Anda di halaman 1dari 31

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat

SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS


Nama NIM Dr pembimbing / penguji : Samuel Willyarto Anugerah : 11 2011 234 : Dr.Wahyu Jatmika ,Sp.OG

IDENTITAS PASIEN Nama lengkap Umur : Ny. S : 34 Tahun Jenis kelamin : Perempuan Suku bangsa : Jawa Agama Pendidikan : Islam : SMA

Status perkawinan : kawin (PIVA0) Pekerjaan : karyawan

Alamat : Klisat Mijen No.2 RT09 RW02 Mijen, Kaliwungu, Kudus

Masuk Rumah Sakit : 2 Januari 2012 Pukul 11.45 WIB Keluar Rumah sakit : 4 Desember 2012

Nama suami Alamat Pekerjaan

: Tn. U : Klisat Mijen No.2 RT09 RW02 Mijen, Kaliwungu, Kudus : Buruh

A. ANAMNESIS : Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 2 Desember 2012 jam: 11.45

Keluhan utama : Keluar darah dari jalan lahir Keluhan tambahan : Badan terasa lemas dan pusing

Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 10 Jam SMRS pasien mengaku keluarnya darah dalam jumlah yang sangat banyak hamper sekitar 7 kotek dan berwarna merah segar dari jalan lahir dan badan terasa lemas dan pusing. Pasien mengatakan bahwa pasien 12 hari yang lalu sehabis melahirkan di bidan dan dalam jangka waktu 12 hari tersebut terdapat perdarahan berupa bercak-bercak yang dihiraukan oleh pasien.Pasien tidak ada keluhan dipijat , pasien merupakan rujukan dari bidan. Riwayat Haid Menarche Siklus haid Lamanya Banyaknya : 13 tahun : 28 hari : 5-6 hari : banyak dan encer

Riwayat Perkawinan Menikah 1 kali pada usia 16 tahun, selama 28 tahun.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


No Anak ke Tahun Persalinan Jenis Kelamin Umur Kehamil Jenis Persalin Peno long Hidup / Mati Riwayat Nifas Menetek s/d umur

1. 2. 3 4

1 2. 3 4.

1999 2002 2007 2012

Laki-laki 9 bulan Laki-laki 9 bulan Laki-laki 9 bulan Perempu an 9 bulan

Normal Normal Normal Normal

bidan Dukun Bidan Bidan

Hidup Hidup Hidup Hidup -

2 tahun 7 bulan Sampai sekaran g

Penyakit Dahulu dan Sekarang ( ) Cacar ( + ) Cacar air ( ) Difteri ( - ) Tifus abdominalis ( - ) Diabetes ( ) Malaria ( ) Disentri ( ) Hepatitis ( ) Wasir ( ) Sifilis ( ) Batu ginjal/saluran kemih ( ) Burut ( hernia ) ( ) Batuk rejan ( + ) Campak ( ) Alergi
2

( ) Tonsilitis ( - ) Hipertensi ( - ) Ulkus ventrikuli ( ) Ulkus duodeni ( ) Neurosis Lain-lain :

( ) Gonore ( ) Penyakit pembuluh ( ) Pendarahan otak ( ) Psikosis ( ) Tuberkulosis ( ) Operasi

( ) Tumor ( ) Demam rematik akut ( ) Pneumonia ( + ) Gastritis ( ) Batu empedu ( ) Kecelakaan

Riwayat keluarga dan Ada kerabat yang menderita : Penyakit Alergi Asma Tuberkulosis HIV Hepatitis B Hepatitis C Hipertensi Cacat bawaan Lain lain Ya Tidak Hubungan

Riwayat Operasi Tidak ada

B. PEMERIKSAAN JASMANI

I.

