Filosofi Proteksi
Filosofi Proteksi
Filosofi Proteksi
PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK
FILOSOFI, STRATEGI DAN ANALISA FILOSOFI, STRATEGI DAN ANALISA FILOSOFI, STRATEGI DAN ANALISA FILOSOFI, STRATEGI DAN ANALISA
UNTUK PENINGKATAN KEANDALAN UNTUK PENINGKATAN KEANDALAN UNTUK PENINGKATAN KEANDALAN UNTUK PENINGKATAN KEANDALAN
!. |o~.
1. PENDAHULUAN
D DD Dampak dari globalisasi dan perdagangan bebas yang mau tidak mau
harus dihadapi Indonesia adalah persaingan yang makin ketat di dalam
dunia usaha perdagangan dan industri. Untuk meningkatkan daya
saing, segala upaya harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi.
PLN sebagai pemasok utama energi listrik di Indonesia, pasti akan
menghadapi tuntutan peningkatan keandalan yang terus menerus,
karena peningkatan keandalan akan berarti penekanan kerugian-
kerugian yang tidak perlu terjadi, yang berarti peningkatan efisiensi.
Indikator keandalan terpenting suplai tenaga listrik adalah lama
padam/konsumen/ tahun dan kali padam/konsumen/tahun. Kedua
angka itu harus ditekan terus menerus. Pada konsumen PLN angka
lama padam itu relatif masih tinggi dibandingkan dengan negara maju.
2. MACAM-MACAM GANGGUAN, PENYEBAB, DAN AKIBATNYA
a. Gangguan Beban Lebih
Beban lebih mungkin tidak tepat disebut sebagai gangguan. Namun
karena beban lebih adalah suatu keadaan abnormal yang apabila
dibiarkan terus berlangsung dapat membahayakan peralatan, jadi harus
diamankan, maka beban lebih harus ikut ditinjau.
Beban lebih dapat terjadi pada trafo atau pada saluran karena
konsumen yang dipasoknya memang terus meningkat, atau karena
adanya manuver atau perubahan aliran beban di jaringan setelah
adanya gangguan.
Beban lebih dapat mengakibatkan pemanasan yang berlebihan yang
selanjutnya panas yang berlebihan itu dapat mempercepat proses
penuaan atau memperpendek umur.
2
Pada trafo tenaga, percepatan proses penuaan itu secara pendekatan
dapat dinyatakan dengan rumus Mountsinger sebagai berikut :
7)
6 / ) 98 (
0
2
98 tan
= =
j A
B
l
B j
A B
Kawasan-pengamanan
Gbr. 5.3.a
TVu = Transmisi Variable yang diukur
Melalui pilot chanel
33
B
l (F )
1A B
l
1B
(F )
Daerah Restrain
Daerah Kerja
l
A
5.4. Tegangan-lebih dan tegangan-kurang
Didalam sistem tiga-fasa. tegangan fasa ke-netral dan fasa ke-fasa
disisi beban dipengaruhi oleh jatuh tegangan (voltage drop)
sepanjang saluran, jadi dipengaruhi oleh beban itu sendiri, tapi
tegangan hanya boleh berubah dalam batas tertentu. Jika
perubahan itu melampaui batas, berarti keadaan tidak normal atau
ada gangguan. Tegangan-lebih bisa disebabkan oleh gangguan
pada pengatur tegangan pada generator atau trafo, atau karena
beban-hilang, atau karena jeleknya pengaturan faktor kerja.
Tegangan-lebih akibat petir tidak termasuk dalam golongan ini,
karena biasanya hal ini sudah diamankan oleh arrester. Tegangan-
kurang kebanyakan disebabkan karena gangguan.
Untuk generator, proteksi tegangan-lebih umumnya terdiri dari 2
tingkat:
(1) Tingkat pertama, dengan setting 1.1 1.25 U
N
, dengan
waktu tunda untuk memberi kesempatan kepada
pengatur tegangan untuk mengembalikannya ke
tegangan normal setelah beban hilang.Bekerjanya relay
ini dipakai untuk memperlemah eksitasi generator.
(2) Tingkat kedua, dengan setting 1.3 1.4 U
N
, tanpa waktu
tunda, dipakai untuk menghentikan unit pembangkit.
Gbr. 5.3.b
31
Proteksi tegangan-kurang dipakai untuk mencegah bekerjanya
motor pada tegangan yang terlalu rendah, atau untuk mencegah
motor start sendiri setelah tegangan pulih kembali.
Kriteria tegangan-lebih kadang-kadang di kombinasikan dengan
kriteria lain, misalnya tegangan-lebih dengan frekuensi-kurang (over
flux protection) pada step-up trafo generator. Tegangan-kurang
dengan arus-lebih (voltage controlled over-current relay) pada
generator kecil. Sebagai alternatif untuk hal terakhir ini bisa dipakai
pengaman impedans-kurang .
5.5. Arah daya (Power direction)
Di tempat dimana kriteria arus-lebih tidak bisa memberikan
pengamanan yang selektif, seperti pada saluran dobel atau loop,
dipakailah unit arah (directional unit) bersama dengan unit arus-
lebih. Unit arah juga dipakai pada generator untuk mendeteksi
peristiwa motoring yang berbahaya, yaitu mendeteksi arah daya
(Megawatt) yang terbalik (reverse power), dan juga pada motor
sinkron untuk mendeteksi kerja asinkron yaitu arah daya VAR
negatif (menyerap VAR).
Dalam sistem arus bolak-balik diperlukan tegangan referensi untuk
menentukan arah daya, dan untuk maksud ini dipakai tegangan
busbar. Karena tegangan referensi ini juga bisa hilang (collapse)
dalam hal terjadi gangguan pada atau di dekat busbar maka
digunakan memori (tuned circuit) yang mampu menyimpan
tegangan dalam waktu yang cukup untuk memastikan pendeteksian
arah daya.
Contoh: Relay arus lebih dengan unit arah pada sirkit dobel / loop.
F
1
2
F
3
F
2
1
2
1
F2
l
l
F3
l
F1
arah relay
B A
Gbr. 5.5.a :
Arah arus gangguan dan
Arah relay pada sirkit dobel
35
B
U
I
F2
, ( I
F3
)
180
I
F1
DAERAH BLOK
DAERAH KERJA
Tanpa unit arah:
Supaya selektif,
Gangguan di F
2
: t
B2
< t
B1
< t
A1
(t
B2
=waktu kerja relay B2, dekat B disaluran 2)
Gangguan di F
1
: t
B1
< t
B2
< t
A2
Kedua persyaratan tidak mungkin dipenuhi bersama2.
Dengan unit arah:
Persyaratannya cukup: t
B1
= t
B2
< t
A1
= t
A2
A
2
1
2
1 2
1
2
F
1
F
3
F
B
C
F3
I
F2
I
F1
I
Gbr. 5.5.b :
Vektor arus, vector tegangan
dan arah relay, dilihat dari
Relay B1 (Kotak hitam)
Gbr. 5.5.c :
Arah arus dan arah relay
pada system loop
3
Tanpa unit arah:
Supaya selektif,
Gangguan di F
1
: t
B1
<t
B2
<t
C1
<t
C2
<t
A2
Gangguan di F
2
: t
C2
<t
C1
<t
B2
<t
B1
<t
A1
Kedua persyaratan tidak mungkin dipenuhi bersama2.
Dengan unit arah:
Persyaratannya cukup: Gangguan di F
1
: t
B1
<t
C1
<t
A2
Gangguan di F
2
: t
C2
<t
B2
<t
A1
5.6. Komponen simetris arus dan tegangan
Kadang-kadang komponen simetris dari arus dan tegangan fasa
lebih cocok dipakai untuk proteksi dari pada arus dan tegangan fasa
itu sendiri. Contoh tipikal adalah deteksi ke-takseimbangan
(unbalance) dengan mengukur komponen urutan negatifnya. Dalam
hal ini digunakan filter untuk memisahkan komponen-komponen
simetris dari arus dan tegangan.
Komponen simetris arus atau tegangan dan jenis-jenis gangguan
yang bisa dideteksi nya antara lain:
komponen urutan nol dari arus : untuk gangguan tanah.
komponen urutan nol dari tegangan: untuk mendeteksi
pergeseran netral (gangguan tanah pada system yang tak
dibumikan atau dibumikan memalui Kumparan Petersen),
bersama-sama dengan komponen urutan nol dari arus
untuk gangguan tanah yang memerlukan relay directional.
Komponen urutan negatif dari arus: untuk gangguan
pembebanan yang tak simetris dan terputusnya konduktor
satu fasa. Gangguan tanah dan gangguan hubung-singkat
dua fasa bisa juga dideteksi dengan menggunakan
komponen urutan negatifnya.
Komponen urutan negatif dari tegangan: untuk mendeteksi
tegangan yang tak simetris yang membahayakan motor.
5.7. Impedans
Kriteria berdasarkan pengukuran impedans ini dipakai untuk
mendeteksi gangguan hubung-singkat atau gangguan tanah pada
saluran transmisi, gangguan hilang-eksitasi (under excitation, loss
of field) atau lepas sinkron pada generator.
3Z
Deteksi gangguan hubung-singkat pada sistem transmisi ini
berdasarkan kenyataan bahwa impedans yang terukur di lokasi
relay dalam keadaan pembebanan normal (yaitu impedans beban =
tegangan dibagi arus beban) jauh lebih tinggi dari pada impedans
gangguan (yaitu impedans gangguan = tegangan dibagi arus dalam
keadaan gangguan). Relay akan kerja jika impedans yang terukur
kurang dari settingnya.
Oleh karena itu pada hakekatnya relay yang bekerjanya
berdasarkan kriteria ini adalah relay impedans kurang (under
impedance relay). Karena jarak gangguan sebanding dengan
impedans saluran sampai ketitik gangguan, maka relay ini disebut
juga relay jarak (distance relay).
Sudah menjadi kebiasaan untuk menggambarkan tegangan dibagi
arus yang sama dengan impedans (V/I=Z) itu didalam diagram R-X,
dimana pusat ordinat nya menggambarkan lokasi relay dan
permulaan saluran yang diamankan, ordinatnya reaktansi X dan
absis nya tahanan R.
Didalam R-X diagram itu bisa digambarkan:
Daerah beban : yaitu daerah disebelah kanannya garis
yang dibentuk oleh impedans beban
pada beban maximum (daerah Bb dalam
gambar). Vektor Z
B
adalah contoh
impedans beban induktif (
B
positif) pada
beban maximum. Daerah beban yang
kapasitif terletak dibawah garis absis (
B
negatif). Makin besar beban, makin
pendek vector Z
B.
Impedans saluran : yaitu garis lurus dengan sudut
L
= arc.tan
X
L
/R
L
dari saluran yang diamankan (garis
ABC dalam gambar).
