Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus Kematian

Myelitis Transversa

Penyaji:

Dr. Lidya Aprilina

Pembimbing:

Dr.Hasnawi, SpS

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF FK UNSRI / RSMH PALEMBANG 2009


Dipresentasikan Kamis, 17 September 2009 pk 11.00 WIB

PENDAHULUAN
Myelitis transversa merupakan kumpulan gejala inflamasi pada medulla spinalis, umumnya mengenai beberapa segmen dan kedua substansi : gray dan white matter, yang pada akhirnya menyebabkan myelopati atau disfungsi medulla spinalis.1 Myelitis transversa bukan penyakit langka tetapi cukup jarang terjadi, insidennya diperkirakan 1-5 kasus per sejuta penduduk.1,2 Insiden paling tinggi pada usia 10-19 tahun dan 30-39 tahun.3 Penyebab myelitis umumnya tidak diketahui, kurang lebih sepertiga kasus terjadi segera setelah penyakit infeksi seperti mikoplasma, sitomegalovirus, Ebstein-Barr virus, mumps, dan varisela. 1,4 Pada beberapa kasus myelitis dapat dikaitkan dengan kelainan autoimun seperti systemic lupus erythematosus (SLE), Sjogrens syndrome, sarkoidosis, dan mulipel sklerosis.1,3,5 Myelitis transversa berkembang secara progresif dalam beberapa jam sampai beberapa minggu.1,2 Inflamasi pada medulla spinalis menyebabkan kelemahan ekstremitas, gangguan sensorik, dan bowel dan bladder dysfunction, nyeri punggung dan nyeri radikular.2 Poliomyelitis dan Sindroma Guillain-Barre tetap merupakan dua diagnosis banding yang penting. 1,3 Penyembuhan dapat total, parsial, maupun tidak terjadi sama sekali. Sebagian besar penderita myelitis transversa memiliki prognosis yang baik.3 Berikut akan dibahas laporan kasus kematian, myelitis transversa terutama mengenai diagnosis, progresivitas, dan tatalaksananya.

STATUS PENDERITA NEUROLOGI


Identifikasi Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Agama Pekerjaan MRS :H : laki-laki : 41 tahun : Jl. Taqwa Mata Merah No.62 Sei Selincah, Palembang : Islam : Guru/PNS : 2 Juli 2009

Anamnesis Penderita dirawat di Bagian Saraf RSMH karena sulit beraktivitas akibat kelemahan lengan dan tungkai kanan yang terjadi secara tiba-tiba. Kurang lebih 4 hari sebelum masuk rumah sakit saat sedang memotong kelapa tiba-tiba penderita mengalami kelemahan lengan dan tungkai kanan, terasa berat tanpa disertai penurunan kesadaran. Pada saat serangan, penderita tidak merasa sakit kepala, mula, muntah ataupun kejang. Penderita juga mengeluh kesemutan dan rasa baal atau kurang rasa raba pada di tubuh sebelah kanan. Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan, dan isyarat dan mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan secar lisan, tulisan dan isyarat. Saat bicara mulut penderita tidak mengot dan bicara tidak pelo. Penderita tidak mengalami masalah pada buang air besar dan buang air kecil. Saar serangan penderita tidak mengalami jantiung berdebar-debar disertai sesak nafas. Penderita memiliki riwayat darah tinggi sejak tahun 1994, berobat tidak rutin, sejak 3 bulan terakhir penderita ruitn mengkonsumsi bisoprolol satu tablet perhari. Penderita memiliki riwayat dislipidemia, kurang lebih 2 bulan lalu. Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat batuk lama disangkal. Riwayat trauma tulang belakang (+) trauma di leher kurang lebh 8 bulan lalu. Riwayat kelumpuhan sebelumnya (-). Riwayat demam atau infeksi sebelumnya dan vaksinasi akhir-akhir ini (-). Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya. PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan Klinis Umum saat datang di UGD RSMH: Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, gizi cukup, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 140/90 mmHg, pernafasan 20 x/menit, nadi 78 x/menit reguler, suhu 36,5oC. Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik. Toraks: cor/pulmo dalam batas normal, abdomen : hepar dan lien tidak teraba membesar. Status lokalis : Punggung : inspeksi : deformitas (-), gibus (-), palpasi : nyeri tekan (-), perkusi : nyeri ketok (-). 2. Pemeriksaan Klinis Neurologis:

Nervi Craniales: N. III : Pupil bulat, isokor, 3 mm, Reflek cahaya +/+, gerakan bola mata ke segala arah Fungsi Motorik: Penilaian Gerakan Kekuatan Tonus Klonus Reflek Fisiologis Reflek Patologis Fungsi Sensorik Fungsi Luhur Fungsi Vegetatif Gerakan abnormal Gait dan keseimbangan DIAGNOSIS Diagnosis Klinis Diagnosis Topik Diagnosis Etiologi Penatalaksanaan: IVFD RL gtt xv/m Diet NBRG Inj Citicolin 2x250 mg IV Aspilet 2 x 80 mg tab Inj Neurotonik 5000 mcg 1X1 Amp IM Rencana: : Hemiparese dekstra flaksid Hemihipestesi dekstra : Cortex hemisferium cerebri sinitra : Trombosis Serebri Lengan kanan Kurang 4 Menurun Menurun Lengan kiri Cukup 5 Normal Normal : Hemihipestesi dekstra : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada : belum dapat dinilai Tungkai kanan Kurang 4 Menurun Menurun Tungkai kiri Cukup 5 Normal Normal -

