(1)
H
4
SiO
4(aq)
(2.1)
H
4
SiO
4(aq)
dapat juga dinyatakan sebagai Si(OH)
4(aq)
atau H
2
SiO
3(aq)
Kelarutan Silika amorphous didalam air pada suhu 25
0
C yaitu 80-120 ppm
SiO
2
(1,4-2,2 mmol/kg). Kelarutan Silika juga meningkat dengan meningkatnya suhu
dan tekanan. Pada suhu 100
0
C kelarutan dalam air menjad 750 ppm. Dibawah PH 9
kelarutan Silika Amorphous tidak tergantung pada PH, sedangkan diatas PH 9
kelarutan Silika Amorphous semakin naik seiring naiknya PH. Kenaikan ini
disebabkan oleh ionisasi asam Silicic (Silica Hydrate). Reaksi yang terjadi adalah :
H
2
SiO
3(aq)
H
+
(aq)
+ HsiO
3(aq)
K
1
= 1,6.10
-10
Meta Silicic Acid Mono Silicic Acid
22
HsiO
3-
(aq)
H
+
(aq)
+ SiO
3
2-
(aq)
K
2
= 7,4E-13
(Kirk-Othmer,1982)
Silika Amorphous mempunyai luas muka yang cukup tinggi, umumnya 300 m
2
/gram.
Silica Amorphous tidak stabil terhadap suhu, menjadi quartz setelah 16 jam pada
suhu 930
0
C. Bentuk silica Amorphous dalam larutan antara lain adalah sol dan gel.
Secara umum pembuatan sol dan gel adalah dengan mereaksikan natrium silika
dengan asam tetapi PH untuk pembuatan sol dan gel berbeda, untuk sol pH larutan
antara 8-10, sedangkan untuk gel PH-nya antara 2-7.
Sol lebih stabil daripada gel. Stabilitas sol yang terbentuk tidak membentuk
gel. Silika sol berisi 50% lebih silika dan partikel yang berukuran 300 nm. Stabilitas
sol ini terjadi pada PH 7-9. untuk PH yang rendah (lebih kecil 7) sol akan menjadi
metastabil, dan membentuk gel pembentukan gel juga dipengaruhi oleh suhu, dengan
meningkatnya suhu maka kecepatan pembentukannya gel semakin cepat (Kirk and
Othmer, 1982)
Silika gel dibagi menjadi tiga tipe. Jenis pertama adalah Regular-density gel
dibuat dengan pencampuran dimedia asam, yang memberikan diameter yang sangat
kecil dengan luas permukaan yang sangat besar (750-800 m
2
/g). Rata-rata diameter
2.2-2.6 nm, dan volume 0,37-0,4 ml/g. Jenis kedua adalah Intermediate-density gel
dengan luas permukaan 300-350 m
2
/g dan volume 0,9-1,1 ml/g. Diameter rata-rata
adalah 12-16 nm, dan partikel lebih besar dibanding dengan partikel regular-density
gel. Intermediate-density gel sangat baik untuk absorbsi air. Bentuknya berupa bubuk
halus karena ukuran partikel yang kecil dan porositas dapat dikontrol. Jenis ketiga
adalah low density dengan luas permukaan 100-200 m
2
/g dan volume 1,4-2,0 ml/g.
23
Diameter rata-rata adalah 18-22 nm, dan partikel lebih besar dibanding dengan
intermediate density gel (Kirk and Othmer, 1982)
Sumber-sumber silika di alam antara lain: tanah diatome, biogenik silika,
opal, abu sekam padi, chart dan lain-lain.
Komposisi Rice Husk Ash dari analisis kimia yang diperoleh dari hasil
pembakaran batu bata didaerah Kabupaten Bantul dengan dasar kering adalah
sebagai berikut (Suwarno, 1998)
Tabel 2.2. Komposisi Rice Husk Ash Hasil Pembakaran di Kabupaten Bantul
Rice Husk Ash (%) Berat
SiO
2
88,2%
A
2
O
3
2,7%
Fe
2
O
3
2,15%
CaO 1,85%
MgO 0,65%
K
2
O 0,7%
Na
2
O 0,15%
SO
2
0,5
Hp 3,98%
2.2.5 Sifat Mekanis Bahan Polimer
Sifat mekanik pada bahan isolasi polimer merupakan aspek yang sangat
mendasar yang dalam pemakaiannya harus memperlihatkan suatu karakteristik
bahan. Kekuatan mekanik dari suatu bahan isolasi adalah kemampuan bahan tersebut
untuk menahan beban yang datangnya dari dalam atau dari luar, dalam hal ini adalah
beban tarik dan geser. Sifat-sifat mekanik bahan yang perlu diperhatikan antara lain.
a. Kekuatan tarik mengacu pada ketahanan tarikan.
24
b. Kekuatan kompresif adalah kebalikan dari kekuatan tarik yaitu suatu ukuran yang
memperlihatkan sampai dimana suatu bahan dapat ditekan sebelum rusak.
c. Kekuatan fleksur adalah ukuran dari ketahanan terhadap patahan atau patah
cepat ketika suatu bahan uji ditekuk (difleks ).
d. Kekuatan impak adalah ukuran dari kekuatan bahan dalam menahan pukulan
stress yang tiba-tiba seperti pukulan paku.
e. Kekuatan kelelahan (fatique) adalah ukuran kemampuan suatu bahan dalam
menahan aplikasi berulang dari tegangan tarik, kompresif dan fleksur.
Pengujian kekuatan mekanis bahan isolator perlu dilakukan karena isolator
selain harus mampu menjalankan fungsi elektrisnya yaitu memisahkan dua bahan
penghantar atau lebih yang tidak boleh berhubungan tetapi secara mekanis juga harus
mampu menahan beban yang berupa kabel penghantar. Pengujian mekanis suatu
bahan padat dapat dibedakan menjadi dua yaitu.
1. Pengujian yang merusak benda uji
Benda uji akan rusak setelah mengalami pengujian, misalnya pada pengujian
tarik, tekan, lengkung, geser, puntir dan impact.
2. Pengujian yang tidak merusakkan benda uji
Benda uji setelah pengujian tidak mengalami kerusakan yang berarti, misalnya
pengujian kekerasan, Brinell, Rockwell, Scleroscope dari shore, Vickers,
Ultrasonik. Sinar X dan Rontgen.
Pengujian mekanis yang dilakukan terhadap bahan isolasi polimer Resin
Epoxy dengan pengisi Rice Husk Ash ini menyangkut uji tarik dan uji kekerasan.
2.2.5.1 Pengujian Kekerasan Permukaan
25
Pengujian kekerasan permukaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data
berupa nilai kekerasan dari bahan Resin Epoxy. Pengamatan kekerasan bahan
permukaan ini memerlukan mesin uji kekerasan dengan standar 582-000-246 sebagai
alat bantunya. Titik keretakan dari bahan uji akan ditunjukkan jarum pada alat yang
menunjukkan nilai kekerasan mekanis dan mendapatkan gambaran mengenai
pengaruh komposisi bahan terhadap kekuatan mekanis bahan uji.
2.2.6 Pengujian Kekuatan Tarik
Benda uji yang akan dilakukan untuk pegujian tarik harus dibentuk sebagai
berikut :
Gambar 2.6 Penampang Benda Uji Mekanik
Data dari hasil pengujian mekanis digunakan untuk menghitung :
a. Tegangan tarik dari bahan atau Stress (
t
)
A
F
t