Daerah gangguan : yaitu daerah dengan bentuk kurang lebih
jajaran genjang yang dibentuk oleh
impedans saluran yang harus diamankan
dan tahanan gangguan R
F
(daerah Gg
dalam gambar). Z
FS
adalah impedans
sampai ke titik (S), termasuk tahanan
gangguan (R
F
). Z
FS
= Z
AS
+ R
F.
38
Daerah kerja relay : yaitu kurva tertutup yang bentuknya
tergantung dari karakteristik kerja relay,
misalnya lingkaran atau quadrilateral
seperti dalam gambar, dimana jika ujung
vector Z = V/I yang terukur terletak
didalamnya, relay akan kerja. Relay
dengan karakteristik seperti pada gambar
mempunyai sifat directional.
Daerah kerja relay harus meliputi seluruh daerah gangguan.
Sebagai contoh daerah kerja relay Zone satu (1) meliputi daerah
yang diarsir dalam Gbr.5.7b dan Gbr.5.7.c.
Daerah kerja relay tidak boleh meliputi bahkan harus cukup jauh
dari daerah beban pada beban maximum dengan margin yang
cukup supaya relay tidak salah kerja oleh arus beban.
A B C
F
R
S
S = Batas daerah pada
saluran A,B yang harus
diamankan
= R Tahanan gangguan
F
jX
C
B
S
RF
A
L
Gg
Daerah kerja
Relay :
A
Z (I)
(II) Z
A
Z (III) A
Z
FS
B
Bb
B
Z
R
Gbr. 5.7.a :
Saluran A,B,C dengan sumber hanya disisi kiri
diamankan dengan relay jarak
Gbr. 5.7b:
Relay jarak 3 tingkat dengan
karakteristik lingkaran(Mho)
39
S
A
(I) Z
FS
L
A
Gg
B
Z
Bb
B
Z
jX
C
B
R
F
Relay :
(III)
(II) Z
A
ZA
Daerah kerja
R
Relay dengan karakteristik lingkaran (Mho type) mempunyai
jangkauan resistif yang terbatas dan penyetelannya tergantung
pada (bersama-sama dengan) penyetelan reaktif-nya,sedangkan
dengan karakteristik quadrilateral, jangkauan resistif nya bisa diatur
secara independen, yang berarti sensitivity nya sebagai relay
gangguan tanah dapat diatur secara independen pula.
Karena baik relay maupun trafo arus nya ataupun trafo
tegangannya mempunyai kesalahan, yang bisa positif maupun
negatif, maka jangkauannya bisa lebih jauh atau lebih pendek dari
yang seharusnya. Jika diasumsikan jangkauannya mempunyai
kesalahan 15%, maka daerah kerjanya dibuat 85% dari saluran
yang diamankan. Maksudnya supaya tidak mungkin menjangkau
sampai ke seksi berikutnya. Sisanya, 15% di ujung akhir saluran,
diamankan oleh relay tingkat kedua dengan setting yang lebih
besar.
Jadi untuk relay di A, setting tingkat 1 (disebut Zone I) adalah 85%
impedans saluran AB:
Z
A
(I) = 0.85 Z
AB
[ ]
Waktu kerja tingkat 1 adalah instantanous (tanpa waktu tunda).
t
A
(I) = t
start
[detik]
Setting relay tingkat 2 {Zone(II)} harus dengan pasti dapat
menjangkau sampai ke bus B, jadi harus dilebihi 15%
Z
A
(II) 1.15 Z
AB
. [ ]
Gbr. 5.7.c :
Relay jarak 3 tingkat dengan
Karakteristik quadrilateral
10
Biasanya relay dilengkapi sampai tingkat 3 untuk memberi
pengamanan cadangan-jauh bagi seksi berikutnya. Jika diinginkan
memberi pengamanan cadangan saluran BC sepenuhnya, maka
setting tingkat 3 {Zone(III)} nya adalah:
Z
A
(III) 1.15 (Z
AB
+ Z
BC
) [ ]
Jika di saluran BC diamankan pula dengan relay impedans, maka
daerah kerja Z
A
(II) akan tumpang tindih dengan sebagian derah
kerja Zone(I) relay B (Z
B
(I)). Supaya tidak salah kerja oleh
gangguan di saluran BC, maka Z
A
(II) diberi waktu tunda t misalnya
0.3 detik. Jadi t
A
(II) = (t
start
+ 0.3) detik. (t
start
adalah waktu kerja
tanpa waktu tunda).
Disamping itu perlu diperhatikan pula agar Z
A
(II) tidak tumpang
tindih dengan Z
B
(II). Oleh karena itu Z
A
(II) harus dibatasi kurang dari
(Z
AB
+ Z
B
(I)).
Jadi :
1.15 Z
AB
Z
A
(II)
0.85(Z
AB
+ Z
B
(I) [ ]
t
A
(II) = (t
start
+ t) detik.
ZA(III)
Z (II) A
(I)
A
Z
A t (I)
(II) t
A
(III) t
A
A
S
B C
Demikian pula karena daerah kerja Z
A
(III) tumpang tindih dengan
Z
B
(II), maka perlu diberi waktu tunda t diatas t
A
(II), disamping itu
Gbr. 5.7.d :
Jangkuan dan waktu kerja relay A
untuk saluran A,B dengan sumber
hanya dari satu arah.
11
agar Z
A
(III) tidak tumpang tindih dengan Z
B
(III), Z
A
(III) harus dibatasi
kurang dari {Z
AB
+Z
B
(II)}.
Jadi,
1.15( Z
AB
+ Z
BC
) Z
A
(III)
0.85{Z
AB
+ Z
B
(II)} ( )
t
A
(III) = (t
start
+2 t) detik.
Jika di B2 dan C2 juga dipasang relay impedans dan ada sumber
dari kanan, gambar waktu kerjanya digambar di bawah garis dalam
gambar Diagram waktu kerja berikut.
A B
2 1 2 1 2 1
C
A1 t (I)
A1 t (III)
(I) ZA1
A1
t (II)
(II) ZA1
(III) A1 Z
t
Z
C2
(III)
C2
Z (II)
(I) Z
C2
(I) Z
B2
(I) B2 t
C2 t (II)
C2
t (I)
t
A B C
Z (I)
B1
B1
t (II)
(II) t B2
Untuk mempercepat waktu trip untuk gangguan di ujung saluran (di
Zone II) digunakan pola inter tripping antara relay pada GI yang
berhadapan (misalnya antara relay A
1
dan relay B
2
) melalui saluran
komunikasi PLC (power line carrier) atau serat optik. Salah satu
Gbr. 5.7.e :
Saluran A,B,C dengan sumber
dari dua arah, diamankan
dengan relay jarak
Gbr. 5.7.f :
Diagram waktu kerja relay jarak
12
pola inter tripping yang banyak dipakai adalah pola permissive
underreach.
Dalam pola ini relay yang melihat gangguan di zone I (misalnya
relay B
2
) selain mengirim sinyal ke PMTnya untuk trip, juga ke relay
A
1
dan relay A
1
yang melihat ada gangguan didepan (di zone II)
tidak perlu menunggu sampai t(II), segera trip setelah menerima
sinyal dari B
2
.
Generator dalam keadaan gangguan hilang-eksitasi (loss of field)
akan menyerap daya reaktif dari sistem.Jika dilihat dalam R-X
diagram generator itu bekerja didaerah reaktif yang negatif. Oleh
karena itu gangguan hilang-eksitasi dapat dideteksi dengan relay
reaktans-kurang dengan karakteristik seperti pada gambar berikut :
jX
O
Bb R
F
Z
F
Z
R
O
Z
B
Z
B
Bb
R
Z
F F
Z - =
=
=
=
Gerakan impedans gangguan hilang-eksitasi
Impedans beban sebelum gangguan
Daerah beban
Daerah kerja relay
-jX
Vektor Z
F
bergerak dari kondisi normal ke kondisi gangguan, dan
ketika ujung vektor Z
F,
melintasi daerah kerja relay, relay akan kerja.
5.8. Frekuensi
Penyimpangan frekuensi dari nilai nominalnya adalah petunjuk
adanya ketidakseimbangan antara daya pembangkitan dan beban,
jika daya pembangkitan lebih kecil frekuensi akan turun, jika lebih
besar frekuensi akan naik.
Dalam hal frekuensi turun karena system kekurangan daya
(misalnya karena ada generator yang terlepas dari system), kalau
Gbr. 5.7.g :
Karakteristik relay reaktans-kurang sebagai
pengaman gangguan hilang-eksitasi
13
tidak segera diatasi, frekuensi akan turun terus sehingga system
bisa kolaps. Untuk mengatasinya dalam praktek sudah biasa
dilakukan pelepasan-beban (load shedding) sebagian bertahap
secara otomatis, sampai keseimbangan tercapai kembali , dan
frekuensi pulih. Untuk ini digunakan relay frekuensi-kurang (under
frequency relay).
Namun jika daya yang hilang itu terlalu besar, agar pelepasan
beban itu segera bisa terjadi tanpa menunggu frekuensi menjadi
lebih rendah, digunakan relay yang mengukur tingkat kecepatan
penurunan frekuensi (frequency gradient) df/dt, bersama-sama
dengan relay yang mengukur frekuensi. Relay df/dt itu tidak pernah
digunakan sendirian (tanpa dikontrol oleh relay frekuensi), karena
gejala penurunan frekuensi yang sama bisa terjadi dalam keadaan
normal ketika terjadi penyambungan bagian system.
Pemilihan feeder beban mana yang dilepaskan / dipadamkan,
tergantung dari prioritas konsumennya berdasarkan pertimbangan
tertentu. Di negara maju, dalam kontrak jual-beli tenaga listrik
konsumen besar/ industri, konsumen boleh memilih prioritas tinggi
atau rendah. Jika memilih prioritas rendah, dengan tarif listrik lebih
murah, aliran listriknya akan dipadamkan lebih dulu dari pada
konsumen dengan prioritas yang lebih tinggi dalam program
pelepasan-beban ini.
50
49
48
47
0 0.5 1.0 1.5 2.0
P=10%
df/dt=0.6 Hz/s
25% P=
df/dt=1.6 Hz/s
F (Hz)
t(sec)
Gbr. 5.8.a
11
Untuk menanggulangi gangguan yang sangat besar, program
pelepasan-beban sering dikombinasikan dengan program
pemisahan-sistem (system splitting) dan pembentukan pulau
(islanding), yaitu pemecahan sistem menjadi bagian-bagian sistem,
dimana daya pembangkitan dan bebannya kurang lebih seimbang
atau akan bisa diseimbangkan dengan pelepasan-beban lanjutan
sehingga akhirnya bisa beroperasi dengan selamat.
Untuk ini mungkin perlu digunakan pula relay arah daya. Bagian
sistem sedemikian disebut pulau. Terbentuknya pulau-pulau ini
sangat penting karena ini berarti masih ada unit-unit pembangkit
yang selamat (survive) yang akan sangat membantu mempercepat
dan mempermudah pemulihan sistem (system recovery) setelah
gangguan.
