Anda di halaman 1dari 17

PEMANFAATAN KONSEP-KONSEP PSIKOLOGI, SOSIOLOGI, DAN KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK ( 1) : 1. Fita Emilasari 2. Tri Endah W 3. Zian Munawaroh

( 08321077 ) ( 08321098 ) ( 08321099 )

JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO


NOPEMBER 2010

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman kepandaian seperti saat ini. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1). Drs. ARIS BUDIONO, M.Pd. sebagai dosen pembimbing 2). Pihak-pihak lain yang ikut serta dalam pembuatan makalah ini Dengan disusunnya makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka segala bentuk saran dan kritik yang membangun sangatlah kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

Ponorogo, 01 Nopember 2010

Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................................ i DAFTAR ISI....................................................................................................... ii BAB I: PENDAHULUAN..................................................................................


A. B. C.

Latar Belakang............................................................................................. Rumusan Masalah........................................................................................ Tujuan Masalah...........................................................................................

BAB II: PEMBAHASAN...................................................................................


A. B. C.

Konsep-konsep Psikologi dalam Rangka Pembelajaran Konsep-konsep Sosiologi dalam Rangka Pembelajaran Konsep-konsep Komunikasi dalam Rangka Pembelajaran..

BAB III: PENUTUP...........................................................................................


A. B.

Kesimpulan.................................................................................................. Saran.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang Proses pembelajaran merupakan proses pendidikan dalam arti sempit yaitu pendidikan dalam dunia sekolah formal. Sedangkan pengertian secara luas yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Artinya, proses pembelajaran di luar bangku sekolah pun juga termasuk dalam kategori proses pembelajaran. Proses pembelajaran tersebut akan lebih terarah dan terkendali bila menerapkan konsepkonsep dalam konteks pembelajaran. Keterarahan dan keterkendalian ini menuntut proses pembelajaran untuk menghadirkan pembelajar / instruktur/ guru, juga bahan ajar berupa : buku, atau media yang lainnya. Bagimanapun juga ini penting, karena menyangkut tentang keberlangsungan belajar dan tujuan dari pembelajaran yang hendak dicapai.

II.

Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep-konsep psikologi dalam proses pembelajaran? b. Bagaimana konsep-konsep sosiologi dalam proses pembelajaran? c. Bagaimana konsep-konsep komunikasi dalam proses pembelajaran?

A.

Konsep-konsep Psikologi dalam Rangka Pembelajaran

a. Belajar dalam konteks pembelajaran

Konsep dasar psikologi yang menjadi jantungnya proses pembelajaran adalah Belajar atau learning. Bila dilihat dari individu yang belajar (pebelajar) proses belajar bersifat eksternal (datang dari luar diri) yang sengaja dirancang ( designed/planned) dan karena itu bersifat rekayasa atau engineering. Oleh karena pembelajaran bersifat rekayasa yakni rekayasa perilaku ( behavior engineering) maka proses tersebut selalu terikat tujuan ( goal oriented). Atas dasar itu maka terjadinya proses belajar adalah kriteria dasar dari proses pembelajaran.dengan kata lain proses pembelajaran dinilai berhasil bila pebelajar dapat belajar sesuai dengan tujuan yang dirancang sebelumnya. Meskipun demikian proses belajar sebagai sesuatu proses psikologis-sosial yang unik tidak selamanya terjadi karena adanya proses pembelajaran. Sebagai suatu bentuk kegiatan perilaku berbagai model pembelajaran, seperti dikaji dan dikembangkan oleh Joyce dan Weil (1986) ternyata bukan hanya potensial menumbuhkembangkan proses belajar yang menghasilkan perubahan perilaku berdasar tujuan tetapi juga perilaku pengiring di luar tujuan.

b. Pembelajaran dikaitkan dengan perkembangan anak

Tiga pakar Piaget, Erikson, dan Sears dalam Maier: 1978, masing-masing meneorikan berturut-turut perkembangan kognitif, perkembangan afektif, dan perkembangan perilaku. Perkembangan anak yang diteorikan oleh ketiga pakar tersebut dilandasi oleh asumsi bahwa proses perkembangan bergerak maju sebagai suatu kesatuan dalam kesinambungan atau a unity in continuity (Mainer, 1978: 4) dengan ciri-ciri:
1. Bergerak secara berangsur dalam urutan maju, 2. Bergerak semakin mantap melalui tahapan urutan maju.

