DAFTAR ISI
Halaman
A. PENDAHULUAN ……………………………………………... 1
G. KESIMPULAN ………………………………………………… 13
LAMPIRAN ……………………………………………………….. 15
DAFTAR TABEL/GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. PENDAHULUAN
metodologi masing-masing.
hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan
positivis dan memiliki sifat yang sama dengan positivis, dimana yang
bertujuan untuk mengkritisi pemikiran ilmu sosial. Sasaran kritik dari para
pemikir Mazhab Frankfrut yaitu ada lima macam secara umum, yaitu: kritik
waktu yang lama, oleh karena itu Mazhab Frankfut menawarkan pemikiran
B. PENJELASAN PARADIGMA/PERSPEKTIF
observasi kita.
pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang
Weber yang menjadi ciri khas bahwa prilaku manusia secara fundamental
kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan yang bersifat “membatin”,
atau bersifat subjektif yang mengklaim terjadi karena pengaruh positif dari
Paradigma kritikal lahir melalui salah satu aliran pemikiran kiri baru
yang cukup terkenal yaitu pemikiran Sekolah Frankfurt atau dengan nama
didirikan pada tahun 1923 oleh seorang kapitalis yang bernama Herman
kritikal yang menjadi salah satu sifat dasar dari teori kritis adalah selalu
Sekolah Frankfrut
Max Horkheimer, Theodor
Adorno, Leo Lowenthal,
Herbert Marcuse, dan
lain-lain.
Sekolah Kritikal
Figur Armand Matterlart, Herbert Schiller, dan banyak 1.
Anggota sekolah inti dari
sekolah frankfrut,
Institut penelitian sosial
dan sekolah kritikal.
murni, dan menurut sekolah kritikal, teori kritis itu umumnya anti-positivist
dan banyak yang berorientasi pada filosofi (Roger, 1994: 123). Hal serupa
124).
Paradigma teori kritis, dimana teori ini memiliki ide suatu teori atas
diilhami oleh ajaran Marxis atau neo-Marxis (kiri baru). Dalam teori kritis,
hanya sekedar pasif menerima makna atas dasar perannya pada teori
yang berkuasa yang ada di balik media tersebut, karena semua ideologi
itu berusaha memanipulasi kenyataan yang ada atau realitas sosial yang
pengetahuan itu tidak lepas dari subjek yang sedang mencoba belajar
kita adalah hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri [Von Glasersfeld dalam
sendiri (atau disebut juga orientasi subjek), dimana individu yang berbasis
pengaruh lingkungan luar. Pada titik ini kita dapat mengemukakan teori
Ron Herre mengenai perbedaan antara person dan self. Person adalah
diri yang terlibat dalam lingkup publik, pada dirinya terdapat atribut sosial
masyarakatnya.
tiga logika dasar desain pesan, yaitu ekspresif, konvensional, dan retoris
ekspresif diri, memiliki sifat pesan yang terbuka, reaktif secara alami, dan
kita ketahui itu bersifat spesifik, lokal yang dikonstruksi oleh paradigma
Pada paradigma ini posisi peneliti yaitu menempatkan diri sebagai aktivis,
“SBY VS JK”, dimana awalnya dua tokoh nasional ini dalam menjalankan
seharusnya sudah bisa merasa puas dengan raihan suara 2,5 % untuk
threshold. Hal ini awalnya sudah bisa dibilang “selesai” dengan sikap
opini publik. Media dapat dikatakan berhasil dengan terlihatnya, SBY dan
publik. Tapi satu hal yang mungkin terlupa, bahwa ada kalangan dominant
“politikus bajing loncat”. Seperti yang dikutip majalah Sabili no. 19 edisi 9
(GIP) Miqdat Husein, hamper semua partai saat ini, termasuk partai-partai
islam telah terjebak dalam pragmatisme. Para elit politik tidak memberi
saja, beda halnya jika menjadi bagian dari suatu partai politik dimana
seorang anak muda yang berhaluan kiri, kini bergabung dengan PDIP,
ideologi, bukan terdorong oleh suaru pragmatisme, karena jika hal itu
terjadi sikap itu tidak lagi menunjukkan elit politik yang memperjuangkan
bahwa, motivasi elit politik bukan lagi sekedar mengabdi sebagai wakil
sensitif pada proses produksi, dan reproduksi makna yang terjadi secara
G. KESIMPULAN
melalui komunikasi yang berbasis pada “konsep diri”. Paradigma ini dalam
baik dipermukaan adalah sesuatu yang semu, karena setiap realitas yang
sosial di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER INTERNET:
Hidayat, Dedy Nur. 2004. Menghindari Kriteria kualitas yang Monolitik dan
Totaliter. Pengantar Jurnal Thesis, September – Desember 2004.
