Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Prasarana jalan merupakan akses terpenting dalam simpul distribusi lalu lintas
perekonomian suatu daerah karena pembangunan prasarana jalan berfungsi
menunjang kelancaran arus barang, jasa dan penumpang sehingga dapat
memperlancar pemerataan hasil pembangunan dalam suatu negara. Disamping hal
tersebut pembangunan prasarana jalan juga merupakan upaya dalam memecahkan
isolasi bagi daerah-daerah pengembangan yang cukup potensial, sehingga dengan
terbukanya daerah-daerah tersebut akan meningkatkan kegiatan perekonomian.
Dengan demikian, jalan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menunjang kemajuan serta mempercepat proses pembangunan. Kenyamanan,
keamanan, kelayakan suatu jalan mempunyai suatu pengaruh yang cukup besar dalam
menentukan baik tidaknya suatu jalan.
Kebijakan umum pembangunan infrastruktur atau sarana dan prasarana kota dan
lingkungan hidup diarahkan kepada tersedianya infrastruktur kota yang dapat
mendukung kota dalam jangka pendek maupun jangka panjang serta kebutuhan
masyarakat dalam meningkatkan kualitas kehidupan serta terjaminnya kualitas
lingkungan yang baik.
Berhubungan dengan hal diatas, di mana prasarana jalan dapat membantu
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat maka penyelesaian Tugas Besar yang
berjudul Perencanaan Geometrik Jalan melatih mahasiswa agar dapat membuat
suatu perencanaan geometrik jalan dari titk A ke titik B. Dalam tugas ini penulis
mendapat bagian untuk membuat perencanaan geometrik jalan dari Kelurahan
Namosain Kecamatan Alak (titik A) sampai Kelurahan Tuak Daun Merah Kecamatan
Oebobo (titik B). Namun hal utama yang dibutuhkan untuk merencanakan jalan
adalah peta situasi yang menunjukkan ketinggian tanah atau kontur sekitar daerah
perencana. Oleh karena itu dalam perencanaan geometrik jalan pada tugas besar ini
digunakan peta topografi Kota Kupang

1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam Tugas Besar Jalan Raya I ini adalah:
1. Bagaimana merencanakan dan merancang geometrik jalan yang baik dan
benar?
2. Berapa jumlah dan jenis tikungan yang terdapat pada perancangan tersebut?
2

3. Berapa total volume galian dan timbunan yang dihasilkan dari perancangan
tersebut?
1.3. Maksud dan Tujuan
1. Untuk mendapat desain geometrik jalan yang aman dan nyaman
2. Untuk mengetahui jumlah dan jenis tikungan yang terdapat pada perancangan
tersebut
3. Untuk menghitung total volume galian dan timbunan yang dihasilkan dari
perancangan tersebut
































3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan geometrik jalan merupakan perencanaan route jalan dari suatu ruas
jalan yang direncanakan secara lengkap, yang dirancang berdasarkan data yang lengkap
dari lapangan, kemudian data tersebut dianalisa berdasarkan acuan persyaratan
geometrik yang berlaku. Acuan persyaratan yang dimaksud adalah sesuai dengan standar
perencanaan yang dibuat oleh Direktoral Jendral Bina Marga (KIMPRASWIL) yang sesuai
dengan klasifikasi jalan berdasarkan peruntukan jalan raya, yaitu:
1. Pedoman Peencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, RSNI T-14-2004-13 (Pedoman 2004)
2. Perencanaan Geometrik Antar Kota, 038/T/BM/1997 <Manual 1997>
3. Produk Standar Untuk Jalan Perkotaan Volume I, BNKT/01/1987 <Standar 1987>
4. Produk Standar Untuk Jalan Perkotaan Volume II, 04/BNKT/1992 <Standar 1992>
5. Perencanaan Persimpangan Sebidang Jalan Perkotaan 01/T/BNKT//1992 <Manual
1992>
6. Tata Cara Persimpangan Sebidang Jalan Perkotaan PI T-02-2002-8 <Manual 2002>

Ada banyak faktor yang perlu diperhatikan sebelum menentukan route dari suatu
ruas jalan, yaitu:
Tata ruang dimana jalan akan dibangun
Data perancangan sebelum pada lokasi atau sekitar lokasi
Tingkat kecelakaan yang sering terjadi akibat permasalahan geometrik
Tingkat perkembangan lalu lintas
Alternatif route selanjutnya dalam rangka pegembangan jaringan jalan
Faktor lingkungan yang mendukung dan mengganggu
Faktor ketersediaan bahan, tenaga, dan peralatan
Faktor perkembangan ekonomi
Biaya pemeliharaan
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa jalan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini jalan merupakan sarana pendukung
utama dalam pembangunan yang meliputi berbagai bidang kehidupan yaitu: Ekonomi,
Politik, Sosial dan Budaya, Pertahanan dan Keamanan.