(2.2)
b. Pertambahan panjang relatif bahan atau Strain ()
20 mm 30
mm
Tebal = 5 mm
50 mm 60 mm 60 mm
200 mm
26
% 100
l
l

o
x
(2.3)
c. Modulus Elastisitas (E)
l A.
F.l
o

E (2.4)
dengan :
F = Gaya tarik maksimum (kgf)
A = Luas penampang batang uji mula-mula (mm
2
)
l = Selisih panjang batang uji sebelum dan sesudah patah (mm)
lo = Panjang batang mula-mula (mm)
Pengujian kekuatan tarik ini dimaksudkan untuk mendapatkan data nilai
kekuatan mekanis dari bahan Resin Epoxy
2.2.7 Mekanisme Tegangan Flashover Pada Isolator Terkontaminasi
Isolator yang terpasang pada jaringan saluran udara sangat mudah
dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan udara di sekitarnya. Perubahan-
perubahan tersebut dapat mempengaruhi unjuk kerja suatu isolator yaitu kemampuan
isolator menahan tegangan, dalam hal ini adalah terbentuknya lapisan polutan pada
permukaan isolator dan basahnya permukaan isolator oleh uap air sehingga
permukaan bahan isolasi akan lebih konduktif, menyebabkan lompatan api berupa
flashover antara penghantar yang bertegangan dan menara. Tegangan flashover pada
permukaan bahan isolasi untuk isolator pada jaringan udara ini menyebabkan hubung
singkat satu fasa ke tanah dan sistem tenaga listrik akan padam yang akibatnya
terjadi penuaan bahan isolasi dari isolator, umurnya sudah sampai batasnya atau tidak
27
dapat dipakai lagi. Polutan yang melekat pada permukaan isolator dalam keadaan
kering tidak akan mempengaruhi terjadinya tegangan flashover. Tetapi jika
permukaan bahan isolasi dari isolator ini dalam keadaan basah, maka pada
permukaan bahan isolasinya akan terbentuk lapisan yang bersifat konduktif.
Khususnya pada daerah industri dan pesisir pantai, konduktivitas permukaan isolasi
akan berlipat ganda karena terbentuknya lapisan garam yang terbawa oleh angin dan
melekat pada permukaan, sehingga intensitas medan akan menjadi sangat besar dan
terjadilah lucutan muatan dan akibatnya mengalir arus bocor pada permukaan bahan
isolasi dari isolator.
Mekanisme tegangan flashover atau lompatan api karena gradien medan
tinggi, melalui proses berikut (Fukuda, 1993; Karady, 1995; Mackevich and Shah,
1997; Karady, 1999 dan Berahim, 2002).
1. Terbentuknya kontaminasi
a. Polutan laut
Angin yang membawa butir-butir air mengkontaminasi permukaan isolasi dari
isolator yang terpasang pada saluran udara dekat dengan laut. Kontaminan terdiri
dari sebagian besar garam yang larut pada butir-butir air. Bahan isolasi Resin
Epoxy mempunyai sifat isolasi listrik yang baik sehingga mempunyai dielektrik
dan sifat mekanis yang sangat baik yang dengan mudah modifikasi dari suatu
serat atau filler karena bahan ini sangat lentur, dapat dibuat sebagai material
isolator dengan bentuk apapun yang diinginkan untuk tegangan tinggi. Menurut
Naidu (1995) konstanta dielektriknya bervariasi antara 2,5-3,8, faktor rugi
dielektrik sangat kecl dibawah frekuensi daya, terletak dalam range 0,003-0,003
28
kekuatan dielektrik 75 kV/mm, koefisien hantar panas 4-5 kal/det/cm
2
/
(
0
C/cm)x10
4
dan ketahanan panas secara kontinue 90
0
C. DGEBA adalah salah
satu jenis epoksi yang mengandung acetone dan Phenol. Dalam penelitian ini
menggunakan Bisphenol A yang merupakan hasil reaksi antara Epichlorhydrin
dan Bisphenol A.
b. Polutan darat
Angin akan membawa debu atau polutan industri, debu dan pasir dari gurun
pasir, debu gunung berapi dan debu pabrik semen akan membentuk lapisan yang
rata pada permukaan isolasi dari isolator yang terpasang pada saluran udara yang
dekat dengan sumber-sumber polutan tersebut. Embun dan kabut akan
membasahi lapisan polutan. Interaksi antara air dan polutan akan membentuk
lapisan padat pada permukaan isolasi dari isolator. Beberapa polutan
mengandung ter yang mana secara alami akan melekat pada permukaan isolasi.
Sebagian permukaan isolasi biasanya akan diselimuti oleh lapisan polusi yang
seragam.
2. Difusi dari rantai berat molekul rendah (LMW=Low Molecular Weight)
Difusi membawa rantai polimer berat molekul rendah dan molekulnya kecil
yang lepas ikatannya keluar melewati material curahnya (bulk). Rantai polimer berat
molekul rendah membentuk kisi-kisi lapisan tipis di atas lapisan polutan dan
mengakibatkan permukaan polutan bersifat hidrofobik. Sifat hidrofobik ini akan
hilang waktu terjadi busur api dan akan kembali setelah 10 -12 jam terbebas dari
busur api.
3. Pembasahan permukaan
29
a. Migrasi polutan ketetesan butir-butir air . Embun dan kabut pagi hari, hujan