melalui http://72.14.235.132/search?q=cache:_UHGE631U3gJ:
www.digilib.ui.ac.id/file%3Ffile%3Ddigital/113870-TJPI-III-3-Sept
Des2004VII.pdf+MENGHINDARI+QUALITY+CRITERIA+YANG+M
ONOLITIK+DAN+TOTALITER,+pengantar+jurnal+thesis,+septemb
er-desember+2004&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&lr=lang_id.html
PENDAHULUAN
Paradigma menurut Guba dan Lincoln (1994) dalam Hidayat (2004), mengajukan
tipologi yang mencakup empat paradigma: positivisme, postpositivisme, Kritikal et al, dan
konstruktivisme. Dikemukakan oleh Guba, bahwa setiap paradigma membawa implikasi
metodologi masing-masing.
Paradigma konstruktivisme memandang realitas sosial yang diamati oleh seseorang
tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum
positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai
perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia
bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu
melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku dikalangan mereka sendiri.
Paradigma kritikal tidak dapat dilepaskan dari pemikiran filosof Jerman Karl Marx,
yang kemudian memunculkan orang-orang yang mengembangan teori Marxian guna
memecahkan persoalan yang dihadapi saat ini. Secara umum Mazhab Frankfrut dalam
kelahirannya bertujuan untuk mengkritisi pemikiran ilmu sosial. Pemikiran Mazhab
Frankfrut muncul karena kekecewaan terhadap pengaruh paradigma positivis, dimana
melahirkan perspektif objektif yang pengaruhnya masuk ke dalam seluruh disiplin ilmu
pengetahuan. Kenyataan paradigma positivis ini yang menimbulkan krisis dalam jangka
waktu yang lama, oleh karena itu Mazhab Frankfut menawarkan pemikiran alternatif yang
baru yaitu Teori Kritis.
PENJELASAN PARADIGMA KONSTRUKTIVISME DAN PARADIGMA KRITIKAL
Menurut kamus komunikasi (1989: 72) definisi Konstruksi adalah suatu konsep,
yakni abstraksi sebagai generalisasi dari hal-hal yang khusus, yang dapat diamati dan
diukur. Paradigma konstruktivisme adalah dapat ditelusuri dari pemikiran Weber yang
menjadi ciri khas bahwa prilaku manusia secara fundamental berbeda dengan prilaku
alam. Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkunstuksi realias sosial.
Cara konstruksi yang dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna
terhadap prilaku mereka sendiri. Tindakan sosial yang dimaksudkan oleh Weber berupa
tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan
yang bersifat “membatin”, atau bersifat subjektif yang mengklaim terjadi karena pengaruh
positif dari situasi tertentu. (Sani. 2007: 1).
Paradigma kritikal lahir melalui salah satu aliran pemikiran kiri baru yang cukup
terkenal yaitu pemikiran Sekolah Frankfurt atau dengan nama lain Institut penelitian
sosial di Frankfurt (Institut für Sozialforschung) yang didirikan pada tahun 1923 oleh
seorang kapitalis yang bernama Herman Weil. (Menurut Horkheimer dalam Everett M.
Roger, 1994), Sekolah kritikal yang menjadi salah satu sifat dasar dari teori kritis adalah
selalu curiga dan mempertanyakan kondisi status quo di masyarakat dewasa ini. Karena
kondisi masyarakat yang kelihatannya produktif dan bagus yang tampak dipermukaan
tersebut sesungguhnya terselubung struktur masyarakat yang menindas dan menipu
kesadaran khalayak. Paradigma teori kritis, dimana teori ini memiliki ide suatu teori atas
ketidakadilan yang terjadi dibalik fenomena sosial. Teori kritis banyak diilhami oleh ajaran
Marxis atau neo-Marxis (kiri baru). Menurut Profesor filosofi dari Universitas Frankfrut
yang bernama Jurgen Habermas, dimana Habermas menolak positivist dan hal-hal yang
mengutamakan materialisme. Habermas menginginkan komunikasi itu sebagai bentuk
emansipatoris dan bebas dari ekspolitasi (Roger, 1994: 124).
