Anda di halaman 1dari 45

BAB III TUMBUH KEMBANG SECARA FISIK DAN PSIKOLOGIS ANAK USIA SEKOLAH

A. Pengkajian Fisik Anak Usia Sekolah


1. Tujuan
a. Meminimalkan stres dan cemas b. Meningkatkan hubungan saling percaya perawat-anak-orang tua. c. Meningkatan kesiapan anak pada saat akan diperiksa d. Meningkatkan keakuratan hasil pemeriksaan

2. Persiapan
a. Pemeriksaan fisik merupakan prosedur yang tidak menyakitkan, senyaman dan semenarik mungkin (boneka, paper doll) b. Libatkan keluarga / sibling anak lebih kooperatif jika ditemani c. Posisi senyaman mungkin (pasien sesak nafas posisi duduk). d. Pendekatan umum: urutan boleh diubah, periksa bagian tubuh normal / sehat dulu.

3. Persiapan Ruang Periksa


a. Ruangan aman dan tidak berbahaya b. Dekorasi dengan warna netral, jika mungkin perlengkapan disesuaikan usia anak. c. Suhu ruangan hangat dan nyaman d. Letakan alat-alat yang asing di luar area e. Gunakan beberapa mainan f. Berikan waktu untuk bermain

4. Perilaku Anak Yang Siap Diperiksa


a. Berbicara dengan perawat b. Kontak mata c. Menerima benda yang diberikan d. Membiarkan sentuhan fisik e. Memilih duduk di meja periksa daripada dipangkuan orang tua

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

5. Pemeriksaan head to toe:


a. Kepala Inspeksi : rambut, kulit kepala, benjolan, wajah simetris / tidak, ekspresi wajah. b. Mata Inspeksi : posisi dan kesejajaran mata, alis mata, kelopak mata, apparatus lakrimalis, skelera, konjungtiva, kornea, iris. c. Telinga Inspeksi: adanya keloid, kista epdermoid, lubang telinga dan gendang telinga dgn spectrum otoskop thd serumen, otitis ekstirna, otitis media akut. d. Hidung Inspeksi : hidung eksternal, inspeksi melalui speculum pd mukosa hidung thd pembengkakan dan warna merah , virus, polip. Palpasi : sinus terhadap nyeri tekan

e. Mulut Inspeksi : terhadap bibir, mukosa oral, gusi, gigi, lidah

f. Faring Inspeksi : terhadap ukuran dan penampilan tonsil

g. Leher Inspeksi : jaringan parut, massa, tortikolis, inspeksi kelenjar tiroid thd goiter Palpasi : kelenjar limfe terhadap limfadenopati servikal

h. Thoraks dan Inspeksi thoraks : frekuensi, irama, takipnea, hiperpnea, pernafasan Inspeksi dada : deformitas atau asimetris, retraksi inspirasi. Palpasi dada : area nyeri tekan, akspansi pernafasan, fremitus taktil Auskultasi : bunyi nafas & adanya bunyi tambahan sepeti krakles (mengi, ronkhi) i. Payudara dan aksila Inspeksi : ukuran, simetris, komtur, penampilan kulit, kemerahan, pigmentasi Palpasi payudara : konsistensi, nyeri tekan , palpasi putting. Inspeksi aksila : kemerahan, infeksi, pigmentasi Palpasi aksila : kelenjar aksila sentralis thd limfadenopati

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

j. System kardiovaskuler Palpasi :denyut radialis thd frekuensi dan irama jantung, denyut jantung karotis Auskultasi : untuk menghetahui murmur yg ditransmisikan dari jantung

k. Abdomen Inspeksi : kulit, umbilicus, simetris, pembesaran organ Auskultasi : bising usus, desiran Perkusi : terhadap proporsi dan pola timpani serta kepekakan Palpasi : adanya nyeri tekan, adanya tumor, viskus distensi

l. Genetalia pada pria dan wanita Inspeksi : perkembangan penis, kulit , rambut pd bagian dasar, kontur skrotum Palpasi : lesi pd penis, benjolan pd testis, nyeri tekan, palpasi lingkar inguinal Inspeksi : genetalia eksterna dan interna (labia, klitoris, orifisium uretra, introitus) Palpasi : nyeri tekan kelenjar bartholinis

m. Anus dan rectum Inspeksi : adanya hemoroid Palpasi : adanya kanker rectal

n. Ekstermitas atas Inspeksi : ukuran, simetris, warna, tekstur kulit dan kuku Palpasi : denyut radialis, brokhialis

o. Ekstermita bawah: Inspeksi : ukuran, simetris, adanya pembengkakan, warna dan tekstur kulit. Palpasi : denyut femoralis, popliteal, dorsalis pedis, tibialis posterior

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

B. Peran Perawat Primer, Managemen, dan Klinik di Komunitas


1. Keperawatan Primer
a. Definisi Menurut Grant dan Massey (1997) serta Marquis dan Huston (1998), terdapat lima model asuhan keperawatan professional (MAKP) yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan, dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan. Salah satunya adalah keperawatan primer. Keperawatan primer ialah metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien. Hal ini dilakukan mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Keperawatan primer mendorong praktik kemandirian perawat, karena ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan mengkoordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat. b. Kelebihan dan Kelemahan Secara garis besar, sistem keperawatan primer memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut : 1) Kelebihan: a) Bersifat kontinu dan komperhensif b) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri, c) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989). Selain itu, kelebihan yang dirasakan adalah pasien merasa dihargai karena terpenuhi kebutuhannya secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi dan akan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan dengan sistem/model primer karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbaharui dan komperhensif. 2) Kelemahan: Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, memiliki
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 4

kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel asertif, self direction, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin. c. Konsep dasar keperawatan primer Konsep dasar keperawatan primer adalah: 1) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat 2) Ada otonomi 3) Ada ketertiban pasien dan keluarga. d. Tugas perawat primer Tugas perawat primer meliputi : 1) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komperhensif 2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan 3) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama berdinas 4) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain. 5) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai 6) Menerima dan menyesuaikan rencana 7) Menyiapkan penyuluhan untuk kepulangan pasien 8) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, dengan cara kontak dengan lembaga sosial di masyarakat. 9) Membuat jadwal perjanjian klinik 10) Mengadakan kunjungan rumah e. Peran Perawatan Primer (Primary Role) Perawat komunitas melaksanakan teknik tindakan keperawatan sesuai prosedur. Selain itu dalam melaksanakan perannya berkoordinasi dengan petugas kesehatan yang lain. Beberapa item yang menjadi perhatian dalam peran ini antara lain: kesehatan fisik, kesehatan emosional, kebiasaan (makan, merokok), perhatian sosial (lingkungan rumah, kemiskinan).

