Anda di halaman 1dari 30

BAB I Pendahuluan 1.

1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) merupakan masalah kesehatan yang serius pada anak dengan morbiditas dan mortalitas yang semakin meningkat serta menimbulkan masalah sosial ekonomi yang signifikan. Deteksi dan intervensi dini sangat penting untuk memperlambat progresivitas penyakit dan menjaga kualitas hidup, namun kesadaran masyarakat dan tenaga medis yang masih kurang sehingga pengobatan sering terlambat.1 Kejadian PGK di setiap negara berbeda dan diperkirakan kejadian PGK lebih tinggi dari data yang ada karena banyak kasus yang tidak terdeteksi. Penelitian Italkid-project melaporkan prevalens PGK pada anak mencapai 12,1 kasus/tahun/1 juta anak dengan rentang usia 8,8-13,9 tahun atau 74,4 per satu juta pada populasi yang sama. Prevalens PGK stadium I dan II dilaporkan mencapai 18,5-58,3 per satu juta anak.2,3 Penelitian di Amerika mendapatkan insidensi dan progresi dari ESRD (End Stage Renal Disease) / GGT (Gagal Ginjal Terminal) adalah sama antara laki-laki dan perempuan. Insidensi GGT ini 2,7 kali lebih tinggi pada individu dengan kulit hitam dibandingkan individu kulit putih. Hal ini diduga akibat adanya faktor genetik, masalah sosio-ekonomik, maupun keterbatasan akses ke pelayanan kesehatan.4 Frekuensi PGK meningkat seiring umur dan lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak. Penelitian yang dilakukan NAPRTCS (North American Pediatric Renal Trials and Collaborative Studies ) mendapati PGK yang terjadi pada anak paling banyak didapati pada anak berumur diatas 6 tahun. 5 Penelitian multisenter di Turki melaporkan insidens PGK mencapai 10,9 kasus per satu juta anak, dengan mayoritas stadium V (32,5%), stadium IV (29,8%), dan stadium III (25,8%). Sekitar 68% anak dengan PGK berkembang menjadi GGT pada usia 20 tahun. Anak dengan GGT mempunyai angka kelangsungan hidup sekitar 3% pada usia 20 tahun.1
1

Penyebab kematian paling sering adalah penyakit kardiovaskular diikuti dengan infeksi. Di Amerika Utara, prevalens GGT meningkat 32% sejak tahun 1990. Di Indonesia belum ada data nasional tentang kejadian PGK. Tahun 2006 dan 2007 dijumpai 382 pasien PGK yang berobat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta.1 Kualitas hidup anak dengan PGK lebih rendah dibandingkan anak sehat, baik secara fisik, emosional, sosial, maupun prestasi belajar. Mereka sering merasa cemas, takut dan tertekan sehingga mempengaruhi fungsi akademis di sekolah. Selain itu orangtua anak PGK hidup dalam kecemasan, kelelahan fisik, ketidakpastian mengenai prognosis, dan masalah finansial.4 1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. Memahami kasus gagal ginjal pada anak Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Memenuhi salah satu syarat kelulusan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan terminologi baru yang dikeluarkan oleh

The National Kidney Foundations Kidney Disease and Outcome Quality Initiative (NKF-KDOQI) pada tahun 2002, merupakan penyakit ginjal dengan kerusakan struktural ataupun fungsional (misalnya kelainan urinalisis, pencitraan, atau histologi) ginjal minimal tiga bulan dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Individu dengan LFG normal diikutsertakan dalam definisi PGK karena kerusakan ginjal sering terjadi sebelum penurunan fungsi ginjal dan individu tersebut berisiko menderita PGK di kemudian hari. Alasan mengapa individu dengan LFG <60 mL/menit/1,73 m2 tanpa bukti kerusakan ginjal dimasukkan dalam definisi PGK karena penurunan fungsi ginjal pada tingkat ini sudah mencapai 50% di bawah normal dan prevalens anak dengan komplikasi PGK mulai meningkat.6-8 2.2 Klasifikasi GGK

NKF-KDOQI membagi PGK dalam lima stadium yaitu,7 Stadium 1: kerusakan ginjal dengan LFG normal atau peningkatan LFG (90 mL/menit/1,73 m) Stadium 2: kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (60-89 mL/menit/1,73 m) Stadium 3: penurunan LFG sedang (30-59 mL/menit/1,73 m) Stadium 4: penurunan LFG berat (15-29 mL/menit/1,73 m) Stadium 5: gagal ginjal (LFG < 15 mL/menit/1,73 m atau dialisis) Klasifikasi PGK tersebut digunakan untuk anak di atas dua tahun sehubungan dengan proses pematangan ginjal yang masih berlangsung. Nilai LFG digunakan sebagai fokus utama dalam pedoman ini karena LFG dapat menggambarkan fungsi ginjal secara menyeluruh. Nilai LFG dapat dihitung berdasarkan rumus berikut, 1,4

2.3

Etiologi Individu tanpa gejala gangguan ginjal berisiko menderita PGK bila terdapat

faktor risiko seperti riwayat keluarga dengan penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetik, bayi dengan berat lahir rendah, riwayat gagal ginjal akut akibat hipoksemia perinatal, displasia atau hipoplasia ginjal, uropati obstruktif, refluks vesikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih berulang dan parut ginjal, riwayat nefritis akut atau sindrom nefrotik, sindrom hemolitik uremik, riwayat purpura Henoch Schnlein, diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik, dan riwayat hipertensi.1,4 Penyakit ginjal kronik pada anak dapat disebabkan berbagai etiologi seperti kelainan ginjal kongenital, didapat, diturunkan, ataupun penyakit metabolik ginjal. Penyebab lainnya adalah sindrom nefrotik, infeksi saluran kemih, uropati obstruktif, nefropati refluks, hipertensi, sindrom prune belly, nekrosis kortikal, glomerulonefritis kronik, glomerulosklerosis fokal segmental, penyakit ginjal polikistik, nefropati IgA, lupus eritematosus sistemik, dan sindrom hemolitik uremik. Apabila PGK ditemukan di bawah usia lima tahun paling sering disebabkan oleh kelainan kongenital seperti hipoplasia, displasia ginjal (11%), dan uropati obstruksi (22%). Sedangkan pada anak di atas usia 5 tahun, PGK sering disebabkan oleh penyakit didapat seperti glomerulonefritis atau penyakit yang diturunkan seperti sindrom Alport. Secara umum penyebab terbanyak PGK adalah kelainan uropati (30%-33%) dan glomerulonefropati (25%-27%). Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, penyebab PGK yang ditemukan adalah sindrom
4

nefrotik (55,5%), infeksi saluran kemih (28,3%), gagal ginjal kronik (7%), neurogenic bladder (2,6%), nefritis lupus (2,3%).1,4

2.4

Patofisiologi Respon ginjal pada PGK pada umumnya sama walaupun etiologi berbeda.