Turbin sebagai prime mover juga perlu diamankan terhadap
peristiwa penurunan frekuensi sebab turbin mempunyai frekuensi
resonansi dibawah frekuensi nominalnya, yaitu sedikit dibawah 48
Hz untuk frekuensi nominal 50 Hz. Pengoperasian pada frekuensi
resonansinya sangat membahayakan daun turbin (turbine blade),
jadi harus dihindari. Oleh karena itu jika frekuensi turun sampai 48
Hz, biasanya relay frekuensi-kurang dalam proteksi generator
sudah harus trip menghentikan (shut down) mesin pembangkit.
Setting relay untuk program pelepasan-beban harus lebih tinggi,
biasanya bertingkat diantara 48.5 dan 49.5Hz.
5.9. Kriteria lain
Untuk proteksi masih ada kriteria lain yang digunakan, yaitu :
2)
Suhu sebagai criteria untuk beban lebih (untuk minyak trafo,
motor, generator)
Kecepatan aliran minyak trafo, kumpulan gas untuk
mendeteksi adanya gangguan didalam trafo, yaitu pada
relay Buchholze.
Harmonisa pada arus netral atau tegangan netral untuk
mendeteksi gangguan tanah pada system dengan
pembumian Kumparan Petersen.
Harmonisa pada arus generator untuk mendeteksi
gangguan didalam generator
15
Sinyal transien arus atau transien tegangan, gelombang
berjalan dsb. pada saluran transmisi untuk mendeteksi
gangguan.
5.10 Ikhtisar
Tabel berikut menunjukkan kriteria untuk mendeteksi gangguan dan
keadaan abnormal pada system tenaga listrik.
Jenis gangguan dan variable (kriteria) yang digunakan untuk
mendeteksinya :
2)
No. Jenis Gangguan Variabel yang digunakan untuk
Deteksi
1 Gangguan hubung-
singkat Pada umumnya
- Arus fasa I
- Beda arus I
- Beda sudut fasa arus
- Arah daya P
- Impedans Z
2 Tegangan-lebih dan
tegangan-kurang
Tegangan fasa U
3 Gangguan tanah Komponen urut nol :
- Arus I
0
- Tegangan U
0
- Arah daya P
0
Dapat juga digunakan
Komponen urutan negatifnya I
2
,U
2
,P
2
4 Beban lebih - Arus fasa I
- Suhu
5 Beban tak simetris
Konduktor terputus
- Komponen urutan negatif arus I
2
6 Kekurangan daya - Frekuensi f
- Kecepatan perubahan frekuensi df/df
7 Daya-balik (motoring) - Arah daya P
8 Hilang-eksitasi - Reaktans X
9 Tegangan tak simetris - Komponen urutan negatif tegangan U
2
1
6. STRATEGI PENGAMANAN SISTEM TENAGA LISTRIK
6.1 Tujuannya
Terciptanya pengamanan sistem yang dapat meminimumkan
kerugian/ kerusakan akibat gangguan dan memaksimumkan
keandalan suplai tenaga listrik kepada konsumen.
Karena proteksi selalu berurusan dengan gangguan, maka untuk
mencapai tujuan tsb. segala upaya harus dilakukan, mulai dari
mencegah/ mengurangi terjadinya gangguan, mencegah/
mengurangi akibatnya, melakukan evaluasi dan analisa unjuk-kerja
proteksi dan menindak lanjuti dengan tindakan koreksi terus
menerus atas kesalahan/ penyimpangan yang ditemukan dari hasil
evaluasi dan analisa tsb.
6.2 Mencegah atau Mengurangi Gangguan pada Sistem
Lihat butir 3.1.
6.3 Mengurangi Akibat Gangguan pada Sistem
Lihat pula butir 3.2.
6.3.1. Khusus Proteksi Sistem:
Penggunaan peralatan pengaman yang dapat diandalkan
dengan karakteristik yang sesuai dengan keadaan
sistemnya dengan berpedoman kepada Standard PLN
(SPLN) : Pola Pengamanan yang bersangkutan sehingga
dapat dihindari kegagalan ataupun kesalahan kerja.
SPLN Pola Pengamanan itu sendiri perlu diperbaharui
terus menerus, sesuai dengan perkembangan teknologi.
Koordinasi yang tepat sehingga tercipta pengamanan
yang selektif.
Penggunaan pengaman cadangan, cadangan lokal atau
cadangan jauh, sehingga pada prinsipnya seluruh
sistem harus terliput oleh setidak-tidaknya dua lapis
pengamanan yaitu pengaman utama dan pengaman
cadangan.
Pengaman harus dapat bekerja dengan cepat sehingga
terhindar kerusakan/ pemadaman yang luas yang tidak
semestinya.
1Z
Pengujian periodik serta perawatan yang baik terhadap
perlengkapan proteksi sesuai petunjuk dari pabriknya dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku, untuk
mempertahankan dependability dan security-nya.
6.3.2. Karena gangguan di JTM menjadi penyumbang terbesar
terhadap angka lama padam/konsumen/tahun maka
perbaikan di JTM perlu mendapat perhatian utama, antara
lain : memperbanyak penggunaan recloser dan automatic
sectionalizer, memperluas cakupan Unit Pengatur Distribusi
dalam monitoring dan manouver jaringan, mulai
dipertimbangkan penggunaan jaringan kabel dengan loop
tertutup atau yang dihubungkan dari GI ke GI dengan proteksi
yang selektif (diffrential relay atau directional relay) untuk
daerah konsumen yang sangat penting, dsb. (lihat butir 8.7)
6.3.3 Untuk menghindari atau mengurangi/ membatasi pemadaman
akibat terlepasnya unit pembangkit :
Disediakan cadangan putar (spinning reserve) dengan
governor bebas setidak-tidaknya sebesar beban dari unit
pembangkit terbesar, sejauh kondisi sistem
memungkinkannya dan secara ekonomis dapat
dipertanggung jawabkan, sehingga jika unit tsb jatuh tidak
perlu terjadi pelepasan-beban.
6.3.4.Dilakukan pelepasan-beban (load shedding) secara otomatis
untuk gangguan yang lebih besar, atau pemisahan-sistem
(system splitting) disertai dengan pembentukan-pulau
(Islanding). Peristiwa islanding adalah peristiwa
terpecahnya sistem menjadi beberapa bagian sistem yang
masing-masing dapat tetap hidup/beroperasi. Adanya unit-
unit pembangkit yang selamat dan tetap beroperasi ini, akan
sangat membantu mempercepat dan memudahkan
pemulihan sistem. (lihat butir 5.8)
6.3.4 Jika perlu, dilakukan Contigency analysis, yaitu dengan
komputer yang dilengkapi dengan program-program yang
diperlukan, meniru (simulasi) gangguan yang terpilih pada
sistem dengan parameter dan konfigurasi sistem dan nilai
setting relay yang sesungguhnya atau yang akan dicoba
dengan maksud untuk:
18
Menguji relay setting yang ada apakah sudah selektif ,
dan memilih nilai setting yang memberikan dampak yang
paling minimum.
Melihat kemungkinan adanya bagian-bagian sistem yang
menjadi terbebani lebih (overloaded) setelah gangguan.
Melihat kemungkinan adanya titik-titik rawan dalam
sistem, yaitu yang bila terjadi gangguan / trip disitu,
dampak nya sangat besar.
Mencari/ memilih konfigurasi sistem yang lebih aman.
Dan sebagainya, tergantung masalah yang dihadapi.
6.3.5. Untuk menghindari pemadaman yang lama akibat adanya
sebagian sistem/saluran/peralatan yang rusak atau dalam
perbaikan/pemeliharaan, disediakan saluran alternatif atau
peralatan cadangan (kriteria N-1) secara selektif.
6.4 Perangkat Keras dan Perangkat Lunak dalam Proteksi
Dalam proteksi perlu dikuasai pengetahuan tentang peralatan yang
diamankan, misalnya batas ketahanan elektris ataupun thermisnya,
disamping pengetahuan (hardware) peralatan proteksi itu sendiri.
Selain itu untuk koordinasi relay dan penentuan setting yang tepat,
dalam rangka menciptakan pengamanan yang selektif, diperlukan
studi hubung singkat, studi kestabilan sistem, studi koordinasi relay
dan studi aliran beban, dan mungkin juga Contingency analysis
(lihat 6.3.4.diatas) . Sekarang telah tersedia sofware computer
(program) untuk studi tsb. Oleh karena itu perlu dimiliki dan dikuasai
penggunaan program-program tsb. karena program-program tsb.
dapat mempermudah dan mempercepat pelaksanaan studi-studi
yang diperlukan.
6.5. Evaluasi dan Analisa Gangguan serta tindakan koreksi dan
perbaikannya.
Semua gangguan dievaluasi, apakah wajar atau tidak wajar.
Gangguan yang tidak wajar adalah gangguan yang mengandung
kesalahan, penyimpangan atau kelemahan pada proteksinya atau
pada peralatan sistem. Jadi evaluasi dan analisa gangguan ini pada
19
hakekatnya juga berarti evaluasi dan analisa terhadap unjuk-kerja
proteksinya.
Ketidak wajaran ini bisa dilihat dari akibat gangguan, penyebabnya
atau frekuensi kejadiannya.
Semua gangguan yang tidak wajar harus diteliti dan di analisa
sampai ditemukan kesalahan/ penyimpangannya serta
penyebabnya untuk kemudian di tindak-lanjuti dengan tindakan
koreksi atau perbaikan sehingga kerusakan yang parah dan/atau
pemadaman yang tidak semestinya dengan penyebab yang sama
tidak terulang lagi. Masalah ini akan dibahas lebih lanjut dalam butir
7 (tujuh).
Sedangkan kesalahan atau kelemahan pada peralatan yang
ditemukan dari hasil evaluasi ini perlu disampaikan juga kepada:
Pabrik pembuatnya, sebagai masukan untuk terus
menerus meningkatkan mutu hasil produksinya (lihat pula
butir 8.1.3).
Pihak yang berwenang melakukan pengadaan barang,
sebagai masukan untuk menentukan kebijaksanaan
dalam pengadaan barang selanjutnya.
7. EVALUASI DAN ANALISA GANGGUAN
Gangguan pada sistem tenaga listrik seharusnya tidak mengakibatkan
kerusakan apapun pada saluran/ peralatan yang dilalui arus gangguan.
Pemadamannyapun, jika ada, sangat terbatas, yaitu pemadaman
sebagai akibat terlepasnya seksi atau peralatan yang terganggu saja.