Gejala Rangsang Meningeal : tidak ada

o Rontgen Thorax PA o CT scan kepala o Cek lab lengkap o Konsul Rehabmed Prognosis: Quo ad vitam Quo ad functionam : bonam : bonam

Pemeriksaan Penunjang: (Lab 2/7/2009) Hematologi: Hb WBC 15,7 g/dl 5800/mm3 Ht LED Hitung jenis 48 vol% 8 mm/jam 0/1/2/68/25/4 188 mg/dl 136 mg/dl 4,6 mg/dl 1,2 mg/dl 3,8 g/dl 55 U/I 225 U/I 3,3 mmol/L

Trombosit 257000/mm3 Kimia Klinik: BSS HDL Ureum 87 mg/dl 23mg/dl 22 mg/dl

Kolesterol total LDL Asam urat Kreatinin Albumin CK NAK LDH Kalium

Trigliserid 146 mg/dl Protein total 9,5 g/dl Globulin 4,0 g/dl CKMB Natrium Calsium Urinalisa Warna Sedimen Eritrosit Leukosit 0-1/LPB 0-2/LPB kuning 20 U/I 146 mmol/L 2,13 mmol/L

Sel epitel (+) Protein (+) Glukosa (-)

Rontgen Thorax PA (2 Juli 2009): tidak ada kelainan

PERKEMBANGAN SELAMA PERAWATAN Tanggal


3 Juli 2009

Pemeriksaan
Keluhan : rasa tebal tubuh sebelah kanan Status generalis Sens : CM TD: 130/90 mmHg, N: 80 x/m, T: 36,8oC, RR:20 x/m St Neurologikus : stqa

Pemeriksaan Penunjang
CT scan kepala: Tidak ada kelainan

Konsul

Terapi
IVFD RL gtt xv/m Diet NBRG Inj brain act 2x250 mg iv Aspilet 2x80 mg tab Inj neurotonik 1x5000 mcg IM Rencana: Konsul Rehabmed

4-5 Juli 2009

6-8 Juli 2009

Keluhan : rasa tebal dikedua sisi tubuh, kesemutan di kepala sebelah kanan, cegukan, kelemahan kedua lengan dan tungkai St Generalis Sens: CM TD: 130/90 mmHg, N: 84 x/m, T: 36,5oC, RR:20 x/m St Neurologikus : Fs. Motorik stqa Fs sensorik hipestesi dupleks (ka>ki) Parestesi kepala sebelah kanan DK : Hipestesi dupleks? Hemiparese dekstra Keluhan : cegukan hilang timbul, kelemahan keempat ekstremitas St Generalis

IVFD RL gtt xv/m Diet NBRG Inj brain act 2x250 mg iv Aspilet 2x80 mg tab Alprazolam 2x 0,5 mg tab Chlorpromazine 2x 12,5 mg tab Inj Mecobalamin 1x1 amp IV Rencana: Konsul Rehabmed EMG

Ro Cervical AP/Lat/Oblique: Muscular spasme

IVFD RL gtt xv/m Diet NB Chlorpromazine 2x 12,5 mg tab k/p

Sens: CM TD: 110/80 mmHg, N: 88 x/m, T: 36,5oC, RR:20 x/m St Neurologikus : Fs motorik Kekuatan 3/4/4/4 Reflek fisiologis menurun Reflek patologis -/-/-/Fs sensorik : hipestesi dari ujung jari kedua kaki sampai setinggi bawah mandibula DK: tetraparese flaksid + hipestesi dari ujung jari kedua kaki sampai setinggi 4 jari bawah mandibula DT: Lesi transverasl parsial medulla spinalis setinggi segmen C3-4 DE: Sindroma Guillain Barre DD Myelitis Transversa DD Multipel sklerosis 9-10 Juli 2009 Keluhan : nyeri leher, kelemahan bertambah berat, sulit menelan, BAB (-), agak sesak nafas, banyak dahak St Generalis Sens: CM TD: 110/80 mmHg, N: 90 x/m, T: 36,8oC, RR:24 x/m St Neurologikus : N. Cranialis N. IX arcus faring simetris

Inj Mecobalamin 1x1 amp IV Rencana: Konsul Rehabmed EMG

IVFD RL gtt xv/m Diet BS Chlorpromazine 2x 12,5 mg tab K/P Inj Mecobalamin 1x1 amp IV Na diklofenak 3 x 50 mg tab Tizanidine 2x2 mg tab Inj Ceftriaxon 2 X 1 gr IV Ambroxol 3 x c syr Rencana: LP