4

2.1. Elemen Perencanaan Geometrik Jalan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan geometrik jalan,
antara lain:
1. Perencanaan trase
2. Alinyemen horizontal
3. Alinyemen vertikal

1. Perencanaan Trase
Trase jalan adalah garis rencana yang menghubungkan titik-titik yang
menyatakan arah jalannya garis as dari jalan yang akan dibuat.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan trase diantaranya yaitu :
1. Perencanaan garis trase dibuat sependek mungkin.
2. Dipilih route rencana jalan dipilih sedatar mungkin mengikuti garis kontur atau
transis. (Silvia Sukiran, 1999)
Dilihat dari segi geografisnya daerah NTT, memiliki daerah pegunungan, berbukit-
bukit dan tikungan. Dengan demikian, perencanaan trase jalan dibuat berdasarkan kondisi
yang ada. (Silvia Sukiran, 1999)
Sebelum membuat trase jalan yang akan direncanakan, maka terlebih dahulu
kita meninjau beberapa syarat, antara lain: (Silvia Sukiran, 1999)
a. Syarat Ekonomis
Disini dilihat apakah di daerah sekitar yang akan dibuat trase jalan baru,
sudah ada jalan lama atau tidak ada. Untuk pembuatan jalan, diperlukan batu
dan pasir yang banyak, maka perlu dipikirkan tempat penggalian batu yang
mana letaknya tidak tidak jauh dari tempat pembuatan jalan untuk
menempatkan alat pemecah batu.
b. Syarat Teknis
Bertujuan untuk mendapatkan jalan yang bisa mejamin keselamatan jiwa
dan dapat memberi rasa nyaman berkendaraan bagi pengemudi kendaraan
bermotor. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa faktor pendukung,
antara lain:
Keadaan Geografi
Keadaan Geogarfi adalah keadaan permukaan medan dari daerah-
daerah yang akan dilalui oleh jalan yang akan dibuat yang dapat dilhat
dalam peta topografi. Peta topografi ini perlu sekali untuk menghindari
sejauh mungkin bukit-bukit, tanah yang berlereng terjal, tanah yang
berawa-rawa dan lain-lainnya. Apabila diperlukan, maka dapat diusahakan
5

untuk membuat peta yang didapatkan dari pemotretan yang diambil dari
pesawat udara sebagai bantuan untuk mendapatkan daerah yang
mempunyai permukaan tanah yang memenuhi syarat.
Keadaan Geologi
Keadaan Geologi dari daerah yang akan dilalui, harus diperhatikan juga
karena banyak fakta menunjukan adanya bagian jalan yang rusak akibat
pengaruh keadaan geologi. Dengan adanya data yang menyatakan keadaan
geologi permukaan medan dari daerah yang akan dilalui oleh jalan yang
akan dibuat, dapat dihindari dari daerah yang rawan. Adanya bagian jalan
yang patah atau longsor sebagai akibat dari tidak adanya data geologi saat
jalan direncanakan.

Perhitungan Patok
Setelah memperhatikan syarat-syarat di atas, maka selanjutnya adalah
penentuan patok dan pemberian nama patok yang dimulai dari kota A sampai ke
kota B yaitu dari kota A dengan nomor patok A, patok 1 sampai patok 162 menuju
patok B di kota B dengan jarak antar patok 50 meter dan jarak antara kota A dan
kota B adalah 8150 m atau 8,15 Km.
Tujuan dari perhitungan patok ini adalah untuk mendapatkan tinggi patok
(tinggi stasiun), jarak stasiun, jarak langsung, beda tinggi dari suatu patok dengan
patok yang lain serta kemiringan dari trase jalan yang telah direncanakan. Beda
tinggi yang ada diperoleh berdasarkan tinggi stasiun dari kontur yang ada. (RSNI.T-
14-2004)

2. Alinyemen Horizontal
Alinyemen Horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal,
yang dikenal juga dengan nama situasi jalan atau trase jalan. Alinyemen
Horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis
lengkung yang terdiri dari busur lingkaran di tambah busur peralihan, busur
peralihan saja ataupun busur lingkaran saja.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen
horizontal, yaitu : (RSNI.T-14-2004)
Alinyemen jalan sedapat mungkin dibuat lurus, mengikuti keadaan topografi. Hal
ini akan memberikan keindahan bentuk, komposisi yang baik antara jalan dan
alam dan biaya yng murah.
6