2. Peran Perawat Komunitas


a. Definisi Peran menurut Kozier Barbara, (1995:21) Dalam Wahid & Nurul (2009) adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 5

keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Harlley Cit ANA (2000) menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan proses penuaan dan perawat Profesional adalah Perawat yang bertanggungjawab dan berwewenang memberikan pelayanan Keparawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga Kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya. (Depkes RI,2002). Peran perawat menurut Lokakarya Nasional 1983 sebagai pelaksana pelayanan keperawatan; pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan; serta sebagai pendidik dalam keperawatan, peneliti dan pengembang keperawatan. Keperawatan Kesehatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan, dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan. (Pradley, 1985; Logan dan Dawkin, 1987). b. Elemen Perawat Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya kebutuhan pelayanan kesehatan menuntut perawat kontemporer saat ini memiliki pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang. Saat ini perawat memiliki peran yang lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, juga memandang klien secara komprehensif. Perawat kontemporer menjalankan fungsi dalam kaitannya dengan berbagai peran pemberi perawatan, pembuat keputusan klinik dan etika, pelindung dan advokat bagi klien, manajer kasus, rehabilitator, komunikator dan pendidik (Potter dan Perry, 1997). Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa elemen peran perawat professional antara lain : care giver, client advocate, conselor, educator, collaborator, coordinator change agent, consultant dan interpersonal proses.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

Ada beberapa peran perawat professional antara lain care give, client advocate, counselor, educator, collaborator, coordinator, change agent, consultan, dan interpersonal process (figure 1.17) 1) Care Giver Peran ini diharapkan perawat mampu menerapkan hal-hal berikut ini. a) Memberikan pelayanan keperarawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnose masalah yang terjadi melalui dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks. b) Memeperhatikan individu dalam konteks sesui kehidupan klien, perawat harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikan dari klien. c) Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan, molai dari masalah fisik sampai sikologis. 2) Clien Advocate (Pembela Klien) Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu untuk mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu. Peran inilah yang belum tampak di kebanyakan institusi kesehatan di Indonesia, perawat masih sebatas menerima delegasi dari profesi kesehatan yang lain tanpa mempertimbangkan akibat dari tindakan yang akan dilakukannya apakah aman atau tidak bagi kesehatan klien. Manajer kasus juga merupakan salah satu peran yang dapat dilakoni oleh perawat, di sini perawat bertugas untuk mengatur jadwal tindakan yang akan dilakukan terhadap klien oleh berbagai profesi kesehatan yang ada di suatu rumah sakit untuk meminimalisasi tindakan penyembuhan yang saling tumpang tindih dan memaksimalkan fungsi terapeutik dari semua tindakan yang akan dilaksanakan terhadap klien. Tugas perawat : a) Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam

menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakankeperawatan yang diberikan kepadanya.
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 7

b) Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien. Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien (Disparty, 1998 :140). Hak-Hak Klien antara lain : a) Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya b) Hak atas informasi tentang penyakitnya c) Hak atas privacy d) Hak untuk menentukan nasibnya sendiri e) Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan. Hak-Hak Tenaga Kesehatan antara lain : a) Hak atas informasi yang benar b) Hak untuk bekerja sesuai standart c) Hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien d) Hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok e) Hak atas rahasia pribadi f) Hak atas balas jasa 3) Conselor (konseling) Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual. Peran perawat : a) Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. b) Perubahan pola interaksi merupakan Dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

c) Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu. d) Pemecahan masalah di fokuskan pada masalah keperawatan 4) Educator (Pendidik) Mengajar adalah merujuk kepada aktifitas dimana seseorang guru membantu murid untuk belajar. Belajar adalah sebuah proses interaktif antara guru dengan satu atau banyak pelajar dimana pembelajaran obyek khusus atau keinginan untuk merubah perilaku adalah tujuannya. (Redman, 1998 : 8 ). Inti dari perubahan perilaku selalu didapat dari pengetahuan baru atau ketrampilan secara teknis. 5) Kolaborasi (Collaborator) Perawat sebagai kalaborasi dapat di laksanakan dengan cara berkerja sama dengan tim kesehatan yang lain. 6) Koordinasi (Coordinator) Dalam peran ini diharapkan perawat mampu mengarahkan,

merencanakan, dan mengi banorganisasi pelayanan daari semua anggota tim kesehatan, karena klien menerima pelayanan dari banyak proffesonal . 7) Cange Agent Pembawa perubahan adalah seseorang yg berinisiatip membantu orla membuat perubahan pada dirinya atau pada system (Kemp,1986). Mengidentifikasi masalah, mengkaji motifasi pasien dan membantu klien tuk berubah, menunjukan alternated, menggali kemungkinan hasilk dari alternative, mengkaji sumber daya menunjukan peran membantu, membina dan mempertahankan hubungan membantu, membantu selama fase dari proses perubahan dan membimbing klien melalui fase ini (Marriner Torney)

3. Peran Perawat Kesehatan Masyarakat


Dari beberapa peran yang telah di kemukakan, baik oleh beberapa ahli maupun peran perawat berdasarkan konsursium ilmu kesehatan tahun 1989 dan hasil lokakarya keperawatan tahun 1983, maka banyak sekali peran yang di jalankan oleh perawat kesehatan masarakat dalam mengorganisasikan upaya-upaya kesehatan yang di jalankan. Peran tersebut di jalankan melalui pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang merupakan institusi pelayanan kesehatan dasar utama, baik

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

program di dalam gedung, atau di luar gedung, pada keluarga, kelompok-kelompok khusus, dsb sesuai dengan peran, fungsi,dan tanggung jawabnya. Perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) adalah perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif masyarakat mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara

berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara menyuluh dan terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya masyarakat. Menurut WHO Perkesmas merupakan lapangan perawatan khusus yang merupakan gabungan ketrampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna meningkatkan kesehatan, penyempurnaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga, yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyrakat secara keseluruhan. a. Tujuan Perkesmas Dalam pelaksanaan kegiatan Perkesmas tujuan yang diharapkan adalah meningkatnya kemandirian individu, keluarga, kelompok/masyarakat (rawan kesehatan) untuk mengatasi masalah kesehatan/keperawatannya sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. b. Sasaran Perkesmas Adapun yang menjadi sasaran program Perkesmas ini adalah seluruh masyarakat yang dapat terbagi menjadi: 1) Individu khususnya individu risiko tinggi (risti): menderita penyakit, balita, lanjut usia (lansia), masalah mental/jiwa. 2) Keluarga khususnya ibu hamil (bumil), lansia, menderita penyakit, masalah mental/jiwa. 3) Kelompok/masyarakat berisiko tinggi, termasuk daerah kumuh, terisolasi, konflik, tidak terjangkau pelayanan kesehatan. Fokus sasaran Perkesmas adalah keluarga rawan kesehatan dengan prioritasnya adalah keluarga rentan terhadap masalah kesehatan (Gakin), keluarga risiko tinggi (anggota keluarga bumil, balita, lansia, menderita penyakit).
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 10

c. Bentuk Kegiatan Perkesmas Adapun bentuk kegiatan Perkesmas antara lain:

1) Asuhan keperawatan pasien (prioritas) kontak Puskesmas yang berada di


poliklinik Puskesmas, Puskesmas pembantu (pustu), Puskesmas keliling (pusling), posyandu, pos kes desa.

1) Pengkajian keperawatan pasien sebagai deteksi dini (sasaran prioritas) 2) Penyuluhan kesehatan 3) Tindakan Keperawatan (direct care) 4) Konseling keperawatan 5) Pengobatan (sesuai kewenangan) 6) Rujukan pasien/masalah kesehatan 7) Dokumentasi keperawatan 2) Kunjugan rumah oleh perawat (home visit/home care) terencana, bertujuan
untuk pembinaan keluarga rawan kesehatan. Home visit adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif bertujuan memandirikan pasien dan keluarganya, pelayanan kesehatan diberikan di tempat tinggal pasien dengan melibatkan pasien dan keluarganya sebagai subyek yang ikut berpartisipasi merencanakan kegiatan pelayanan, pelayanan dikelola oleh suatu

unit/sarana/institusi baik aspek administrasi maupun aspek pelayanan dengan mengkoordinir berbagai kategori tenaga profesional dibantu tenaga non profesional, di bidang kesehatan maupun non kesehatan. d. Fungsi perawat Definisi fungsi itu sendiri adalah suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya: 1) Fungsi Independen Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis

(pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas dan

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

11

lain-lain), pemenuhan kebutuhan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. 2) Fungsi Dependen Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya silakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana. 3) Fungsi Interdependen Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling

ketergantungan di antara satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerjasama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan. Peranan perawat sangat menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab untuk memelihara dan mengelola asuhan keperawatan serta mengembangkan diri dalam meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan keperawatan.