b. rintik-rintik atau kelembaban tinggi menghasilkan tetesan butir-butir kecil air
pada permukaan isolasi dari isolator yang bersifat hidrofobik seperti diperlihatkan
pada gambar 2.8.a. Difusi membawa polutan melalui LMW yang tipis pada
lapisan polimer. Garam dari polutan larut dalam butir-butir air, mengakibatkan
lapisan yang konduktif.
c. Migrasi air kedalam polutan kering. Difusi membawa tetesan butir-butir air
melalui lapisan tipis polimer kedalam polutan kering. Terbentuk lapisan resistif
yang tinggi di sekitar tiap butir air seperti diperlihatkan pada gambar 2.8.b.
Pembasahan yang kontinyu menaikkan rapat tetesan butiran air pada permukaan
dan bersatu dengan daerah basah menghasilkan lapisan yang resistif yang mana
akan menyelimuti tetesan-tetesan air yang konduktif.
4. Pemanasan karena resistans
Isolasi komposit dari isolator, jika diterapkan tegangan akan mengakibatkan
arus bocor yang kecil mengalir pada lapisan yang resistif tinggi. Karena elektrolit
mempunyai koefisien termal negatif, resistans akan berkurang secara perlahan-lahan
yang mengakibatkan pemanasan. Secara simultan, pengeringan dan berkurangnya
uap lembab akan menaikkan resistans permukaan. Kedua gejala yang berlawanan
tersebut akan mencapai keseimbangan dalam suatu tingkatan rendah dari arus bocor.
Pada titik ini isolasi komposit akan diselimuti oleh lapisan yang resistifnya tinggi
yang mana akan menyebar dengan konduksi tetesan butiran air.
5. Efek dari medan listrik pada tetesan butir-butir air
30
Perkembangan pembasahan menaikkan rapat tetesan butir-butir air dan
mengurangi jarak diantara tetesan butir-butir air. Interaksi antara medan listrik arus
bolak-balik dan tetesan butir-butir air menghasilkan suatu gaya osilasi yang akan
meratakan dan memperpanjang tetesan butir-butir air.
Jika jarak antara butir-butir air yang bersebelahan kecil, maka tetesan
demikian akan bergabung membentuk filamen seperti ditunjukkan pada gambar
2.8.c. Filamen adalah daerah konduktif dan daerah sekelilingnya mempunyai
resistans yang tinggi. Filamen terbentuk secara random pada seluruh permukaan.
6. Peluahan bintik
Filamen mengurangi jarak antara elektroda yang didahului oleh kenaikan
medan listrik antara filamen yang berdekatan. Intensifikasi medan menghasilkan
peluahan titik antara filamen seperti diperlihatkan pada gambar 2.8.d. Peluahan bintik
secara random terdistribusi sepanjang permukaan.
7. Kehilangan sifat hidrofobik
a. Perpanjangan filamen
Peluahan bintik menghabiskan lapisan polimer yang tipis sekitar tetesan butir-
butir air dan merusak sifat hidrofobik. Reduksi dari sifat hidrofobik akhirnya
terbentuk filamen bersama. Perpanjangan filamen yang dihasilkan dan
intensifikasi medan mengakibatkan peluahan bintik pada ujung filamen.
b. Pembentukan daerah basah
Medan listrik yang tinggi sekitar elektroda menghasilkan korona dan peluahan
permukaan. Lokalisasi peluahan ini akan merusak sifat hidrofobik yang didahului
oleh terjadinya bentuk yang tidak teratur dalam daerah yang basah. Pengentalan
31
filamen juga terbentuk pada daerah basah, seperti diperlihatkan pada gambar
2.8.e. Daerah ini muncul sebagai jalan kecil perpanjangan elektroda. Disekeliling
daerah basah adalah lapisan dengan resistans yang tinggi, yang diselimuti oleh
tetesan butir-butir air. Gambar 2.8.f memperlihatkan permukaan isolator
komposit yang diselimuti oleh daerah luasan yang basah, filamen dan distribusi
tetesan butir-butir air secara random pada permukaan.
8. Flashover
Kenaikan dari panjang filamen dan formasi dari luasan yang basah akhirnya
menghubungsingkatkan isolator melalui jalan elektrolit yang konduktif. Permukaan
air yang konduktif memberikan jalan kecil untuk busur api listrik yang bertambah,
jika E
busur
> E
filamen
. Busur api listrik akan berjalan pada permukaan dari lapisan
elektrolit yang mana mengakibatkan flashover seperti diperlihatkan pada gambar
2.8.f.
Gambar 2.7 Perkembangan dari Flashover
32
Besarnya tegangan flashover pada medan yang seragam dipengaruhi oleh
kondisi udara di sekitar isolator. Kepadatan udara relatif akan berkurang dengan
penurunan tekanan dan kenaikan suhu. Dalam pengujian tegangan flashover
dinaikkan setahap demi setahap, sehingga terjadi tegangan kritis pada setiap bahan
isolasi yang diuji. Hasil pembacaan lalu dikoreksi dengan kondisi udara standar
dengan mengacu pada standar IEC 60-1 (1989) dengan persamaan :
d
V
V
B
s
(2.5)
B
B
B
B
t
b
t
x
b
d
+