Pada alinyemen jalan sebaiknya didahului oleh lengkung yang lebih tumpul pada
jalan relatif lurus dan panjang, agar pengemudi tidak terkejut dan mempunyai
kesempatan memperlambat kecepatannya.
Hindari penggunaan radius minimum untuk kecepatan rencana tertentu sehingga
jalan tersebut lebih mudah disesuaikan dengan perkembangan lingkungan dan
fungsi jalan.
Sedapat mungkin menghindari tikungan ganda yaitu gabungan tikungan searah
dengan jari-jari berlainan (gambar 1).
Hindari lengkung yang berbalik dengan mendadak (gambar 2), pada keadaan ini
pengemudi kendaraan sangat sukar mempertahankan diri pada jalur jalannya
dan juga kesukaran dalam pelaksanaan kemiringan melintang jalan.
Pada tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau spiral sepanjang
paling tidak 20m (gambar 3 dan 4).
Pada sudut tikungan yang kecil, panjang lengkung yang diperoleh seringkali tidak
panjang sehingga memberi kesan patahnya jalan tersebut.







Gambar 1
Gambar 3
Gambar 1. Tikungan Ganda Gambar 2. Lengkung Berbalik
Gambar 3. Tikungan Gabungan Gambar 4. Tikungan Gabungan
7

Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:
(1) Jari jari minimum lengkung horizontal;
(2) Kelandaian jalan maksimum;
(3) Panjang maksimum bagian jalan yang lurus; dan
(4) Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.
(5) Dengan memperhatikan kriteria perencanaan dan Damija (III.5.3), pada peta
dasar perencanaan, rencanakan alinemen horizontal jalan untuk beberapa
alternatif lintasan.
(6) Pada setiap gambar alternatif alinyemen, bubuhkan "nomor stasiun",
disingkat Sta. dan ditulis Sta.XXX+YYY, di mana XXX adalah satuan kilometer
dan YYY satuan
meter. Penomoran Sta. ditetapkan sebagai berikut:
- Pada bagian jalan yang lurus Sta. dibubuhkan untuk setiap 50 meter;
- Pada bagian jalan yang lengkung Sta. dibubuhkan untuk setiap 20 meter;
- Penulisan Sta. pada gambar dilakukan disebelah kiri dari arah kilometer kecil
ke kilometer besar.

Dari kota A ke kota B, diperoleh R yang bervariasi antara 300 m 1200 m
o Lengkungan spiral-spiral, yaitu lengkung tanpa busur lingkaran, sudut us =
1
2 | .
dan digunakan Lc < 20m dan R = 300 700 m, Penggunaan lengkung spiral spiral
dipakai apabila hasil perhitungan pada bagian lengkung S C S tidak memenuhi
syarat yang telah ditentukan. Bentuk tikungan ini dipergunakan pada tikungan
yang tajam. (RSNI.T-14-2004) (gambar 5)
o Lengkungan spiral-circle-spiral yang digunakan untuk menghindari terjadinya
perubahan alinyemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran dengan
Lc > 20m dan R = 700 900 m. (RSNI.T-14-2004) (gambar 6)
o Lengkungan full circle, dengan R = 900 1200 m. (RSNI.T-14-2004) (gambar 7)


8






















Gambar 5. Lengkungan Spiral-Spiral
Keterangan :
Ts= Titik perubahan dari tangen ke spiral
SL = Titik Perubahan dari spiral ke Lingkaran
L = Panjang Bagian spiral ke Tengah
TC = Tangen Circle
ST = Perubahan dari spiral ke tangen
Ls = Panjang total spiral dari Ts sampai SL
= Sudut lengkungan
Tt = Panjang tangen total yaitu jarak antara RP dan ST
Et = Jarak tangen total yaitu jarak antara RP dan titik
tangen busur lingkaran
Gambar 6. Lengkungan Spiral-Circle-Spiral
Keterangan :
Ts= Titik perubahan dari tangen ke spiral
SL = Titik Perubahan dari spiral ke Lingkaran
L = Panjang Bagian spiral ke Tengah
TC = Tangen Circle
ST = Perubahan dari spiral ke tangen
Ls = Panjang total spiral dari Ts sampai SL
= Sudut lengkungan
Tt = Panjang tangen total yaitu jarak antara RP dan ST
Et = Jarak tangen total yaitu jarak antara RP dan titik
tangen busur lingkaran

Gambar 7. Lengkungan Full Circle
Keterangan :
PI = Nomor Stasiun ( Point of Interaction )
R = Jari- jari tikungan ( meter )
= Sudut tangen (o )
TC = Tangent Circle
CT = Circle Tangen
T = Jarak antara TC dan PI
L = Panjang bagian tikungan
E = Jarak PI ke lengkung peralihan