IMPLIKASI DALAM ILMU/TEORI DAN METODOLOGI
Implikasi dari paradigma konstruktivisme digambarkan dengan komunikasi yang
berbasis pada “konsep diri” berdasarkan teori Bernstein. Menurut Ardianto (2007: 159).
Implikasi paradigma konstruktivisme tidak dapat dipisahkan dari tiga logika dasar desain
pesan, yaitu ekspresif, konvensional, dan retoris [O’Keefe dan Shepherd, 1987 dalam
Ardianto (2007: 164)].
Implikasi dalam paradigma kritikal menerangkan bahwa teori kritis berangkat dari
fenomena atau realitas sosial yang ada berdasarkan idealisme. Implikasi kritikal dapat di
lihat dalam Cultural Studies (studi tentang budaya), dan studi tentang feminisme. Tujuan
penelitian dengan pendekatan kritis sosial, emansipasi, transformatif, dan penguatan
sosial. Pada paradigma ini posisi peneliti yaitu menempatkan diri sebagai aktivis,
advokat, dan transformasi intelektual. Nilai, etika, pilihan moral bahkan keberpihakan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari analisis.
KRITIK TERHADAP PARADIGMA
Kritik terhadap paradigma konstruktivisme dimana, kurang sensitif pada proses
produksi, dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional.
Paradigma kritikal dalam mengkritisi sesuatu, menstigmakan suatu realitas sosial
kadang terkesan dogmatis daripada ilmiah, hal ini dilandasi pemahaman ideologis tadi.
KESIMPULAN
Kesimpulan kami terhadap teori konstruktivisme dimana, kata kunci paradigma
konstruktivisme adalah pendekatan antar pesona, melalui komunikasi yang berbasis
pada “konsep diri”. Paradigma ini dalam membangun (mengkonstruksi) pemahaman atau
makna, secara bersama-sama melalui pemahaman berbasis pada subjek, dengan
menggunakan elaborasi kode yang mana, menghargai perasaan, kepentingan, dan sudut
pandang orang lain.
Kata kunci untuk paradigma kritikal adalah idealisme, dimana teori kritis selalu curiga
dan mempertanyakan kondisi ”status quo” di masyarakat. Teori kritis memandang bahwa
realitas sosial yang tampak baik dipermukaan adalah sesuatu yang semu, karena setiap
realitas yang ada, terdapat unsur kepentingan kaum dominan dibelakangnya, dan pada
akhirnya bertujuan untuk memanipulasi kenyataan yang ada pada realitas social di
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU DAN KAMUS:
Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar Maju, hlm 264.
Rogers, Everett. M. 1994. A History of Communication Study: A
Biographical Approach. New York:The Free Press.
SUMBER INTERNET:
Hidayat, Dedy Nur. 2004. Menghindari Kriteria kualitas yang Monolitik dan Totaliter.
Pengantar Jurnal Thesis, September – Desember 2004. melalui
http://72.14.235.132/search?q=cache:_UHGE631U3gJ:www.digilib.ui.ac.id/file%3
Ffile%3Ddigital/113870-TJPI-III-3-Sept
Des2004VII.pdf+MENGHINDARI+QUALITY+CRITERIA+YANG+
MONOLITIK+DAN+TOTALITER,+pengantar+jurnal+thesis,+september-
desember+2004&cd=1 &hl =id&ct=clnk&gl=id&lr=lang_id.html
Sani, M. Abdul Halim. 2007. Teori-Teori Sosial; Dari Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu
Sosial Intergralistik. WordPress.com-weblog. Melalui
http://abdulhalimsani.wordpress.com/2007/09/06/ teori-
teori_sosial;Dari_Ilmu_Sosial_Sekuleristik_Menuju_Ilmu_ Sosial_Intergralistik
/html[09/06/2007]