Pemeriksaan umum : Tampak sedang : Compos mentis : Baik : 80/ 60 mmHg : 88 kali / menit : 38 C
3

Keadaan Umum Kesadaran Keadaan Gizi Tekanan darah Nadi Suhu

Pernapasan

: Suara Nafas vesikuler, 22 kali / menit, Jenis thoracoabdominal

Sianosis Edema umum Aspek kejiwaan Tingkah laku Alam perasaan Proses pikir

: Tidak ada : tidak ada

: tenang : baik : sesuai

Kulit Warna Effloresensi Jaringan parut Pigmentasi : sawo matang : tidak ada : tidak ada : tidak ada

Pertumbuhan rambut : normal Pembuluh darah Suhu raba Keringat Turgor Lapisan lemak Ikterus Edema : tidak menonjol dan melebar : meningkat, kulit Lembab : setempat yaitu di kepala dan leher dan di ekstremitas atas : baik : tebal : tidak ada : tidak ada

Kelenjar getah bening Submandibula Supraklavikula Lipat paha Leher Ketiak : tidak ditemukan pembesaran : tidak ditemukan pembesaran : tidak ditemukan pembesaran : tidak ditemukan pembesaran : tidak ditemukan pembesaran

Thorak Bentuk : normal


4

Pembuluh darah Payudara

: tidak tampak : terdapat perbesaram ASI (+)

Paru paru

: Suara nafas vesikuler , wheezing -/-, Rhonki -/-

Jantung

: Bunyi jantung I-II Reguler. Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen Inspeksi Palpasi : datar, dalam batas normal. : Supel , nyeri tekan (+) Hati Kandung empedu Limpa Ginjal Kandung kencing Auskultasi : Bising usus ( + ) : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

Ekstremitas Luka Varises Edema Refleks Sensibilitas Lain lain : tidak ada : tidak ada : (-) :(+) :(+) :-

II. Pemeriksaan Ginekologi


Pemeriksaan Luar Inspeksi Wajah : dalam batas normal : chloasma gravidarum (-)
5

Payudara Abdomen

: pembesara payudara (-), cairan dari mammae (-) : pembesaran abdomen (-), strie nigra (-), strie livide (-), strie albicans (-), bekas operasi (-)

Palpasi

: teraba pembesaran uterus 1 jari dibawah umbilikus.

Pemeriksaan Dalam In speculo : - tampak perdarahan dari uterus - OUE terbuka - portio Licin dalam batas normal - Sonde : bentuk uterus retrofleksi, panjang uterus 11 cm.

C. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah Lengkap (pada tanggal 2 januari 2013) Hb 7.5 g/dl Leukosit 9.4/ul (H) Eosinofil 0.3 % (L) Basofil 0,2 % Segmen 81,9% Limfosit 15,3 % Monosit 2,4 % MCV 81,2 fl MCH 26,1 pg MCHC 32,2 g/dl Ht 23,3 % Trombosit 269 ribu Eritrosit 2.87 LED 90/110
6

Golongan darah/Rh B/+ Waktu perdarahan 2.00 menit Waktu pembekuan 4.30 menit

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah Lengkap (pada tanggal 3 januari 2013) Hb 8.2 g/dl

D. RINGKASAN (RESUME) Sejak 10 Jam SMRS pasien terdapat perdarahan dari jalan lahir dan berwarna merah segar serta badan terasa lemas dan pusing. Pasien mengatakan bahwa pasien 12 hari yang lalu sehabis melahirkan di bidan dan dalam jangka waktu 12 hari tersebut terdapat perdarahan berupa bercak-bercak yang dihiraukan oleh pasien. In speculo : panjang uterus 11 cm, retrofleksi. OUE terbuka.

E. DIAGNOSIS Diagnosis kerja dan dasar diagnosis Diagnosis kerja : PIVA0 Umur 34 tahun post partus hari ke-12 perdarahan post partum

et causa plasenta restan

Diagnosis yang mendukung : Tindakan curetage o asepsis dan antisepsis pada tempat tindakkan o pasang duk steril pada tempat tindakkan o pasang speculum sims o jepit portio dengan tanekulum o dilakukan sondesi o dilakukan curetage secara sistematis o didapatkan jaringan 100 cc
7