Uvula simetris Disfagia (+) Fs Motorik Gerakan tidak ada Kekuatan 0/0/0/0 Reflek fisiologis menurun Reflek patologis -/-/+C/+C Fs. Sensorik : hipestesi pada ujung jari kedua kaki sampai setinggi bawah mandibula Fs vegetatif : retensio alvi DK : Tetraplegia flaksid+hipestesi dari ujung jari kedua kaki sampai setinggi 4 jari bawah mandibula+retensio alvi+disfagia DT: Lesi transversal total medulla spinalis setinggi segmen C3-4 DE: Myelitis transversa DD SGB DD Multipel sklerosis

Konsul Rehabmed

11 Juli 2009

Keluhan : tidak bisa makan, tidak bisa BAK, agak sesak nafas St Generalis Sens: CM TD: 110/80 mmHg, N: 90x/m, T: 36,7oC, RR:24 x/m

LP Likuor serebrospinal: Makroskopis Warna: tidak berwarna, agak keruh Pancaran: blok (-) Bekuan tidak ada

IVFD RL gtt xv/m Diet cair 1900 kal NGT Inj Mecobalamin 1x1 amp IV Tizanidine 2x2 mg tab Inj Ceftriaxon 2 X 1 gr IV Inj dexametason 3 x 2 ampul IV

St Neurologikus : Fs vegetatif: retensio urin et alvi Lain2 stqa DK : teraplegia flaksid+hipestesi dari ujung jari kedua kaki sampai setinggi 4 jari bawah mandibula +retensio urin et alvi+disfagia DT: Lesi transversal total medulla spinalis setinggi segmen C3-4 DE: myelitis transversa

Queckenstedt: (-) Mikroskopis Jumlah sel Leukosit 475/mm3 Eritrosit (-)/mm3 Jenis sel PMN 4/mm3 MN 96/mm3 Kimia BSS 119 mg/dl Glukosa 105 mg/dl Protein 30 mg/dl Clorida 117 mEq/Ltr Nonne (-) Pandy (-)

Inj Ranitidin 2x1 ampul IV Ambroxol 3 x c syr Pasang kateter urin Rencana:Konsul Rehabmed

13 Juli 2009

Pk 08.00 Keluhan : demam, sesak nafas St Generalis Sens: CM TD: 160/90 mmHg, N: 102 x/m, T: 38,3oC, RR:24 x/m St Neurologikus : Reflek patologis -/-/+C/+C Lain2 stqa

Konsul Anestesi/ICU: Setuju perawatan di ICU, ICU penuh Saran : Konsul ulang bila ICU sudah ada tempat kosong

IVFD RL gtt xv/m Diet cair 1900kal Inj Mecobalamin 1x1 amp IV Inj Ceftriaxon 2 X 2 gr IV Ambroxol 3 x c syr Bisoprolol 1x5 mg tablet Inj dexametason 3x2 ampul IV Inj ranitidin 2 x 1 amp iv Paracetamol 3 x 500 mg tab Cek DR

FOLLOW UP Tgl 13 Juli 2009

Pukul 08.30 08.45 09.00 09.15 09.30 09.45 10.00 10.15 10.30 10.45 11.00 11.15 11.30 11.45 12.00 12.15 12.30 12.45 13.00 13.15 13.30 13.45 14.00 14.15 14.30 14.45

Sens E3M5V4 E3M5V4 E3M5V3 E3M5V3 E3M5V3 E3M5V3 E3M5V3 E2M4V3 E2M4V2 E2M4V2 E2M3V2 E2M3V2 E2M3V2 E2M3V1 E2M1V1 E2M1V1 E2M1V1 E2M1V1 E2M1V1 E2M1V1 E2M1V1 E2M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1

TD 160/90 160/90 150/90 150/90 150/90 140/90 140/90 130/90 140/90 140/90 160/90 160/90 160/90 140/90 140/90 160/100 160/90 160/90 160/90 140/90 150/90 170/90 170/80 170/80 170/80 170/80

Temp 38,5 38,5 38,5 38,4 38,4 38,4 38,4 38,3 38,3 38,3 38,3 38,3 38,3 38,1 38,1 38,1 38,1 38 38 38 38 38 38,4 38,4 38,4 38,4 96 92 90 91 88 92 96

Nadi

Resp 24 24 24 24 24 24 24 24 26 26 26 26 28 28 24 24 24 24 24 24 24 24 28 28 28 28

Ket Inj dondryl 1:1 cc IM

100 112 120 112 120 112 118 98 96 88 92 112 114 110 110 100 116 118 120

Inj Dondryl 1:1 cc IM

15.00 15.15 15.30 15.45 16.00 16.15 16.30 16.45 17.00 17.15 17.30 17.45 18.00 18.15 18.30 18.45 19.00 19.15 19.30 19.40 19.45

E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 E1M1V1 +

170/80 170/70 170/70 170/80 170/80 170/70 170/70 170/80 170/80 170/80 160/90 150/90 150/90 130/90 130/80 140/90 110/70 70/palpasi 50/palpasi 50/palpasi

38,4 37,5 37,5 37,5 37,5 36,8 36,8 36,8 36,7 37,0 37,5 37,5 38,2 38,5 37,5 37,5 37 37 37 37