Pada awal penyakit, ginjal beradaptasi terhadap kerusakan dengan meningkatkan LFG oleh nefron normal yang tersisa, namun makin lama menyebabkan kerusakan glomerulus progresif akibat peningkatan tekanan hidrostatik pada dinding kapiler dan efek toksik protein yang melintasi dinding kapiler. Seiring berjalannya waktu, jumlah nefron yang sklerosis akan semakin banyak, sehingga terjadi peningkatan beban ekskresi pada nefron yang masih bertahan. Kondisi ini akan terus berulang dan semakin banyak nefron yang rusak hingga berakhir dengan GGT.1,4 Proteinuria pada PGK merupakan tanda penting kerusakan ginjal. Proteinuria berperan dalam penurunan fungsi ginjal karena protein yang melintasi dinding kapiler glomerulus berdampak toksik sehingga terjadi migrasi monosit/makrofag dan dengan peran berbagai sitokin terjadi sklerosis glomerulus dan fibrosis dan tubulointerstisial. menambah Hipertensi akibat yang tidak terkontrol dapat meningkatkan progresivitas arteriolar penyakit karena menyebabkan nefrosklerosis cedera hiperfiltrasi. Hiperfosfatemia

menyebabkan pembentukan ikatan kalsium fosfat yang mengendap di interstisial ginjal dan pembuluh darah. Hiperlipidemia mempengaruhi fungsi glomerulus dengan menimbulkan cedera yang diperantarai zat oksidan.1,4 2.5 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis PGK bervariasi tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Glomerulonefritis bermanifestasi edema, hipertensi, hematuria, dan proteinuria. Sedangkan pasien dengan kelainan kongenital seperti displasia ginjal dan uropati obstruktif datang berobat dengan keluhan gagal tumbuh, dehidrasi karena poliuria, infeksi saluran kemih, maupun insufisiensi ginjal. Pada stadium lanjut pasien tampak pucat, perawakan pendek, dan menderita kelainan tulang.1,9
5

Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan hematuria, proteinuria, atau berat jenis urin rendah. Pemeriksaan memperlihatkan anemia normositik, peningkatan ureum dan kreatinin, asidosis metabolik, hiperkalemia, hiponatremia, serta hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperuri-kemia, hipoalbuminemia,

peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol serum.1,9 Komplikasi PGK antara lain gangguan pertumbuhan, malnutrisi, anemia, hipertensi, gangguan elektrolit, dan osteodistrofi renal.Analisis The North American Renal Trials and Collaborative Studies memperlihatkan bahwa 37% pasien dengan terapi konservatif, 47% pasien dengan dialisis, dan 43% pasien dengan transplantasi ginjal menderita perawakan pendek yang berat (<-2SD). Derajat gagal tumbuh berhubungan dengan usia awitan penyakit dengan penyebab multifaktorial, di antaranya faktor anoreksia, asidosis metabolik kronik, terapi steroid, nutrisi yang tidak adekuat, kurangnya insulin-like growth factor-I (IGFI), testosteron dan estrogen selama masa pubertas tidak adekuat, dan penyakit tulang. Hubungan antara penyakit tulang dan gangguan pertumbuhan sudah banyak dilaporkan dan terapi 25-hidroksi vitamin D3 terbukti meningkatkan pertumbuhan anak.1 Anemia merupakan masalah yang umum pada PGK dengan prevalens 36,6% dan meningkat seiring dengan peningkatan stadium PGK, dari 31% PGK stadium 1 menjadi 93,3% pada PGK stadium 4 dan 5. Fadrowsky dkk, melaporkan bahwa penurunan hemoglobin mulai signifikan pada LFG di bawah 43 mL/menit/1,73 m dan menurun 0,3 g/dL setiap penurunan LFG 5 mL/menit/1,73 m. NKF-KDOQI menggunakan nilai rujukan dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES-III) dan merekomendasikan untuk mulai melakukan pemeriksaan lanjutan jika kadar hemoglobin di bawah persentil lima menurut usia dan jenis kelamin. Anemia menyebabkan kelemahan, penurunan aktivitas dan kognitif, serta berkurangnya kekebalan tubuh sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup. Anemia berat dapat meningkatkan beban jantung, menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati maladaptif, sehingga meningkatkan risiko kematian karena gagal jantung maupun penyakit jantung iskemia. Anemia pada PGK paling sering disebabkan oleh defisiensi eritropoetin dan zat besi. Penyebab lain adalah inflamasi, kehilangan darah kronik,
6

hiperparatiroid, keracunan alumuniun, defisiensi vitamin B12 dan asam folat, hemolisis, serta efek samping obat imunosupresif dan angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor. Defisiensi besi berhubungan dengan penurunan nafsu makan sehingga tidak mampu menjaga cadangan besi dalam tubuh secara adekuat lewat makanan. Defisiensi tersebut juga disebabkan oleh kehilangan darah kronik akibat pengambilan darah yang sering, intervensi bedah, dialisis, dan masa hidup eritrosit yang memendek.1,9 Analisis antropometri dan biokimia penting dilakukan karena terjadi peningkatan risiko gangguan status nutrisi akibat defisiensi nutrisi dan protein. 1 Kejadian hipertensi pada PGK mencapai 63% pada PGK stadium 1, 80% pada stadium 4 dan 5. Diagnosis dan derajat hipertensi berdasarkan pada tekanan darah sistolik atau diastolik cairan dan aktivasi dari tabel tekanan darah menurut umur, jenis renin-angiotensin-aldosteron. Eritropoetin, kelamin, dan persentil tinggi badan. Hipertensi dapat disebabkan oleh kelebihan sistem glukokortikoid, dan siklosporin A dapat menaikkan tekanan darah secara langsung. Hipertensi menentukan progresivitas PGK, maka tata laksana hipertensi memegang peran penting dalam mempertahankan kondisi ginjal dan meningkatkan usia harapan hidup. Hipertrofi ventrikel kiri sering ditemukan pada PGK, walaupun pasien dalam terapi obat antihipertensi.1 Gangguan elektrolit, asidosis metabolik, penurunan sintesis amonia ginjal, dan penurunan ekskresi asam juga terdapat pada pasien PGK. Hiperkalemia terjadi karena ketidakmampuan ginjal mengeksresi kalium, dengan manifestasi klinis berupa malaise, nausea, gangguan neuromuskular, dan disritmia jantung. Hiponatremia terjadi karena pengeluaran natrium yang banyak melalui urin atau karena kelebihan cairan, dan menunjukkan gejala mual, muntah, letargi, iritable, kelemahan otot, kram otot, pernafasan Cheyne-Stokes, gangguan kesadaran, kejang umum, dan kematian. Hipokalsemia di sebabkan berbagai faktor seperti hiperfosfatemia, absorbsi yang tidak adekuat dalam saluran cerna, dan resistensi tulang terhadap hormon paratiroid. Hipokalsemia menyebabkan spasme karpopedal, tetani, laringospasme, dan kejang. Hiperfosfatemia disebabkan absorbsi fosfor dari diet yang tidak teratur, ekskresi fosfat melalui ginjal menurun, dan hipokalsemia. Akibat hiperfosfatemia akan terjadi hipokalsemia dan
7

kalsifikasi sistemik seperti kalsifikasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia serta nefro kalsinosis.1 Osteodistrofi renal adalah gangguan tulang pada PGK dengan manifestasi klinis antara lain kelemahan otot, nyeri tulang, gangguan berjalan, fraktur patologis, dan gangguan pertumbuhan. Pada anak dalam pertumbuhan, dapat terjadi rakhitis, varus dan valgus tulang panjang. Penyakit tulang pada umumnya asimtomatik pada PGK awal dan baru bermanifestasi setelah osteodistrofi renal tahap lanjut. Pada tahap ini telah terjadi hipokalsemia, hiperfosfatemia, peningkatan alkalin fosfatase, dan penurunan kadar dihidroksi vitamin D. Gambaran radiologis pada tangan, pergelangan tangan, dan lutut menunjukkan resorpsi periosteal dengan pelebaran metafisis.Berdasarkan rekomendasi NKFKDOQI, biopsi tulang perlu dipertimbangkan pada semua pasien PGK yang mengalami fraktur patologis atau hiperkalsemia persisten dengan kadar hormon paratiroid 400-600 pg/mL.1,4,9 Proteinuria dapat terjadi karena kebocoran glomerulus dan ketidakmampuan tubulus proksimal mereabsorbsi protein, sehingga proteinuria di-pakai sebagai indikator PGK dan marker yang menunjukkan letak lesi intra renal. Proteinuria glomerular dicurigai apabila rasio protein urin dengan kreatinin >1,0 atau proteinuria bersama an dengan hipertensi, hematuria, edema, dan gangguan fungsi ginjal. Proteinuria glomerular dijumpai pada kasus glomerulonefritis, nefropati diabetik, dan glomerulopati terkait obesitas. Proteinuria tubular dicurigai apabila rasio protein urin dengan kreatinin <1 namun proteinuria tubular jarang dipakai untuk diagnostik karena pada umumnya penyakit dasar sudah ditegakkan sebelum proteinuria tubular terdeteksi.1,4 2.6 Penatalaksanaan Secara umum tata laksana PGK terdiri dari memperlambat perburukan fungsi ginjal, mencegah dan mengobati komplikasi, serta mengganti fungsi ginjal dengan dialisis dan transplantasi bila terindikasi. Pasien PGK perlu diterapi di pusat kesehatan dengan pelayanan multidisiplin yang mencakup pelayanan medis, sosial, nutrisi, dan psikologi. Pemantauan klinis dan laboratorium dilakukan secara teratur. Pemeriksaan darah meliputi hemoglobin, ureum, kreatinin, albumin, elektrolit, dan alkalin fosfatase.1,4,9,10
8

