Anda di halaman 1dari 10

DIARE AKUT

Batasan Diare akut adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba tiba akibat kandungan air dalam tinja melebihi normal (10 ml/kg/hari), menyebabkan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari. Peningkatan kandungan air dalam tinja terjadi akibat ketidakseimbangan fungsi usus halus dan usus besar dalam memproses absorpsi substrat organik dan air. Diare akut umumnya berlangsung selama 7 hari, dan biasanya sembuh sendiri (self limiting disease), hanya 10 % yang berlanjut sampai 14 hari. Dinegara yang sedang berkembang rata rata tiap anak dibawah usia 5 tahun mengalami episode diare 3 kali pertahun. Malnutrisi merupakan faktor resiko tambahan untuk diare akut maupun melanjut. Kasus diare akut yang ditangani di praktek sehari hari berkisar 20 % dari total kunjungan untuk usia dibawah 2 tahun dan 10 % untuk usia dibawah 3 tahun. Etiologi Penyebab diare pada anak dapat dilihat pada tabel 1. Infeksi usus merupakan penyebab tersering awitan diare akut yang sporadis. Tabel 2 memperlihatkan jenis patogen penyebab diare pada anak. Tabel 1 penyebab diare akut Infeksi Infeksi usus (termasuk keracunan makanan) Infeksi ekstra usus (otitis media akut, infeksi saluran kemih, pneumonia) Obat obatan Antibiotik Obat obatan lain Alergi makanan Cows milk protein allergy (CMPA) Alergi protein kedele Alergi makanan multipel Kelainan proses cerna/absorpsi Defisiensi enzim sukrase / isomaltase Hipolaktase awitan lambat (atau tipe dewasa) Defisiensi vitamin Tertelan logam berat Defisiensi riasin Co, zn, cal

Penelitian multisenter selama 1 tahun di beberapa negara eropa menunjukan bahwa 65,6 % dari 287 % anak terinfeksi oleh patogen, dan infeksi terbanyak adalah karena Rotavirus(35,1 %). Rotavirus Sebagai patogen penyebab tersering pada usia 6 24 bulan. Infeksi oleh bakteri lebih sering terjadi pada beberapa bulan awal kehidupan bayi (bayi muda) dan pada anak usia sekolah. Infeksi diluar usus yang sering disertai diare adalah otitis media akut, infeksi saluran kemih, dan penyakit paru, yang biasanya menyebabkan diare yang ringan dan dapat sembuh sendiri dengan penyembuhan penyakit dasarnya. Penggunan beberapa macam obat, terutama antibiotik sering dihubungkan dengan clostridium difficile. Alergi terhadap protein susu sapi (CMPA) merupakan salah satu diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan selain sindrom malabsorpsi bila diare tidak sembuh dalam 10 14 hari. Tabel 2. Patogen penyebab diare akut Patogen Frekuensi kasus sporadik di Negara Berkembang (%) Virus Rotavirus Calcivirus Astrovirus Enteric type adenovirus Bakteri Campylobacter jejuni Salmonella Escherichia coli Shigella Yersinia enterocolitica Clostridium difficile Vibrio parahaemolitycus Vibrio cholera 01 Vibrio cholera non 01 Aeromonas hydrophylia Parasit 68 37 35 03 12 02 01 7 02 25 40 1 20 49 7