Jika ada gangguan yang mengakibatkan kerusakan yang lebih parah
dan atau pemadaman lebih luas yang tidak semestinya, pastilah ada
suatu kesalahan, kelemahan atau penyimpangan pada peralatan
proteksi atau peralatan sistem, atau konfigurasi sistem itu mengandung
kerawanan. Gangguan sedemikian disebut gangguan yang tidak wajar.
Gangguan yang tidak wajar itu perlu diselidiki sampai dapat ditemukan
apa kesalahan, kelemahan atau penyimpangannya, apa penyebabnya
dan bagaimana tindakan koreksi atau perbaikannya agar gangguan
yang tidak wajar tersebut tidak terulang kembali dengan penyebab yang
sama.
50
7.1 Gangguan yang wajar dan yang tidak wajar.
Tanda gangguan yang wajar atau yang tidak wajar dapat dilihat
dari akibatnya, penyebabnya atau frekuensi kejadiannya :
7.1.1 Dilihat dari akibat gangguan.
Jika gangguan itu tidak mengakibatkan kerusakan
apapun pada peralatan yang dilalui arus gangguan dan
hanya mengakibatkan kerusakan terbatas pada alat yang
terganggu yang menjadi pemicu gangguan itu, dan
pemadamannyapun, jika ada, terbatas semata-mata
karena terlepasnya alat atau seksi yang terganggu saja,
maka gangguan sedemikian termasuk gangguan wajar.
Gangguan yang mengakibatkan kerusakan yang lebih
parah atau pemadaman yang lebih luas dari itu harus
dianggap sebagai gangguan yang tidak wajar.
Misalnya :
Gangguan di Kabel (penyulang) 20 kV.
Jika yang rusak hanya kabel dititik gangguan dan
konsumen yang padam hanya konsumen yang
disuplai melalui kabel itu, karena hanya PMT kabel
itu saja yang trip/terbuka, maka gangguan itu
gangguan yang wajar.Jika PMT yang trip adalah
PMT disebelah hulunya, yaitu PMT Trafo atau PMT
Unit Pembangkit yang memasok kabel itu sehingga
pemadamannya lebih luas, maka gangguan itu tidak
wajar.
Gangguan Trafo Tenaga, dimana hanya PMT Trafo
itu saja yang trip, jadi hanya konsumen yang disuplai
melalui Trafo itu saja yang padam, dan tidak terjadi
kerusakan yang parah pada Trafo itu, maka
gangguan itu gangguan yang wajar. Sebaliknya jika
terjadi kerusakan yang parah pada Trafo itu (karena
kegagalan kerja atau kelambatan kerja proteksinya)
maka gangguan itu tidak wajar.
7.1.2 Dilihat dari penyebab gangguan
51
Gangguan tergolong tidak wajar bila kerusakan alat yang
menjadi penyebab (pemicu) gangguan itu semestinya
tidak/ belum terjadi, misalnya :
Kerusakan pada Trafo yang relatif masih muda.
Umur Trafo yang wajar dapat diasumsikan 20-30
tahun. Jika Trafo rusak pada umur kurang dari 5
tahun misalnya dan tidak ada gangguan apa-apa di
jaringan, jadi semata-mata karena ada kelemahan
isolasi (sejak dari pabriknya), maka kerusakan itu
tidak wajar.
Trafo rusak bersamaan dengan gangguan hubung
singkat di jaringan distribusi yang dipasok dari Trafo
itu dan proteksinya bekerja baik (rusak karena
through fault current), sedangkan umur Trafo itu
masih muda. Kerusakan demikian juga tidak wajar.
Trafo yang baik seharusnya tahan terhadap arus
hubung singkat yang melaluinya.
Salah operasi/pemeliharaan sehingga terjadi
kerusakan peralatan.
7.1.3 Dilihat dari frekuensi kejadiannya.
Misalnya :
Ganguan pada SUTT akibat sambaran petir (back
flashover) adalah biasa. Namun jika terlalu sering
terjadi pada suatu seksi SUTT tertentu (karena
tingginya tahanan pentanahan kaki tiang misalnya)
maka gangguan itu menjadi tidak wajar. Yang
bagaimana yang disebut terlalu sering ?
Untuk ini dapat berpedoman kepada statistik
gangguan pada SUTT yang mempunyai tahanan
pentanahan yang cukup rendah, dengan
memperhatikan Tingkat Hari-Guruh (Isokraunic
Level). Untuk SUTT 66 kV dan 150 kV, dapat
berpegang kepada SPLN 13: 1978, Bagian Satu: A.
Kriteria penetapan Angka Keluar,
yaitu :
Untuk SUTT 66 kV : 6 9 kali/100km/tahun
52
Untuk SUTT 150 kV : 1.2 1.8 kali/100km/tahun
Angka tsb berdasarkan asumsi Hari-Guruh pertahun
100, tahanan kaki tiang 10 , dan isolator, tinggi
tiang dan jarak gawang seperti lazimnya.
Jika gangguan lebih sering dari pada angka-angka
tsb. dapat dianggap terlalu sering. Namun dalam
memperbandingkannya, perlu diperhatikan tingkat
Hari-Guruh didaerah yang ditinjau.
Gangguan pada SUTM karena rusaknya peralatan
(misalnya isolator atau konektor) adalah biasa.
Namun jika terlalu sering menjadi tidak wajar.
Yang bagaimana yang disebut terlalu sering ?
Ini adalah relatif, dibandingkan dengan statistik
kerusakan alat sejenis yang dikenal baik mutunya.
Alat/komponen yang tidak baik mutunya biasanya
mempunyai angka kerusakan yang jauh lebih tinggi
dari pada yang mutunya baik, perbedaannya sangat
mencolok.
7.2 Penyebab Ketidakwajaran
Dari butir 7.1.2 sudah terlihat contoh penyebab ketidakwajaran
tersebut adalah karena adanya kesalahan, kelemahan atau
penyimpangan lainnya, disingkat penyimpangan. Adapun bentuk
penyimpangan dan penyebabnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
7.2.1 Unjuk-Kerja Proteksi.
a. Kegagalan/ kelambatan kerja proteksi
Sebabnya antara lain:
Kerusakan pada relay/relay bantu
Kegagalan PMT: gangguan mekanis PMT,
tripping coil nya macet atau terputusnya
rangkaian tripping, kegagalan PMT dalam
memutuskan arus.
Hilangnya tegangan DC atau lemahnya battery
sebagai sumber tegangan untuk tripping dan catu
untuk relay statik/digital.
53
Terbukanya atau hubung singkat pada rangkaian
sekundair trafo arus atau trafo tegangan yang
memasok relay
b. Salah Kerja
Sebabnya bermacam-macam, dapat berupa :
Salah setting (terlalu sensitif atau terlalu cepat)
Salah hubungan pengawatan (wiring)
Kerusakan Relay / Relay bantu
Ada kejadian yang tidak terduga atau kurang
diperhitungkan, misalnya arus kapasitif pada
SUTM yang mengakibatkan sympathetic
tripping (lihat butir 8.5)
Timbulnya arus diferensial yang bukan karena
gangguan pada pengaman diferensial
(instability), misalnya karena kompensasi rasio
arus atau sudut fasa yang kurang tepat, atau
karena kesalahan trafo arus (terlalu jenuh karena
through fault current), yang mengakibatkan relay
salah kerja.
dsb.
c. Ketidakselektifan karena :
Koordinasi/ setting yang kurang tepat.
Karakteristik relay yang tidak cocok satu sama
lain (misalnya antara definite time dan inverse
time relay)
Trafo Arus yang terlalu jenuh. dsb
d. Tidak lengkap
Ada bagian/seksi yang peralatan proteksinya tidak
lengkap.
7.2.2 Kelemahan peralatan atau ketidak cocokkan antara
spesifikasi dan kondisi kerjanya.
a. Kelemahan peralatan atau kesalahan dalam disain
dan/atau pabrikasinya.
b. Penentuan spesifikasi peralatan yang tidak sesuai
dengan kondisi kerjanya sehingga tidak tahan lama.
c. Peralatan yang mutunya dibawah standar.
51
7.2.3 Kesalahan dalam Disain atau Pemasangan Instalasi.
Misalnya :
a. Tidak dilengkapi dengan pentanahan yang baik.
b. Tidak dilengkapi dengan Interlocking.
c. Salah dalam disain atau pemasangan, misalnya
pemasangan kabel yang terlalu dekat satu sama lain
(over heated) sehingga cepat rusak, dsb.
7.2.4 Kelalaian dalam Operasi dan Pemeliharaan.
Misalnya :
Pemeliharaan/ pemeriksaan pentanahan kaki
tiang tidak dilakukan sehingga terlepasnya atau
hilangnya konduktor pentanahan tidak diketahui.
Ini bisa menyebabkan gangguan pada SUTT
akibat sambaran petir makin sering.
Penebangan/pemangkasan pohon disekitar
SUTM/SUTT terlambat, gangguan menjadi lebih
sering.
Penggantian minyak Trafo sangat terlambat. Ini
bisa mengancam keselamatan trafo.
dsb.
7.3 Langkah-langkah evaluasi dan analisa gangguan serta
tindakan perbaikan.
Gangguan yang tidak wajar perlu diselidiki untuk menemukan
bentuk kesalahan, kelemahan atau penyimpangannya serta apa
penyebabnya sehingga dengan demikian dapat ditentukan
tindakan koreksi, perbaikan atau pencegahannya.
Evaluasi dan analisa dilakukan dengan langkah-langkah dan
cara-cara sebagai berikut :
7.3.1 Kategorisasi Gangguan.
Pertama-tama gangguan perlu dievaluasi untuk
digolongkan apakah gangguan itu termasuk kedalam
gangguan yang wajar atau yang tidak wajar. Untuk
gangguan yang tidak wajar yang mempunyai akibat yang
luar biasa, seperti misalnya kerusakan total di suatu
Gardu Induk atau Pusat Pembangkit, dan/atau
pemadaman total disuatu sistem yang sudah besar, perlu
dikelompokkan tersendiri sebagai gangguan besar.
55
karena cara penanganannya mungkin akan berbeda dan
pihak-pihak yang terlibat lebih luas.
Jadi ada 3 kategori gangguan :
gangguan wajar
gangguan tidak wajar.
Gangguan besar.
Pengelompokkan (kategorisasi) gangguan dilakukan
melalui 3 macam evaluasi sbb :
7.3.1.1 Evaluasi berdasarkan akibat gangguan.
Tanda-tanda gangguan yang wajar dan yang
tidak wajar dipandang dari segi akibatnya,
sudah diterangkan dalam butir 7.1.1
sedangkan gangguan besar sudah disebutkan
diatas.
7.3.1.2 Evaluasi berdasarkan penyebabnya.
Gangguan yang dari evaluasi yang pertama
(berdasarkan akibat) sudah termasuk (untuk
sementara) kedalam kategori gangguan yang
wajar, dievaluasi lagi berdasarkan
penyebabnya.