Perlu dicegah progresifitas anemia dan anemia yang berkelanjutan, maka direkomendasikan untuk memeriksa hemoglobin secara berkala apabila hematokrit dalam rentang 33%-36% dan hemoglobin dalam rentang 11,0-12,0 g/dL (NKF-KDOQI). Eritropoetin diberikan pada pasien predialisis dengan kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL, diberikan secara subkutan 1-3 kali per minggu dengan rentang dosis inisial antara 30-300 unit/kgbb/minggu. Terapi besi oral sebaiknya diberikan jika kadar feritin plasma di bawah 100 ng/mL, anjuran dosis 2-3 mg/kgbb/hari terbagi dalam 2-3 dosis. Zat besi diberikan dalam keadaan perut kosong dan tidak diberikan bersamaan dengan pengikat fosfat.1,4,10 Tata laksana hipertensi meliputi terapi non farmakologis dan farmakologis tetapi terapi farmakologis menjadi pilihan utama. Meskipun sering diberikan antihipertensi multipel, dianjurkan dimulai dengan obat tunggal dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara perlahan sampai tekanan darah terkontrol, kecuali pada pasien dengan hipertensi emergensi dan urgensi yang membutuhkan penurunan tekanan darah dengan segera. Target tekanan darah yang ingin dicapai adalah di bawah persentil 90 atau <130/80 mmHg. Obat ACE inhibitors dan angiotensin II type 1 receptor blockers (ARBs ) merupakan pilihan pertama karena mempunyai efek renoprotektif. Calcium channel blocker dipakai sebagai terapi tambahan pada hipertensi yang resisten. Pada pasien dengan hipervolemia, tiazid dan loop diuretic dapat diberikan untuk mengontrol kelebihan cairan. Tiazid digunakan sebagai terapi lini pertama pada PGK derajat ringan sedang, namun kurang efektif pada LFG di bawah 60 mL/menit/1,73 m, dan menjadi tidak efektif pada LFG di bawah 30 mL/menit/1,73 m. Diuretik yang dianjurkan pada PGK stadium 4 dan 5 adalah furosemid.1,4,9,12,13 Kelainan elektrolit diobati sesuai dengan gangguan yang terjadi. Target terapi asidosis metabolik akibat PGK adalah menjaga bikarbonat serum dalam rentang 20-22 mEq/L dengan memberikan suplemen natrium bikarbonat. Hiperfosfatemia ditata laksana dengan diet rendah fosfat, obat pengikat fosfat, mengontrol kadar hormon paratiroid, bila perlu dilakukan dialisis. Diet rendah fosfat sulit dilakukan, sementara hemodialisis tiga kali/minggu hanya mampu mengekskresi 900 mg fosfat, sehingga obat pengikat fosfat paling banyak digunakan seperti kalsium karbonat, kalsium asetat, atau sevelamer.1,4
9

Tujuan terapi osteodistrofi renal pada PGK adalah mencegah deformitas tulang dan normalisasi kecepatan pertumbuhan dengan intervensi diet rendah fosfat dan terapi farmakologi berupa pengikat fosfat dan vitamin D. Terapi vitamin D dimulai ketika pasien menderita PGK stadium tiga. Dosis dinaikkan secara bertahap, bergantung kepada kadar fosfat serum dan kadar hormon paratiroid. Pasien dengan PGK stadium 2-4 mulai diberi kalsitriol (vitamin D aktif ) pada saat kadar 25-hidroksivitamin D >30ng/mL dan kadar hormon paratiroid serum di atas nilai normal. Pada PGK stadium lima dan kadar hormon paratiroid >300 pg/mL. Kalsitriol diberikan untuk menurunkan kadar hormon paratiroid sampai kadar 200-300 pg/mL. Kalsitriol diberikan secara intermiten, baik melalui intravena maupun oral. 1,4,9 Gangguan pertumbuhan akibat terganggunya poros hipotalamus-hipofisis akibat uremia. Anak dengan PGK memerlukan terapi growth hormone jangka panjang untuk mencegah gangguan pertumbuhan. 4 Pengelolaan diet sangat penting dilakukan pada anak dengan PGK. Hal ini karena terjadi perubahan metabolik akibat penurunan fungsi ginjal. Tantangannya adalah untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak dalam pengaturan diet ini. Kebutuhan energi harus memenuhi standar RDA untuk anak normal seusianya. Jika terjadi kekurangan energi protein, kebutuhan energi dan protein harus ditingkatkan. Asupan kalori harus cukup untuk meningkatkan efisiensi protein (efek protein-sparing) dan mencegah pasien ke dalam keadaan katabolik.4 Protein diperlukan untuk menjaga keseimbangan nitrogen positif untuk pertumbuhan. Asupan protein harus dikontrol, untuk menghindari kekurangan protein. Diet harus mengandung protein 1,1-1,2 g/kgbb/hari. Pembatasan protein tidak dianjurkan pada anak, karena belum terbukti mempengaruhi penurunan fungsi ginjal pada anak dengan penyakit ginjal kronis.4 Laju filtrasi glomerulus (GFR) yang semakin menurun, menyebabkan ekskresi fosfat berkurang, dan, karenanya menyebabkan kenaikan serum fosfat. Karena proses ini diperlukan restriksi diet fosfat dan pemberian pengikat fosfat dengan makanan sehari-hari. Intake fosfat yang direkomendasi adalah: 500-600 mg/hari untuk usia 1-11 tahun, dan 800-1000 mg/hari untuk usia 11-18 tahun.4
10

Pengaturan intake kalium harus didasarkan pada nilai kalium serum individual. Jumlah kalium yang dapat diberikan adalah: 1600-2400 mg/hari. Nilai Kalium harus mendapat perhatian serius karena dapat terjadi hiperkalemia akibat asupan berlebih dari makanan tinggi kalium dan akibat katabolisme.4 Restriksi garam sangat dianjurkan pada anak dengan PGK. Restriksi garam ini bergantung pada ada/tidaknya edema, hipertensi, dan pemberian obat yang mengandung natrium. Asupan garam yang diperbolehkan adalah <2400 mg/hari.4