+
+

273
386 . 0
273
20 273
760
(2.6)
dengan :
V
s
= Tegangan lompatan dalam keadaan standar (Volt)
V
B
= Tegangan lompatan yang diukur pada keadaan sebenarnya (Volt)
d = Kepadatan udara relatif (mmHg/
o
C)
t
B
= Suhu keliling pada saat pengujian (
o
C)
b
B
= Tekanan udara pada saat pengujian (mmHg)
2.2.7.1 Sistem Pengujian Arus Bocor
Arus yang melalui permukaan bahan isolator sangat kecil atau sama dengan
nol apabila isolator tersebut dalam keadaan bersih, hal ini dimungkinkan karena
tahanan bahan isolator sangat besar, tetapi apabila dalam keadaan terpolusi atau
mengandung bahan yang bersifat konduktif pada permukaannya, maka kemungkinan
akan ada arus kecil yang disebut arus bocor.
Pengujian arus bocor ini dimaksudkan untuk mendapatkan data berupa nilai
33
arus bocor dari bahan Resin Epoxy, pengamatan arus bocor ini memerlukan osiloskop
sebagai alat bantunya. Input tegangan yang masuk kedalam osiloskop diperlukan
untuk mengatasi tegangan besar yang masuk kedalam osiloskop dengan cara
memasang rangkaian pembagi tegangan dan sela jarum.
Gambar 2.8 Rangkaian Pembagi Tegangan
Nilai resistans pada rangkaian pembagi tegangan tersebut adalah sebagai berikut :
R
1
= 680 Ohm R
3
= 100 Ohm R
5
= 10.000 Ohm
R
2
= 920 Ohm R
4
= 820 Ohm
Berdasarkan perhitungan rangkaian pada gambar 2.4 dapat diukur besarnya
arus I
1
dari nilai tegangan input osiloskop, V melalui persamaan berikut :
Loop ABDE :
(I
1
I
2
) R
1
= I
2
R
2
+ (I
2
I
3
) R
3
(2.7)
Loop BCD :
(I
2
I
3
) R
3
= I
3
(R
4
+ R
5
) (2.8)
I
3
R
5
= V
CD
(2.9)
Jika persamaan di atas disederhanakan dan dimaksukkan nilai resistansnya, maka
diperoleh :

( )
3
3
2
. 2 , 109
100
100 10000 820
I
I
I
+ +
(2.10)
34

10000
3
CD
V
I (2.11)
Substistusi persamaan 2.10 ke persamaan 2.9 akan menghasilkan :

CD
CD
V
V
I . 01092 , 0 2 , 109
10000
2
(2.12)
Sehingga diperoleh persamaan akhir sebagai berikut :