120 114 106 100 100 112 112 112 112 115 120 120 110 110 110 118 118 100 Filiformis filiformis

28 28 26 26 26 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 22 10 5 5
IVFD NaCL 0,9 % gtt XXX/m, Drip 2 amp Dobutamin dalam NaCL 0,9% 100 cc gtt X micro/m titrasi sampai gtt XL micro/menit

Inj dondryl 1:1 cc IM

11

TELAAH PUSTAKA
Myelitis Transversa Myelitis transversa merupakan kelainan neurologis yang disebabkan adanya inflamasi yang mengenai kedua sisi pada satu level, atau segmen medulla spinalis. Istilah myelitis mengacu pada inflamasi medulla spinalis; transversa mengacu pada posisi inflamasi, yaitu mengenai bagian lebar medulla spinalis. Keadaan inflamasi dapat menyebabkan rusaknya myelin, substansi lemak yang melindungi serabut sel saraf. Kerusakan ini menyebabkan terganggunya alur komunikasi antara saraf di medulla spinalis dengan saraf di seluruh tubuh.3 Segmen medulla spinalis yang mengalami kerusakan menentukan bagian tubuh yang mengalami gejala. Saraf di regio cervical (leher) mengontrol sinyal saraf ke leher, lengan, tangan, dan otot-otot pernafasan (diafragma). Saraf di regio torakal (upper back) meneruskan sinyal saraf ke torso dan beberapa bagian lengan. Saraf regio lumbal (midback) mengontrol sinyal saraf ke pinggang dan tungkai. Saraf sakral yang terletak di segmen paling bawah medulla spinalis, meneruskan sinyal ke panggul, jari kaki, dan beberapa bagian tungkai. Kerusakan satu segmen akan berdampak pada fungsi segmen tersebut dan segmen dibawahnya. Pada penderita myelitis transversa, demyelinisasi umumnya terjadi pada level torakal, menyebabkan terganggunya gerakan tungkai dan kontrol bladder, yang memerlukan sinyal dari segmen bagian bawah medulla spinalis.3,6 Insiden Myelitis transversa dapat terjadi pada dewasa dan anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, pada semua ras, dengan tidak adanya riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Insiden tertinggi terutama tampak pada usia 10-19 tahun dan 30-39 tahun, diperkirakan 1400 kasus baru terdiagnosis tiap tahunnya di USA, dan kurang lebih 33000 penduduk Amerika mengalami disabilitas akibat myelitis transversa.1,3 Etiologi Sampai saat ini etiologi dari myelitis transversa belum diketahui secara pasti. Inflamasi yang menyebabkan kerusakan hebat serabut saraf medulla spinalis

12

dapat terjadi akibat infeksi virus, reaksi imunitas abnormal, atau aliran darah yang tidak mencukupi pada pembuluh darah di medulla spinalis. Myelitis transversa juga dapat timbul sebagai akibat komplikasi sifilis, campak, Lyme disease, dan beberapa vaksinasi, termasuk cacar air dan rabies. Kasus-kasus yang tidak teridentifikasi disebut dengan istilah idiopatik.3 Myelitis transversa sering terjadi setelah infeksi virus, antara lain varicella zooster, herpes simpleks, sitomegalovirus, Epsteinn-Barr, influenza, echovirus, HIV, hepatitis A, rubella. Infeksi bakteri pada kulit, infeksi telinga tengah, dan Mycoplasma pneumoniae juga dikaitkan dengan myelitis transversa.6,7 Myelitis transversa yang timbul setelah infeksi, mekanisme sistem imun, dibanding pada infeksi virus dan bakteri aktif, tampaknya memegang peranan penting dalam menyebabkan kerusakan serabut saterjadi npada raf spinalis. Meskipun peneliti belum berhasil mengidentifikasi mekanisme keruskaan medulla spinalis pada kasus ini, stimulasi respon sistem imun terhadap infeksi menandakan reaksi autoimun yang terjadi. Pada penyakit autoimun, sistem imun, yang normalnya melindungi tubuh dari organisme asing, menyerang jaringan tubuh sendiri, menyebabkan inflamasi, dan pada beberapa kasus, merusak myelin di dalam medulla spinalis.2,3 Myelitis transversa sering terjadi pada penderita penyakit autoimun seperti SLE, Sjogrens syndrome, dan sarkoidosis, beberapa peneliti mengemukakan bahwa penyakit ini juga merupakan kelainan autoimun. Beberapa kanker dapat menjadi pemicu respon imun yang akhirnya akan menimbulkan myelitis transversa.3,4,5,6,7 Sebuah serangan akut dengan progresivitas cepat dari myelitis transversa kadang-kadang merupakan tanda serangan pertama dari multipel sklerosis (MS), meskipun dari hasil penelitian dibuktikan bahwa sebagian besar penderita myelitis transversa tidak berkembang menjadi multipel sklerosis. Penderita myelitis transversa tetap harus di-screening sebagai kasus MS sebab bila terbukti akan ditatalaksana dengan berbeda.6 Beberapa kasus myelitis transversa terjadi akibat malformasi atriovenosus spinalis (abnormalitas yang mengubah pola normal aliran darah) atau penyakit vaskular seperti atherosklerosis yang menyebabkan iskemia, berkurangnya kadar