11

BAB III LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama / No.MR Umur Orangtua Suku Alamat Tanggal Masuk ANAMNESIS Diberikan oleh 01.12 WIB Keluhan utama : Sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : 1 hari SMRS, pasien mengeluhkan sesak nafas, sesak nafas dirasakan pada waktu istirahat, keluhan tidak menghilang walaupun menggunakan 2 bantal, sesak nafas dirasakan semakin hebat dari sebelumnya. Sesak nafas bertambah bila batuk dan melakukan aktifitas. Batuk tidak berdahak, demam tidak ada Pasien terlihat pucat, lemah, lesu, dan kehilangan tenaga. Nafsu makan pasien berkurang, dan keluarga pasien merasa terjadi penurunan berat badan. Mual dan muntah tidak ada. Buang air besar tidak ada keluhan, buang air kecil sangat sulit, volume kencing berkurang 1/5 gelas aqua tadi pagi, tidak nyeri, warna kuning, tidak berdarah. Kemudian pasien berobat ke klinik dokter umum di RS santa maria dan dirujuk ke RSUD Arifin Ahmad. 3 bulan SMRS, pasien merasakan sesak nafas sesak dirasakan baru pertama kali, sesak memberat bila pasien tidur sehingga pasien menggunakan tiga bantal saat tidur. Hal ini disertai nyeri dada, pasien sering gelisah dan tidak dapat tidur. Keluhan biru pada mulut dan kaki tidak ditemukan. Keluhan ini
12

: Erfhan Yudha/ 815090 : 12 tahun 4 bulan : Eka Zul Arfi/Juliati : Melayu : Jl. M. Amin/ Gaung Indragiri Hilir : 13 Juni 2013 : Alloanamnesis : Ibu Kandung Pasien di bangsal Merak I non-infeksi pukul

dirasakan hilang timbul, pasien terlihat pucat. Pasien mengobati dirinya ke balai pengobatan, diberikan 2 buah tablet dan keluhan berkurang. Riwayat asma (-), Demam (-), Buang air besar tidak ada keluhan, buang air kecil 3 kali sehari, nyeri saat BAK (-), BAK berpasir (-), muntah (+), mual (-), lemah (+), lesu, nafsu makan menurun (+). Riwayat Penyakit Dahulu (-) : Pada bulan desember 2011 Pasien pernah dioperasi 4 kali selama 1 tahun terakhir yaitu pengangkatan batu ginjal, pemasangan stent, dan pembukaan stent di rumah sakit ibnusina pekanbaru oleh dokter spesialis urologi. Dan tidak pernah kontrol lagi setelah dilakukan operasi terakhir tersebut. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama Riwayat Kehamilan Pasien anak pertama dari 2 bersaudara, pasien dilahirkan secara spontan dengan pertolongan bidan, langsung menangis, berat badan lahir pasien 3000 gram, dengan panjang badan 48 cm. Selama kehamilan ibu tidak menderita Diabetes mellitus, hipertensi, demam, atau penyakit lainnya. Riwayat Orang Tua Ayah pasien Ibu pasien : Pekerjaan swasta, pendidikan tidak sekolah : Pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan tamat SD

Riwayat makan dan minum ASI 0-6 bulan, diberikan secara eksklusif Bubur susu 6-8 bulan Susu formula 6 bulan-2 tahun Nasi Tim 8 bulan 2 tahun Makanan menu keluarga 2 tahun sampai sekarang

13

Riwayat Imunisasi BCG (+) DPT (+) Polio (+) Campak (+) Hepatitis B (+)

Riwayat Pertumbuhan Fisik BBL : 3000 gram BBM : 16 Kg PBL : 52 cm PBM : 120 cm

Riwayat Perkembangan Usia 3 bulan mengangkat kepala Usian 6 bulan menelungkup Usia 7 bulan duduk tanpa dibantu Usia 8 bulan merangkak Usia 9 bulan menirukan suara, belajar 2 kata Usia 11 bulan berjalan dan mengekplorasi rumah dan sekeliling rumah Usia 2 tahun memanjat dan melompat

Keadaan Perumahan Dan Tempat Tinggal Tinggal di rumah petak, berukuran 10 x 8 m 2, rumah permanen, memiliki jendela dan ventilasi, sumber air minum dari air hujan, sumber air untuk MCK berasal dari air sumur. BAB di jamban berjarak 10 m dari sumur, pekarangan sempit, sampah dikumpulkan kemudian dibakar. Kesan lingkungan : cukup. PEMERIKSAAN FISIK Kesan Umum Tanda-tanda Vital TD : 110/70 mmHg Suhu : 36,40C
14

: Tampak sakit berat

Tingkat kesadaran : Composmentis

Nadi : 100 x/i Nafas : 43 x/i, retraksi iga (+), retraksi suprasternal (+) Gizi TB BB : 120 cm : 16 Kg LILA : 16 cm Lingkar Kepala : 54 cm LP : 56 cm

Status gizi menurut BB/TB NCHS Persentil 50 BBI = 23 Kg % NCHS = 19/23 = 82 % (Mild Malnutrition) Kepala Rambut Konjungtiva Sklera Pupil Refleks Cahaya Telinga Hidung Mulut Bibir Selaput Lendir Palatum Lidah Gigi Tenggorokkan Leher KGB Kaku kuduk Dada (Thorax) Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Gerakan dinding dada simetris, Retraksi pada daerah suprasternal, subinterkostal : Vocal fremitus kanan = kiri : Sonor : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-).
15

: LK 50 cm, kesan normocephali : Hitam, tidak mudah dicabut : Pucat (+) : Kuning (-) : isokor 2 mm/2 mm : Langsung (+/+), tidak langsung (+/+) : sekret (-), bentuk dan ukuran dalam batas normal : sekret (-), bentuk dan ukuran dalam batas normal : basah : basah : utuh : tidak kotor, bau urea (-) : perdarahan gusi (-), karies (+) : Hiperemis (-), Tonsil : T1/T1 : Pembesaran (-) : Tidak ada

Mata Cekung (-), air mata (+)

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak angkat kuat : Ictus cordis tidak teraba : Batas jantung kanan Linea Sternalis, Spasial intercostae V Batas jantung kiri Linea mid clavicularis spasial intercostae V Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Alat Kelamin Laki-laki, dalam batas normal Ekstremitas Simetris, kelainan kongenital (-), akral hangat, CRT < 3 detik, turgor kulit baik PEMERIKSAAN LABORATORIUM 12 Juni 2013 Hb : 9,5 gr/dl Ht : 26,6 vol% Leuko : 28.430 /mm3 Tromb : 675.000 /mm3 Na : 135 mmol/l K : 4,7 mmol/l Cl- : 101 mmol/l Ureum : 245,3 mg/l Creatinin : 8,1 mg/dl Asam Urat : 10,3 mg/dl Glukosa Sewaktu : 100 mg/dl 13 Juni 2013 Hb : 9,1 gr/dl Ht : 27,2 vol% Leuko : 30900 /mm3 Tromb : 678.000 /mm3 HbsAg Kualitatif: nonreaktif Globulin : 5,99 gr/dl BUN : 169 mg/dl 14 Juni 2013 AGDA PH : 7,27 PCO2 : 18 mmHg PO2 : 120 mmHg HCO3 : 8,3 mmol/L TCO2 : 8,9 mmol/L BE : -16,4 SO2c : 98 % Elektrolit Na+ : 133 mmol/L K+ : 3,3 mmol/L Ca++ : 0,35 mmol/L 17 Juni 2013 Hb : 9,8 gr/dl Ht : 29 vol% Leuko : 11.000 /mm3 Tromb : 669.000 /mm3 Cholesterol : 286 mg/dl Ureum : 395,2 mgdl Albumin : 4,17 gr/dl Creatinin : 11,22 mg/dl BUN : 184, 7 mg/dl : Datar, venektasi, scars diregio lumbal dekstra : Supel, Nyeri tekan (+) diregio lumbal dekstra, : Tymphani, Nyeri ketok CVA (+) : Bising Usus (+) Normal : BJ I dan II dalam batas normal, Gallop (-), Murmur (-), Bising sistolik (-)

organomegali (-)