Tanda-tanda gangguan yang wajar dan yang
tidak wajar dari segi penyebabnya juga sudah
disebutkan dalam butir 7.1.2
7.3.1.3 Evaluasi Berdasarkan Frekuensi kejadiannya.
Gangguan yang dalam evaluasi pertama dan
kedua termasuk kedalam gangguan yang
wajar, dievaluasi lagi berdasarkan frekuensi
kejadiannya (berdasarkan statistik gangguan).
Ketiga macam evaluasi tersebut tidak selalu harus
dengan urutan seperti tersebut diatas. Mungkin saja dari
frekuensi kejadiannya atau penyebabnya suatu
gangguan sudah dapat langsung dikategorikan sebagai
gangguan yang tidak wajar.
5
Namun setelah termasuk kedalam kategori tidak wajar,
kedua macam evaluasi lainnya tetap harus dilakukan
dalam rangka analisa selanjutnya.
7.3.2 Statistik gangguan, Indikator keandalan dan Indikator
kerusakan alat.
Semua gangguan dalam kurun waktu tertentu, triwulanan
atau tahunan, di klasifikasikan ke dalam: gangguan
temporair/ permanen, gangguan tanah/ hubung-singkat,
penyebab gangguan, alat yang rusak/ lokasi gangguan,
akibat gangguan (luasnya konsumen yang padam, kWh
yang hilang) dsb. tergantung keperluannya, ditampilkan
dalam Statistik gangguan. Dari sini dibuat Indikator
keandalan (yang terpenting lama padam per konsumen
per tahun dan kali pada per konsumen per tahun) dan
Indikator kerusakan alat (misalnya banyaknya
kerusakan per jenis alat dibagi jumlah terpasang
pertahun).
7.3.3 Analisa Gangguan
Gangguan yang termasuk dalam kategori tidak wajar
dianalisa untuk menemukan :
bentuk kesalahan/ penyimpangannya.
penyebab kesalahan/ penyimpangannya.
bagaimana tindakan perbaikannya.
Gangguan pada hakekatnya adalah serentetan peristiwa
yang berhubungan sebagai sebab-akibat.
Analisa gangguan pada umumnya melalui langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Pengumpulan/ pencarian data, fakta dan peristiwa
yang diduga ada kaitannya dengan ketidak wajaran
tersebut.
b. Menghubung-hubungkan fakta itu menjadi rangkaian
sebab-akibat yang logis sehingga terbayang skenario
yang mungkin.
c. Membandingkan rangkaian peristiwa yang nyata
terjadi dengan yang seharusnya untuk menemukan
penyimpangannya. Jika ada ketidak cocokan antara
kenyataannya dan yang seharusnya berarti bisa
5Z
ditemukan penyimpangannya, namun jika semuanya
cocok, penyimpangan belum bisa ditemukan, maka
pengumpulan/ pencarian data (langkah a) perlu
diulang.
d. Mencari penyebab penyimpangan yang mungkin
dengan cara mencari fakta-fakta yang
mendukungnya dan fakta-fakta yang
menggugurkannya.
e. Jika tidak ditemukan fakta-fakta yang kuat
mendukungnya atau sebaliknya jika malah
ditemukan fakta yang menggugurkannya maka
diulang mencari penyebab yang mungkin (langkah d)
atau bahkan jika perlu diulang mencari fakta-fakta
lain (langkah a).
f. Jika ditemukan beberapa penyebab yang mungkin,
dipilih penyebab yang paling mungkin. Penyebab
yang paling mungkin adalah penyebab yang paling
kuat fakta-fakta pendukungnya dan/ atau yang paling
lemah fakta-fakta yang menggugurkannya.
g. Menyusun skenario gangguan yang paling mungkin/
paling cocok dengan fakta-fakta beserta
penyimpangan yang telah diketahui penyebabnya.
h. Menguji skenario gangguan itu dengan data, fakta
dan rekaman kejadian (event recorder dan
disturbance recorder). Jika tidak cocok maka
penyusunan skenario gangguan itu perlu diulang
(langkah g). jika masih tidak bisa ditemukan skenario
yang cocok maka terpaksa dicari lagi data dan fakta
baru ( langkah a dan seterusnya diulang).
i. Menentukan tindakan perbaikan berdasarkan
penyimpangan serta penyebab yang telah
ditemukan.
j. Menyusun laporan penyelidikan gangguan.
58
7.3.4 Tindakan koreksi/ perbaikan.
Setelah kesalahan/ penyimpangannya serta penyebab
yang paling mungkin ditemukan, maka tindakan koreksi/
perbaikannya baru bisa dipikirkan. Jika ditemukan
beberapa alternatif/ tindakan perbaikan, dipilih
berdasarkan urgensinya dan tingkat keandalan yang
diinginkan dengan memperhatikan kelemahan atau
resikonya.
7.3.5 Laporan Gangguan.
Untuk gangguan yang tidak wajar, ada 3 macam laporan
yang harus dibuat :
Laporan kolektif gangguan.
Laporan pendahuluan gangguan
Laporan penyelidikan gangguan .
Laporan kolektif gangguan adalah dalam bentuk tabel
gangguan yang tidak wajar dalam kurun waktu tertentu
(triwulanan atau tahunan) yang berisikan informasi:
tanggal gangguan, penyebab gangguan, akibat
gangguan, bentuk kesalahan/ penyimpangannya serta
penyebabnya dan tindakan perbaikan yang direncanakan
atau yang telah dilaksanakan.
Laporan pendahuluan gangguan adalah laporan yang
segera dibuat setelah terjadi gangguan besar, yang
berisikan :
Kondisi sistem sebelum gangguan
Peristiwanya
Perkiraan penyebabnya
Akibatnya : kerusakan peralatan, luasnya
pemadaman, kWh yang tak terjual.
Tindakan pemulihan.
Sedangkan laporan penyelidikan gangguan berisikan :
Kondisi sistem sebelum gangguan
Peristiwanya
Tindakan pemulihan
Untuk setiap
Gangguan besar
59
Data dan faktanya, rekaman urutan kejadiannya
(sequence of events recorder) dan rekaman
gangguan (disturbance recorder)
Analisa gangguan sampai menemukan bentuk
penyimpangan / kesalahan serta penyebabnya
Skenario gangguan.
Akibat gangguan: kerusakan peralatan, luasnya
pemadaman, kWh yang tak terjual.
Tindakan perbaikannya.
7.3.6 Langkah-langkah Evaluasi Gangguan dan Analisa
Gangguan digambarkan dengan diagram alir (flowchart)
sebagai berikut : (lihat Gbr 7.3.a, 7.3.b).
0
GANGGUAN
Pengumpulan Data, Fakta, Rekaman
Susun Rangkaian Sebab
Akibat yang Logis
Bandingkan antara :
- Yang seharusnya", dan
- Faktanya"
Cocok?
Bentuk Penyimpanan
Cari Penyebab yang mungkin
dan yang Melemahkan (Menggugurkan)
Cari Data, Fakta yang Menguatkan (Mendukung)
Kuat?
paling mungkin
Cari Penyebab yang
Menyusun Skenario Gangguan
Uji Skenario dengna Data, Fakta rekaman kejadian
Cocok?
Menentukan Tindakan Perbaikan
Membuat Laporan Penyelidikan Gangguan
Ya
Gugur
Kuat
Tidak
Ya
Tidak
Gbr. 7.3.a
Diagram Alir Analisa Gangguan
1
Pengolahan Data
Gangguan
Tidak Wajar
Rekaman Kejadian
GANGGUAN
Analisa
Kategorisasi Gangguan
Gangguan
Wajar
Besar
Gangguan
Gangguan
Analisa
- Indicator Keandalan
- Statistic Gangguan
- Indicator kerusakan Alat
Tuntas
Tim Penyelidikan
Pembentukan
Analisa *)
Penyelidikan
EVALUASI
Pembahasan
Konsultasi
Laporan Evaluasi
Gangguan
Laporan Kolektif
Tindakan Perbaikan
Laporan
Penyelidikan
Sudah
Belum
Laporan
Pendahuluan
*)
Lihat butir 7.33
atau Gbr. 7.3.a
Gbr. 7.3.b
Diagram Alir Langkah-langkah
Evaluasi Gangguan
2
Dari diagram alir tersebut tampak bahwa semua langkah-langkah
penanganan gangguan tersebut bermuara ke tindakan perbaikan.
Jika gangguan ditangani secara konsisten seperti yang telah
diuraikan diatas maka jelaslah bahwa penyimpangan-
penyimpangan yang menjadi penyebab ketidak wajaran tersebut,
secara berangsur-angsur tapi pasti, akan berkurang, dan ini
berarti keandalan suplai tenaga listrik makin meningkat.
8. USAHA-USAHA PERBAIKAN LEBIH LANJUT
8.1 Pengadaan peralatan/ material dengan Mutu dan Keandalan
yang baik.
8.1.1 Dalam pengadaan peralatan/ material, hanya membeli
produk dari pabrik yang sudah termasuk dalam Sistem
Pengawasan Mutu dari Lembaga Sertifikasi Produk yang
berwenang (dahulu Sistem Pengawasan Mutu LMK PLN).
8.1.1 Untuk inspeksi dalam acceptance test atau factory test,
hanya menggunakan jasa inspector yang qualified dari
Lembaga Inspeksi Teknik yang berwenang.
8.1.3 Statistik kerusakan peralatan perlu dievaluasi. Peralatan
yang mempunyai angka kerusakan yang tinggi
dikonsultasikan dengan pabriknya, agar pabrik dapat
menyelidikinya dan melakukan perbaikan. Jika perlu
dikenakan sanksi, misalnya pembelian peralatan dari
pabrik itu untuk sementara dihentikan sampai pabrik dapat
menunjukkan perbaikan yang telah dilakukan dengan bukti
type test certificate dari Laboratorium yang diakui PLN.
Kiranya perlu dipikirkan kemungkinan untuk memasukkan
angka kerusakan sebagai salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam evaluasi teknis dalam tender
pengadaan barang.
8.2. Ke- instalatiran
Selama ini yang harus punya SPI (Surat Pengesahan Instalatir)
hanyalah penanggung jawab teknis perusahaan Instalatirnya
saja. Tenaga kerja pelaksana langsung, tidak mempunyai surat
3
pengesahan (sertifikat/ lisensi) apapun, sehingga mutu Instalasi
tidak terjamin.
Mestinya seseorang baru boleh melaksanakan pemasangan
instalasi jika telah memiliki sertifikat keahlian / keterampilan yang
sesuai dengan tingkat dan bidang pekerjaannya. Untuk
mendapatkan sertifikat harus melalui pendidikan dan latihan
serta ujian oleh instansi yang berwenang.