4. Peran Perawat Manajemen


Mengembangkan, koordinasi, dan evaluasi program kesehatan sekolah. Mengembangkan dan implementasi kebijakan dan prosedur kesehatan sekolah Manajemen kasus pada siswa dan keluarga serta staff sekolah dengan kebutuhan kesehatan yang khusus Supervisi dan evaluasi pada tenaga kesehatan lain dan mendukung personal.

5. Peran Perawat Klinik


Perawat komunitas dalam peran klinik akan melakukan memberi pelayanan, konseling, pendidikan kesehatan kepada siswa dan keluarga serta staff sekolah. Pelayanan ini diintegrasikan dengan program sekolah. Perawat generalist ini bekerja di sekolah yang memberikan pelayanan selama jam sekolah. Perawat membaur dengan fungsional sehari-hari komunitas sekolah.
12

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

Perawat komunitas di sekolah adalah mengidentifikasi siswa, keluarga, dan guru dari resiko gangguan kesehatan (case finding), mengembangkan dan implementasi intervensi yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan dan menyusun kebijakan dan program yang sesuai untuk memecahkan permasalahan baik yang aktual maupun potensial.

C. Peran Perawat Primer Disekolah


1. Advokasi
Client Advocate (Pembela Klien) Tugas perawat : a. Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. b. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien. Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien (Disparty, 1998 :140).

2. Case Finder
Sebagai pengidentifikasi masalah kesehatan (Case Finder) Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.

3. Case Manager
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

13

4. Health Consuler
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual. Peran perawat : a. Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya b. Perubahan pola interaksi merupakan Dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya c. Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu. d. Pemecahan masalah di fokuskan pada masalah keperawatan

5. Educator
Dalam memberikan pendidikan dan pemahaman kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik di rumah, puskesmas, sekoolah dan di masyarakat dilakukan secara teroganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan-perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Peran ini dapat dilakukan oleh petugas kesehatan (perawat komunitas) dan anggota profesi lain dalam bentuk formal ataupun non formal. Pengajaran yang di lakukan bertujuan untuk mempertahankan dan

meningakatkan kesehatan masyarakat.

Focus pengajaran dapat

berbentuk,

penanaman perilaku sehat, peningkatan nutrisi dan pengaturan diet, olah raga, pengelolaan Stress, pendidikan tentang proses penyakit dan pentingnya pengobatan yang berkelanjutan, pendidikan tentang penggunaan obat, dan pendidikan tentang perawatan mandiri.

6. Health Visitor
Home visit adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif bertujuan memandirikan pasien dan keluarganya, pelayanan kesehatan diberikan di tempat tinggal pasien dengan melibatkan pasien dan keluarganya sebagai subyek yang ikut berpartisipasi merencanakan kegiatan pelayanan, pelayanan dikelola oleh suatu unit/sarana/institusi baik aspek administrasi maupun aspek pelayanan dengan

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

14

mengkoordinir berbagai kategori tenaga profesional dibantu tenaga non profesional, di bidang kesehatan maupun non kesehatan.

D. Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah


1. Pengertian Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa

(analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya. Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi). Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi system - sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.

2. Prinsip Dasar Teori Piaget


Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan intelektual yg menyeluruh, yg mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis (perkembangan jiwa). Piaget menerangkan inteligensi itu sendiri sebagai adaptasi biologi terhadap lingkungan. Contoh : manusia tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 15

melindunginya dari dingin; manusia tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari hewan pemangsa; manusia juga tidak mempunyai keahlian dalam memanjat pohon. Tapi manusia memiliki kepandaian untuk memproduksi pakaian & kendaraan untuk transportasi. Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif, yaitu : a. Fisik Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia kecuali fisik jika itu tidak cukup individu untuk dapat

mengembangkan

pengetahuan

intelegensi

memanfaatkan pengalaman tersebut. b. Kematangan Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri. c. Pengaruh sosial Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif. d. Aspek Inteligensi Menurut Piaget, inteligensi dapat dilihat dari 3 perspektif berbeda : 1) Struktur Disebut juga scheme (skemata/Schemas). Struktur & organisasi terdapat di lingkungan, tapi pikiran manusia lebih dari meniru struktur realita eksternal secara pasif. Interaksi pikiran manusia dengan dunia luar, mencocokkan dunia ke dalam mental framework-nya sendiri. Struktur kognitif merupakan mental framework yg dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkungan & menginterpretasikannya, mereorganisasikannya serta mentransformasikannya (Flavell, Miller & Miller) Dua hal penting yg harus diingat tentang membangun struktur kognitif : a) seseorang terlibat secara aktif dalam membangun proses. b) lingkungan dimana seseorang berinteraksi penting untuk perkembangan struktural.
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 16

2) Isi Disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah. Merupakan materi kasar, karena Piaget kurang tertarik pada apa yg anak-anak ketahui, tapi lebih tertarik dengan apa yang mendasari proses berpikir. Piaget melihat isi kurang penting dibanding dengan struktur & fungsinya, Bila isi adalah apa dari inteligensi, sedangkan bagaimana & mengapa ditentukan oleh kognitif atau intelektual. 3) Fungsi Disebut function, yaitu suatu proses dimana struktur kognitif dibangun. Semua organisme hidup yg berinteraksi dengan lingkungan mempunyai fungsi melalui proses organisasi & adaptasi. Organisasi: cenderung untuk mengintegrasi diri & dunia ke dalam suatu bentuk dari bagian-bagian menjadi satu kesatuan yg penuh arti, sebagai suatu cara untuk mengurangi kompleksitas. Adaptasi terhadap lingkungan terjadi dalam dua cara : 1) Organisme memanipulasi dunia luar dengan cara membuatnya menjadi serupa dengan dirinya. Proses ini disebut dengan asimilasi. Asimilasi mengambil sesuatu dari dunia luar & mencocokkannya ke dalam struktur yg sudah ada. contoh: manusia mengasimilasi makanan dengan membuatnya ke dalam komponen nutrisi, makanan yg mereka makan menjadi bagian dari diri mereka. 2) Organisme memodifikasi dirinya sehingga menjadi lebih menyukai lingkungannya. Proses ini disebut akomodasi. Ketika seseorang

mengakomodasi sesuatu, mereka mengubah diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan eksternal. contoh: tubuh tidak hanya mengasimilasi makanan tapi juga mengakomodasikannya dengan mensekresi cairan lambung untuk menghancurkannya & kontraksi lambung mencernanya secara involunter. Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 17

berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.