16

Urine : 13 Juni 2013 Makroskopik : Warna Kuning, Jernih, endapan (-) Kimia Urine : Protein (+3) Glukosa (-) Bilirubin (-) Darah (-) Keton (-) Nitrit (-) PH = 6,5 Urine 17 Juni 2013 Makroskopik : Warna Kuning, Jernih, endapan (-) Kimia Urine : Protein (+3) Glukosa (-) Bilirubin (-) Darah (-) Keton (-) Nitrit (-) PH = 6,0 BJ = 1.010 Mikroskopik : Eritrosit : 2-3/LPB Leukosit : 6-8/LPB Sel epitel : 2-3/LPB Kristal :0 BJ = 1.025 Mikroskopik : Eritrosit : 8-10/LPB Leukosit : 13-14/LPB Sel epitel : 3-4/LPB Kristal :0

Silinder : 0 Bakteri : 0 Jamur :0

Silinder : 0 Bakteri : 0 Jamur :0

17

Feses : Makroskopik : Warna Kuning, Lendir (-), Darah (-), Telur cacing (-) Mikroskopik : Eritrosit : 0/LPB Leukosit : 0-1/LPB Sel epitel : 0-1/LPB Telur cacing : -

HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS 1 hari SMRS, Sesak nafas yang semakin memberat Lemah, Lesu dan Pucat 3 bulan terakhir Buang air kecil tidak ada 1 hari smrs Mual (+) Nafsu makan menurun Riwayat operasi pengangkatan batu ginjal sebanyak 4 kali

HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK Penampilan Umum Tingkat kesadaran Suhu Pernafasan LP BB Thorax Abdomen : tampak sakit sedang : composmentis : 36,8 0 C : 49 x/i , Kusmaul, retraksi : 58 cm : 16 Kg : retraksi iga pada daerah suprasternal, subinterkostal : Scars di regio lumbal dextra d/u 5 x 1 cm Ekskoriasi (+), d/u 3 x 2 cm HAL-HAL YANG PENTING DARI PENUNJANG Hb : 9,5 gr/dl (anemia) Ht : 26,6 vol%

Leuko : 28.430 /mm3 (Leuksitosis) Tromb : 675.000 /mm3 Na : 133 mmol/l (hiponatremia) K+ : 3,3 mmol/L Ca++ : 0,35 mmol/L (hipocalcemia) Ureum : 245,3 mg/l (Hiperuremia) Creatinin : 8,1 mg/dl (meningkat) Asam Urat : 10,3 mg/dl (meningkat)

DIAGNOSIS KERJA Chronic Kidney Disease stage V + Post nephrolithiasis dextra TERAPI Medikamentosa : IVFD KAEN 1B 12 tetes per menit Ceftriaxon 3 x 500 mg Furosemid inj 3 x 20 mg Natrium Bicarbonat 25 Meq + 100 cc (dalam 15 menit) Gizi : 29 x 70 kkal = 2030 kkal diberikan dalam 3 porsi Makanan biasa sebanyak 500 kkal, dan snack 2 x 150 kkal PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam Follow Up 13 Juni 2013 S : Sesak nafas (+), Haus (+), gatal-gatal dikulit (-), Mual (-), Muntah (-), Kejang (-), Bengkak (-), Pucat (+), Lemah (+) O : Kesadaran : Komposmentis KU : tampak sakit berat TD : 110/70 mmHg Nadi : 90 kali/menit RR : 43 x/i 14 Juni 2013 S : Malam Sesak nafas (+), pagi sesak berkurang, Haus (+), gatal-gatal dikulit (-), Mual (-), Muntah (-), Kejang (-), Bengkak (-), Pucat (+), Lemah (+) O : Kesadaran : Komposmentis KU : tampak sakit berat TD : 110/70 mmHg 15 Juni 2013 S : Malam Sesak nafas (+), pagi sesak berkurang, Haus (+), gatal-gatal dikulit (-), Mual (+), Muntah (-), Kejang (-), Bengkak (-), Pucat (+), Lemah (+) O : Kesadaran : Komposmentis KU : tampak sakit berat TD : 110/70 mmHg : dubia ad malam : dubia ad malam

T : 36,80C Mata : Konjungtiva pucat (-/-) Sklera Kuning (-/-) Dada (Thorax) Inspeksi:Gerakan dinding dada simetris, Retraksi (+) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler (+/ +),Ronchi(-/-), Wheezing (-/-) Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak angkat kuat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas jantung kanan Linea Sternalis, Spasial intercostae V Batas jantung kiri Linea mid clavicularis Spasial intercostae V Abdomen Inspeksi:Datar, venektasi, scars diregio lumbal dextra d/u 5 x 1 cm Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+), organomegali (-) Perkusi: Tymphani Auskultasi: Bising Usus (+) Normal Urine : warna kuning, jernih, endapan (-) Protein Urine +2 Eritrosit : 8-10/LPB Leukosit : 13-14/LPB Sel epitel : 3-4/LPB Urine Output 20-30 cc/jam : 480-600 cc Input cairan : Infus + air minum = 800 cc + 100 cc

Nadi : 102 kali/menit RR : 39 x/i T : 36,50C BB : 16 Kg TB : 120 cm Mata : Konjungtiva pucat (-/-) Sklera Kuning (-/-) Dada (Thorax) Inspeksi: Gerakan dinding dada simetris, Retraksi (+) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-) Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak angkat kuat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi: Batas jantung kanan Linea Sternalis, Spasial intercostae V Batas jantung kiri Linea mid clavicularis spasial intercostae V Abdomen Inspeksi: Datar, venektasi, scars diregio lumbal dextra d/u 5 x 1 cm Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+), organomegali (-) Perkusi: Tymphani Auskultasi: Bising Usus (+) Normal Urine : warna kuning, jernih, endapan (-) Protein Urine +2 Eritrosit : 7-9/LPB Leukosit : 16-18/LPB

Nadi : 96 kali/menit RR : 32 x/i T : 37,20C BB : 16 Kg TB : 120 cm Mata : Konjungtiva pucat (-/-) Sklera Kuning (-/-) Dada (Thorax) Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, Retraksi (+) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak angkat kuat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas jantung kanan Linea Sternalis, Spasial intercostae V Batas jantung kiri Linea mid clavicularis spasial intercostae V Abdomen Inspeksi : Datar, venektasi, scars diregio lumbal dextra d/u 5 x 1 cm Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+), organomegali (-) Perkusi : Tymphani Auskultasi : Bising Usus (+) Normal Urine : warna kuning, jernih, endapan (-)

= 900 cc IWL : (30-12) x 16 = 288 cc Balance : Input (IWL + output) 900 (288+480) = 152 cc A : Chronic Kidney disease Stage V + Post Nephrolithiasis dextra P: IVFD Kaen IB 12 tpm Inj. Ceftriakson 3 x 500 mg (I) InJ. Furosemid 3 x 20 mg (I) Natrium Bicarbonat 25 mEq + 100 cc NaCL 0,9% (habis dalam 15 menit) 2030 kkal diberikan dalam 3 porsi Makanan lunak sebanyak 500 kkal, dan snack 2 x 150 kkal Rencana pemasangan peritoneal dialisis dengan dokter spesialis bedah digestive

Sel epitel : 12/LPB Urine Output 20 cc/jam : 480 cc Input cairan : Infus + air minum = 800 cc + 50 cc = 850 cc IWL : (30-12) x 16 = 288 cc Balance : Input (IWL + output) 850 (288+480) = 82 cc A : Chronic Kidney disease Stage V + Post Nephrolithiasis dextra P: IVFD Kaen IB 12 tpm Inj. Ceftriakson 3 x 500 mg (II) InJ. Furosemid 3 x 20 mg (II) 2030 kkal diberikan dalam 3 porsi Makanan lunak sebanyak 500 kkal, dan snack 2 x 150 kkal Rencana pemasangan peritoneal dialisis dengan dokter spesialis bedah digestive