( ) ( )
3 3 2 2 2 1 2 1
R I I R I R I I +
( ) ( ) ( ) ( )
1
]
1

1
]
1

,
_

+ 100
10000
. 01092 , 0 920 . 01092 , 0 680 . 01092 , 0
1
CD
CD CD CD
V
V x V V I
CD CD CD CD
V V V V I . 01 , 0 . 092 , 1 . 0464 , 10 . 4256 , 7 . 680
1
+
CD
V I . 554 , 18 . 680
1


CD
V I . 02728 , 0
1

(2.13)
Persamaan 2.12 tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai arus bocor
sesuai dengan diagram rangkaian pengujian arus bocor dimana I
1
mewakili nilai arus
bocor yang diamati dan V
CD
mewakili tegangan yang terbaca pada osiloskop.
2.2.8 Sudut Kontak
Sudut kontak merupakan sudut yang dibentuk antara permukaan bahan uji
dengan air destilasi yang diteteskan ke permukaan bahan uji yang bersangkutan.
Sudut kontak berkaitan dengan karakteristik isolator yaitu sifat menyerap air
(hydrophilic) atau sifat menolak air (hydrophobic). Nilai sudut kontak bisa
menentukan suatu bahan isolator bersifat hydrophobic atau hydrophilic. Hidrofobik
merupakan sifat yang penting bagi sebuah isolator. Isolator yang bersifat hidrofobik
lebih mampu menahan tegangan saat kondisi basah maupun saat berpolutan
35
dibandingkan dengan isolator yang bersifat hidrofilik. Kinerja sudut kontak
hidrofobik terhadap lama penuaan dipercepat, ternyata memiliki
pengaruh simulasi iklim tropis, sama halnya dengan tegangan
lewat denyar, dan arus bocor permukaan, dan ESDD dengan urutan
tertinggi ke urutan terendah adalah, parameter ultraviolet, suhu,
dan kelembaban. Hubungan antara tegangan permukaan bahan padat, udara dan
air dapat dilihat pada gambar 2.9 memperlihatkan suatu ilustrasi skematik dari
berbagai derajat pembasahan permukaan da sudut kontak. Gambar tersebut
memperlihatkan bahwa semakin kecil sudut kontak semakin basah permukaan.
Gambar 2.9. Ilustrasi skematik pembasahan permukaan dan sudut kontak
Sudut kontak dapat dicari dengan meneteskan air pada permukaan bahan
isolator dan mengamati kemampuan bahan isolator dalam membentuk tetes air serta
bentuk dari tetes air tersebut ( Swedish Transmission Research Institut, STRI Guide
1, 92/1, Hydrophobicity Classification Guide).
Sudut kontak
2
kKanan SudutKonta kKiri SudutKonta +
.....................................
(2.14)


Bahan padat
=0
cairan

Bahan padat

Bahan padat
90 < < 180
cairan
cairan

< 90

Sudut kontak
kanan
Sudut kontak
kiri
garis singgung
kanan
garis singgung
kiri
36
Persamaan (2.13) menunjukkan bahwa kerja adhesi dan sudut kontak dari
bahan isolasi yang bersifat hidrofobik semakin besar jika permukaannya semakin
kasar.
2.2.9 Perhitungan ESDD
Sebelum melakukan perhitungan ESDD, terlebih dahulu melakukan
pencucian terhadap air dan kapas yang digunakan sebagai pencuci diukur dahulu
konduktivitasnya, setelah spesimen dicuci hasil cuciannya diukur lagi
konduktivitasnya, selisih hasil pengukuran tersebut di atas digunakan untuk
mengukur ESDD. ESDD merupakan kepadatan timbunan garam ekuivalen dari
larutan pengotor yang menempel pada permukaan isolator, untuk melakukan
perhitungan ESDD perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Melakukan pengukuran konduktivitas, hasilnya dikonversikan ke
konduktivitas 20
o
C menggunakan faktor koreksi seperti tabel berikut ini:
Tabel 2.3 Faktor b
(
o
C)
B
5
10
20
30
0.03156
0.02817
0.02277
0.01905
Dengan menggunakan pendekatan interpolasi dari tabel 2.1 di atas, maka
dapat dihitung besar nilai faktor koreksi (b) pada suhu larutan yang tidak terdapat
pada tabel tersebut. Misalkan suhu larutan pada 27,2
o
C, maka faktor koreksi (b)
dapat dicari seperti berikut.
37
02277 . 0
01905 . 0
20 2 . 27
2 . 27 30
2 . 27
2 . 27

b
b
b
=0,0200916
Dengan memasukkan faktor koreksi yang menggunakan pendekatan
interpolasi di atas, maka dapat dihitung konduktivitasnya dengan persamaan :
[ ] ) 20 ( 1
20


b
(2.15)
dengan :
= Suhu larutan

20
= Konduktivitas pada suhu 20
o
C

= Konduktivitas pada suhu


b = Faktor koreksi pada suhu
Konduktivitas yang didapatkan pada suhu 20
o
C kemudian menghitung
konduktivitas NaCl dalam % dengan menggunakan persamaan :
10
) 10 7 , 5 (
03 , 1
20
4
x x
D

(2.16)
dimana :
D = Konsentrasi garam NaCl (%)

20
= Konduktivitas pada suhu 20
o
C
Setelah mendapatkan konduktivitas pada suhu 20
o
C dan konsentrasi garam
NaCl, selanjutnya dapat menghitung ESDD dengan menggunakan persamaan :
S
D D
x xV ESDD
ap
) (
10
1 2