13

normal oksigen pada jaringan medulla spinalis. Iskemia dapt terjadi akibat perdarahan pada medulla spinalis, pembuluh darah tersumbat atau menyempit. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan medulla spinalis dan membuang produk sisa metabolik. Ketika pembuluh darah ini menjadi menyempit atau tersumbat, sel dan serabut saraf mulai mengalami perubahan secara cepat. Kerusakan ini dapat menyebabkan inflamasi yang luas, kadang-kadang berkembang menjadi myelitis transversa. Sebagian besar penderita yang mengalami kondisi myelitis transversa akibat penyakit vaskular berusia lebih dari 50 tahun, memiliki penyakit jantung, atau baru mengalami operasi dada atau abdomen.3 Gejala Klinis Myelitis transversa dapat terjadi secara akut (berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari) atau subakut (berkembang lebih dari 1 sampai 2 minggu). Jika myelitis transversa terjadi secara komplit, semua traktus ascending dibawah lesi dan semua traktus descending pada sisi patologis. Gejala awal umumnya berupa nyeri punggung bawah terlokalisasi, parestesia mendadak (sensasi abnormal seperti rasa terbakar, rasa tickling/berkedut, rasa tertusuk, atau kesemutan) pada tungkai, hilangnya fungsi sensorik, dan paraparesis. Paraparesis sering berkembang menjadi paraplegia (gangguan pada traktus kortikospinalis). Disfungsi bladder dan bowel merupakan gejala yang umum. Banyak penderita yang mengalami spasme otot, perasaan yang tidak nyaman, sakit kepala, demam, dan hilangnya nafsu makan. Gejala tergantung segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa penderita juga dapat mengalami gangguan pernafasan.3,8 Dari gejala yang luas dan bervariasi, terdapat empat gejala klasik myelitis transversa: (1) Kelemahan tungkai dan lengan, (2) nyeri, (3) disfungsi sensorik, dan (4) disfungsi bowel dan bladder.1,6 Sebagian besar penderita mengalami kelemahan yang bervariasi pada tungkai; beberapa mengalami kelemahan pada lengan. Pada awalnya kelemahan akan bersifat flaksid, dan seiring waktu akan terjadi spastisitas.6,8 Nyeri merupakan gejala primer pada kasus myelitis transversa, dialami kurang lebih sepertiga sampai setengah penderita. Nyeri dapat

14

terlokalisasi di punggung bawah atau tersa nyeri tajam, sensasi menusuk yang menjalar ke bawah sepanjang tungkai atau lengan dan sekitar tubuh. Penderita yang mengalami gangguan sensorik seringkali menggunakan istilah seperti numbness, kesemutan, rasa dingin, atau rasa terbakar untuk menggambarkan gejala yang dialami. Kurang lebih 80% penderita myelitis transversa mengalami peningkatan sensivitas rasa raba dan allodynia. Beberapa penderita juga mengalami peningkatan rasa panas dan dingin.3 Gangguan bladder dan bowel dapat berupa peningkatan frekuensi miksi atau urgensi atau adanya gangguan gerakan bowel, inkontinensia, kesulitan untuk menahan, sensasi tidak lampias, dan konstipasi.2,3 Diagnostik Diagnosis myelitis transversa dibuat berdasarkan anamnesis, riwayat medis, dan pemeriksaan neurologis. Untuk membedakan penderita myelitis yang idiopatik dan memiliki penyakit yang mendasari sangat sulit, pertama-tama harus dieksklusikan kemungkinan penyebab yang dapat diterapi. Jika dicurigai adanya trauma medulla spinalis, pertama-tama harus diteliti adakah lesi (kerusakan atau area yang berfungsi abnormal) yang dapat menyebabkan kompresi medulla spinalis. Lesi potensial yang mungkin adalah tumor, diskus yang mengalami herniasi, stenosis (penyempitan kanalis spinalis), dan abses.3 MRI dengan kontras gadolinium merupaka prosedur utama untuk mengeksklusi lesi kompresi terutama jika anamnesis dam pemeriksaan menunjukkan disfungsi segmen medulla spinalis spesifik. Myelitis transversa tampak sebagai lesi hiperintens pada T2 signal pada MRI. Area signal abnormal bisa fokal atau luas pada cross section atau memanjang. Penyangatan kontras gadolinium sering terjadi, dan edema medulla spinalis bervariasi. Pada multipel sklerosis, lesi cenderung lebih kecil, umumnya melibatkan hanya 1 sampai 2 segmen, lateral, posterior, dan multifokal. Area cross sectional luas, dan penyangatan perifer jarang terjadi pada multipel sklerosis. SLE biasanya mengenai segmen torakal tengah dan bawah.3,6,8 MRI kepala dengan kontras dan visual evoked potentials membantu menunjukkan perkembangan/progresivitas penyakit demielinisasi.6