Pendarahan yang abnormal Post partus 12 hari yang lalu Pada pemeriksaan laboratorium di dapat kan Hb 7,5 mg/dl (anemia sedang)

o Tindakkan selesai

Tindakan : Curetage

Prognosis : Vitam Fungsionam Sanationam : ad malam : ad bonam : ad bonam

Follow Up 2 januari 2013 S : keluar darah sejak 12 hari yang lalu, Badan terasa lemas, pusing(+), mual(-), muntah (-) O: Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Frekuensi nafas Suhu Mata Thorax : tampak sakit sedang : compos mentis : 80/60 mmHg : 84 x/menit : 20 x/menit : 37,9 C : Ca+/+ Si -/: pulmo : vesikuler , wh-/-, Rh -/Cor : BJ 1> BJ II,regular Abd PPV TFU : BU (+) ,bentuk supel : (+) 4-5 koteks : 2-3 jari diatas simpisis

A : PIV A0, 34 tahun dengan Pendarahan post partum sejak 12 hari yang lalu et causa plasenta restan

P : Non Medika Mentosa Observasi keadaan umum dan tanda- tanda vital Perbaikan terhadap keadaan umum Bed rest
8

Medika Mentosa Transfusi darah 2 flash golongan A D5% 20 tetes/menit Metergin 2x1 amp Hemafort 2x1 Paracetamol 2x500 gram amoxan 3x1gram

Hasil Pemeriksaan USG Abdominal Pada tanggal 2 Januari 2013 Tampak uterus ukuran membesar dengan parenkim homogeny Tampak lesi hiperekoik pada endometrium cavity Tak tampak masa di kedua adnexa

Kesimpulan : cenderung suatu plasenta restan

3 januari 2013 S : keluhan sudah berkurang namun masih sedikit lemas , pusing (-), mual (-), muntah (-) O: Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Frekuensi nafas Suhu Mata Thorax : baik : compos mentis : 130/80 mmHg : 74 x/menit : 20 x/menit : 36,5 C : Ca+/+ Si -/: pulmo : vesikuler , wh-/-, Rh -/Cor : BJ 1> BJ II,regular Abd PPV TFU : BU (+) ,bentuk supel : (-) : 2-3 jari diatas simpisis

A : PIV A0, 34 tahun dengan Pendarahan post partum sejak 13 hari yang lalu et causa plasenta restan
9

P : Non Medika Mentosa Observasi keadaan umum dan tanda- tanda vital Perbaikan terhadap keadaan umum Bed rest

Medika Mentosa D5% 20 tetes/menit Metergin 2x1 amp adona 1 amp amoxan 3x1 gram Pre-medikasi sebelum dilakukan curetage : Ketamin 30 mg SA 5 mg Midazolam 1amp

4 januari 2013 S : Nyeri (+), Mual (-) sudah tidak ada perdarahan lagi O: Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis Tekanan darah Nadi Frekuensi nafas Suhu Mata Thorax : 120/80 mmHg : 74 x/menit : 20 x/menit : 36,5 C : Ca+/+ Si -/: pulmo : vesikuler , wh-/-, Rh -/Cor : BJ 1> BJ II,regular Abd PPV TFU : BU (+) ,bentuk supel : (-) : 2-3 jari diatas simpisis

A : PIV A0, 34 tahun post curetage atas indikasi plasenta restan

P : Non Medika Mentosa


10

Observasi keadaan umum dan tanda- tanda vital Bed rest

Medika Mentosa Paracetamol amoxan 3x500 mg

11

PENDAHULUAN Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama kematian ibu. Menurut waktunya perdarahan kebidanan terdiri dari tiga, yaitu perdarahan dalam kehamilan, perdarahan dalam persalinan, dan perdarahan pasca persalinan. Dari semua kasus perdarahan pasca persalinan yang menyebabkan kematian maternal, 80% disebabkan oleh atonia uteri dan 10% oleh karena retensi sisa plasenta atau retensi plasenta. Perdarahan pasca persalinan oleh karena retensi sisa plasenta atau retensi plasenta merupakan akibat dari penanganan kala uri yang tidak baik. Salah satu upaya menanggulangi perdarahan pasca persalinan oleh karena kesalahan penanganan kala uri dilakukan dengan pemberian uterotonika profilaksis. Uterotonika profilaksis yang dapat diberikan adalah oksitosin, ergometrin, dan kombinasi oksitosin dan ergometrin, disertai penjepitan tali pusat segera, dan melahirkan plasenta dengan traksi terkontrol. Permasalahannya adalah penentuan jenis, dosis, dan saat pemberian uterotonika profilaksis. Untuk mengetahui hal-ha1 tersebut, diperlukan suatu penelitian yang membandingkan kemampuan efektivitas uterotonika profilaksis.1