(2.17)
dengan :
ESDD = Equivalent Salt Deposit Density (mg/cm
2
)
V
ap
= Volume air pencuci (ml)
38
D
1
= Eqivalen konsentrasi garam dari air bersama kapas sebelum berpolutan
D
2
= Eqivalen konsentrasi garam dari air bekas cucian bersama kapas dari
polutan
S = Luas seluruh permukaan isolator (cm
2
)
Luas seluruh permukaan bahan uji dapat dicari dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
S = ( 2 x s x s ) + ( 4 x s x t ) (2.18)
dengan :
S = Luas seluruh permukaan bahan (cm
2
)
s = sisi (cm)
t = ketebalan bahan (cm)
2.2.10 Degradasi dan Komposisi Kimia Permukaan Bahan Isolasi Polimer
Resin Epoxy
2.2.10.1 Degradasi Bahan Isolasi Polimer
Bahan isolasi dibawah terpaan iklim tropis secara kontinu dapat mengalami
degradasi yang dimulai dari permukaan yang kemudian menjalar kedalam. Yang
dimaksud dengan degradasi yaitu suatu reaksi yang menyebabkan putusnya rantai
ikatan molekul utama sehingga terjadi perubahan sifat bahan dasar polimer berupa
pengurangan berat dan panjang molekul polimer.
Untuk mengetahui degradasi permukaan dalam bentuk erosi, keretakan dan
pengapuran diperlukan suatu cara untuk mengkarakterisasi permukaan. Salah satu
metode yang dapat dipergunakan untuk keperluan itu adalah teknik Scanning
Electron Microscopy (SEM). Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan
39
dan analisis struktur mikro permukaan. Data yang diperoleh dari lapisan permukaan
yang tebalnya sekitar 20 m memberikan gambar topografi dengan segala tonjolan
dan lekukan permukaan yang ditangkap dan diolah oleh elektron sekunder yang
dipancarkan oleh spesimen. (Stevens, 1989).
2.2.10.2 Analisis Komposisi Kimia Permukaan Dengan FTIR
Untuk mendeteksi komposisi kimia permukaan bahan isolasi polimer
setelah diterpa oleh iklim tropis dapat dianalisis gugus fungsional dengan
mempergunakan Fourier Transform Infrared (FTIR). Metode ini sangat efektif untuk
mengevaluasi gejala kerusakan dan perubahan struktur kimia permukaan polimer
yang mengalami penuaan.
Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen baik senyawa organik
maupun anorganik akan menyerap berbagai frekwensi radiasi elektromagnetik dalam
daerah spektrum inframerah. Setiap tipe ikatan yang berbeda mempunyai sifat
frekwensi vibrasi yang berbeda dan karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa
berbeda terletak dalam lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak ada dua molekul
yang berbeda strukturnya akan mempunyai bentuk serapan inframerah atau spektrum
inframerah yang tepat sama. Untuk dapat menyatakan apakah kedua senyawa
tersebut identik atau tidak sama maka harus membandingkan spektra inframerah dari
dua senyawa. Jika puncak spektrum inframerah kedua senyawa tepat sama maka
dalam banyak hal dua senyawa tersebut adalah identik. Kegunaan lain dari spektrum
inframerah adalah memberikan keterangan tentang molekul.
2.2.11 Penurunan Model Matematis Untuk Analisis Hasil Penelitian
40
Kontaminasi pada permukaan isolator akan mempengaruhi besarnya
kemampuan untuk menahan tegangan flashover. Flashover merupakan lompatan
busur api yang terjadi pada permukaan isolator. Kontaminasi pada umumnya
diakibatkan oleh unsur-unsur tertentu yang dibawa oleh angin maupun asap-asap
pabrik. Tingkat kontaminasi pada permukaan isolator biasanya dinyatakan dengan
Equivalent Salt Deposit Density (ESDD) yang menyatakan tingkat endapan garam
pada permukaan isolator.
Mekanisme tegangan lewat denyar isolator terkontaminasi, dan pengaruh
iklim tropis adalah komplek, sehingga dikembangkan formula model matematik
yang dipakai dalam meneliti gejala penuaan (Obenaus and Neumaerker, 1957;
Lambeth, 1971; Mizuno et al, 1997) sebagai berikut,
L
n
n
n
fo
K N V
1
]
1

1
]
1

) 1 ( 1
1
(2.19)
Dengan: V
fo
= tegangan lewat denyar kontaminasi, K= konduktivitas permukaan
karena polutan, L= panjang kebocoran pada isolator atau panjang busur api waktu
terjadi tegangan lewat denyar, medan listrik = V
fo
/L, N= konstanta yang ada
hubungannya dengan medan listrik E, n = konstanta yang ada hubungannya dengan
arus bocor I, yang hubungannya sebagai berikut,
n
I N E

. (2.20)
Nilai konstanta N dan n diperoleh dari ekperimen secara empiris. Nilai medan listrik,
E = V
fo
/ L sehingga persamaan 2.20 menjadi,
[ ]
+ ) 1 /( 1
/ . /
n
fo
n
fo
L V atau I N L V