3. Teori Perkembangan Piaget


Jean Piaget, merancang model yang mendeskripsikan bagaimana manusia memahami dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi. Menurut Piaget seperti yang dikutip Woolfolk (2009) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Maturasi atau kematangan berkaitan dengan perubahan biologis yang terprogram secara genetik. Aktivitas berkaitan dengan kemampuan untuk menangani lingkungan dan belajar darinya. Transmisi sosial berkaitan dengan interaksi dengan orang-orang di sekitar dan belajar darinya. Tahap Tahap Perkembangan Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia : a. Periode sensorimotor (usia 02 tahun) b. Periode praoperasional (usia 27 tahun) c. Periode operasional konkrit (usia 711 tahun) d. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

4. Periode Sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial / persepsi penting dalam enam sub-tahapan : a. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks. b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

18

d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). e. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. f. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

5. Periode Praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti

mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

19

6. Periode Operasional Konkrit


Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit adalah : 1) Pengurutankemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. 2) Klasifikasikemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi

serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan) 3) Decenteringanak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. 4) Reversibilityanak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. 5) Konservasimemahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. 6) Penghilangan sifat Egosentrismekemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

20

boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

7. Periode Operasional Formal


Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada gradasi abu-abu di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan

perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

E. Perkembangan Sosial Anak Usia Sekolah


1. Pengertian Perkembangan sosial
Syamsul Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orangorang dilingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa : Hubungan sosial (sosialisasi)
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 21

merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks. Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat di mana anak berkembang, juga tergantung dari usia dan tugas perkembangannya. Sosialisasi merupakan proses belajar bersikap dan berperilaku sesuai dengan tututan sosial sehingga mampu hidup bermasyarakat dengan orang-orang di sekitarnya. Proses sosialisasi dilakukan melalui belajar berperilaku dan memainkan peran sosial yang dapat diterima masyarakat, serta mengembangkan sikap sosial sehingga akhirnya dapat melakukan penyesuaian sosial. Kemampuan peserta didik bersosialisasi antara lain dipengaruhi oleh kesempatan, waktu dan motivasi untuk bersosialisasi, kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang dapat dimengerti, dan metode belajar efektif serta bimbingan bersosialisasi. Dalam perkembangan sosial peserta didik usia SD/ MI, kelompok dan permainan anak memegang peranan penting. Melalui kegiatan kelompok dan permainan, anak SD/ MI belajar bergaul dan bersosialisasi dengan anak-anak lainnya. Agar dapat diterima dan tidak ditolak oleh kelompok dan permainan, anak perlu mengadakan penyesuaian sosial. Untuk itu anak perlu mempelajari berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain, menolong orang lain. perkembangan sosial dapat menumbuhkan jiwa sosial dan perhatian terhadap lingkungan tanpa ada tekanan karena perkembangan sosial berkembang dengan baik. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin

membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

22

2. Karakteristik Perkembangan Sosial Anak


a. Karakteristik Dan Ciri Tingkah Laku Sosial anak SD/MI Periode Usia Sekolah Minat terhadap kelompok makin besar, mulai mengurangi keikutsertaannya pada aktivitas keluarga. Pengaruh yang timbul pada keterampilan sosialisasi anak diantaranya berikut ini: Membantu anak untuk belajar bersama dengan orang lain dan bertingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok. Membantu anak mengembangkan nilai-nilai sosial lain diluar nilainya Membantu mengembangkan kepribadian yang mandiri dengan mendapatkan kepuasan emosional dari rasa berkawan Menurut Hurlock mengemukakan ada beberapa pola perilaku dalam situasi sosial pada awal masa anak-anak yaitu sebagai berikut: kerja sama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan social, simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, meniru, perilaku kedekatan. b. Tahapan Penerimaan Sosial Perkembangan sosial yang di alami anak adalah proses penerimaan social. Berkenan dengan penerimaan sosial Elizabeth B. Hurlock (1978)

mengemukakan beberapa tahapan (stage) dalam penerimaan kelompok teman sebaya adalah sebagai berikut: 1) Reward Cost Stage Pada stage ini ditandai adanya harapan yang sama, aktivitas yang sama dan kedekatan 2) Normative Stage Pada stage ini ditandai oleh dimilik nilai yang sama, sikap terhadap aturan, dan sanksi yang diberikan biasanya terjadi pada anak kelas 4 dan 5. 3) An Emphatic Stage Pada Stage ini di miliknya pengertian, pembagian minat, self disclosure adanya kedekatan yang mulai mendalam di kelas 6. c. Bentuk-bentuk Perilaku Sosial Anak Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak Usia SD/MI mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial, diantaranya:

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

23

Pembangkangan (Negativisme) Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent

Agresi (Agression) Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya. Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.

Berselisih (Bertengkar) Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.

Menggoda (Teasing) Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.

Persaingan (Rivaly) Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. yaitu persaingan prestice (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain).

Kerja sama (Cooperation) Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior) Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

24

Mementingkan diri sendiri (selffishness) Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya Simpati (Sympathy) Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak


Faktor yang dapat mengganggu proses sosialisasi anak, menurut soetarno berpendapat bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor lingkungan keluarga dan faktor dari luar rumah atau luar keluarga. Penjelasan dari dua faktor tersebut adalah: 1. Faktor Keluarga Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Diantara faktor yang terkait dengan keluarga dan yang banyak berpengaruh terhadap perkembangan social anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan: Status sosial ekonomi keluarga Keutuhan keluarga. Sikap dan kebiasaan orang tua

2. Faktor Lingkungan Luar Keluarga Pengalaman sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anakSedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock (1978) menambahkan faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak. Pengalaman social awal sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, Anakanak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka (Santrock dalam Sinolungan). Di sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan hubungan sosial yang wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat dalam sekolah dan kelas seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara bersama-sama dalam belajar, bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 25

mengupayakan layanan bimbingan kepada peserta didik. Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap lingkungannya. Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan aturan melalui keteraturan atau conformity yang disiratkan dalam tiap pelajaran (Sinolungan, 2001).

4. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku


Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya. Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan

mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa: 1. Cita-cita dan idealism yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan. 2. berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain daalm penilaiannya. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam

menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

26

F. Perkembangan Kepribadian Anak Usia Sekolah


1. Pengertian Perkembangan
Perkembangan merupakan proses kualitatif yang menunjukkan bertambahnya kemampuan (ketrampilan) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang beraturan dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan berkaitan dengan aspek kemampuan motor, intelektual, sosial, emosional, dan bahasa. Misalnya anak menjadi lebih cerdas atau lebih fasih berbicara. Harry Stack Sullivan (1892-1949) memandang bahwa perkembangan manusia sebagian besar dibentuk oleh kejadian-kejadian eksternal, terutama oleh interaksi sosial. Setiap fase perkembangan ditandai oleh kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain tertentu. Kualitas interaksi tersebut mempengaruhi kepribadian seseorang. Dede adalah contoh seorang anak yang dibiarkan berkembang dengan pola orangtua jarang di rumah. Ia dibesarkan oleh seorang pembantu. Ibu bapaknya jarang di rumah. Kadang-kadang neneknya atau kakeknya datang berkunjung ke rumahnya. Di luar pengetahuan orangtuanya, pembantu mengajak anak-anaknya menonton TV di luar kerjanya. Anak-anak ini waktu kecil selalu di muka TV -- entah sedang makan atau kalau mau tidur. Seringkali Dede beserta adiknya kedapatan tidur di depan TV atau sedang nonton TV. Kadang-kadang kedatangan orangtuanya tidak membuat ia beranjak dari TV. Selain itu Sullivan menegaskan bahwa salah satu unsur terpenting untuk keberadaan dan pertumbuhan jiwa manusia adalah hubungan pribadi

(relationship). Hubungan pribadi dengan sesama merupakan kebutuhan mutlak yang perlu dipenuhi dan kita tahu bahwa kebutuhan pokok yang tak terpenuhi niscaya menimbulkan gangguan atau penyakit. Teorinya yang terkenal adalah interpersonal theory of psychiatry. Sullivan meninjau kepribadian dari kacamata tingkat-tingkat perkembangan tertentu dengan pandangan yang bersifat psikologisosial. Dua hal penting yang mempengaruhi perkembangan kepribadian individu, yaitu faktor biologis dan sosial, namun faktor sosial lebih dominan. Sullivan tidak yakin bahwa terbentuknya kpribadian terjadi pada fase usia dini karena menurut pendapatnya, kpribadian dapat berubah pada setiap saat, apabila timbul situasi-situasi antar pribadi baru, mengingat organisme manusia sangat fleksibel. Walaupun adanya dorongan yang lebih kuat untuk belajar

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

27

dan berkembang akan tetapi regresi sering terjadi apabila cemas, merasa sakit, dan kegagalan.