Cryptosporidium Giardia lamblia

13 13

Patofisiologi Virus dapat secara langsung merusak vili usus halus sehingga mengurangi luas permukaan usus halus dan mempengaruhi mekanisme enzimatik. Rotavirus menhghasilkan enterotoksin yang menginduksi sekresi dan menyebabkan diare yang cair. Bakteri mengakibatkan diare melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Bakteri invasif mengakibatkan ulserasi mukosa dan pembentukan abses yang diikuti oleh respon inflamasi. Toksin bakteri dapat mempengaruhi proses seluler baik didalam usus maupun diluar usus. Enterotoksin Escherichia coli yang tahan panas mengaktifkan adenilat siklase. E, coli enterohaemoragik dan shigella menghasilkan verotoksin yang menyebabkan kelainan sistemik seperti kejang dan sindrom hemolitik uremik. Bakteri noninvasif dan protozoa lainya dapat melekat pada dinding usus dan menyebabkan peradangan. Manifestasi klinis Anamnese anak dengan gejala diare akut perlu dimulai dengan mengambil informasi yang mungkin mengarahkan kita pada penyakit lain yang presentasi klinisnya mirip dengan diare akut. Gejala respiratori seperti batuk, sesak nafas atau takipneu mengarahkan pada adanya penyakit dasar pneumonia. Frekuensi berkemih, urgensi atau nyeri berkemih mungkin merupakan gejala infeksi saluran kemih atau pielonefritis. Adanya sakit telinga mungkin gejala otitis media akut, dan adanya demam tinggi dan perubahan kesadaran mungkin merupakan gejala meningitis atau sepsis. Tujuan kedua anamnesis adalah untuk menilai beratnya gejala dan resiko komplikasi seperti dehidrasi. Ada tidaknya demam, jumlah dan jenis cairan yang diminum, frekuensi dan perkiraan volume muntah dan feses, merupakan faktor yang penting diperhatikan. Pertanyaan spesifik tentang frekuensi, volume dan lamanya muntah serta diare, diperlukan untuk menentukan derajat kehilangan cairan dan gangguan elektrolit yang terjadi. Dehidrasi yang bermakna dapat bermanifestasi sebagai berkurangnya aktivitas, volumeurin dan berat badan. Ringkasan cara penilaian dehidrasi dapat dilihat pada tabel 3. Adanya darah dalam feses mengarah pada inflamasi akibat infeksi bakteri.

Pemeriksaan fisis pemeriksaan fisis dimaksutkan untuk 2 tujuan utama, mencari tanda tanda penyakit penyerta dan memperkirakan derajat dehidrasi. Penilaian tidak akurat terhadap defisit cairan dan kehilangan cairan yang terus terjadi merupakan faktor penting penyebab kesakitan dan kematian pada muntah dan diare akut. Gejala dan tanda dehidrasi perlu ditemukan dan tentukan derajat dehidrasi (lihat tabel 3). Bayi pada umumnya mudah jatuh dalam dehidrasi akibat kehilangan cairan yang banyak karena permukaan area usus perkilogram berat badan yang lebih luas dibandingkan dengan dewasa.peran ginjal yang belum sempurna dalam kemampuan mengkonsentrasi, peningkatan kecepatan metabolisme dan ketergantrungan penyediaan cairan, juga merupakan faktor yang mempermudah terjadinya defisit cairan yang berat pada anak. Berat badan sebelum sakit penting ditanyakan karena hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk menetukan derajat dehidrasi. Berat badan saat datang perlu diukur sebagai parameter menilai kehilangan cairan yang terus terjadi dan sekaligus merupakan parameter keberhasilan terapi. Bila ditemukan nafas yang cepat dan dalam menunjukan adanya komplikasi asidosis metabolik. Perlu dilihat apakah pada pasien terdapat gejala malnutrisi dan/atau gagal tumbuh. Pengurangan massa otot atau lemak atau adanya edema perifer, dapat merupakan adanya malabsorpsi karbohidrat, lemak,protein. Adanya sakit perut non spesifik nonfokal dan kram perut mungkin dijumpai. Nyeri pada diare biasanya tidak bertambah bila dilakukanpalpasi abdomen. Bila nyeri bertambah dengan palpasi atau ditemukan nyeri tekan, nyeri lepas atau anak menolak diperiksa, wapadai kemungkinan komplikasi atau kemungkinan penyebabnya adalah noninfeksi. Pada anak dengan kembung (distensi abdomen), pemeriksaan auskultasi perlu mendeteksi adanya ileus paralitik. Daerah perianal perlu diperiksa untuk melihat adanya eritema perianal. Diare cair yang sering dapat menyebabkan perlukaan daerah perianal terutama pada anak yang kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh malabsorpsikarbohidart sekunder yang menghasilkan tinja asam. Malabsorpsi asam empedu sekunder dapat menyebabkan dermatitis popok yang berat terlihat sebagai eritema perianal. Kriteria diagnosis