9

Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan diantara bagian lurus
dan bagian lengkung yang berjari-jari tetap. Lengkung ini adalah antisipasi
perubahan alinyemen jalan dari bentuk lurus(R tidak berhingga) sampai bagian
lengkung jalan dengan jari-jari tetap sehingga gaya sentrifugal yang terjadi pada
kendaraan pada saat melewati tikungan berubah secara berangsur, baik saat
masuk tikungan maupun keluar tikungan. Lengkung peralihan terdiri dari
lengkung-lengkung lingkaran pendek dengan jari-jari yang berbeda panjangnya,
akan tetapi dapat dihubungkan menjadi suatu garis lengkung yang lancer.
Lengkung peralihan (L) diperoleh dengan rumus:
R L t 2 *
360
A
=
Selanjutnya perencanaan dilanjutkan dengan perhitungan patok yang
ditampilkan dalam tabel perhitungan patok yang berisi nomor stasiun, jarak
stasiuan, lengkung peralihan (R dalam meter, dalam derajat dan L dalam meter),
jarak langsung (m), tinggi stasiuan (m), beda tinggi (m) dan kemiringan (%).

3. Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal jalan adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam
masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut juga
sebagai penampang memanjang jalan.
Suatu alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besar biaya pembangunan dan
mengikuti muka tanah asli untuk mengurangi pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja
akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak tikungan. Selain itu muka jalan
sebaiknya diletakkan sedikit di atas muka tanah asli sehingga memudahkan dalam
pembuatan drainase jalannya, terutama di daerah datar. Pada daerah yang
seringkali dilanda banjir sebaiknya penampang jalan diletakkan diatas elevasi muka
banjir. Di daerah perbukitan atau pengunungan diusahakan banyaknya pekerjaan
galian seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga keseluruhan biaya yang
dibutuhkan tetap dapat dipertanggung jawabkan. Perencanaan alinyemen vertikal
dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti :
- Kondisi tanah dasar
- Keadaan medan
- Fungsi jalan
- Muka air banjir
- Muka air tanah
10

- Kelandaian yang masih memungkinkan.
Alinyemen vertikal disebut juga penampang memanjang jalan yang terdiri dari
garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar,
mendaki atau menurun, biasanya disebut berlandai. (RSNI.T-14-2004)
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan
mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan
sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.

Ada 2 jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian
lurus (tangen) adalah :

a. Lengkung vertikal cekung
Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangen berada di bawah permukaan jalan. (gambar 8) (RSNI.T-14-2004)









Panjang lengkung cekung juga harus ditentuan dengan memperhatikan
beberapa hal antara lain :

+ Jarak penyinaran lampu kendaraan. Jarak ini dapat dibedakan menjadi 2
yaitu:
a. jarak pandang akibat penyinaran lampu depan < L (gambar 9)




Gambar 8. Lengkung Vertikal Cekung
Gambar 9. Lengkung Vertikal Cekung jarak pandang < L
11


b. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan > L (gambar 10)




+ Jarak pandangan bebas
+ Persyaratan drainase
+ Kenyaman pengemudi dan keluwesan bentuk
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu
halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk
menghidari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu
Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).

b. Lengkung vertikal cembung
Lengkung vertikal cembung adalah lengkung dimana titik perpotongan kedua
tangen berada di atas permukan jalan . (RSNI.T-14-2004)
Beberapa contoh lengkung vertikal cembung (gambar 11)








Pada lengkung ini direncanakan berdasarka jarak pandang, di bagi atas 2 keadaan
yaitu :




Gambar 10. Lengkung Vertikal Cekung jarak pandang > L

Gambar 11. Lengkung Vertikal Cembung
12

1. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S < L (gambar 12)




2. Jarak pandang berada seluruhnya di dalam daerah lengkung S > L (gambar
13)





Profil Memanjang
Perencanaan profil memanjang sebaiknya mengikuti ketinggian permukaan
tanah asli. Tetapi, karena keadaan medan pada umumnya tidak memungkinkan
(tanjakan yang terlalu tinggi atau landai) sehingga perlu diadakan penggalian dan
timbunan pada bagian-bagian jalan tertentu. (Silvia Sukiran, 1999)
Dengan melihat pada Tinggi Tanah Asli (TTA) maka dibuat Tinggi rencana (TR),
sehingga berdasarkan tinggi rencana tersebut diperoleh elevasi untuk menghitung
luas dan volume galian dan timbunan.