15

Pemeriksaan laboratorium darah dilakukan untuk meneliti adakah kelainan seperti SLE, infeksi HIV, dan defisiensi vitamin B12. Pada beberapa penderita myelitis transversa. Evaluasi infeksi dan inflamasi sistemik dapat dilakukan dengan lumbal pungsi dan pemeriksaan cairan serebrospinalis (jumlah sel, diferensial, protein, oligoclonal bands, kultur, glukosa, dan PCR virus). Pada kasus myelitis transversa cairan serebrospinalis mengandung protein dalam jumlah normal atau lebih banyak (100-500 mg/dL), mungkin terdapat peningkatan jumlah leukosit (pleositosis limfositik) 10-1000 sel/mm3, dan kadar glukosa yang normal atau sedikit menurun.6,8 Jumlah protein yang meningkat sangat tinggi > 500 mg/dL menunjukkan adanya blok spinal (Froin Syndrome) akibat edema medulla spinalis.8 Oligoclonal band terdapat pada 20-40% LCS penderita myelitis transversa.1 Jika dari pemeriksaan-pemeriksaan diatas tidak didapatkan hasil yang positif, penderita dapat diasumsi sebagai myelitis transversa idiopatik.3 Tatalaksana Seperti kelainan lain pada medulla spinalis, tidak ada terapi efektif pada penderita myelitis transversa. Terapi dilakukan untuk mengatasi gejala dan tergantung pada beratnya gejala neurologis yang terjadi. Salah satu terapi yang dapat diberikan pada minggu pertama adalah kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi. Meskipun tidak ada uji klinis yang meneliti manfaat kortikosteroid pada myelitis transversa terutama yang disebabkan oleh infeksi virus, kortikosteroid mungkin dapat menurunkan aktivasi sistem imun karena curiga keterlibatan mekanisme autoimun.3 Kortikosteroid yang diberikan dapat berupa deksametason (10 mg setiap 6 jam) dan methyprednisolon (1 gram perhari IV untuk 3 sampai 10 hari) diikuti dengan prednisone tappering oral, dengan hasil yang bervariasi. Tidak ada formula tappering-off baku, mungkin dapat dimulai dengan prednison 1 mg/kgBB qd lalu diturunkan 10 mg tiap 3 hari. 1,3 Pada myelitis transversa akibat virus diberikan obat antivirus, bila diketahui secara spesifik jenis virusnya, dapat diberikan antivirus kausatif, yaitu asiklovir 10 mg/kgBB intravena setiap 8 jam sampai 21 hari (virus Epstein-Barr, varisela zoster, HSV-1 atau HSV2), ganciclovir 5mg/kgBB intravena setiap 12 jam (virus sitomegalovirus), atau foscarnet 90-120 mg/kgBB/hari atau keduanya. 7,8

16

Penambahan agen imunosupresif seperti siklofosfamid 1-2 mg/kg/hari kadangkadang diperlukan pada penderita SLE.6 Analgesik umum dapat diberikan pada penderita dengan gejala nyeri, dan rekomendasi bed rest direkomendasikan selama hari-hari awal dan seminggu setelah onset.3 Spastisitas yang timbul dapat diterapi dengan baclofen (10 mg 1-2 kali/hari), tizanidine (2mg/hari dinaikkan sampai maksimal 32mg/hari), diazepam (2-10mg 3x/hari).1 Fisioterapi berupa terapi fisik (range of movement aktif dan pasif) dan terapi okupasi harus dimulai sesegera mungkin untuk mencegah kontraktur dan mempercepat pemulihan fungsional.1,3 Prognosis

17

Kurang lebih 45% penderita mengalami defisit neurologis maksimal dalam waktu kurang lebih 24 jam.1 Pemulihan penderita myelitis transversa umumnya dimulai antara minggu kedua sampai minggu ke duabelas (1-3 bulan) dari onset dan dapat terus berlangsung sampai 2 tahun. Walaupun demikian, bila tidak ada perbaikan dalam tiga sampai enam bulan pertama, pemulihan signifikan cenderung lebih sulit terjadi. 3 Sekitar sepertiga penderita mengalami pemulihan total atau cukup bagus; dapat kembali berjalan normal dan gejala parestesia dan gangguan miksi dan defekasi yang ringan. Sepertiga lagi mengalami perbaikan minimal dengan defisit yang masih signifikan seperti spastic gait, disfungsi sensorik, dan urgensi atau inkontinensia miksi menetap. Sepertiga lagi tidak mengalami perbaikan klinis sama sekali. Prediksi keadaan untuk tiap penderita sangat sulit dilakukan. Penelitian menunjukkan onset cepat gejala secara umum akan memberikan hasil lebih buruk.3 Penderita dengan nyeri punggung bawah dan spinal syok juga akan memberikan prognosis yang lebih buruk.1 Sebagian besar penderita hanya akan mengalami satu episode myelitis meskipun pada kasus-kasus yang jarang dapat terjadi kasus yang recurrent dan relapsing. Beberapa penderita pulih total, lalu mengalami relaps. Sebagian lagi mulai mengalami perbaikan, lalu mengalami perburukan kembali sebelum pulih total. Pada kasus relaps perlu dipikirkan kemungkinan penyakit yang mendasari yaitu MS atau SLE.1,2,3 Myelitis transversa dapat menjadi gejala awal multipel sklerosis pada beberapa penderita (<25%).