Dengan keluarnya Undang-undang No.18 tahun 1999,
sebenarnya dasar peraturan yang mengharuskan perencana,
pengawas dan tenaga kerja pelaksana memiliki sertifikat
keahlian/ keterampilan, sudah ada. Penerbitan sertifikat itu
ditugaskan kepada Asosiasi yang bersangkutan. Persiapan
kearah itu kini sedang berjalan.
8.3. Pemborongan pekerjaan dengan masa garansi.
Pekerjaan suplai material beserta pemasangannya yang
memerlukan keahlian yang sukar pengawasannya yang ternyata
selama ini menunjukkan angka kerusakan yang tinggi, misalnya
pekerjaan penyambungan dan terminasi kabel, sebaiknya
diborongkan dengan masa garansi, sehingga kalau rusak
sebelum habis masa garansinya, masih menjadi tanggung jawab
kontraktor untuk memperbaikinya, dan kalau dapat bertahan
dalam masa garansi itu diharapkan dapat bertahan seterusnya
sampai mencapai umur yang wajar.
8.4 Testing, Komissioning dan pernyataan laik operasi
Pada prinsipnya suatu Instalasi yang baru selesai dipasang atau
setelah rehabilitasi/ renovasi, baru boleh dioperasikan setelah
dinyatakan laik operasi oleh comissioning engineer yang qualified
dari Lembaga Inspeksi Teknik (dahulu LMK). Hal ini juga telah
diatur dalam Undang-undang tsb.
8.5 Kegagalan Kerja dan Salah Kerja Proteksi.
Sekarang ini, sebagai contoh, masih banyak dilaporkan adanya
sympathetic tripping pada jaringan SUTM dengan pentanahan
tahanan 40 (yaitu penyulang yang tak terganggu ikut trip
1
bersama penyulang yang terganggu), dan tripnya Trafo Tenaga
akibat gangguan di penyulang.
Sympathetic tripping, kalau bukan karena penyebab lain,
mungkin karena ada saluran (SUTM) yang mengandung kabel
yang panjang sehingga arus kapasitif yang muncul sebagai arus
urutan nol (3I
o
) akibat gangguan satu fasa ketanah di penyulang
lain, besarnya melampaui nilai setting relay gangguan tanah nya.
Sedangkan tripnya Trafo Tenaga mungkin disebabkan oleh
kegagalan kerja proteksi penyulang, koordinasi relai arus-lebih
yang kurang tepat, koreksi perbandingan transformasi pada
differential relay yang kurang tepat atau karena kejenuhan trafo
arusnya. Masalah ini perlu diselidiki kasus demi kasus.
8.6. Masalah kegagalan pengaman cadangan.
Dari penyelidikan beberapa gangguan besar yang mengakibatkan
kerusakan yang sangat parah atau terbakar habis, diperoleh
petunjuk bahwa penyebabnya adalah gagalnya pengaman
cadangan besama-sama dengan pengaman utamanya.
Jika pengaman cadangan mempunyai komponen yang dipakai
bersama dengan pengaman utama, misalnya PMT atau
batterynya, maka kegagalan pada komponen itu akan
menyebabkan kegagalan pengaman utama sekaligus pengaman
cadangannya. Oleh karena itu, idealnya, pengaman cadangan
tidak mempunyai komponen yang dipakai bersama dengan
pengaman utamanya, sehingga kegagalan pengaman utamanya
tidak diikuti oleh pengaman cadangannya. Pengaman cadangan-
jauh yang terletak di Gardu Induk/ Gardu Hubung sebelah
hulunya sudah dengan sendirinya memenuhi kriteria tsb.
Dalam hal pengaman cadangan-lokal, kebanyakan mempunyai
komponen yang dipakai bersama dengan pengaman utamanya,
misalnya PMTnya, batterynya dan bahkan juga trafo arusnya.
Dengan demikian kemungkinan gagal bersama-sama kedua-
duanya cukup besar.
Pada instalasi tegangan ekstra tinggi , telah digunakan pengaman
cadangan lokal atau pengaman kedua (duplikasi), yang hampir
5
semua komponennya terpisah, yaitu battery, trafo arus dan
tripping coilnya, kecuali PMT (lihat Gbr. 4.1.b).
Pemisahan pengaman cadangan dari pengaman utama
sedemikian itu mungkin perlu juga dilakukan pada instalasi 150
kV yang sangat penting, misalnya pada GI suatu pusat
pembangkit yang sangat besar.
Dari penyelidikan gangguan besar tsb. diatas telah ditemukan
(lihat Laporan gangguan GI Cepu sebagai contoh) bahwa
penyebab kegagalan itu adalah hilangnya tegangan battery yang
dipakai bersama oleh pengaman arus-lebih disisi 150 kV (yang
bertindak sebagai pengaman cadangan jauh) dan pengaman
disisi 20 kV (incoming) yang bertindak sebagai pengaman utama
bus 20 kV, dan gangguannya di bus/ kubikel 20 kV. Sedangkan
Zone III distance relay di GI sebelah hulunya (GI Blora), tidak
dapat menjangkau sampai ke bus 20 kV (Cepu) ini (tidak seperti
(6)pada Gbr. 4.2.a. melainkan seperti (4) pada Gbr.4.2.b.),
sehingga arus hubung-singkat bertahan terus (7 menit 49 detik,
terlihat di UPB Ungaran), sampai kerusakan menjalar kebelitan
150 kV trafo tenaga, maka relay pengaman di GI sebelah hulunya
(Blora) baru trip. Belajar dari pengalaman ini maka pengaman
150 kV sebaiknya mempunyai battery tersendiri yang
terpisah dari pengaman 20 kV.
Catatan:
Di beberapa GI yang ditinjau sebenarnya telah tersedia dua set
battery dimana kalau yang pertama bekerja maka yang kedua
sebagai cadangan tidak aktif secara bergantian. Disarankan, dari
pada ada satu set tidak aktif, lebih baik semua diaktifkan: yang
satu dipakai untuk pengaman 150 kV yang kedua dipakai untuk
pengaman 20 kV yang dalam keadaan normalnya terpisah. Jika
salah satu battery perlu dilepas untuk pemeliharaan, kedua
sistem arus searah (DC system) itu di-interkoneksikan lebih dulu
sebelum dilepas. Jadi fungsinya sebagai battery cadangan yang
satu terhadap lainnya tetap berlaku.
8.7. Mempersempit dan mempersingkat pemadaman.
Penyumbang terbesar terhadap tingginya angka indikator lama
padam per konsumen pertahun, ternyata adalah gangguan di
JTM. Oleh karena itu tindakan perbaikan di JTM akan merupakan
tindakan yang efektif dalam memperbaiki indikator tsb.
Di JTM yang radial sekarang ini, masih banyak penyulang yang
hanya mempunyai PMT dan Relay proteksinya tanpa penutup-
balik di pangkal penyulang, sehingga jika terjadi gangguan di
penyulang, seluruh konsumen yang disuplai dari penyulang itu
padam.
Untuk mempersempit dan mempersingkat pemadaman dapat
dilakukan hal-hal berikut :
Pada SUTM yang panjang, memperbanyak penggunaan
Penutup-Balik Otomatis (PBO) dipangkal penyulang,
ditengah penyulang dan/ atau di percabangan. Dengan
koordinasi yang selektif thd. penutup-balik di pangkal
penyulang, gangguan disebelah hilirnya PBO di tengah
penyulang atau percabangan, tidak akan mnyebabkan
PBO/PMT dipangkal penyulang trip.
Menggunakan Saklar Seksi Otomatis (Automatic
Sectionalizer) disamping PBO untuk mempersempit
pemadaman lebih lanjut dengan cepat.
Memasang pengaman lebur di percabangan (jika tidak
terpasang PBO) yang selektif terhadap. relay dipangkal
penyulang sehingga jika gangguan masih ada setelah
penutupan-balik, pengaman leburnya yang putus bukan
PBO nya yang trip (trip yang pertama tetap di PBO).
Memperbanyak detektor gangguan yang dimonitor di UPD
(Unit Pengatur Distribusi) untuk mempercepat pencarian
lokasi gangguan.
Memperluas cakupan UPD yang memungkinkan manuver
melalui remote control dari UPD untuk mempercepat
pemulihan setelah gangguan.
Untuk konsumen industri yang memerlukan keandalan
yang tinggi disediakan dua feeder dari GI yang berbeda
yang dalam operasinya hanya salah satu yang tersambung
Z
dan dilengkapi dengan Saklar Pindah Otomatis. (Automatic
Change Over Switch).
Untuk daerah konsumen yang penting, mulai
dipertimbangkan penggunaan jaringan kabel dengan loop
tertutup, atau yang menghubungkan dari GI ke GI dengan
proteksi yang selektif (differential relay atau directional O/C
relay), sehingga gangguan di kabel (bukan di switchgear
atau di trafo), tidak akan menyebabkan pemadaman sama
sekali.
Kecuali yang tersebut terakhir, hal-hal tsb diatas sebenarnya
telah dilaksanakan dibeberapa PLN Wilayah/ Distribusi, namun
kiranya pelaksanaannya perlu diperluas sesuai dengan
tuntutan keandalan setempat.
8.8. Kemungkinan Penggunaan Kumparan Petersen untuk
pembumian JTM dengan saluran udara (SUTM).
Kumparan Petersen, sebagai pembumian titik netral jaringan,
akan memberikan arus Induktif yang bisa disetel untuk meng-
kompensir arus kapasitans tanah jaringan sehingga arus
gangguan satu fasa ketanahnya dititik gangguan sangat kecil.
Dengan arus gangguan yang sangat kecil itu dimungkinkan
terjadinya self clearing, yaitu gangguan hilang dengan
sendirinya tanpa pemutusan oleh PMT, jika gangguannya
adalah gangguan satu fasa ketanah yang temporair.
Kumparan Petersen telah pernah digunakan untuk
membumikan sistem 70 kV (dan 30 kV) di Jawa Barat dan Jawa
Timur, namun sistem 70 kV waktu itu tidak dilengkapi dengan
pengaman gangguan tanah otomatis. Sehingga pernah dialami
apa yang disebut cross country fault, yaitu gangguan tanah
yang permanen, yang karena tidak segera di bebaskan (karena
memang tidak ada pengaman gangguan tanahnya) lalu terjadi
gangguan tanah yang kedua di lokasi lain pada fasa lain.
Gangguan sedemikian menyebabkan Distance relay menjadi
tidak selektif, akibatnya sistem kolaps. Dari kejadian tersebut,
atas saran konsultan, pembumian sistem 70 kV dirubah dari
8
Kumparan Petersen menjadi Tahanan disertai dengan
penyesuian relay proteksinya.
Namun Kumparan Petersen masih digunakan pada JTM di
negara-negara maju seperti Jerman, Sweden dan negara-
negara Scandinavia lainnya dengan unjuk-kerja yang bagus.