akut adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba tiba akibat kandungan air dalam tinja melebihi normal (10 ml/kg/hari), menyebabkan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari. Derajat dehidrasi dibedakan menjadi tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan sedang, dan dehidrasi berat. Tabel 3. Penilaian derajat dehidrasi diare akut Derajat Dehidrasi % defisit Tanpa dehidrasi (5% BB) Ringan sedang (5 -10 BB) Baik, kompos mentis Rewel, gelisah Minumseperti Cekung, kehausan produksi kurang Kering Pucat, capillary refil <2 detik Berat (>10% BB) Letargi, lemah, kesadran menurun, nadi dan nafas cepat Malas minum Sangat / tidak dapat minum cekung, tidak ada Sangat kering Pucat, capillary refil>2 detik Tidak ada Berkurang Minum normal Normal Basah Normal Normal Keadaan umum Rasa haus Kelopak/ Air mata Mulut Kulit Urin

Pemeriksaan penunjang Pada sebagian kasus tanpa dehidrasi atau dengan dehidrasi ringan tidak diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada dehidrasi berat diperlukan pemeriksaan elektrolit serum, nitrogen urea, kadar gula darah dan analisis gas darah. Pemeriksaan kadar serum elektrolit perlu dilakukan pada anak dengan gejala hipernatremia atau hipoklaemia. Hipernatremia Tanda pada kulit Hangat

Turgor dapat menurun pada dehidrasi berat, sehingga mirip pada dehidrasi yang lebih ringan

Gejala neurologik : Hipertonia Hiperrefleksi Alergi umum ditemukan, tetapi terdapat iritabilitas yang nyata bila dirangsang

Hipokalemia Kelemahan Ileus dengan distensi abdomen Aritmia jantung

Pemeriksaan virologik dan mikrobiologik perlu dilakukan hanya bila hasilnya dapat digunakan untuk mengganti tatalaksana. Adanya darah secara mikroskopis atau makroskopis mengarah pada shigella, campylobacter, atau enterohemorrhagic E. Coli sebagai penyebab diare berdarah, perlu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap (dengan hitung trombosit), sediaan hapus darah tepi untuk melihat hemolisis serum, kreatinin dan urinalisis serial untuk mendiagnosis dan tata laksana sindrom uremik hemolitik, yang dapat menyebabkan gagal ginjal pada anak dibawah usia 6 tahun. Pemeriksaan untuk mendeteksi virus seperti tes antigen rotavirus dapat mengkonfirmasi penyebab, tetapi tidak mengubah tata laksana. Pemeriksaan antigen Giardia dan apusan feses untuk telur dan parasit umumnya tidak diperlukan kecuali diare berlanjut lebih dari 10 hari atau ada riwayat paparan. Tata laksana Rehidrasi oral Pada anak dengan diare akut dehidrasi ringan sedang, perlu segera diberikan cairan rehidrasi oral. Kandungan natrium pada cairan rehidrasi yang direkomendasikan oleh WHO adalah 90 mmol/L, yaitu sesuai dengan kandungan natrium dalam tinja pasien kolera (90 140 mmol/L). Kadar natrium yang direkomendasikan oleh ESPGHAN (European Society of Pediatric Gastroenterology and Natrium) adalah 60 70 mmol/L mengingat kadar natrium dalam tinja pasien rotavirus sekitar 35 45 mmol/L pada anak dengan diare yang banyak dan sering (>10 ml/kg/jam), perlu diberikan cairan yang mengandung kadar natrium yang tinggi