DISKUSI
Penderita dirawat dengan keluhan kelemahan lengan dan tungkai kanan disertai kurang rasa raba pada sisi tubuh sebelah kanan yang tejadi tiba-tiba, dengan faktor risiko hipertensi lama dan dislipidemia. Penderita ditatalaksana sebagai stroke iskemik, dengan pemberian neuroprotektor, antiplatelet, neurotonik, dilakukan CT scan kepala dan rontgen thorax. Hasil CT scan kepala dan rontgen thorax tidak didapati kelainan, laboratorium juga memberikan hasil

18

dalam batas normal. Pada hari ketiga perawatan penderita mengeluh rasa tebal/baal dan kelemahan ringan juga mulai dirasakan pada sisi tubuh sebelah kiri, sampai setinggi leher, dari ujung jari kedua kaki. Pada hari kelima penderita mengalami kelemahan pada kedua lengan dan kedua tungkai bertambah berat, defisit neurologis bersifat asimetris, kanan lebih berat dari kiri. Pada hari ketujuh perawatan penderita mengalami kelumpuhan total (tetraplegia) disertai tidak bisa buang air besar dan buang air kecil. Defisit neurologis yang diderita penderita bersifat akut dalam 1 minggu berupa disfungsi motorik tetraplegia flaksid, disfungsi sensorik berupa hipestesi setinggi 4 jari bawah mandibula dari ujung jari kedua kaki dan retensio urin dan alvi. Meskipun reflek fisiologis menurun tetapi timbulnya reflek patologis pada kedua tungkai menandakan lesi sentral dengan spinal shock. Disfungsi ketiga modalitas menunjukkan adanya lesi transversal total medulla spinalis setinggi segmen C3-4. Progresivitas yang akut kemungkinan dapat disebabkan oleh infeksi, autoimun, trauma, atau kelainan vaskular.8,9 Berdasarkan progresivitas penyakit atau lama waktu yang dibutuhkan dari onset sampai defisit neurologis maksimal yaitu sekitar 7 hari, etiologi yang paling mungkin adalah infeksi dan SGB sebab pada vaskular myelopati memerlukan waktu kurang dari 4 jam dan pada kasus multipel sklerosis (autoimun) memerlukan waktu lebih dari 21 hari. 1,2 Pada SGB umumnya didapati riwayat infeksi sebelumnya terutama infeksi pernafasan atau gastrointestinal yang terjadi beberapa hari dan sembuh, yang dilanjutkan 1-2 minggu kemudian dengan timbulnya defisit neurologis yang tidak menunjukkan gejala segmen medulla spinalis spesifik, berupa paralisis asending (didominasi oleh gangguan fungsi motorik), disertai disfungsi sensorik yang umumnya ringan berupa parestesia, penderita tidak demam, terdapat keterlibatan saraf kranialis, depresi pernafasan, kelemahan orofaringeal.7,10 Pada penderita ini defisit neurologis tidak bersifat asending, asimetris, terdapat reflek patologis pada kedua tungkai. Pada multipel sklerosis gejala klinis sangat bervariasi dan umumnya berulang dengan pola relaps-remisi, terdapat gejala spastisitas, adanya reflek patologis babinski, gangguan penglihatan (optik neuritis), oftalmoplegia, dan neuropsikiatri, yang tidak dijumpai pada penderita ini.1,8 Dari hasil pemeriksaan likuor serebrospinalis (LCS) didapatkan sel yang meningkat (475/mm3) dominan MN, kadar protein dan