Protein Urine +2 Eritrosit : 7-9/LPB Leukosit : 16-18/LPB Sel epitel : 12/LPB Urine Output 20 cc/jam : 480 cc Input cairan : Infus + air minum = 800 cc + 50 cc = 850 cc IWL : (30-12) x 16 = 288 cc Balance : Input (IWL + output) 850 (288+480) = 82 cc A : Chronic Kidney disease Stage V + Post Nephrolithiasis dextra P: IVFD Kaen IB 12 tpm Inj. Ceftriakson 3 x 500 mg (III) InJ. Furosemid 3 x 20 mg (III) 2030 kkal diberikan dalam 3 porsi Makanan lunak sebanyak 500 kkal, dan snack 2 x 150 kkal Rencana pemasangan peritoneal dialisis dengan dokter spesialis bedah digestive

16 Juni 2013 S : Malam Sesak nafas (+), pagi sesak berkurang, Haus (+), gatal-gatal dikulit (-), Mual (+), Muntah (-), Kejang (-), Bengkak (-), Pucat (+), Lemah (+)

17 Juni 2013 S : Pasien lemas, Sesak nafas (+), Haus (+), gatalgatal dikulit (-), Mual (+), Muntah (-), Kejang (-), Bengkak (-), Pucat (+), Lemah (+) O : Kesadaran :

18 Juni 2013 S : Kejang (+), selama 23 menit, Pasien lemas, Sesak nafas (+), Haus (+), gatal-gatal dikulit (-), Mual (+), Muntah (-), Kejang (-), Bengkak (-), Pucat (+), Lemah (+)

O : Kesadaran : Komposmentis KU : tampak sakit berat TD : 110/70 mmHg Nadi : 96 kali/menit RR : 29 x/i T : 37,20C BB : 16 Kg TB : 120 cm Mata : Konjungtiva pucat (-/-) Sklera Kuning (-/-) Dada (Thorax) Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, Retraksi (+) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak angkat kuat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas jantung kanan Linea Sternalis, Spasial intercostae V Batas jantung kiri Linea mid clavicularis spasial intercostae V Abdomen Inspeksi : Datar, venektasi, scars diregio lumbal dextra d/u 5 x 1 cm Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+), organomegali (-) Perkusi : Tymphani Auskultasi : Bising

Komposmentis KU : tampak sakit berat TD : 120/70 mmHg Nadi : 96 kali/menit RR : 28 x/i T : 37,20C BB : 16 Kg TB : 120 cm Mata : Konjungtiva pucat (-/-) Sklera Kuning (-/-) Dada (Thorax) Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, Retraksi (+) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor Auskultasi: Vesikuler (+/ +), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-) Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak angkat kuat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi: Batas jantung kanan Linea Sternalis, Spasial intercostae V Batas jantung kiri Linea mid clavicularis spasial intercostae V Abdomen Inspeksi: Datar, venektasi, scars diregio lumbal dextra d/u 5 x 1 cm Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+), organomegali (-) Perkusi: Tymphani Auskultasi: Bising Usus (+) Normal Urine : warna kuning, jernih, endapan (-)

belum bisa makan dan minum O : Kesadaran : Komposmentis KU : tampak sakit berat TD : 100/70 mmHg Nadi : 110 kali/menit T : 37,20C RR : 27 x/i BB : 16 Kg TB : 120 cm Mata : Konjungtiva pucat (-/-) Sklera Kuning (-/-) Dada (Thorax) Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, Retraksi (+) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak angkat kuat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas jantung kanan Linea Sternalis, Spasial intercostae V Batas jantung kiri Linea mid clavicularis spasial intercostae V Abdomen Inspeksi : Datar, venektasi, scars diregio lumbal dextra d/u 5 x 1 cm Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+), organomegali (-)

Usus (+) Normal Urine : warna kuning, jernih, endapan (-) Protein Urine +2 Eritrosit : 7-9/LPB Leukosit : 16-18/LPB Sel epitel : 12/LPB Urine Output 20 cc/jam : 480 cc Input cairan : Infus + air minum = 800 cc + 50 cc = 850 cc IWL : (30-12) x 16 = 288 cc Balance : Input (IWL + output)850 (288+480) = 82 cc A : Chronic Kidney disease Stage V + Post Nephrolithiasis dextra P: IVFD Kaen IB 12 tpm Inj. Ceftriakson 3 x 500 mg (IV) Inj. Furosemid 3 x 20 mg (IV) 2030 kkal diberikan dalam 3 porsi Makanan lunak sebanyak 500 kkal, dan snack 2 x 150 kkal Rencana pemasangan peritoneal dialisis oleh dokter spesialis bedah digestive Rencana cek darah rutin, ureum, creatinin, cholesterol, urin rutin dan albumin

Protein Urine +2 Eritrosit : 7-9/LPB Leukosit : 16-18/LPB Sel epitel : 12/LPB Urine Output 20 cc/jam : 480 cc Input cairan : Infus + air minum = 800 cc + 50 cc = 850 cc IWL : (30-12) x 16 = 288 cc Balance : Input (IWL + output) 850 (288+480) = 82 cc A : Chronic Kidney disease Stage V + Post Nephrolithiasis dextra P: IVFD Kaen IB 12 tpm Inj. Ceftriakson 3 x 500 mg (V) Inj. Furosemid 3 x 20 mg (V) 2030 kkal diberikan dalam 3 porsi Makanan lunak sebanyak 500 kkal, dan snack 2 x 150 kkal Rencana pemasangan peritoneal dialisis oleh dokter spesialis bedah digestive

Perkusi : Tymphani Auskultasi : Bising Usus (+) Normal Urine : warna kuning, jernih, endapan (-) Protein Urine +2 Eritrosit : 7-9/LPB Leukosit : 16-18/LPB Sel epitel : 12/LPB Urine Output 20 cc/jam : 480 cc Input cairan : Infus + air minum = 800 cc + 50 cc = 850 cc IWL : (30-12) x 16 = 288 cc Balance : Input (IWL + output) 850 (288+480) = 82 cc A : Chronic Kidney disease Stage V + Post Nephrolithiasis dextra P: IVFD Kaen IB 12 tpm Inj. Ceftriakson 3 x 500 mg (VI) Inj. Furosemid 3 x 20 mg (VI) 2030 kkal diberikan dalam 3 porsi Makanan lunak sebanyak 500 kkal, dan snack 2 x 150 kkal Rencana pemasangan peritoneal dialisis oleh dokter spesialis bedah digestive

19 Juni 2013 S : Penurunan kesadaran Kejang (+) 3 kali dalam satu malam, selama 2-3 menit, Pasien lemas,

20 Juni 2013 S : Penurunan kesadaran Kejang (+) tidak berhenti, Pasien lemas, Sesak nafas (+), Haus (+), gatal-gatal

20 Juni 2013 Pukul 14.30 WIB S : Penurunan kesadaran Kejang (+) tidak berhenti, Pasien lemas, Sesak nafas

Sesak nafas (+), Haus (+), gatal-gatal dikulit (-), Mual (+), Muntah (-), Kejang (-), Bengkak (-), Pucat (+), Lemah (+) belum bisa makan dan minum O : Kesadaran : apatis KU : tampak sakit berat TD : 100/70 mmHg Nadi : 110 kali/menit T : 37,20C RR : 27 x/i BB : 16 Kg TB : 120 cm Mata : Konjungtiva pucat (-/-) Sklera Kuning (-/-) Dada (Thorax) Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, Retraksi (+) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak angkat kuat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas jantung kanan Linea Sternalis, Spasial intercostae V Batas jantung kiri Linea mid clavicularis spasial intercostae V Abdomen Inspeksi : Datar, venektasi, scars diregio lumbal dextra d/u 5 x 1 cm

dikulit (-), Mual (+), Muntah (-), Kejang (-), Bengkak (-), Pucat (+), Lemah (+) belum bisa makan dan minum O : Kesadaran : apatis KU : tampak sakit berat TD : 100/70 mmHg Nadi : 110 kali/menit T : 37,20C RR : 27 x/i BB : 16 Kg TB : 120 cm Mata : Konjungtiva pucat (-/-) Sklera Kuning (-/-) Dada (Thorax) Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, Retraksi (+) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak angkat kuat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas jantung kanan Linea Sternalis, Spasial intercostae V Batas jantung kiri Linea mid clavicularis spasial intercostae V Abdomen Inspeksi : Datar, venektasi, scars diregio lumbal dextra d/u 5 x 1 cm Palpasi : Supel,