Keuntungan utama dari sistem dengan pembumian Kumparan
Petersen adalah kemampuannya untuk self clearing untuk
gangguan satu fasa ketanah yang temporair, seperti telah
disebutkan diatas. Oleh karena itu pembumian dengan
Kumparan Petersen mungkin akan sangat menguntungkan jika
dipakai pada jaringan SUTM yang belum menggunakan
recloser, dimana biasanya gangguan yang dominan adalah
gangguan satu fasa ketanah yang temporair. Di luar negeri,
Jerman, Sweden, gangguan satu fasa ketanah yang temporair
bisa mencapai > 85%.
3)
Sedangkan untuk pengamanan gangguan tanah yang
permanen dapat digunakan pengaman gangguan tanah seperti
yang sudah ada pada jaringan SUTM dengan memanfaatkan
tahanan 40 atau 500 paralel dengan Kumparan Petersen
hanya pada saat gangguan tanah yang permanen. Sehingga
dengan demikian, dalam hal gangguan satu fasa ketanah yang
temporair, gangguan bisa hilang sendiri (Kumparan Petersen
masih sendiri), dan jika gangguan tidak hilang dalam 2-3 detik
detik, berarti gangguan permanen, tahanan masuk paralel
dengan Kumparan Petersen, maka relay gangguan tanah
bekerja membebaskan gangguan itu.
Jika memang benar bahwa sebagian besar gangguan (>80%)
adalah gangguan satu fasa ketanah yang temporair, yang akan
hilang sendiri karena adanya Kumparan Petersen, maka ini
adalah cara lain yang sederhana tapi efektif untuk mengurangi
pemadaman sekaligus penghematan PMT, sebagai alternatif
dari penggunaan penutup-balik.
Di PLN belum pernah diselidiki berapa prosen gangguan 1-fasa
ketanah yang temporair itu. Oleh karena itu sebelum
menggunakan pembumian dengan Kumparan Petersen pada
suatu jaringan, perlu diteliti lebih dulu untuk memastikan bahwa
9
gangguan satu fasa ketanah yang temporair benar-benar
dominan. Atau dilakukan percobaan pada suatu jaringan SUTM
terpilih sebagai pilot project.
8.9 Mengikuti dan memanfaatkan perkembangan teknologi
mutakhir.
Perkembangan teknologi yang menarik yang perlu diikuti
adalah masuknya teknologi digital kedalam proteksi. Dengan
teknik digital dapat dibuat relay yang cepat, dengan
karakteristik yang lebih sesuai dengan kebutuhan, dan dapat
dilengkapi dengan kemampuan lain, seperti pengukuran,
rekaman arus dan tegangan, rekaman kejadiannya (events
recording), rekaman gangguan (disturbance recording) dan
kemampuan memeriksa diri sendiri untuk mendeteksi
kerusakan didalam, serta dapat dipadukan dengan fasilitas
kontrol untuk PMT dan PMS dan Saklar pembumian, termasuk
penampilan konfigurasi (single line diagram) nya dalam satu
perangkat alat.
9. IKHTISAR / KESIMPULAN
a. Gangguan dapat terjadi dalam sistem tenaga listrik dengan
berbagai macam sebab dan akibatnya oleh karena itu perlu
upaya-upaya untuk mengatasinya.
b. Indikator keandalan yang terpenting bagi konsumen adalah
lama padam / konsumen/ tahun dan kali padam / konsumen
/ tahun yang di PLN ternyata relatif masih sangat tinggi.
c. Proteksi adalah salah satu usaha untuk mengurangi akibat
gangguan, dengan cara memisahkan bagian yang terganggu
dari bagian sistem lainnya. Oleh karena itu masih banyak
usaha lain yang perlu dilakukan dalam rangka peningkatan
keandalan, mulai dari menghindari atau mengurangi terjadinya
gangguan sampai usaha-usaha untuk menghindari atau
meminimumkan kerugian akibat pemisahan bagian yang
terganggu.
d. Proteksi harus dapat diandalkan (reliable). Disamping tidak
boleh gagal kerja (dependable), proteksi juga tidak boleh salah
Z0
kerja. Salah kerja adalah kerja padahal seharusnya tidak, atau
terlalu cepat atau terlalu lambat kerja.
e. Karena proteksi bisa gagal, maka disamping proteksi utama
harus tersedia pula proteksi cadangan, cadangan-lokal
ataupun cadangan-jauh, sehingga seluruh sistem itu pada
prinsipnya harus terliput oleh dua lapis pengamanan, yaitu
pengamanan utama dan pengamanan cadangan.
f. Disamping pengetahuan tentang peralatan proteksi, perlu
dikuasai pula pengetahuan tentang sifat/ karakteristik
peralatan dan system yang diamankan. Selain itu perlu
dimiliki dan dikuasai penggunaan perangkat lunak, yaitu
program-program komputer untuk studi-studi hubung-
singkat, kestabilan sistem, koordinasi relay dan studi aliran
beban, karena software ini akan mempercepat dan
mempermudah pelaksanaan studi-studi tsb. dalam rangka
menciptakan proteksi yang selektif.
g. Jika perlu, dilakukan contingency analysis, yaitu dengan
komputer meniru (simulasi) gangguan terpilih pada sistem
dengan parameter dan relay setting yang sesungguhnya,
dengan maksud antara lain untuk menguji relay setting,
melihat kemungkinan adanya bagian sistem yang menjadi
terbebani lebih setelah trip atau kerawanan lainnya sehingga
dapat dilakukan perbaikan.
h. Karena disamping gagal bekerja, proteksi bisa juga salah
kerja karena adanya kesalahan / penyimpangan, maka
unjuk-kerja proteksi perlu di evaluasi terus menerus. Jika
ditemukan kesalahan / penyimpangan, dilakukan
penyelidikan lebih lanjut untuk menemukan penyebab
penyimpangan itu untuk kemudian diperbaiki / dikoreksi. Jika
ini dilakukan secara konsisten, maka sudah pasti secara
berangsur kesalahan / penyimpangan itu akan berkurang dan
ini berarti keandalan makin meningkat.
i. Kegagalan pengaman cadangan sekaligus bersama pengaman
utamanya yang bisa mengakibatkan kerusakan yang parah,
dapat dihindari/ dikurangi dengan menghindari penggunaan
komponen bersama oleh keduanya.
Z1
j. Karena penyumbang terbesar terhadap tingginya angka
keandalan lama padam perkonsumen per tahun adalah
gangguan di JTM, maka tindakan perbaikan di JTM akan
merupakan tindakan yang efektif dalam peningkatan
keandalan, yaitu :
Pada SUTM yang panjang, memperbanyak penggunaan
penutup-balik dipangkal penyulang, ditengah dan/ atau di
percabangan dengan koordinasi yang selektif thd. penutup-
balik di pangkal penyulang.
Menggunakan Saklar Seksi Otomatis (Automatic
Sectionalizer) untuk memper-sempit pemadaman dengan
cepat.
Memasang pengaman lebur di percabangan yang panjang
(jika tidak terpasang recloser) yang selektif terhadap relay
dipangkal penyulang sehingga jika gangguan masih ada
setelah penutupan-balik, pengaman lebur nya yang putus
bukan PMT/ recloser nya yang trip (trip yang pertama tetap
di PMT/ recloser).
Memperbanyak detektor gangguan yang dimonitor di UPD
(Unit Pengatur Distribusi) untuk mempercepat pencarian
lokasi gangguan.
Memperluas cakupan UPD yang memungkinkan manuver
secara remote control untuk mempercepat pemulihan
setelah gangguan
Untuk konsumen industri yang memerlukan keandalan yang
tinggi, disediakan dua feeder dari GI yang berbeda yang
dalam operasinya hanya salah satu yang tersambung dan
dilengkapi dengan Saklar-Pindah Otomatis (Automatic
Change Over Switch).
Untuk daerah konsumen yang penting, mulai
dipertimbangkan penggunaan jaringan kabel dengan loop
tertutup, atau yang menghubungkan dari GI ke GI dengan
proteksi yang selektif sehingga gangguan di kabel tidak
akan menyebabkan pemadaman sama sekali.
Z2
k. Menyelidiki kemungkinan penggunaan Kumparan Petersen
sebagai pembumian sistem pada jaringan SUTM yang belum
menggunakan recloser.
l. Mengikuti dan memanfaatkan perkembangan technologi
mutakhir secara selektif.
Z3
Daftar puxtaka :
1. C. Russel Mason :The Art and Science of Protective Relaying,
1956. John Wiley & Sons, Inc.
2. Helmut Ungrad, Wilibald Winkler, Andrzej Wiszniewski: Protection
Techniques in Electrical Energy System, 1995. Marcel Dekker, Inc.
3. Wilheim and M. Waters: Neutral Grounding in High Voltage
Transmission, 1956. Elsevier Publishing Company.
4. PLN Pusat, Direktorat Pengusahaan: Laporan Perjalanan Dinas
Luar Negeri, 1988.
5. PLN Pusat, Direktorat Pengusahaan: Laporan Penelitian Kerusakan
Trafo Tenaga 1986-1992.
6. PLN Pusat, Direktorat Pengusahaan: Laporan Gangguan GI Cepu,
1990.
7. PLN Pusat: Diskusi Teknik kerusakan Trafo Tenaga, 29 Sept. 1994,
PT. Pauwels Aryasada Trafo Indonesia.
8. SPLN 13: 1978, Bagian Satu: A. Kriteria Penetapan Angka Keluar.
TAMBAHAN PENJELASAN
1. Dimana diperlukan Directional relay.
Directional relay pada pengaman hubung singkat (OC, 50/51) dan pengaman gangguan tanah
(EF, 50N/51N) diperlukan pada saluran parallel atau system loop:
Penjelasan tsb diatas berlaku baik untuk pengaman hubung-singkat (OC, 50/51) ataupun
pengaman gangguan tanah (EF, 50N/51N).
Penjelasan tsb diatas berlaku pula untuk penyulang parallel lebih dari dua penyulang dan juga
untuk system loop.
t
B1
= t
B2
= t
B3
< t
A1
= t
A2
= t
A3
t
D1
< t
C1
< t
B1
< t
A1
t
B2
< t
C2
< t
D2
< t
A2
A1
D1 D2
C2
C1
B1 B2
A2
A1
C
B
A
D
A3
A
A1
B3
B1
A1
B2
Dengan directional relay di B1 dan
B2 (arah relay kearah A):
Karena directional relay tidak
sensitive lagi thd arus yang tidak
sesuai arahnya, maka supaya selektif,
waktu kerja relay cukup di koordinir
sbb:
Gangguan di penyulang 2:
t
B2
< t
A1
Gangguan di penyulang 1:
t
B1
< t
A2
.
Jadi baik untuk gangguan di
penyulang 1 ataupun 2, dapat dibuat
t
B1
= t
B2
< t
A1
= t
A2
A2
B1
B A
A1
Dengan non directional relay:
Supaya selektif, waktu kerja relay
harus di koordinir sbb:
Gangguan di penyulang 2:
t
B2
< t
B1
< t
A1
.