2. Prinsip prinsip Tumbuh Kembang


a. Proses yang teratur, berurutan, rapi dan kontinyu --- maturasi, lingkungan dan faktor genetik b. Pola yang sama, konsisten dan kronologis, dapat diprediksi c. Variasi waktu muncul (onset), lama, dan efek dari tiap tahapan tukemb d. Mempunyai ciri khas

3. Tahapan Perkembangan
Menurut Sullivan sebagaimana dikemukakan oleh Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (2000) bahwa perkembangan kepribadian individu melalui 6 tahap sebelum mencapai maturitas (kematangan). Tahap-tahap dan tugas-tugas perkembangan pada setiap fase, sebagai berikut : a. Fase Bayi Fase ini berlangsung sejak bayi dilahirkan sampai dengan saat belajar berbicara. Organ utama untuk berinteraksi antara bayi dan lingkungan adalah oral. Lingkungan yang menjadi perhatian bayi adalah benda yang menyediakan makanan pada saat lapar, seperti putting susu ibu atau dot. Ciri khas tahap ini, yaitu: 1) Pengembangan konsepsi tentang puting susu, yaitu: putting susu baik; puting susu baik tetapi tidak memuaskan; puting susu yang salah; dan puting susu buruk, diuraikan menjadi: 2) Puting susu yang baik menandakan pemeliharaan dan mendatangkan kepuasan. 3) Puting susu yang baik, pada saat bayi tidak lapar, akan menimbulkan ketidakpuasan. 4) Puting susu salah karena tidak mengeluarkan air susu ibu, menimbulkan penilakan dan perlu mencari alternatif pengganti. 5) Puting susu yang buruk karena ibu cemas, merupakan tanda ibu menghindari anak. 6) Timbulnya rasa apatis dan pelepasan diri dengan cara mengantuk. 7) Timbulnya personifikasi tentang ibu yang baik, buruk, cemas, menolak, menerima dan memberi kepuasan.
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 28

8) Timbulnya pengalaman belajar dan dasar pembentukan sistem konsep diri. 9) Dapat membedakan tubuh bayi sendiri, mengisap ibu jari untuk melepaskan ketergantungan terhadap ibu. 10) Belajar melakukan gerak terkoordinasi, seperti: tangan dan mulut, tangan dan mata, serta telinga dan suara. 11) Tugas perkembangan yang penting di sini adalah terpenuhinya kebutuhan rasa aman sebagai dasar untuk mengembangkan kepercayaan yang bernilai. b. Fase Kanak-Kanak Fase ini ditandai dengan anak mulai mengucapkan kata-kata hingga timbulnya kebutuhan terhadap kawan bermain. Hal-hal penting diketahui, yaitu: 1) Peralihan dari fase bayi ke fase anak-anak dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, yang memungkinkan penggabungan berbagai personifikasi yang berbeda (mis. Ibu baik dan ibu buruk) 2) Timbulnya konsepsi tentang jenis kelamin, yaitu dengan mengidentifikasi diri sesuai jenis kelamin disesuaikan dengan peranan yang telah ditentukan masyarakat. 3) Tugas perkembangan yang penting adalah belajar berkomunikasi. c. Fase Juvenil (Pueral) Pada fase ini anak memasuki sekolah dasar. Hal-hal penting pada fase ini, antara lain: 1) Anak mulai belajar hidup bersama orang lain (sosial). 2) Anak mulai tunduk pada otoritas di luar keluarga. 3) Anak mulai belajar bersaing(berkompetisi) dan bekerja sama (kooperatif) dengan teman sebaya. 4) Timbul perilaku mengisolasi diri dari pergaulan. 5) Timbul perasaan penghinaan dan perasaan berkelompok. 6) Mengabaikan keadaan luar yang tidak menarik perhatian. 7) Menjaga perilaku dan kontrol dari dalam. 8) Membentuk stereotipe dalam sikap. 9) Mengembangkan cara sublimasi baru yang lebih efektif. 10) Membedakan antara khayalan dan kenyataan. 11) Peristiwa penting pada fase juvenil adalah timbulnya konsepsi tentang orientasi hidup.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

29

12) Tuas perkembangan yang penting adalah mengembangan body image dan self-perception. d. Fase Praremaja Fase ini ditandai dengan kebutuhan menjalin hubungan dengan teman sejenis, kebutuhan akan sahabat yang dapat dipercaya, bekerja sama dalam melaksanakan tugas, dan memecahkan masalah kehidupan, dan kebutuhan dalam membangun hubungan dengan teman sebaya yang memiliki persamaan, kerja sama, tindakan timbal balik sehingga tidak kesepian. Fase ini merupakan fase yang sangat penting karena menandakan awal hubungan manusiawi sejati dengan orang lain. Tugas perkembangan terpenting pada fase ini adalah belajar melakukan hubungan dengan teman sebaya dengan cara competition, compromise, dan cooperatif. e. Fase Remaja Awal Fase ini berawal dari berakhirnya fase praremaja sampai individu menemukan suatu pola perbuatan stabil yang memuaskan dorongan-dorongan genitalnya. Hal-hal penting yang perlu diketahui pada fase ini, yaitu; 1) Tantangan utama yang dihadapi adalah mengembangkan pola aktivitas heteroseksual. 2) Terdapat perubahan fisiologis, antara lain perasaan birahi pertama menyangkut daerah genital dan daerah lain, seperti tangan dan mulut. 3) Terdapat pemisahan kebutuhan erotik yang sasarannya adalah lawan jenis dan keintiman dengan sasaran jenis kelamin yang sama. 4) Apabila kebutuhan erotik dan keintiman sejak dini tidak terpisahkan akan terjadi penampilan homoseksual bukan heteroseksual. 5) Timbul banyak konflik akibat kebutuhan kepuasan seksual, keamanan dan keakraban. 6) Tugas perkembangan yang penting adalah belajar mandiri dan melakukan hubungan dengan jenis kelamin yang berbeda. f. Fase Remaja Akhir Pada fase ini mulai terpolakan aktivitas seksual melalui langkah pendidikan hingga terbentuk pola hubungan antarpribadi yang sungguh-sungguh matang sesuai dengan kesempatan yang ada. Fase ini merupakan inisiasi ke arah

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

30

hak, kewajiban, kepuasan, dan tanggung jawab kehidupan sebagai warga masyarakat dan warga negara. Tugas perkembangan fase remaja akhir ini adlah economically, intelectually dan emotionally self sufficient. Setelah individu melewati enam fase perkembangan kpribadian, ia mencapai taraf kedewasaan, yaitu menjadi pribadi manusia yang matang dan setelah itu memasuki usia lanjut. g. Fase Dewasa Pada fase ini, tugas perkembangannya adalah belajar untuk saling ketergantungan dan tanggung jawab terhadap orang lain.Namun pada fase usia lanjut ini (di atas usia 60 tahun) tugas perkembangan adalah menyadari sebagai individu lansia dan menerima arti kehidupan dan kematian.

G. Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah


1. Pengertian Moral Menurut Para Ahli
1) Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga Moral (ajaran) baik buruk yg diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila: mereka sudah bejat, mereka hanya minum-minum dan mabuk-mabuk, bermain judi, dan bermain perempuan; kondisi mental yg membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dl perbuatan: tentara kita memiliki dan daya tempur yg tinggi; ajaran kesusilaan yg dapat ditarik dr suatu cerita .

2) Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Moral (Bahasa Latin: Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

31

Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap,perilaku,tindakan,kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dan lain-lain. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk . 3) Abd.Nasih Ulwan Serangkaian prinsip dasar serta watak yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan-kebiasaan anak sejak masa pemula hingga ia menjadi dewasa.