(75 90 mEq/L). Pada diare saat ini umunya dianjurkan untuk menggunakan cairan sesuai dengan ajaran ESPGHAN. Jika digunakan cairan dengan kadar natrium >60 mmol/L untuk terapi rumatan maka secara simultan perlu diberikan cairan yang mengandung rendah natrium seperti ASI, susu formula, jus atau air untuk mencegah terjadinya hiponatremia. Pedoman pemberian cairan rehidrasi oral dapat dilihat pada tabel 5. Bila terjadi syok/ renjatan maka dilakukan resusitasi cairan secepatnya, setelah teratasi tata laksana lanjut sesuai dengan derajat dehidrasi. Terapi rehidrasi oral juga berhasil digunakan bahkan pada anak yang muntah. Pemberian cairan rehidrasi oral dilakukan dengan cara pemberian 5 10 ml tiap 2 -3 menit dan secara bertahap ditingkatkan. Dengan cara ini keberhasilan terapi rehidrasi oral dapat mencapai lebih dari 90 % pada anak dengan muntah. Hanya sekitar 5 10 % anak mengalami kegagalan rehidrasi awal akibat muntah persisten atau frekuensi diare yang lebih dari 10 ml/kg/jam. Bila disertai syok/ranjatanmaka dilakukan sesusitasi secepatnya Tabel 5. Pedoman tata laksana diare akut berdasarkan derajat dehidrasi Derajat dehidrasi % defisit Tanpa dehidrasi (< 5% BB) Ringan sedang (5 10% BB) Berat (> 10% BB) Rehidrasi Tidak perlu Penggantian cairan 10 ml/kg tiap diare 2 5 ml/kg tiap muntah CRO75 ml/kg/3jam Cairan intravena <12 bulan: 30 ml/kg/1 jam, atau 70 ml/kg/5 jam Idem Idem

Orang tua sebaiknya diberitahukan untuk mencari pertolongan medik, lebih lanjut jika : (1) anak tampak gelisah atau latergi sehingga sulit minum, (2) terdapat muntah persisten, (3) defisit cairan yang makin banyak akibat diare yang persisten, (4) diare disertai darah, (5) menurunya produksi urin. Kondisi ini memerlukan evaluasi ulang dan rehidrasi intravena seperti yang diindikasikan pada diare akut dehidrasi berat. Status dehidrasi harus dipantau, dan jika rehidrasi telah tercapai, dapat diberikan terapi rumatan untuk mengganti cairan ynag terus hilangmelalui diare. Jika keadaan dehidrasi menetap, defisit cairan sebaiknya di evaluasi ulkangf dan terapi rehidrasi dapat dilanjutkan dalam 2 4 jam dengan memperhitungkan cairan yang terus hilang melalui diare.

Ada beberapa kontraindikasi penggunaan terapi rehidrasi oral pada tata laksana diare akut. Di antaranya adalah : ( 1) dehidrasi berat (>10%) atau syok, (2) menolak minum karena anak sangat gelisah, latergi, sopor atau koma, (3) ileus. Pada kondisi ini sebaiknya ditata laksana awal menggunakan cairan rehidrasi parenteral, dan diubah menjadi rehidrasi peroral bila anak sudah dapat minum, perbandingan komposisi elektrolit dalam tinja dan komposisi cairan parenteral yang ada di indonesia dapat dilihat pada tabel 6 dan 7. Tabel 6. Komposisi elektrolit tinja dibandingkan dengan oralit WHO dan ESPGHAN Etiologi Na Cholera Rotavirus ETEC Oralit WHO ESPGHAN 60 20 60 10 225 260 88 37 53 90 Elektrolit (mmol/L) K 30 38 37 20 Cl 86 22 24 80 HCO3 32 6 18 30 Osmolaritas (mmol/L) 300 300 300 300

Tabel 7. Komposisi beberapa jenis cairan parenteral Larutan Glukosa (g/L) Hartmann/RL Dgaa NaCl 0,9 % KaEN 38 % 150 27 4 17,5 20 130 61 154 50 109 52 154 50 28 26 0 20 K+ Na+ ClLaktat/asetat