Gangguan di penyulang 1:
t
B1
< t
B2
< t
A2
.
Kedua persyaratan tsb tidak mungkin
dipenuhi bersama-sama
B2 A2
B1
A
B2
A2
B1
B A
A1
B2
A2
B2
A2
B1
2. Directional relay mungkin diperlukan pada pengaman gangguan tanah (EF,
50N/51N) pada penyulang yang mengandung kapasitansi ketanah yang
terlalu besar untuk mencegah sympathetic tripping.
Sympathetic tripping adalah salah-trip pada suatu penyulang oleh relay gangguan tanahnya pada
saat ada gangguan tanah di penyulang lain. Ini biasanya disebabkan karena adanya kapasitansi
tanah yang terlalu besar pada penyulang tsb, misalnya karena adanya kabel tanah atau
tersambungnya kapasitor pada penyulang tsb. Kapasitansi tanah tsb menyebabkan mengalirnya
arus kapasitansi tanah (I
3Ce
) akibat pergeseran potensial netral karena adanya gangguan tanah:
I
3Ce
= U
NE
3Ce =U
ph
3Ce
Pada system dengan pentanahan tahanan 40, sympathetic tripping tsb pada umumnya dapat
diatasi dengan inverse time relay, tidak perlu directional relay, karena pada umumnya pada saat
gangguan tanah, arus gangguan (I
F
) pada penyulang yang terganggu hampir selalu lebih besar
dari pada arus kapasitansi (I
3Ce
) pada penyulang lainnya, sehingga relay pada penyulang yang
terganggu akan lebih cepat dari pada relay pada penyulang yang tak terganggu.
Namun jika arus kapasitansi tanah (I
3Ce
) di suatu penyulang kurang lebih sama atau lebih besar
dari pada arus gangguan pada penyulang lainnya ( ini terjadi misalnya pada system dengan
tahanan pentanahan 500 , seperti di Jawa Timur), sympathetic tripping hanya bisa diatasi
dengan directional relay.
Contoh:
Setting relay gangguan tanah misalnya 8A
Komponen resistif dari arus gangguan: I
Res
= (20000/3)/500 = 23A.
Arus kapasitansi tanah (I
3Ce
)SUTM/100km = (20000/3)**3Ce
= (20000/3)*314*3*0.005*10
-6
*100 = 5.5A / 100km
Arus kapasitansi tanah(I
3Ce
) kabel,= 3A / km
Jika terjadi gangguan 1-fasa ketanah di penyulang 4:
I
F
(4) = I
Res
+ j(I
3Ce.1
+ I
3Ce.2
+ I
3Ce.3
)
I
F
(4) = 23 + j(5.5+3.3+5.5) = 27.1A
Dengan setting arus 8 A, relay akan trip.
Sedangkan jika gangguannya di penyulang lain, pada penyulang 4 itu akan mengalir arus
kapasitif sebesar:
I
3Ce
(4) = I
3Ce
(SUTM) + I
3Ce
(Kabel)
= (60/100)*5.5 + 10*3 = 33.3A
Jadi jika dipakai non directional relay, penyulang 4 akan trip juga meskipun gangguannya di
penyulang lain.
Dengan directional relay, dengan arah relay yang sesuai dengan arah arus gangguan, penyulang 4
tidak trip karena arus yang mengalir adalah arus kapasitansi tanah yang arahnya tidak sesuai
dengan arah relay (didaerah bloking).
I
F.4
I
3Ce.3
I
3Ce.2
I
3Ce.1
60km SUTM +10km kabel
100km SUTM, I
3Ce.3
= 5.5A
60km SUTM, I
3Ce.2
= 3.3A
100km SUTM, I
3Ce.1
= 5.5A
500
4
3
2
1
I
3Ce.4
= 3.3 + 10*3 = 33.3A
3. Fungsi pendua-kalian nilai setting secara otomatis untuk mencegah salah-
kerja akibat arus inrush.
Relay harus dapat mendeteksi adanya arus inrush dalam pemasukan trafo, yaitu dengan mengukur
kecepatan naiknya dan turunnya arus berdasarkan kriteria tertentu, dan secara otomatis nilai
setting tingkat instantaneous atau tingkat tinggi menjadi dua kalinya jika arus inrush terdeteksi.
Dengan demikian setting arus tingkat instantaneous atau tingkat tinggi tidak perlu di setel lebih
tinggi dari pada arus inrush.
Catatan:
Cara lain untuk mencegah salah kerja akibat arus inrush dapat dipertimbangkan.
4. Fungsi deteksi kawat putus (46).
Prinsip kerja fungsi ini adalah dengan mendeteksi ketakseimbangan arus beban di ketiga fasanya.
I = (I
max
I
min
)/I
max
*100%.
Bekerjanya relay ini dapat dipakai untuk men-trip circuit breaker atau sekedar memberikan sinyal
alarm.
Jika terjadi kawat satu fasa putus maka akan terjadi ketakseimbangan arus karena arus beban pada
fasa yang putus yang dirasakan oleh relay akan berkurang sebesar arus beban fasa tsb disebelah
hilirnya titik putus. Makin jauh kehilir lokasi putus, makin kecil ketakseimbangan yang terjadi.
Kawat putus sering disertai dengan sentuhan ke tanah, jadi menjadi gangguan 1-fasa ketanah,
namun biasanya melalui tahanan gangguan (R
F
)yang tinggi, apa lagi jika kawat yang jatuh
menyentuh tanah adalah kawat disebelah hilirnya titik putus, sehingga relay gangguan tanah
mungkin tidak bisa mendeteksinya. Dalam hal demikian fungsi 46 ini dapat mendeteksi dengan
mengukur ketakseimbangan arus fasa.
5. Proteksi beban lebih untuk kabel (49)
Disamping sebagai pengaman beban-lebih untuk kabel, fungsi ini juga dapat dipakai sebagai
pembatas arus untuk konsumen, yang menurut TDL PLN 2001 dan sesudahnya, haruslah
menggunakan relay beban-lebih yang mempunyai karakteristik-waktu dalam kondisi
dingin sesuai dengan rumus cold start dari karakteristik thermis overload relay:
dimana: t - waktu kerja
- adalah konstanta waktu thermis dari relay
I
S
- setelan arus relay sesuai dengan daya tersambung konsumennya
Ln - logaritma natural
k - konstanta 1.05, jadi k x I
S
merupakan nilai arus asymptote nya.
relay
R
F
( )
) 1 (
2 2
2
=
S
I k I
I
Ln t
Nilai konstanta waktu thermal () harus dipilih sedemikian sehingga memberikan kurva yang
sesuai dengan karakteristik waktu-arus yang diberikan dalam TDL PLN sbb:
Karakteristik waktu sbg fungsi arus menurut TDL PLN
PADA ARUS WAKTU TRIPPING
1.05 x I
n
Tidak trip sebelum 60 menit
1.20 x I
n
Trip sebelum 20 menit
1.50 x I
n
Trip sebelum 10 menit
4.0 x I
n
Dikoordinasikan dengan OCR
Nilai konstanta waktu thermal () yang sesuai dengan tabel tsb adalah kurang lebih 14 menit.
6. Proteksi frekuensi-lebih dan frekuensi-kurang.
Jaringan PLN dilengkapi dengan program pelepasan beban otomatis (automatic load sedding)
secara bertahap untuk mengatasi kekurangn daya pembangkit akibat terlepasnya unit pembangkit
atau terpisahnya sebagian system, dengan menggunakan relay frekuensi-kurang (81U).
Program pelepasan beban melepaskan sebagian beban sesuai dengan tingkat kekurangan daya
pembangkit yang terjadi sehingga terjadi keseimbangan kembali antara daya pembangkit dan
beban, dan frekuensi kembali normal. Makin besar kekurangan daya pembangkit, makin besar
dan cepat penurunan frekuensi dan makin besar pula beban yang harus dilepaskan. Untuk
mempercepat kerja relay dalam hal gangguan kekurangan daya yang besar, digunakan relay df/dt,
yaitu relay yang mendeteksi kecepatan turunnya frekuensi disamping relay frekuensi.
7. Fungsi kegagalan PMT.
Jika terjadi gangguan disuatu penyulang, maka relay proteksinya akan bekerja mengetrip PMT
penyulang itu. Jika arus gangguan masih ada berarti PMT nya gagal membuka/memutuskan arus
gangguan.
Fungsi kegagalan PMT ini mendetekasi masih adanya arus setelah relay proteksi ybs start, dan
mengetrip semua PMT disebelah hulunya yang men-suplai arus gangguan.
8. Fungsi ketakseimbangan fasa pada bank kapasitor.
Untuk unit kapasitor yang terdiri dari beberapa elemen yang diamankan dengan sekering internal,
hampir selalu dihubungkan secara dua bintang yang netralnya tidak ditanahkan.
51
Jika terjadi gangguan di salah satu unit, atau di sebagian elemen kapasitor disalah satu unit, maka
terjadi ketakseimbangan kapasitansi yang selanjutnya menyebabkan pergeseran potential netral
pada bintang kapasitor yang terganggu. Selain itu ketakseimbangan kapasitansi itu juga
menyebabkan over stressed pada unit yang sehat, yang jika tidak diamankan, unit kapasitor yang
sehat akan rusak juga.
Relay ketakseimbangan fasa, yang tidak lain adalah relay arus-lebih yang mengukur arus diantara
kedua titik netral, mendeteksi ketakseimbangan tsb dan melepaskan bank kapasitor yang
tergangu.
9. Deteksi arus kurang dan pencegahan penyambungan kembali kapasitor.
Jika di suatu bus dimana kapasitor tersambung, terjadi tegangan-hilang sebentar kemudian
tegangan muncul kembali, maka ada kemungkinan kapasitor akan dikenai tegangan kembali
dengan polaritas yang berlawanan dengan sisa muatan kapasitor yang masih ada. Ini bisa
mengakibatkan arus inrush yang besar sekali yang membahayakan kapasitor itu.
Relay arus-kurang dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi hilangnya tegangan dan melepaskan
kapasitor, dan relay waktu untuk menunda penyambungan kembali menunggu muatan kapasitor
terbuang (melalui internal discharge resistor nya ataupun melalui peralatan lain yang
berhubungan jika ada) sampai kurang dari 10% tegangan nominalnya.
1
1. JARINGAN DISTRIBUSI
1.1. GARDU INDUK & JARINGAN DISTRIBUSI
150kV 20kV
Tie Breaker
Gardu Distribusi
CONTOH:
Gardu Induk (GI) 150kV/20kV dengan trafo 2 x 60 MVA, Imp.=13%.
Tie breaker dalam operasi normal terbuka untuk membatasi arus hubung-singkat di jaringan
20kV.
Daya hubung-singkat max.di jaringan 20kV:
MVA
k