PEMBAHASAN

Definisi Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000). Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002). Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan
12

yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995).2,3

Etiologi Perdarahan Postpartum 1. 2. 3. 4. 5. Atonia uteri Retensio plasenta Sisa plasenta Laserasi jalan lahir Kelainan darah 50% - 60% 16% - 17% 23% - 24% 4% - 5% 0,5%-0,8% (Mochtar, 1995)

Epidemiologi Perdarahan Postpartum Insidensi perdarahan post partum secara global sekitar 25% penyebab kematian maternal. Di negara maju insidensi perdarahan post partum mencapai 18% dan angka ini dapat lebih tinggi hingga mencapai 60% di negara-negara berkembang. Kehilangan darah melebihi 1.000 mL secara signifikan dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamika. Sekitar 3 persen dari kelahiran vagina akan menyebabkan perdarahan post partum yang parah meskipun dengan manajemen yang sesuai. Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta (plasenta restan), dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum
13

yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani dan cedera pada serviks uteri. Data insidensi perdarahan post partum yang di dapatkan di Indonesia, sebanyak 5,1% dengan etiologi Atonia uteri (> 75%), dan sisanya robekan (laserasi, luka) jalan lahir, retensio plasenta dan sisa plasenta dan gangguan pembekuan darah (koagulopati).1,2

Klasifikasi Perdarahan Postpartum Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998): 1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam

24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama. 2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi

setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.1,3 Fisiologi Persalinan Kala III Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Tanda- tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal dibawah ini: 1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium

mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
14

2.

Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda

Ahfeld). 3. Semburan darah mendadak dan singkat Darah yang terkumpul dibelakang plasenta

akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.1,3

Perdarahan Pascapersalinan/Hemorrhagic Postpartum Perdarahan pasca persalinan menurut waktu terjadinya, terdiri dari perdarahan kala II, perdarahan kala III, dan perdarahan kala IV. Perdarahan kala II yaitu perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir sampai saat plasenta lahir. Perdarahan kala III adalah perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir sampai segera sesudahnya. Perdarahan kala IV adalah perdarahan sesudah kala III sampai dengan dua jam kemudian. Perdarahan pasca persalinan dini yaitu perdarahan yang terjadi dalam kurun waktu 24 jam setelah plasenta lahir. Perdarahan pasca persalinan lanjut adalah perdarahan yang terjadi dalam kurun waktu setelah 24 jam pertama sampai berakhirnya masa nifas. Rerata kehilangan darah pasca persalinan yang masih dianggap dalam batas normal adalah maksima1 300 ml, sedangkan sebelum plasenta lahir (kala II) tidak boleh lebih dari 90 ml. Peneliti lain menyatakan perdarahan sebelum plasenta lahir (kala II) tidak boleh lebih dari 50 ml. Di Indonesia belum ada nilai baku yang pasti untuk menentukan jumlah perdarahan pasca persalinan. Beberapa ketentuan yang berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan pasca persalinan ringan apabila jumlah perdarahan sekitar 400 ml sampai dengan 600 ml, perdarahan pasca persalinan sedang adalah jumlah perdarahan 600 ml sampai dengan 800 ml, dan perdarahan pasca persalinan berat adalah jumlah perdarahan melebihi 800 ml. Dengan tanda dan gejala secara umum antara lain perdarahan yang membutuhkan lebih dari satu pembalut dalam waktu satu atau dua jam, sejumlah besar perdarahan berwarna merah terang tiap saat setelah minggu pertama pascapersalinan. Perdarahan post partum adalah
15

perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian yaitu: Perdarahan Postpartum Primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir dan perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke-5 sampai ke-15 postpartum. Hal-hal yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, terlepasnya sebagian plasenta dari uterus, inversio uteri, laserasi jalan lahir, tertinggalnya sebagian dari plasenta seperti kotiledon atau plasenta suksenturiata, endometritis puerperalis, gangguan pembekuan darah atau penyakit darah.2,3