Pemberian makanan secepatnya (early refeeding) Rekomendasi pemberian makanan secepatnya pada tata laksana diare akut terutaman ditekankan pada meneruskan pemberian asi dan makanan sehari hari. Hal ini dapat mencegah terjadi gangguan gizi, menstimulasi perbaikan usus, dan mengurangi derajat dan lamanya penyakit. Pemberian asi dapat dilakukan sejak awal terapi dan diberikan sesuai dengan keinginan bayi. Bayi dengan diare akut dehidrasi ringan- sedang tidak perlu

dilakukan pergantian formula yang beabas laktosa atau pemberian formula yang diencerkan. Kegagalan terapi dengan cara ini sekitar 10 15 %, dan hal ini tidak jauh lebih tinggi bila digunakan cara khusus dengan pemberian makanan. Bayi dengan dehidrasi berat, disertai kerusakan usus dan malnutrisi, serta gagal dengan cara pemberian makanan tersebut, sebaiknya diberikan formula yang bebas laktosa, bahkan kadang kadang memerlukan formula yang lebih mudan di cerna selama pemberian makanan (refeeding). Anak yang lebih besar yang telah menerima berbagai macam variasi makanan sebaiknya diberikan makanan yang seimbang, cukup energi dan mudah dicerna. Karbohidrat kompleks seperti: nasi, mie, kentang, roti, biskuit dan pisang sebaiknya diberikan sejak awal, kemudian ditambahkan sayuran dan daging matang. Makanan yang perlu dihindarkan adalah seperti : yang mengandung gula sederhana seperti minuman ringan (soft drink), jus buah kental, minuman mengandung kafein, dan sereal yang dilapisi gula. Makanan dengan kandungan tinggi lemak kurang ditoleransi karena memperlambat pengosongan lambung sehingga menyebabkan muntah. Kadangf sebagian anak akan mengalami diare lebih dari 10 hari tanpa disertai dehidrasi. Pada keadaan ini perlu di cari kearah faktor infeksi dan pemeriksaan tinja terhadap zat reduksiuntuk mengeksklusi adanya malabsorpsi karbohidrat. Obat obatan Pemberian anti emetik, antimotilitas, dan antidiare sebagai pengobatan diare kurang bermanfaat bahkan dapat menyebabkan komplikasi serius. Obat obatan tersebut tidak mengurangi volume tinja ataupun memperpendek lama sakit, efek sadasi atau anoreksia yang ditimbulkan akan mengurangi keberhasilan terapi rehidrasi oral. Penggunaan antibiotik tidak efektif pada infeksi virus dan hanya terindikasi pada keaadaan tertentu antara lain: (1) patogen telah di identifikasi (shigella, ditemukan bentuk kista/ trofozoit, Gardia lamblia atau Entamoeba compromise atau Entamoeba histolytica dalam tinja), (2) bayi/ anak dengan defek imun (immune compromise), (3)terapi terhadap kolera, (4) bayi kurang dari 3 bulan dengan biyakan tinja yang positif. Bayi dengan kelompok tersebut mudah terjadi septisemia. Bayi dan anak yang mengalami diare disertai gejala septikemia sebaiknyan mendapatkan antibiotika intravena. Defisiensi mikronutrien terutama pada anak malnutrisi disertai diare, diantaranya adalah defisiensi seng (Zn). Beberapa penelitian manfaat pemberian Zn pada keadaan

tersebut antara lain : lama diare lebih pendek, volume tinja lebi sedikit, kenaikan beart badan yang lebih baik, dan perbaikan pada status defisiensi Zn. Pemberian imunoglobulin oral untuk terapi diare akut karena virus pada beberapa penelitian menunjukan efikasi yang cukup baik, walaupun anjuran pemakaianya belum terlalu luas. Penggunaan probiotik, seperti lactobacillus rhamnosus strain GG, terbukti efektif dalam pencegahan maupun terapi diare akut akibat rotavirus pada anak, dalam hal memperpendek masa sakit. Pencegahan & edukasi Ada beberapa kiat pencegahan terjadinya diare antara lain : (1) pemberianm ASI eksklusif 4 6 bulan, (2) sterilisasi botol setiap sebelum pemberian susu formula bila bayi karena suatu sebab tidak mendapat asi, (3) persiapan dan penyimpanan makanan bayi/ anak secara bersih (hygiene), (4) gunakan air bersih dan matang untuk minum,(5) kebiasaan mencuci tangan terutama sebelum menyiapkan dan memberi makan, (6) membuang tinja di jamban, (7) imunisasi campak, (8) pemberian makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik.

Anda mungkin juga menyukai