2. Tahapan Perkembangan moral Lawrence Kohlberg


Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya, seperti yang

diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapantahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya. Kohlberg menggunakan
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 32

cerita-cerita tentang dilema moral dalam penelitiannya. Ia tertarik bagaimana orangorang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Lawrence Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Konsep kunci dari teori Kohlberg ialah internalisasi, yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal. Kohlberg sampai pada pandangannya setelah 20 tahun melakukan wawancara yang unik dengan anak-anak. Dalam wawancara, anak-anak diberikan serangkaian cerita dimana tokoh-tokohnya menghadapi dilema-dilema moral. Bagaimana anakanak dalam penyikapi setiap cerita yang dilakukan oleh masing-masing tokoh dalam cerita yang disampaikan oleh kohlberg. Berikut ini adalah salah satu cerita dilema Kohlberg yang paling populer: Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker. Ada suatu obat yang menurut dokter dapat

menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya sepuluh kali lipat lebih mahal dari pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan satu dosis kecil obat ia membayar 200 dolar dan menjualnya 2000 dolar. Suami pasien perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam uang, tetapi ia hanya bisa mengumpulkan 1000 dolar atau hanya setengah dari harga obat tersebut. Ia memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya lebih murah atau memperbolehkannya membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata, Tidak, aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu. Heinz menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya. Cerita ini adalah salah satu dari sebelas cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita, anak-anak menjadi responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral. Haruskah Heinz mencuri obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah? Mengapa? Apakah tugas suami untuk mencuri obat bagi istrinya kalau ia tidak mendapatkannya dengan cara lain? Apakah apoteker memiliki hak untuk mengenakan harga semahal itu walaupun tidak ada suatu aturan hukum yang membatasi harga? Mengapa atau mengapa tidak?. Berdasarkan penalaran tersebut,
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 33

Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif, setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih memenuhi syarat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya : a. Tingkat 1 (Pra-Konvensional) Penalaran pra-konvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal. Seperti dalam tahap heteronomous Piaget, anakanak menerima aturan figur otoritas, dan tindakan yang dinilai oleh konsekuensi mereka. Perilaku yang mengakibatkan hukuman dipandang sebagai buruk, dan mereka yang mengarah pada penghargaan dilihat sebagai baik. Tingkat prakonvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris: 1) Orientasi kepatuhan dan hukuman. Orientasi hukuman dan kepatuhan (punishment and obedience orientation) ialah tahap pertama dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini perkembangan moral didasarkan atas hukuman, seseorang memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme. Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Anak-anak pada tahap ini sulit untuk mempertimbangkan dua sudut pandang dalam dilema moral. Akibatnya, mereka mengabaikan niat orang-orang dan bukan fokus pada

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

34

ketakutan otoritas dan menghindari hukuman sebagai alasan untuk bersikap secara moral. 2) Orientasi minat pribadi ( Apa untungnya buat saya?). Individualisme dan tujuan (individualism and purpose) ialah tahap kedua dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan pada imbalan dan kepentingan diri sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah. Anak-anak menyadari bahwa orang dapat memiliki perspektif yang berbeda dalam dilema moral, tetapi pemahaman ini adalah, pada awalnya sangat konkret. Mereka melihat tindakan yang benar sebagai yang mengalir dari kepentingan diri sendiri. Timbal balik dipahami sebagai pertukaran yang sama nikmat Anda melakukan ini untuk saya dan saya akan melakukannya untuk Anda. b. Tingkat 2 (Konvensional) Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg. Internalisasi individu pada tahap ini adalah menengah, seseorang mentaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar (internal) orang lain, seperti orang tua atau masyarakat. Pada tingkat konvensional, seseorang terus memperhatikan kesesuaian dengan aturan-aturan sosial yang penting, tetapi bukan karena alasan kepentingan diri sendiri. Mereka percaya bahwa aktif dalam memelihara sistem sosial saat ini memastikan hubungan manusia yang positif dan ketertiban masyarakat. Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat: 3 Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas (Sikap anak baik). Norma-norma interpersonal (interpersonal norms) ialah tahap ketiga dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Tahap penyesuaian dengan kelompok atau orientasi untuk menjadi anak manis. Pada tahap selanjutnya, terjadi sebuah proses perkembangan kearah sosialitas dan moralitas kelompok. Norma-norma interpersonal, pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan pada orang lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral.Kesadaran dan kepedulian atas
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 35

kelompok akrab, serta tercipta sebuah penilaian akan dirinya dihadapan komunitas/kelompok. Keinginan untuk mematuhi aturan karena mereka mempromosikan hubungan harmoni sosial muncul dalam konteks hubungan pribadi yang dekat. Seseorang ingin mempertahankan kasih sayang dan persetujuan dari teman-teman dan kerabat dengan menjadi orang baik, bisa dipercaya, setia, menghormati, membantu, dan baik. Anak anak sering mengadopsi standar-standar moral orang tuanya pada tahap ini. Sambil mengharapkan dihargai oleh orangtuanya sebagai seorang perempuan yang baik atau laki-laki yang baik, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. 4 Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial (Moralitas hukum dan aturan). Moralitas sistem sosial (social system morality) ialah tahap keempat dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, pertimbangan moral didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban. Pada kondisi ini dimana seseorang sudah mulai beranjak pada orientasi hukum legal/peraturan yang berfungsi untuk menciptakan kondisi yang tertib dan nyaman dalam kelompok/komunitas. Seseorang memperhitungkan perspektif yang lebih besar dari hukum masyarakat. pilihan moral tidak lagi tergantung pada hubungan dekat dengan orang lain. Sebaliknya, peraturan harus ditegakkan dengan cara sama untuk semua orang, dan setiap anggota masyarakat memiliki tugas pribadi untuk menegakkan mereka serta mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 36

pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu, sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. c. Tingkat 3 (Pasca-Konvensional) Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi. Seseorang pada tingkat pasca-konventional bergerak di luar tidak perlu diragukan lagi dukungan untuk peraturan dan undang-undang masyarakat mereka sendiri. Mereka mendefinisikan moralitas dalam hal prinsip abstrak dan nilai-nilai yang berlaku untuk semua situasi dan masyarakat. Tingkatan pasca-konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individuindividu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standarstandar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi: 1. Orientasi kontrak sosial. Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual (community rights versus individual rights) ialah tahap kelima dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan aturanaturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain, menyadari bahwa hukum penting bagi masyarakat, tetapi juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah. Seseorang percaya bahwa beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting daripada hukum. Seseorang dipandang sebagai memiliki pendapat dan nilai-nilai yang berbeda. Pada tahap ini penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak?. Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 37

bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang. Hal tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima. Seseorang menganggap hukum dan aturan sebagai instrumen yang fleksibel untuk melanjutkan tujuan manusia. Mereka dapat membayangkan alternatif tatanan sosial mereka, dan mereka menekankan prosedur yang adil untuk menafsirkan dan mengubah hukum. Ketika hukum konsisten dengan hak-hak individu dan kepentingan mayoritas setiap orang mengikuti mereka karena orientasi partisipasi kontrak sosial bebas dan bersedia dalam sistem karena membawa lebih baik bagi orang-orang dari pada jika tidak ada. 2. Prinsip etika universal. Prinsip-prinsip etis universal (universal ethical principles) ialah tahap keenam dan tertinggi dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap tertinggi, tindakan yang benar didefinisikan sendiri, prinsip-prinsip etis yang dipilih dari hati nurani yang berlaku untuk semua umat manusia, tanpa hukum dan kesepakatan sosial. Penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal. Bila menghadapi konflik secara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan, juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional. Hal ini bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama. Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus, dengan cara ini tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

38

Kohlberg percaya bahwa ketiga tingkat dan keenam tahap tersebut terjadi dalam suatu urutan dan berkaitan dengan usia: a. Sebelum usia 9 tahun, kebanyakan anak-anak berpikir tentang dilema moral dengan cara yang prakonvensional. b. Pada awal masa remaja, mereka berpikir dengan cara-cara yang lebih konvensional. c. Pada awal masa dewasa, sejumlah kecil orang berpikir dengan cara-cara yang pasca konvensional.