Landai Jalan
Landai jalan menunjukan besarnya kemiringan dalam suatu satuan jarak
horizontal yang dinyatakan dalam persen. Sebuah kendaraan bermotor akan
mampu menanjak dalam batas-batas landai yang tertentu. kemampuan menanjak
ini, selain dipengaruhi oleh besarnya landai jalan juga dipengaruhi oleh panjangnya
landai jalan. Jadi, ada batas landai jalan yang disebut landai maksimum yaitu
besarnya harus disesuaikan dengan panjang landai yang disebut panjang kritis.
Gambar 12. Jarak pandang pada lengkung vertikal cembung S < L

Gambar 13. Jarak pandang pada lengkung vertikal cembung S > L

13

Spesifikasi standard untuk Perencanaan Geometrik Jalan untuk jalan luar kota dari
Bina Marga (Rancangan Akhir) dengan ketentuan (tabel 1)

Tabel 1
Kemiringan Melintang Rata-Rata
JENIS MEDAN KEMIRINGAN MELINTANG RATA-RATA
(%)
Datar 3%
Perbukitan 3-25 %
Pegunungan 25.0 %

Perhitungan landai jalan dalam perencanaan ini, dapat dilihat dalam tabel
perhitungan patok, dimana digunakan rumus:

(

= 100 *
JL
BT
Kemiringan
Dimana:
BT = Beda Tinggi
JL = Jarak Langsung

Profil Melintang
Penampang melintang jalan merupakan potongan jalan dalam arah melintang.
Fungsinya selain untuk memperlihatkan bagian-bagian jalur jalan (Gambar 14),
juga untuk membantu menghitung banyaknya tanah (m
3
) yang harus digali
maupun banyaknya tanah yang akan digunakan untuk menimbun jalan agar jalan
yang dibuat itu dapat sesuai dengan rencana jalan yang direncanakan dengan
menghitung luas profil melintang jalan.
14



Dari gambar 14, Penampang melintang jalan terdiri dari beberapa bagian
diantaranya antara lain adalah :
Jalur Lalu Lintas
Jalur Lalu Lintas ialah bagian jalan yang di gunakan untuk lalu lintas kendaraan
yang secara fisik merupakan perkerasan jalan.
Lajur
Lajur ialah bagian jalur yang lalu lintas memanjang, yang dibatasi oleh muka
lajur jalan, memiliki lebar yang cukup di lewati oleh suatu kendaraan sesuai
kendaraan rencana.
Bahu Jalan
Bahu Jalan ialah bagian jalan yang berdampingan di tepi jalur lalulintas, harus
di perkeras,berfungsi untuk lajur lalulintas darurat, ruang bebas samping dan
penyangga perkerasan jalan. Kemiringan yang digunakan 3-5%.
Median
Median adalah bagian jalan yang secara fisik memisahkan jalur lalulintas yang
berlawanan arah. Namun dalam perencanaan ini tidak menggunakan median.
Talud atau Lereng
Talud atau Lereng ialah Bagian tepi perkerasan yang di beri kemiringan, untuk
menyalurkan air ke saluran tepi.
Saluran Tepi
Saluran tepi yakni selokan yang berfungsi untuk menampung dan mengalirkan
air hujan,limpasan permukaan jalan dan sekitarnya.
Gambar 14. Profil Melintang Jalan
15

Daerah Milik Jalan (Damija)
Damija adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat jalan dan daerah
yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas di
kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan.
Daerah Manfaat Jalan (Damaja)
Damaja adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan
ambang pengaman.
Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja)
Dawasja adalah lajur lahan yang berada di bawah pengawasan penguasa jalan,
ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas
pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan konstruksi jalan
dalam hal ruang daerah milik jalan tidak mencukupi.




Sedangkan perhitungan luasan dan perhitungan volume dapat dilihat setelah
penggambaran profil melintang (dapat dilihat dalam tabel perhitungan volume).
Dalam penentuan ukuran-ukuran pada jalan, diambil pada daerah jalan kolektor
mengacu pada kondisi yang ideal dengan VLHR ( Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata )
3.000 10.000 smp/hari, dimana diperoleh data dari daftar Standar Perencanaan
Geometrik Jalan sebagai berikut:
- Kecepatan Rencana : 80 km/jam
- Lebar daerah penguasaan mimimum : 30 m
- Lebar perkerasan : 2 * 3.50 m
- Lebar bahu jalan : 2 * 1.5 m
- Lereng melintang perkerasan : 2 % (Gambar 15)
- Lereng melintang bahu : 5 % (Gambar 15)
Dari daftar standar perencanaan geometrik jalan yang sudah ditentukan, dapat
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 15. Daerah Pengawasan Jalan
16


