Tanda dan Gejala Perdarahan Postpartum 1. uteri). 2. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dan keras, Uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (Atonia

plasenta lengkap (Robekan jalan lahir). 3. Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, uterus berkontraksi dan

keras (Retensio plasenta). 4. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap,

perdarahan segera (Sisa plasenta) 5. Sub-involusi uterus, nyeri tekan perut bawah dan pada uterus, perdarahan sekunder,

lokhia mukopurulen dan berbau (Endometritis atau sisa fragmen plasenta).3

Gejala Klinik Perdarahan Postpartum Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita
16

pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).3

Atonia Uteri Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan. Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat: 1. 2. Partus lama Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar,

hidramnion atau janin besar 3. 4. 5. 6. 7. 8. Multiparitas Akibat anetesi Partus terlalu cepat Pernah atonia sebelumnya Infeksi untrauterine Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan
17

kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha

melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro, 2005). Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.1,3

Retensio Plasenta Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005): 1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan: a. Plasenta inkerta: vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua

endometrium sampai ke miometrium. b. c. rahim. 2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Plasenta akreta: vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa. Plasenta perkreta: vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding

Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).3

18

Sisa Plasenta (Placental Rest) Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau dikuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab umum terjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas (pendarahan pasca persalinan sekunder). Pendarahan pasca persalinan lanjut (terjadi lebih dari 24 jam setelah kelahiran bayi) sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. Pendarahan post partum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potonganpotongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.3

Robekan Jalan Lahir Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan. Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari luka episiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan sampai rupture perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada vagina, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan, yang terberat,
19

ruptura uteri. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi.3

Inversio Uteri Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998). Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005): 1. 2. 3. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.

Tanda-tanda inversio uteri: Syok karena kesakitan Perdarahan banyak bergumpal Di vulva tampak endometrium terbalik atau tanpa plasenta yang masih melekat Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama,

maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai berikut:
20

Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan

pemberian obat. Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang

terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu adapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari

rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau i.m tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan. Pemberian antibiotika dan transfuse darah sesuai dengan keperluannya. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan

maneuver di atas tidak bias dikerjakan, maka dilakukan laparotomy untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.3

Gangguan Pembakuan Darah Kasual perdarahan postpartum karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendesi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial thromboplastin time). Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen, dan heparinasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid).2,3
21

Pemeriksaan Penunjang 1. Hitung darah lengkap

Untuk menetukan tinghkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit pada keadaan yang disertai dengan infeksi. 2. Menentukan adanya gangguan koagulasi

Dengan hitung protombrin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT).1,2

Penatalaksanaan Penanganan Umum Perdarahan Postpartum 1. 2. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya

pencegahan perdarahan postpartum). 3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan dan lanjutkan

pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya. 4. 5. Selalu siapkan keperluan tindakan darurat. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan

masalah dan komplikasi. 6. 7. Atasi syok. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus,

beri uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan per menit). 8. 9. Pastikan plasenta lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
22

10. 11.

Pasang kateter menetap dan pantau masuk keluar cairan. Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik.

Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta: Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan. 1. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral

dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral. 2. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau

jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase. 3. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas

ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. Pemeriksaan plasenta dapat mengidentifikasi kelainan yang menunjukkan kemungkinan adanya potongan yang tertinggal. Tatalaksana pada kasus ini dapat dilakukan dengan panduan USG.2

Tindakan Operatif Dalam Kala Uri Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah: 1. Perasat Crede

Perasat Crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual. Perasat crede bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi: a. b. Syarat: Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong Teknik pelaksanaan: Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa,

sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. Setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka
23

uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri. 2. Manual Plasenta

Indikasi Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus. Teknik Plasenta Manual Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan jika ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti
24

mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit. 3. Eksplorasi Kavum Uteri

Indikasi Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam. Teknik Pelaksanaan Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara manual.1-3 Uterotonika : Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.