= N atau I
n n n ) 1 /( ) 1 /( 1 + +
41
,
) 1 /( ) 1 /( 1
L I N V
n n n
fo
+ +

Sehingga persamaan (2.19) akan menjadi,


L K I N C V
n n n n n
fo
) 1 /( ) 1 /( ) 1 /( 1
1
+ + +

L K I C V
n n n n
fo
) 1 /( ) 1 /(
2
+ +


(2.21)
Persamaan rapat endapan garam ekivalen menurut NGK Insulator (1995) ada
hubungan dengan konduktivitas, ESDD = C
3
k atau
[ ]
) 1 /(
) 1 /(
3
) 1 /(
.
+
+ +

n n
n n n n
K C ESDD
[ ]
) 1 /(
4
) 1 /( + +

n n n n
K C ESDD
(2.22)
Dari persamaan (2.21) dan (2.22) diperoleh,
L ESDD I C C V
n n n n
fo
) 1 /( ) 1 /(
4 2
) ( /
+ +


(2.23)
Ultraviolet mengakibatkan sudut kontak hidrofobik akan berkurang secara
perlahan-lahan, akibatnya rapat endapan garam ekivalen (esdd) akan naik, sehingga
arus bocor juga bertambah, akhirnya terjadi tegangan busur (V
fo
). Dapat dikatakan
bahwa terjadi lucutan dalam medan listrik sebagai fungsi sudut kontak hidrofobik
telah diteliti, dan menghasilkan persamaan berikut (Fukuda, 1993; Karady, 1995;
Mackevich and Shah, 1997; Karady, 1999; dan Berahim, 2003)
C
h
E
(2.24)
dengan c = konstanta tergantung sifat hidrofobik, untuk E = V
fo
/L, sehingga
persamaan (2.23) akan menjadi
42
[ ]
) 1 /( ) 1 /( 1
/
+ +

n c
h
n
fo
L V
(2.25)
Dari persamaan (2.23) dan (2.25) akan diperoleh persamaan model matematis
penuaan bahan isolasi polimer Resin Epoxy silane,
[ ]
[ ]
L xESDD I C V n
c
n
n
c fo
h
1
]
1

+
1
]
1

) 1 ( ) 1 (
1

(2.26)
Dari model matematis pada persamaan (2.26) dapat ditentukan hubungan
antara tegangan flashover, arus bocor, ESDD dan sudut kontak hidrofobik yang
divalidasi dengan menggunakan data-data hasil pengujian. Model matematis tersebut
merupakan suatu bentuk persamaan linier multivariabel yaitu terdapat tiga buah
variabel bebas yang akan menentukan variabel tak bebas. Dengan demikian metode
yang digunakan untuk manganalisis data hasil penelitian adalah menggunakan
analisis regresi linier ganda. Syarat dari analisis regresi ganda adalah data-data
penelitian yang dianalisis adalah independen. Kinerja tegangan flashover, arus bocor,
ESDD dan sudut kontak hidrofobik tidak saling independen karena semua variabel
tersebut saling mempengaruhi. Dengan demikian agar datanya independen, maka
pengambilan datanya dibuat independen dengan cara sebuah sampel uji digunakan
untuk mengambil data kinerja tertentu saja, tidak boleh satu sampel digunakan untuk
mengambil keempat kinerja tersebut secara berurutan.
Bentuk umum analisis regresi linier ganda diturunkan dari persamaan (2.27)
menjadi bentuk seperti berikut :
Y
i
= b
0
+ b
1
X
1i
+ b
2
X
2i
+ b
3
X
i3i
+ e
i
(2.28)
dengan :
43
Y
i
= variabel respon yang diprediksi sebagai fungsi dari kinerja
tegangan flashover
X
1i
,X
2i
,X
3i
= variabel prediktor (dari arus bocor, ESDD dan sudut kontak
permukaan)
b
0
,b
1
,b
2
,b
3
= koefisien regresi linier ganda yang akan ditaksir sejauh mana
pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon
e
i
= galat (error) yaitu selisih antara nilai Y yang sebenarnya
dengan nilai Y yang diprediksi
i = banyaknya pengukuran
Hasil pemodelan hubungan empat dimensi dari tegangan flashover terhadap
variabel bebas arus bocor, ESDD dan sudut hidrofobik tersebut dapat dicari melalui
perhitungan jumlah kuadrat galat (JKG).
Y
i
= b
0
+ b
1
X
1i
+ b
2
X
2i
+ b
3
X
i3i



+ + +
n
i
i i i i
n
i
X b X b X b b Y ei JKG
1
2
3 3 2 2 1 1 0
1
2
)] ( [
(2.29)
Agar didapatkan nilai jumlah kuadrat galat (JKG) terkecil, maka harus
dideferensialkan terhadap koefisien-koefisien regresi pemodelannya, yaitu :
[ ] 0 ) ( 2
) (
1
3 3 2 2 1 1 0
0
+ + +

n
i
i i i i
X b X b X b b Y
db
JKG d
(2.30)
[ ] 0 ) ( 2
) (
3 3 2 2 1 1 0
1
1
1
+ + +

i i i i
n
i
i
X b X b X b b Y X
db
JKG d

(2.31)
[ ] 0 ) ( 2
) (
3 3 2 2 1 1 0
1
2
1
+ + +

i i i i
n
i
i
X b X b X b b Y X
db
JKG d
(2.32)
[ ] 0 ) ( 2
) (
3 3 2 2 1 1 0
1
3
1
+ + +