Gambar.16 Kemiringan Melintang Jalan

17

BAB III
URAIAN PELAKSANAAN

Tahapan pelaksanaan tugas besar dapat diuraikan dalam langkah kerja sebagai
berikut:
1. Penetapan koridor jalan pada peta kontur
2. Pembuatan trase jalan
3. Penentuan dan perhitungan patok
4. Menentukan jenis tikungan
5. Pembuatan profil memanjang
6. Pembuatan profil melintang
7. Menghitung galian dan timbunan
8. Pembuatan laporan

1. Penetapan koridor jalan pada peta kontur
Koridor merupakan bidang memanjang yang menghubungkan 2 titik. Oleh kerena
itu penentuan koridor terbaik antara dua titik yang dihubungkan perlu
mempertimbangkan lokasi-lokasi yang harus dihindari.
2. Pembuatan trase jalan
Trase merupakan seri dari garis-garis lurus yang merupakan rencana sumbu jalan.
Pembuatan trase pada peta topografi dibuat dengan menggunakan jangka.
3. Perhitungan Patok
Sebelum menghitung patok maka terlebih dahulu memberi nama patok dari titik A
sampai titik B untuk mengetahui jumlah patok secara keseluruhan. Tujuan dari
perhitungan patok ini adalah untuk mendapatkan tinggi patok (tinggi stasiun), jarak
stasiun, jarak langsung, beda tinggi dari suatu patok dengan patok yang lain serta
kemiringan dari trase jalan yang telah direncanakan. Beda tinggi yang ada diperoleh
berdasarkan Tinggi Stasiun dari kontur yang ada.
4. Menentukan jenis tikungan
Untuk mengetahui jenis tikungan maka terlebih dahulu harus dihitung besar jari-
jari dengan menggunakan metode grafis. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Menentukan titik singgung pada tikungan antara garis koridor dan garis trase
Membuat garis tegak lurus dari dua titik singgung pada tikungan yang akan
dihitung jari-jarinya sampai kedua garis berpotongan.
Mengukur panjang garis tersebut dengan menggunakan penggaris kemudian jari-
jarinya dihitung dengan skala 1:250
18

Jika panjang garis jari-jari yang diukur dengan penggaris lebih kecil dari 1,2 cm (300
m), maka jari-jari kelengkungan harus diperbesar
Jika panjang garis jari-jari yang diukur dengan penggaris lebih besar dari 4.8 cm
(1200 m), maka trase tersebut dapat dikategorikan menjadi trase jalan lurus.
Setelah mengetahui besar jari-jari maka ditentukan jenis tikungan.
5. Pembuatan profil memanjang
Profil memanjang pada tugas besar ini dibuat pada kertas milimeter blok dimana
dengan menggambarkan hasil dari perhitungan patok dan hasil perhitungan dari
daerah galian dan timbunan.
6. Pembuatan profil melintang
Pembuatan profil melintang sangat bergantung pada profil memanjang jalan. Profil
melintang merupakan gambaran detail dari daerah galian dan timbunan. Dalam
penentuan ukuran-ukuran pada jalan, diambil pada daerah jalan kolektor mengacu
pada kondisi yang ideal dengan VLHR ( Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata ) 3.000
10.000 smp/hari, dimana diperoleh data dari daftar Standar Perencanaan Geometrik
Jalan sebagai berikut:
Kecepatan Rencana : 80 km/jam
Lebar daerah penguasaan mimimum : 30 m
Lebar perkerasan : 2 * 3.50 m
Lebar bahu jalan : 2 * 1.5 m
Lereng melintang perkerasan : 2 % (Gambar 15)
Lereng melintang bahu : 5 % (Gambar 15)
7. Menghitung galian dan timbunan
- Perhitungan luas galian.
Dari profil melintang jalan dapat dihitung luas tanah yang akan digali. Luas
tanah yang digali dapat diperoleh dari perkalian antara beda tinggi dengan lebar
daerah manfaat jalan, ditambah dengan luasan galian untuk membuat saluran
drainase dan luasan galian untuk membuat kemiringan badan dan bahu jalan.
(contoh perhitungan luasan galian dapat dilihat pada lampiran perhitungan luas
galian ).
- Perhitungan volume galian.
Dari profil memanjang jalan dapat dilihat bentuk dari pekerjaan galian yang
akan dikerjakan dengan bentuk galian ini, apakah segitiga, persegi atau
trapesium dapat dihitung volume galian yang akan dikerjakan volume galian yang
akan dikerjakan dapat diperoleh dengan menghitung luas galian yang dapat
dilihat dari profil memanjang, dengan sisi-sisi bangun tersebut adalah luas galian
19

dan lebarnya adalah jarak stasiun. Sebagai contoh : jika bentuk galian segitiga
maka,

volume galiannya = ( luas galian / 2 ) x jarak stasiun

(contoh perhitungan volume galian dapat dilihat pada lampiran perhitungan
galian).
- Perhitungan luas timbunan
Dari profil melintang jalan dapat dihitung luas timbunan yang akan dibuat.
Luas timbunan ini dapat diperoleh dari perkalian antara beda tinggi dengan lebar
daerah manfaat jalan (DAMAJA) dikurangi dengan luas saluran drainase dan luas
daerah yang dibentuk oleh pengaruh kemiringan jalan. (contoh perhitungan
dapat dilihat pada perhitungan luas timbunan yang terlampir).