19

glukosa dalam batas normal. Pemeriksaan LCS dapat membantu menegakkan diagnosis terutama membedakan keadaan infeksi (myelitis transversa), autoimun (multipel sklerosis), maupun sindroma guillain barre (SGB). Pada pemeriksaan LCS multipel sklerosis didapatkan jumlah sel yang normal atau sedikit meningkat <50 sel /mm3, protein yang normal, dan pada pemeriksaan elektroforesis protein terdapat oligloconal band atau peningkatan indeks IgG menandakan aktivasi sel imun di SSP, didapatkan pada 80% kasus definite MS.1 Pada pemeriksaan LCS sindroma guillain barre didapatkan protein yang meningkat tanpa adanya peningkatan jumlah sel (<10), disosiasi sitoalbumin. 10,11 Penyakit autoimun yang menjadi mungkin menjadi diferensial diagnosis adalah multipel sklerosis. Pada pemeriksaan LCS penderita myelitis transversa didapatkan peningkatan sel (101000/mm3), peningkatan jumlah protein, dan normal atau kadar glukosa yang normal atau sedikit menurun.8 Peningkatan jumlah sel pada LCS penderita yang cukup signifikan cukup signifikan menandakan adanya infeksi dan kemungkinan besar adalah myelitis transversa, karena sel MN yang cenderung lebih meningkat kemungkinan merupakan suatu infeksi virus. Pemeriksaan MRI cervical seharusnya dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama untuk membedakan myelitis transversa dengan diferensial diagnosisnya, MRI pada kasus SGB dapat memberikan gambaran enhancement serabut saraf atau saraf kranial tetapi pemeriksaan umumnya tidak menunjang diagnosis SGB.1 MRI merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam menunjang diagnosis multipel sklerosis, MRI kepala akan memberikan gambaran lesi hiperintens berbentuk bulat atau ovoid pada T2WI yang berlokasi di korpus kalosum, periventrikular, dan white matter subkortikal. Pada MRI medulla spinalis akan memberikan gambaran plak di parenkim medulla spinalis pada T2WI atau T1WI pada pemberian kontras, plak berorientasi longitudinal sepanjang medulla spinalis, umumnya berlokasi di posterior, melibatkan satu sampai dua segmen medulla spinalis.8 Sedangkan MRI spinal pada medulla spinalis menunjukkan gambaran edema pada area yang terinfeksi, lesi hiperintens pada T2WI pada beberapa segmen medulla spinalis dan mengenai seluruh daerah aksial.7,8 Berdasarkan anmnesis perjalanan penyakit, pemeriksaan klinis neurologis, dan pemeriksaan LCS dapat dibuat diagnosis etiologi myelitis transversa. Hasil

20

pemeriksaan LCS menunjukkan peningkatan sel MN dapat menjadi tanda infeksi virus. Penderita mendapat terapi antibiotika, mekobalamin, deksametason. Deksametason diberikan dengan tujuan untuk mengurangi inflamasi. Pada kasus ini pemberian antibiotika mungkin kurang tepat karena bukan infeksi bakteri, sebaliknya sebaiknya diberikan terapi antiviral berupa asiklovir intravena. Progresivitas penyakit sangat cepat, pada hari kesepuluh penderita mulai mengalami gangguan menelan dan gangguan pernafasan kemungkinan akibat gangguan pada otot pernafasan diafragma sehingga dikonsulkan ke bagian anestesi untuk kemungkinan dirawat di ICU, tetapi ruangan penuh. Penderita meninggal pada hari perawatan keduabelas akibat penurunan tekanan darah, disertai keadaan demam tinggi, peningkatan tekanan darah, sesak nafas, penurunan kesadaran. Gejala yang bertambah berat bisa merupakan perjalanan penyakit penderita atau komplikasi yang terjadi misalnya pneumonia.

Kesimpulan
Telah dibahas suatu laporan kasus kematian penderita myelitis transversa dengan progresivitas cepat dan gejala klinis awal menyerupai stroke sehingga terjadi missed diagnosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan LCS, beberapa pemeriksaan penunjang yang penting seperti MRI belum sempat dilakukan. Tatalaksana pada kasus ini belum memadai dan akurat karena belum dapat menentukan secara definitif diagnosis etiologi dan keterbatasan obat dan sarana.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lynn DJ. Transverse myelitis. In: Lynn DJ, Newton HB, Grant AD,eds. The 5-Minute Neurology Consult. Colombus: Lippincott Williams & Wilkins; 1999.p.416 -7. 2. Lynn J. Transverse Myelitis: Symptoms, Causes and Diagnosis. 2007. Available from URL:http://www.myelitis.org/tm.htm

21

3. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Transverse myelitis. 2009. Available from URL : http://www.ninds.nih.gov/disorders/transversemyelitis/detail_transversemyelit is.htm 4. Ropper AH, Samuels MA. Diseases of the spinal cord. In: Sydor AM, Davis KJ, eds. Adams and Victors Principles of Neurology.9 thed. New ed. New York: The McGraw-Hill; 2009.p.1181-230. 5. Hauser SL, Ropper AH. Diseases of the spinal cord. In: Hauser SL,ed. Harrisons Neurology in Clinical Medicine. San Fransisco: McGraw-Hill; 2006.p.349-63 6. Camac A, Jones RJ. Acute myelopathies. In: Netters Neurology. New Jersey: Icon Learning System;2005.p.503-13. 7. Roos KL, Shah A. Spinal infectious diseases. In: Roos KL,ed. Principles of neurologic infectious diseases. New York: McGraw-Hill;2005.p.343-48. 8. Sevigny J, Frontera J.Viral infections of the nervous system. In: Brust JC,ed. Lange Current Diagnosis and Treatment Neurology. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill;2007.p.449-61. 9. Critchley EM. Meningitic disorder and myelopathies. In: Critchley EM, Eisen A,eds. Spinal cord disease. London: Springer-Verlag London Limited; 1997.p.317-38. 10. Gorson KC, Ropper AH. Guillain-barre syndrome and related disorders. In: Katirji B, Kaminsky HJ, Preston DC,eds. Neuromuscular disorders in clinical practice. Boston: Butterworth-Heinemann;2002.p.544-65. 11. Guillain-Barre Syndrome. 2009. Available from URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Guillain-Barr%C3%A9_syndrome

22

Anda mungkin juga menyukai