(+), Haus (+), gatal-gatal dikulit (-), Mual (+), Muntah (-), Kejang (-), Bengkak (-), Pucat (+), Lemah (+) belum bisa makan dan minum O : Kesadaran : apatis KU : tampak sakit berat TD : 100/70 mmHg Nadi : 110 kali/menit T : 37,20C RR : 27 x/i BB : 16 Kg TB : 120 cm Mata : Konjungtiva pucat (-/-) Sklera Kuning (-/-) Dada (Thorax) Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, Retraksi (+) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak angkat kuat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas jantung kanan Linea Sternalis, Spasial intercostae V Batas jantung kiri Linea mid clavicularis spasial intercostae V Abdomen Inspeksi : Datar, venektasi, scars diregio lumbal dextra d/u 5 x 1 cm

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+), organomegali (-) Perkusi : Tymphani Auskultasi : Bising Usus (+) Normal Urine : warna kuning, jernih, endapan (-) Protein Urine +2 Eritrosit : 7-9/LPB Leukosit : 16-18/LPB Sel epitel : 12/LPB Urine Output 20 cc/jam : 480 cc Input cairan : Infus + air minum = 800 cc + 50 cc = 850 cc IWL : (30-12) x 16 = 288 cc Balance : Input (IWL + output) 850 (288+480) = 82 cc A : Chronic Kidney disease Stage V + Post Nephrolithiasis dextra P: IVFD Kaen IB 12 tpm Inj. Ceftriakson 3 x 500 mg (VII) Inj. Furosemid 3 x 20 mg (VII) Natrium Bicarbonat 25 mEq + 100 cc NaCL 0,9% (habis dalam 15 menit) 2030 kkal diberikan dalam 3 porsi Makanan lunak sebanyak 500 kkal, dan snack 2 x 150 kkal Rencana pemasangan peritoneal dialisis oleh dokter spesialis bedah digestive

Nyeri tekan (+), organomegali (-) Perkusi : Tymphani Auskultasi : Bising Usus (+) Normal Urine : warna kuning, jernih, endapan (-) Protein Urine +3 Eritrosit : 7-9/LPB Leukosit : 16-18/LPB Sel epitel : 12/LPB Urine Output 230 cc/ (24x16) = 0,59 cc / jam Input cairan : Infus + air minum = 800 cc + 50 cc = 850 cc IWL : (30-12) x 16 = 288 cc Balance : Input (IWL + output) 850 (288+14,16) = 547.84 cc A : Chronic Kidney disease Stage V + Post Nephrolithiasis dextra P: IVFD Kaen IB 12 tpm Inj. Ceftriakson 3 x 500 mg (VIII) Inj. Furosemid 3 x 20 mg (VIII) Natrium Bicarbonat 25 mEq + 100 cc NaCL 0,9% (habis dalam 15 menit) 2030 kkal diberikan dalam 3 porsi Makanan lunak sebanyak 500 kkal, dan snack 2 x 150 kkal Rencana pemasangan peritoneal dialisis oleh dokter spesialis bedah digestive

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+), organomegali (-) Perkusi : Tymphani Auskultasi : Bising Usus (+) Normal Urine : warna kuning, jernih, endapan (-) Protein Urine +3 Eritrosit : 7-9/LPB Leukosit : 16-18/LPB Sel epitel : 12/LPB Urine Output 230 cc/ (24x16) = 0,59 cc / jam Input cairan : Infus + air minum = 800 cc + 50 cc = 850 cc IWL : (30-12) x 16 = 288 cc Balance : Input (IWL + output) 850 (288+14,16) = 547.84 cc A : Chronic Kidney disease Stage V + Post Nephrolithiasis dextra P : IVFD Kaen IB 12 tpm Inj. Ceftriakson 3 x 500 mg (VIII) Inj. Furosemid 3 x 20 mg (VIII) Pasien Meninggal Dunia pukul 14.30 WIB

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien didiagnosis mengalami penyakit ginjal kronik stadium terminal. Hal ini berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh The National Kidney Foundations Kidney Disease and Outcome Quality Initiative (NKF-KDOQI) pada tahun 2002 merupakan penyakit ginjal dengan kerusakan struktural ataupun fungsional (misalnya kelainan urinalisis, pencitraan, atau histologi) ginjal minimal tiga bulan dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Hal ini sesuai dengan riwayat penyakit yang diperoleh dari ibu pasien dimana pasien telah menderita penyakit selama 3 bulan yang lalu, buang air kecil yang berkurang, sesak nafas dan keterbatasan aktifitas. Pasien datang kerumah sakit umum Arifin Achmad dengan manifestasi berupa pucat, oliguria, anemia, hiponatremia, asidosis metabolik, hipocalcemia, dan penurunan fungsi ginjal yang berat. Hasil lab mendapatkan laju filtrasi glomerulus pasien sebesar 8,34 mL/menit/1,73 m2. Hal ini telah memenuhi standar untuk didiagnosis penyakit ginjal kronik stadium terminal. Penyebab penyakit ginjal kronis pada pasien ini adalah akibat obstruktif. Hal ini karena pasien memiliki riwayat didiagnosis nefrolitiasis dextra dan mengalami operasi pengangkatan batu ginjal. Hal ini berdasarkan riwayat penyakit dan hasil imaging dari Rs Ibnu Sina ditemukan adanya stone (batu) pada ginjal kanan pada daerah kaliks mayor dengan ukuran > 5 mm. Dari hasil lab didapatkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin, pasien juga mengalami proteinuria. Proteinuria pada PGK merupakan tanda penting kerusakan ginjal. Proteinuria berperan dalam penurunan fungsi ginjal karena protein yang melintasi dinding kapiler glomerulus berdampak toksik sehingga terjadi migrasi monosit/makrofag dan dengan peran berbagai sitokin terjadi sklerosis glomerulus dan fibrosis tubulointerstisial. Dari analisa gas darah didapatkan pasien mengalami asidosis, asidosis terjadi pada pasien ini disebabkan