- Perhitungan volume timbunan
Dari profil memanjang jalan dapat dilihat bentuk dari pekerjaan timbunan
yang akan dikerjakan, apakah segitiga, persegi panjang ataukah trapesium.
Dengan mengetahui bentuk dari pekerjaan timbunan ini kita dapat menghitung
volume timbunan, yang dapat diperoleh dengan menghitung luas bangun yang
dibentuk tersebut, dengan luas timbunan sebagai sisi-sisi bangun tersebut dan
jarak stasiun sebagai lebarnya. Sebagai contoh : jika bentuk bangun yang
dibentuk oleh pekerjaan timbunan adalah segitiga maka,

volume timbunan = ( luas timbunan / 2 ) x jarak stasiun.

(contoh perhitungannya dapat dilihat pada lampiran perhitungan volume
timbunan).
8. Pembuatan Laporan
Pembuatan laporan merupakan tahap akhir dari pelaksanaan tugas. Dimana isi dari
laporan tersebut adalah keseluruhan dari perencanaan geometrik jalan dari titik A ke
Titik B baik berupa referensi yang digunakan, tahapan pelaksanaan tugas dan hasil dari
keseluruhan perhitungan.



20

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Perencanaan Jalan dari Titik A ke Titik B
Dalam pembuatan tugas ini yang pertama dilakukan adalah penentuan titik
koridor. Setelah penempatan koridor maka dilanjutkan dengan perencanaan trase.
Perencanaan trase Jalan dibuat berdasarkan kontur daerah yakni daerah Kota
Kupang yang telah ditentukan yaitu dari titik A ke titik B. Dilihat dari segi
geografisnya kota Kupang, memiliki daerah pegunungan, berbukit-bukit dan
tikungan. Dengan demikian, perencanaan trase jalan dibuat berdasarkan kondisi
yang ada.

4.2. Perencanaan Trase
Dengan memperhatikan syarat-syarat pembuatan trase seperti yang sudah
diuraikan pada bab terdahulu, maka selanjutnya adalah penentuan patok dan
pemberian nama patok dimulai dari titik A sampai ke titik B yaitu dari titik A dengan
nomor patok A, patok 1 sampai patok 162 menuju patok B di titik B dengan jarak
antar patok 50 meter dan jarak antara kota A dan kota B adalah 8150 m atau 8,15
Km.

4.3. Penentuan Jenis Tikungan
Dari titik A ke titik B, diperoleh R yang berfariasi antara 300 m 1200 m dengan
jumlah tikungan sebanyak 4 tikungan, dengan rincian:
Tikungan spiral-spiral sebanyak 3 tikungan, dengan rincian sebagai berikut:
Patok 114 sampai 124, dengan R= 625 m, = 47, dan L= 512,90 m
Patok 132 sampai 146, dengan R= 625 m, = 67, dan L= 731,15 m
Patok 151 sampai 160, dengan R = 350 m, = 87, dan L= 531,67 m
Tingkungan full circle sebanyak 1 tikungan mulai dari patok 52 sampai 69,
dengan R= 925 m, = 54, dan L= 872,14 m

4.4. Pembuatan Profil Memanjang dan Profil Melintang

1. Profil Memanjang
Untuk mengetahui besarnya pekerjaan tanah (timbunan/fill dan galian/cut)
dalam perencanaan, maka diperlukan adanya gambar profil memanjang. Gambar
profil memanjang jalan dibuat berdasarkan tinggi stasiun setiap patok yaitu dari
patok A sampai ke patok B, yang membentuk tanjakan, landai (kemiringan) dan
21

daerah datar yang digambar dengan skala vertikal 1: 20 dan skala horizontal
1:50.
Perencanaan profil memanjang sebaiknya mengikuti ketinggian permukaan
tanah asli. Tetapi, karena keadaan medan pada umumnya tidak memungkinkan
(tanjakan yang terlalu tinggi atau landai) sehingga perlu diadakan penggalian dan
timbunan pada bagian-bagian jalan tertentu.
Dengan melihat pada Tinggi Tanah Asli (TTA) maka dibuat Tinggi rencana
(TR), sehingga berdasarkan tinggi rencana tersebut diperoleh elevasi untuk
menghitung luas dan volume galian dan timbunan.