25

Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan. Metilergonovin maleat : merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi. Prostaglandin (Misoprostol) : merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (3 tablet 200 g = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan gangguan hepatik.

26

Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang terjadi. Komplikasi Komplikasi dari perdarahan postpartum termasuk hipotensi ortostatik, anemia, dan kelelahan, yang dapat membuat perawatan ibu yang baru melahirkan menjadi lebih sulit. Dalam kebanyakan kasus yang parah, syok hemoragik dapat mengakibatkan iskemia hipofisis anterior dengan keterlambatan atau kegagalan laktasi (postpartum pituitary nekrosis). Selain itu, dapat pula terjadi iskemik miokard, koagulopati atau kematian.2

Pencegahan Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan. Mencegah atau sekurangkurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I, sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III. Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir
27

diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena) (Mochtar, 1995). Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005). Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus dilakukan, yakni menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera dilakukan tindakan untuk mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2005).3

KESIMPULAN Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir). Insidensi perdarahan post partum secara global sekitar 25% penyebab kematian maternal. Di negara maju insidensi perdarahan post partum mencapai 18% dan angka ini dapat lebih tinggi hingga mencapai 60% di negara-negara berkembang. Kehilangan darah melebihi 1.000 mL secara signifikan dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamika. Sekitar 3 persen dari kelahiran vagina akan menyebabkan perdarahan post partum yang parah meskipun dengan manajemen yang sesuai. Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca
28

persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta (plasenta restan), dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani dan cedera pada serviks uteri. Data insidensi perdarahan post partum yang di dapatkan di Indonesia, sebanyak 5,1% dengan etiologi Atonia uteri (> 75%), dan sisanya robekan (laserasi, luka) jalan lahir, retensio plasenta dan sisa plasenta dan gangguan pembekuan darah (koagulopati). Penyebab dari perdarahan post partum akibat retensio sisa plasenta (plasenta restan) diketahui setelah dilakukan pemeriksaan sisa plasenta dan didapatkan plasenta yang tidak utuh dan bentuk tidak beraturan serta pada pemeriksaan dalam diperoleh adanya sisa plasenta yang masih melekat pada uterus. Sisa plasenta yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 610 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok. Salah satu upaya menanggulangi perdarahan pasca persalinan oleh karena kesalahan penanganan kala uri dilakukan dengan pemberian uterotonika profilaksis. Uterotonika profilaksis yang dapat diberikan adalah oksitosin, ergometrin, dan kombinasi oksitosin dan ergometrin, disertai penjepitan tali pusat segera, dan melahirkan plasenta dengan traksi terkontrol. Permasalahannya adalah penentuan jenis, dosis, dan saat pemberian uterotonika profilaksis. Untuk mengetahui hal-ha1 tersebut, diperlukan suatu penelitian yang membandingkan kemampuan efektivitas uterotonika profilaksis. Komplikasi dari perdarahan postpartum termasuk hipotensi ortostatik, anemia, dan kelelahan, yang dapat membuat perawatan ibu yang baru melahirkan menjadi lebih sulit. Dalam kebanyakan kasus yang parah, syok hemoragik dapat mengakibatkan iskemia hipofisis

29

anterior dengan keterlambatan atau kegagalan laktasi (postpartum pituitari nekrosis). Selain itu, dapat pula terjadi iskemik miokard, koagulopati atau kematian.

30

DAFTAR PUSTAKA

1.

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gillstrapp III LC, Hanth JC, Wenstrom KD.

William Obstetrics. 22nd ed. New York: Mc Graw Hill; 2005. 2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. 2nd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo; 2005. 3. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam: Ilmu

Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta: YBP-SP; 2002.

31

Anda mungkin juga menyukai