3. Perkembangan Moral Anak-Anak


Perkembangan moral anak terbentuk melalui fase-fase atau periode-periode seperti halnya perkembangan aspek-aspek lain. Tiap fase perkembangan mempunyai ciri-ciri moralitas yang telah dapat dicapai oleh anak, sekalipun dalam hal ini tidak ada perbedaan atas batas-batas yang jelas dan lebih bergantung pada setiap individu dari pada norma-norma umumnya yang terjadi pada anak-anak . 1. Perkembangan Moralitas pada anak usia 3 tahun Sebagaimana yang telah diterangkan seorang bayi yang baru dilahirkan merupakan mahluk yang belum/non moral. Bayi atau anak-anak yang masih muda sekali tidak mangetahui norma-norma benar atau salah. Tingkah lakunya semata-mata dikuasai oleh dorongan yang didasari dengan kecendrungan bahwa apa yang menyenangkan akan diulang, sedangkan yang tidak enak tidak akan diulang dalam tingkah lakunya. Anak pada masa ini masih sangat muda secara intelek, untuk menyadari dan mengartikan bahwa sesuatu tingkah laku adalah tidak baik, kecuali bilamana hal itu menimbulkan perasaan sakit. 2. Perkembangan Moralitas pada anak usia 3-6 tahun Pada usia dasar-dasar moralitas terhadap kelompok sosial harus sudah terbentuk. Kepada si anak tidak Iagi terus menerus diterangkan mengapa perbuatan ini salah atau benar, tetapi ia ditunjukkan bagaimana ia harus bertingkah laku dan bilamana hal ini tidak dilakukan maka ia kena hukum. Ia memperlihatkan sesuatu perbuatan yang baik tanpa mengetahui mengapa ia harus berbuat demikian. Ia melakukan hal ini untuk menghindari hukuman yang mungkin akan dialami dari lingkungan sosial atau memperoleh pujian. Pada usia 5 atau 6 tahun anak sudah harus patuh terhadap tuntutan atau aturan orang tua dan lingkungan sosialnya. Ucapan-ucapan orang lain seperti; baik, tidak boleh, nakal, akan disosialisasikan anak dengan konsep benar atau salah. Penanaman konsep
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 39

moralitas pada anak-anak ini mungkin mengalami kesulitan oleh karena sifasifat pembangkangan terhadap perintah dan sifa-sifat egoisme. 3. Perkembangan moralitas pada anak usia 6 tahun sampai remaja Pada masa ini anak laki-laki maupun perempuan belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Dengan demikian nilainilai atau kaidah-kaidah moral untuk sebagian besar lebih banyak ditentukan oleh norma-norma yang terdapat didalam lingkungan kelompoknya. Pada usia 10 sampai 12 tahun anak dapat mengetahui dengan baik alasan-alasan atau prinsip-prinsip yang mendasari suatu aturan. Kemampuannya telah cukup berkembang untuk dapat membedakan macam-macam nilai moral serta dapat menghubungkan konsep-konsep moralitas mengenai: kejujuran, hak milik, keadilan dan kehormatan. Pada masa mendekati remaja, anak sudah mengembangkan nilai-nilai moral sebagai hasil pengalaman-pengalaman anak lain. Nilai-nilai ini sebagian akan menetap sepanjang hidupnya dan akan mempengaruhi tingkah lakunya sebagaimana hal ini terjadi ketika masih anakanak. Sebagian lain sedikit demi sedikit mengalami perubahan karena hubunganhubungan dengan lingkungannya menyebabkan timbulnya konflik-konflik, karena nilai-nilai moral lingkungan yang berbeda dengan nilai-nilai yang sudah terbentuk. (Gunarsa, 1990, hal 46-48).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral


Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral ini sesungguhnya banyak sekali yang terpenting antara lain: a. Kurang tertanamnya jiwa agama pada setiap orang dalam masyarakat Keyakinan agama yang didasarkan pada pengertian yang sesungguhnya dan sejalan tentang ajaran agama yang dianutnya, kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh. Apabila berkeyakinan beragama itu betul-betul telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang, keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaanya jika terjadi tarikan orang kepada sesuatu yang tampaknya cepat berpindah meneliti apakah hal tersebut boleh atau terlarang oleh agamanya. Andaikan yang termasuk terlarang betapapun tarikan luar itu tidak akan diindahkannya karena takut melaksanakan yang dilarang oleh agamanya.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

40

b. Keadaan masyarakat yang kurang stabil Faktor kedua yang ikut mempengaruhi moral masyarakat ialah kurang stabilnya keadaan, baik ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Kegoncangan atau ketidakstabilan suasana yang menyelimuti seseorang menyebabkan cemas dan gelisah, akibat tidak dapatnya mencapai rasa aman dan ketentraman dalam hidup. Misalnya apabila keadaan ekonomi goncang, harga barang-barang naik turun dalam batas yang tidak dapat diperkirakan lebih dahulu oleh orang-orang dalam masyarakat, maka untuk mencari keseimbangan jiwa kembali, orang terpaksa berusaha keras. jika ia gagal dalam usahanya yang sehat, disinilah terjadi penyelewengan. c. Banyaknya tulisan dan gambar yang tidak mengindahkan dasar moral Suatu hal yang belakangan ini kurang mendapat perhatian kita ialah tulisantulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, kesenian-kesenian dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong anak-anak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi moral dan mental kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi begitu saja. Lalu digambarkan dengan sangat realistis, sehingga semua yang tersimpan di dalam hati anak-anak muda diungkap dan realisasinya terlihat dalam cerita lukisan atau permainan tersebut. Ini pun mendorong anak-anak muda ke jurang kemerosotan moral. d. Tidak terlaksananya pendidikan moral yang baik Faktor keempat yang juga penting, adalah tidak terlaksananya pendidikan moral yang baik, dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Pembinaan moral, seharusnya dilaksanakan sejak si anak kecil, sesuai dengan kemampuan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap-sikap yang dianggap baik buat pertumbuhan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu. juga perlu diingatkan bahwa pengertian moral, belum dapat menjamin tindakan moral. Pada dasarnya moral bukanlah suatu pelajaran atau ilmu pengetahuan yang dapat dicapai dengan mempelajari, tanpa membiasakan hidup bermoral dari kecil dan moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian, tidak sebaliknya.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