2. Profil Melintang
Seperti yang sudah dicantumkan pada tahap pelaksanaan khususnya
pembuatan profil melintang bahwa jalan yang akan dirancang pada tugas besar
ini adalah jalan kolektor primer maka pada saat menggambar bagian jalan dan
menghitung luasan disesuaikan dengan lebar jalan kolektor primer. Perhitungan
luasan dan perhitungan volume dapat dilihat setelah penggambaran profil
melintang (dapat dilihat dalam tabel). Dilihat dari bentuk daerah galian dan
timbunan maka dalam perencanaan geometrik dari titik A ke titik B ditemukan
bentuk segitiga dan trapesium. Sehingga pada saat menghitung volume galian
dan timbunan harus disesuaikan dengan bentuk yang ada.
Dari hasil perhitungan luasan dan volume daerah galian dan timbunan,
diperoleh hasil sebagai berikut:
Luas total untuk daerah galian = 1149,04 m
2

Luas total untuk daerah timbunan = 805,505 m
2

Volume total untuk daerah galian = 56764,4 m
3

Volume total untuk daerah timbunan = 40275,3 m
3

Dari hasil yang diperoleh dari perhitungan luasan dan volume untuk daerah galian dan
timbunan, maka diketahui bahwa dari perencanaan jalan yang dari titik A ke titik B lebih
banyak ditemukan daerah galian dari pada daerah timbunan. Dengan demikian diperlukan
biaya tambahan untuk jalan dari titik A ke titik B.





22






































23






































24






































25






































26






































27






































28






































29

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Perencanaan geometrik jalan dari titik A ke titik B pada peta topografi kota Kupang
dimulai dengan menetapkan titik koridor, membuat trase jalan, pemberian nama
patok dan perhitungan patok, menentukan jenis tikungan, profil memanjang, profil
melintang dan perhitungan volume galian dan timbunan.
2. Dari perencanaan geometrik jalan yang dibuat terdapat jumlah tikungan sebanyak
4 tikungan dengan 2 jenis tikungan yaitu:
Tikungan Spiral-Spiral sebanyak 3 tikungan dengan rincian sebagai berikut:
- Patok 114 sampai 124, dengan R= 625 m, = 47, dan L= 512,90 m
- Patok 132 sampai 146, dengan R= 625 m, = 67, dan L= 731,15 m
- Patok 151 sampai 160, dengan R = 350 m, = 87, dan L= 531,67 m
Tikungan Full Circle sebanyak 1 tikungan dengan rincian sebagai berikut:
- Patok 52 sampai 69, dengan R= 925 m, = 54, dan L= 872,14 m
3. Pembuatan potongan melintang dimulai dengan menggambar bagian jalan yang
akan direncanakan. Kemudian menghitung luasan dengan berpatokan pada beda
tinggi dan kemiringan badan jalan. Setelah itu menghitung volume dari galian dan
timbunan yang disesuaikan dengan bentuk daerah galian dan timbunan pada
potongan memanjang.
Dari hasil perhitungan diperoleh total galian tanah sebanyak 56764,4 m
3

dan total timbunan tanah 40275,3 m
3
. Dengan demikian, diperlukan biaya
tambahan untuk daerah galian.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka, penulis ingin memberikan beberapa usul atau
saran dilihat dari hasil tugas besar ini, antara lain:
1) Dalam merencanakan jalan khususnya pada peta topografi sebaiknya melihat
bagaimana situasi dari daerah yang akan direncanakan jalan karena akan
berpengaruh terhadap kenyamanan dan keamanan juga berpengaruh terhadap
biaya yang akan dikeluarkan.
2) Pada pembuatan potongan memanjang sebaiknya mengikuti ketinggian tanah asli
untuk mengurangi biaya pada saat pembuatan jalan. Sehingga pada pembuatan
profil melintang hasil dari volume galian hampir sama dengan volume timbunan
sehingga tidak di perlukan biaya tambahan untuk daerah timbunan atau jika
volume timbunan lebih besar dari volume galian, maka biaya yang dikeluarkan
tidak terlalu besar.
30

DAFTAR PUSTAKA

Sukirman,Silvia.1999. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan.Nova: Bandung.
Direktorat Jendral Bina Marga.1988.Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan
Perkotaan.
RSNI.T-14-2004(PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN)





















31












LAMPIRAN





32





GAMBAR PETA KONTUR
KOTA KUPANG




33






TABEL PERHITUNGAN PATOK





34















35













36













37













38













39













40













41






GAMBAR PROFIL
MEMANJANG





42







PERHITUNGAN LUAS DAN VOLUME
GALIAN DAN TIMBUNAN

Anda mungkin juga menyukai