i i i i
n
i
i
X b X b X b b Y X
db
JKG d

(2.33)
Substitusi keempat persamaan sebelumnya menghasilkan persamaan berikut ini :
44



n
i
i
n
i
i
n
i
i
n
i
n
i
i
X b X b X b b Y
1
3 3
1
2 2
1
1 1
1
0
1
0


+ + +
n
i
i
n
i
i
n
i
i
n
i
i
Y X b X b X b nb
1 1
3
1
3 2
1
2 1 1 0
(2.34)
0
1
3 1 3
1
2 1 2
1
2
1 1
1
1 0
1
1 1



n
i
i i
n
i
i i
n
i
i
n
i
i
n
i
i i
X X b X X b X b X b Y X


+ + +
n
i
i i
n
i
i i
n
i
i i
n
i
n
i
i
Y X X X b X X b X b X b
i
1
1 1
1
2 1
1
3 2 1
1
2
2
1
1 1 0
1
(2.35)
0
1
3 2 3
1
2
2 2
1
2 1 1
1
2 0


n
i
i i
n
i
i
n
i
i i
n
i
i i
X X b X b X X b X b Y
i
n
i
i
n
i
i i
n
i
n
i
i i
n
i
i
Y X X X b X b X X b X b
i


+ + +
1
2
1
3 2
1
3
2
1
2 2 1
1
1 2 0
2
(2.36)
0
1
2
3 3
1
3 2 2
1
3 1 1
1
3 0



n
i
i
n
i
i i
n
i
i i
n
i
i i
X b X X b X X b X b Y
Y X X b X X b X X b X b
n
i
i
n
i
i
n
i
i i
n
i
i i
n
i
i

+ + +
1
3
1
2
3
1
3 3 2
1
2 3 1
1
1 3 0
(2.37)
bila
45
1
1
1
1
1
1
1
1
1
]
1









n
i
i
n
i
i i
n
i
i i
n
i
i
n
i
i i
n
i
i
n
i
i i
n
i
i
n
i
i i
n
i
i i
n
i
i
n
i
i
n
i
i
n
i
i
n
i
i
X X X X X X
X X X X X X
X X X X X X
X X X n
A
1
2
3
1
3 2
1
3 1
1
3
1
3 2
1
2
2
1
2 1
1
2
1
3 1
1
2 1
1
2
1
1
1
1
3
1
2
1
1
;
1
1
1
1
]
1

3
2
1
0
b
b
b
b
b
dan
1
1
1
1
1
1
1
1
1
]
1

n
i
i i
n
i
i i
n
i
i i
n
i
i
Y X
Y X
Y X
Y
g
1
3
1
2
1
1
1
maka persamaan normal di atas bisa dinyatakan dalam bentuk matriks
g Ab
(2.38)
dan bila matriks A tak singular, maka koefisien regresinya bisa dihitung sebagai
berikut :
g A b
1
(2.39)
46
Selanjutnya untuk memutuskan apakah suatu prediktor X
i
berpengaruh secara
signifikan terhadap taksiran variabel respon Y
i
dapat dilihat dari nilai faktor
korelasinya (r) atau faktor determinasinya (R
2
) yang menunjukkan bahwa bentuk
pemodelan yang didapat merupakan bentuk yang optimal dari aproksimasi sebaran
data dengan nilai error terkecil.
JKT
JKR
R
2
(2.40)
dengan
2
1
0
n
y
g b JKR
n
i
i
j
k
j
j

,
_

(2.41)
dan
( )
2
1


n
i
i yy
y y J JKT (2.42)
Setelah itu dilakukan pengujian hipotesis :
Ho : bi = 0 (variabel prediktor tidak mempunyai kontribusi terhadap variabel
respon)
H1 : bi 0 (variabel prediktor mempunyai kontribusi terhadap variabel respon)
Kemudian untuk menguji hipotesis digunakan distribusi t (karena jumlah
datanya relatif sedikit, n < 30) :
2
1
2
r
r
n t


(2.43)
maka Ho diterima jika :
47

2 / 2 /
t t t
hit

Jika Ho
ditolak dan H1 diterima, maka ada kontribusi dari arus bocor, ESDD dan sudut
kontak hidrofobik terhadap tegangan flashover.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara bahan dasar polimer Resin
Epoxy dengan peningkatan porsentase bahan pengisi Rice Husk Ash terhadap
kekuatan mekanik bahan uji.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara bahan dasar polimer Resin Epoxy
dengan bahan pengisi Rice Husk Ash yang berpolutan industri dan setelah
pemberian penyinaran ultraviolet (UV) terhadap masing-masing variabel
tegangan flashover, arus bocor, sudut kontak permukaan dan tingkat ESDD
bahan uji.
3. Terjadi degradasi permukaan pada bahan isolasi Resin Epoxy setelah
terkontaminasi polutan industri Gresik dan semakin lama mengalami penuaan.
4. Akibat pengaruh polutan dan lama penuaan, maka terjadi perubahan struktur
kimia permukaan bahan uji.
48

Anda mungkin juga menyukai