41

e. Kurangnya kasadaran orang tua akan pentingnya pendidikan moral dasar sejak dini Moral adalah salah satu buah iman oleh karena itu maka agar anak mempunyai moral yang bagus harus dilandasi dengan iman dan terdidik untuk selalu ingat pasrah kapada-Nya, dengan begitu anak akan memiliki bekal pengetahuan untuk terbiasa mulia, sebab benteng religi sudah mengakar di dalam hatinya. f. Banyaknya orang melalaikan budi pekerti Budi pekerti adalah mengatakan atau melakukan sesuatu yang terpuji atau perangai yang baik. Penanaman budi pekerti dalam jiwa anak sangat penting apabila dilihat dari hadits Nabi: Seorang bapak yang mendidik anaknya adalah lebih baik dari pada bersedekah sebanyak satu sha. Tidak ada pemberian seorang bapak kepada anaknya yang lebih baik dari pada budi pekerti. Namun sebagian orang tua melalaikan kepentingan pembinaan budi pekerti dan sopan santun anak. Para orang tua yang malang itu tidak sadar, bahwa ia telah menjerumuskan anaknya sendiri ke jurang, padahal pembinaan budi pekerti adalah hak anak atas orang tuanya seperti hak makan, minum serta nafkah. g. Suasana rumah tangga yang kurang baik Faktor yang terlihat dalam masyarakat sekarang ialah kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai diantara suami istri. Tidak rukunnya ibu bapak menyebabkan gelisahnya anak-anak mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan berada di tengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada perbuatanperbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya mengganggu ketentraman orang lain. h. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang Suatu faktor yang telah ikut juga memudahkan rusaknya moral anak-anak muda, ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang, dengan cara yang baik dan sehat. Pada rentang usia dini akhir adalah usia dimana anak suka berkhayal, melamunkan hal yang jauh atau sulit dijangkau. Kalau mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktu luang maka akan banyak lamunan yang kurang sehat timbul dari mereka.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

42

i. Kurangnya tempat layanan bimbingan Terakhir perlu dicatat, bahwa kurangnya tempat layanan bimbingan dan penyuluhan yang akan menampung dan menyalurkan anak-anak ke arah mental yang sehat. Dengan kurangnya atau tidak adanya tempat kembali bagi anak-anak yang gelisah dan butuh bimbingan itu, maka pergilah mereka berkelompok dan bergabung kepada anak-anak yang juga gelisah. Dari sinilah akan keluar model kelakuan anak yang kurang menyenangkan.

5. Usaha-Usaha Perkembangan Moral pada Anak


a. Menumbuhkan Kecerdasan Moral pada Anak Kecerdasan moral dihidupkan oleh imajinasi moral, yaitu kemampuan individu yang tumbuh perlahan-lahan untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah. Tingkah laku moral anak pada penghayatannya adalah sewaktu perilaku moral tumbuh sebagai tanggapan terhadap caranya diperlakukan di rumah dan di sekolah. Anak-anak yang memiliki kecerdasan moral mempunyai perilaku yang baik, lembut hati dan mau memikirkan orang lain (empati). Pada anak usia 6-7 tahun sudah memiliki hasrat yang jelas untuk bersikap bijaksana, sopan, murah hati. Pada kenyataannya mereka melihat dunia sebagai orang lain melihatnya untuk mengalami dunia melalui mata orang lain. Kecerdasan moral tidaklah dicapai hanya dengan mengenal kaidah dan aturan, hanya dengan diskusi abstrak di sekolah atau saat di dapur. Individu tumbuh secara moral sebagai dari kegiatan meniru atau mempelajari bagaimana bersikap terhadap orang lain. Anak-anak merupakan saksi apa yang dilihat dan didengar, dia akan memperhatikan moralitas orang dewasa melihat dan mencari isyarat bagaimana orang harus berperilaku, baik akan banyak melihat para orang tua, guru dalam mengurangi kehidupan, melakukan pilihan ataupun menyapa orang. Anak-anak akan menyerap dan mencatat apa yang mereka amati dari orang dewasa, yang hidup dan melakukan sesuatu dengan jiwa tertentu. Kemudian sejalan dengan perilaku moralnya tumbuh, anak-anak akan dengan secara tegas

memberitahukan kepada apa yang telah dia saksikan. Makna yang mereka peroleh dan sikap moral kita adalah anak tidak akan merasa kesulitan mengutarakan hal-hal yang mereka lihat dan perilaku moral kita yang sedikit menyimpang.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

43

b. Sifat Timbal Balik Pembinaan Akhlak Itulah apa yang dapat diberikan kepada kita oleh anak-anak kita dan apa yang dapat kita berikan kepada mereka. Kesempatan untuk belajar dan mereka bahkan waktu kita mencoba mengajar mereka. Kita dapat membantu membentuk kecerdasan moral seorang anak dengan membicarakan masalah-masalah suara hati, keprihatinan etis, berulang kali walau tanpa persiapan namun dengan katakata yang tegas dan pengalaman dan tanggapan kita terhadap pengalamanpengalaman yang telah terjadi. Satu terhadap yang lain sewaktu kita merasakannya dia akan merasa kita anggap anak yang dapat memahami perilaku moral. Adapun cara menumbuhkan perilaku moral pada anak bisa kita lakukan dengan berbagai macam cara mengamati orang yang baik. Seperti mengajak anak untuk mengamati seseorang yang mempunyai kepribadian yang baik dan bagaimana proses menjadi orang yang baik dan apa akibatnya bila tidak bersikap baik memberikan pandangan tindakan lebih baik dari hanya sekedar kata-kata sehingga anak memikirkan apa yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan mereka. c. Stimulasi Perkembangan Moral Pada Anak 1) anak harus dirangsang oleh lingkungan usaha-usaha yang aktif. Contoh: Misalnya jika seorang anak menemukan uang di bawah meja di dalam kelas, maka kewajiban seorang guru membimbing anak untuk memberitahukan kepada teman-teman dan menanyakannya siapa yang kehilangan uang serta memberikannya kepada yang ternyata uangnya memang hilang. 2) Menurut Erickson tahun-tahun pertama dari kehidupan anak, orang tua hendaknya menanamkan dasar mempercayai orang lain. Contoh: anak harus dilindungi dan mendapatkan rasa aman dari orang tuanya terutama saat mengalami rasa sakit, cemas dan takut demikian pula apabila orang tua menjanjikan sesuatu hendaknya berusaha untuk menepatinya, sehingga orang tua tidak dicap scbagai pembohong. 3) Perangsangan yang diberikan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Anak akan berkembang secara wajar dengan berbagai tahapan proses, yang pada setiap tahapan membutuhkan stimulas dan motivasi yang tepat sehingga diharapkan terjadi perubahan pada semua aspek/dimensi secara teratur dan progresif. Contoh: Pada anak usia I tahun, dimana anak tersebut sedang mulai belajar berbicara, maka dapat diajarkan untuk mengucap salarn
Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta 44

bila bertemu dengan orang lain, mengucapkan kata maaf bila melakukan kesalahan atau mengucap terima kasih bila diberi sesuatu dan lain sebagainya. 4) Rangsangan yang diberikan harus tepat waktu yaitu orang tua harus proaktif atau menjalin hubungan yang erat dengan anak, berbicara dengan anak tentang masalah yang dialaminya sehari-hari. Contoh: ketika Ari marah karena buku cerita yang dijanjikan oleh ayahnya belum dibeli karena sepulang kerja ayahnya terjebak kemacetan di jalan, peran orang tua dan orang lain yang berada di rumah, harus dapat memberikan penderitaan dan gambaran yang nyata, sehingga Ari tidak jadi marah bahkan bila cara memberi pengertiannya dengan kata-kata yang bijaksana bukan tidak mungkin Ari justru meminta maaf kepada ayahnya karena tadi sudah rnarah kepadanya. 5) Rangsangan diberikan secara terpadu maksudnya: orang tua harus menyeimbangkan seluas kemampuan atau aspek-aspek perkembangan anak. Contoh: pada usia anak mencapai 6-8 tahun yang rata-rata pada usia tersebut anak duduk di kelas 1- 3 Sekolah Dasar, maka Pekerjaan Rumah adalah disarnping untuk menguji kemampuan anak mengenai suatu materi, anak pun sekaligus berlatih untuk bertanggung jawab, melatih memori, juga kemandirian serta bagaimana anak belajar mengatur Waktunya.

Ruang 304, S1 keperawatan, UPNVeteranJakarta

45

Anda mungkin juga menyukai