dari gangguan ekskresi ion hidrogen atau reabsorbsi bikarbonat oleh tubulus ginjal menyebabkan hilangnya ion bicarbonate dalam urin. Saat fungsi ginjal menurun terdapat pembentukan anion dari asam lemak dalam cairan tubuh yang tidak diekskresikan oleh ginjal. Dan menurunnya hal ini mengakibatkan penurunan LFG mengurangi ekskresi fosfat dan NH4 yang mengurangi jumlah bikarbonat. Hal ini sesuai dengan literatur di mana pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik mengalami peningkatan ureum dan kreatinin, asidosis, hiperkalemia, dan hipoalbuminemia. Pasien mengalami anemia hal ini terjadi akibat penurunan sekresi hormon eritropoietin. Anemia karena penyakit ginjal kronis biasanya terjadi jika laju filtrasi glomerulus turun <50 mL/menit/1,73 m2 atau serum kreatinin meningkat menjadi > 2 mg/dl. Anemia pada PGK paling sering disebabkan oleh defisiensi eritropoetin dan zat besi. Defisiensi besi berhubungan dengan penurunan nafsu makan sehingga tidak mampu menjaga cadangan besi dalam tubuh secara adekuat lewat makanan. Defisiensi tersebut juga disebabkan oleh kehilangan darah kronik akibat pengambilan darah yang sering, intervensi bedah,dialisis, dan masa hidup eritrosit yang memendek. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami sesak napas yang semakin memberat. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pernafasan cepat dan dalam yaitu pernafasan kussmaul. Hal ini sudah terjadi sejak 3 bulan yang lalu. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan kadar ureum dalam darah akibat berkurangnya fungsi ginjal mengekskresikan ureum sebagai produk sisa dari metabolisme tubuh. Keadaan uremia akan terjadi jika laju filtrasi glomerulus < 10 mL/menit/1,73m2. Pasien juga mengalami frekuensi buang air kecil yang semakin berkurang. Pasien menyangkal riwayat asma. Pasien pernah mengalami operasi pengangkatan batu ginjal 1 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan laboratorium AGDA dan elektrolit didapatkan PH yang menurun (PH : 7,27), hiponatremia (133 mmol/L), hipokalemia (3.3 mmol/L), hipocalcemia (0,35 mmol/L), HCO3 (8,3 mmol/L), PCO2 (18 mmHG). Sehingga hal ini mendukung dalam keadaan asidosis metabolik kompensasi sebagian. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan. Penurunan nafsu makan terjadi akibat asidosis dan inflamasi yang menyebabkan peningkatan sitokin seperti leptin, TNF-, IL-1 dan IL-6 sehingga menyebabkan penurunan nafsu makan dan kecepatan metabolisme. Malnutrisi merupakan komplikasi serius dan sering ditemukan pada PGK.Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami mild malnutrition akibat asupan makanan yang berkurang akibat berkurangnya nafsu makan. Pasien juga mengalami pernafasan kusmaull dan retraksi dinding dada. Hal ini merupakan gejala dari asidosis metabolik akibat peningkatan kadar ureum darah dan akibat penumpukan cairan di paru.

Terapi yang diberikan pada pasien adalah: IVFD KaEN 1B, Injeksi Ceftriakson, Injeksi Furosemid, dan Natrium bikarbonat. IVFD KaEN 1B diberikan sebagai cairan maintenance dan untuk mempermudah injeksi obat IV dengan dosis lazim 50-100 ml/jam. Furosemid diberikan sebagai diuretik untuk mengeluarkan cairan sehingga sesak pasien berkurang. Natrium bikarbonat diberikan untuk mengatasi masalah asidosis yang dialami pasien. Ceftriakson diberikan karena pasien mengalami infeksi. Hal ini akibat jumlah leukosit pasien di atas nilai normal. Diet yang diberikan pada pasien sesuai dengan standar RDA. Pasien direncanakan untuk dilakukan pemasangan peritoneal dialisis. Hal ini sesuai dengan literatur di mana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik stadium terminal adalah melalui dialisis atau transplantasi ginjal. Tatalaksana utama pada pasien ini adalah mengatasi keadaan eksaserbasi akutnya, yaitu dengan dialisis akut. Indikasi untuk dilakukan dialisis akut baik untuk peritoneal dialisis maupun hemodialisis adalah sama yaitu, meliputi sindroma uremia (muntah, kejang, penurunan kesadaran), tanda kelebihan cairan (hipertensi, edema paru), asidosis yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian bikarbonat intravena, dan indikasi biokimiawi meliputi hiperkalemia (Kalium serum>7 mEq/L), ureum darah >200-300 mg/dL atau kreatinin 15 mg/dL, dan bikarbonat plasma <12 mEq/L.9 Dialisis akut dapat dilakukan dengan peritoneal dialisis ataupun hemodialisis. Umumnya dialisis pada anak dilakukan dengan peritoneal dialisis, karena secara teknik lebih sederhana dan lebih mudah dikerjakan, dan merupakan pilihan yang paling tepat untuk penderita dengan keadaan hemodinamik yang tidak stabil. Dari hasil follow up didapatkan kondisi pasien semakin memburuk dan pasien meninggal dunia pada 20 Juni 2013. Pasien kejang sebelum meninggal dunia, Kejang pada pasien ini bersifat kejang parsial yang disebabkan oleh gangguan elektrolit yang dibuktikan oleh kadar serum natrium dalam keadaan hiponatremia, pada pasien ini ditemukan kadar Natrium 133 mmol/L hal ini sesuai dengan literatur yang mendefinisikan hiponatremia adalah penurunan konsentrasi serum <136 mmol/L. Hiponatremia pada pasien ini disebabkan oleh gangguan kapasitas ekskresi cairan pada ginjal. Mekanisme kejang pada hiponatremia melalui pembengkakan sel otak dan herniasi. Menurut literatur dikemukakan kejang terjadi jika konsentrasi natrium plasma menurun secara cepat sampai <115 mmol/L kejang timbul sebagai suatu tanda adanya perburukan sekaligus juga sebagai kedaruratan medis. Sehingga perlu dikoreksi dengan pemberian natrium dengan konsentrasi peningkatan rata-rata 0,5 mmol/L/jam. Pada pasien ini juga terjadi hiopocalcemia, iaitu suatu keadaan tingkat kalsium plasma <8,5 mg/dl, hipokalsemia meningkatkan eksitabilitas neuromuscular dan terjadinya

tetani sehingga didapatkan kejang dan perubahan status mental. Pengobatan untuk kejang hipokalsemik adalah dengan pengganti kalsium.

Daftar Pustaka 1. Pardede S, Chunnaedy S. Penyakit Ginjal Kronik pada Anak. Sari Pediatri 2009;11(3):199206). 2. Gulati S, Mittal S, Sharma RK, Gupta A. Etiology and outcome of chronic renal failure in Indian children. Pediatr Nephrol. Sep 1999;13(7):594-6. 3. Ardissino G, Dacco V, Testa S, et al. Epidemiology of chronic renal failure in children: data from the ItalKid project. Pediatrics. Apr 2003;111(4 Pt 1):e382-7. 4. Gulati S, et al. Chronic Kidney Disease In Children. diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/984358 [diakses tanggal: 19 Juni 2013] 5. Seikaly MG, Ho PL, Emmett L, et al. Chronic renal insufficiency in children: the 2001 Annual Report of the NAPRTCS. Pediatr Nephrol. Aug 2003;18(8):796-804. 6. [Guideline] Kopple JD. National kidney foundation K/DOQI clinical practice guidelines for nutrition in chronic renal failure. Am J Kidney Dis. Jan 2001;37(1 Suppl 2):S66-70. 7. [Guideline] National Kidney Foundation. K/DOQI clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification, and stratification. Am J Kidney Dis. Feb 2002;39(2 Suppl 1):S1-266. 8. [Guideline] KDOQI. KDOQI Clinical Practice Guideline for Nutrition in Children with CKD: 2008 update. Executive summary. Am J Kidney Dis. Mar 2009;53(3 Suppl 2):S11-104. 9. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Gagal Ginjal Kronik dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2007. Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. Jakarta Pusat. 10. [Guideline] Noordzij M, Korevaar JC, Boeschoten EW, Dekker FW, Bos WJ, Krediet RT. The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) Guideline for Bone Metabolism and Disease in CKD: association with mortality in dialysis patients. Am J Kidney Dis. Nov 2005;46(5):925-32.

11. Seeherunvong W, Abitbol CL, Chandar J, Zilleruelo G, Freundlich M. Vitamin D insufficiency and deficiency in children with early chronic kidney disease. J Pediatr. Jun 2009;154(6):906-11.e1 12. Soergel M, Schaefer F. Effect of hypertension on the progression of chronic renal failure in children. Am J Hypertens. Feb 2002;15(2 Pt 2):53S-56S. 13. Swinford RD, Portman RJ. Measurement and treatment of elevated blood pressure in the pediatric patient with chronic kidney disease. Adv Chronic Kidney Dis. Apr 2004;11(2):14361.

Anda mungkin juga menyukai