Implikasi prinsip perkembangan tersebut adalah individu pada dasarnya belajar secara bertahap; apa yang dipelajari sebelumnya menjadi dasar bagi proses belajar selanjutnya; dan hasil belajar lebih lanjut cenderung lebih kompleks dari hasil belajar sebelumnya. Oleh karena itu proses pembelajaran seyogyanya selalu memperhatikan adanya urutan.

1) Perkembangan kognitif dan implikasinya terhadap pembelajaran

Seperti diintisarikan oleh Maier (1978:22-30) ada beberapa konsep proses kognitif yang diteorikan oleh piaget yakni: adaptasi, adaptasi asimulasi dan akomodasi, ekuilibrasi, operasi dan skemata. Adaptasi merujuk pada proses pikiran individu untuk mencari keseimbangan pengalaman pribadinya di dalam konteks lingkungan yang mempengaruhinya. Asimilasi merujuk pada proses mental individu untuk menghayati suatu situasi dari sudut cara berpikirnya saat itu. Akomodasi, di lain pihak menunjuk pada proses mental individu untuk menyesuaikan konsepsi sebelumnya dengan tuntutan situasi baru, sehingga terbentuk konsep atau cara berpikir baru. Ekuilibrasi menunjuk pada proses mental dimana individu melakukan serangkaian proses adaptasi (proses asimilasi dan akomodasi) dengan cara memanfaatkan umpan balik feedback dan umpan maju feedforward. Operasi menunjuk pada proses mental yang berkenaan dengan pemahaman tindakan yang lebih bersifat simbolik daripada teralami (experiential). Contohnya mengurutkan, mengelompokkan, membuat rangkaian, memberi nomor, dan menggabungkan Skemata merupakan alat berpikir dimana kita menyimpan, mengatur dan menggunakan kembali apa-apa yang kita pelajari.

Piaget (Bell-Gredler, 1986: 205) membagi perkembangan kognitif atas empat tahap yakni:
1. Periode Sensorimotor, usia lahir --> 1,5 - 2 tahun. 2. Periode Preoperasional, usia 2 3 sd. 7 8 tahun. 3. Periode Operasional Konkret, usia 7 8 sd 12 14 tahun. 4. Periode Operasional Formal, usia di atas 14 tahun.

Periode Operasional Konkret antara lain ditandai oleh terjadinya cara berpikir logis yang dikaitkan dengan objek nyata. Sedangkan Periode Operasional Formal ditandai antara lain oleh kemampuan berpikir logis dalam berbagai situasi termasuk situasi hipotetis. Bell Gredler (1986:223-224) mengidentifikasi adanya tiga isu pokok dalam pembelajaran, yaitu:
1. Mengembangkan keterampilan Bagaimana Belajar atau How-to-learn skills; 2. Memberi kemudahan alih proses belajar atau transfer of learning;dan 3. Membelajarkan proses pemecahan masalah atau Teaching Problem Solving.

2) Perkembangan Afektif dan Implikasinya terhadap Pembelajaran

Teori perkembangan afektif dikembangkan oleh Erikson (dalam Maier,1978) dengan menggunakan pendekatan afektif bergerak dalam konteks usaha manusia yang berlangsung untuk mencapai kekuasaan melalui keturutsertaan dalam ruang dan waktu. Perkembangan afektif memiliki pengertian penguatan individualitas seseorang dalam kehidupan sosial yang nyata. Perkembangan individu diyakini bersifat somatik atau fisik, sosial dan keteraturan pribadi. Interaksi antar ketiga sifat ia membuat manusia dapat menetapkan tujuan. Kematangan menurutnya akan tiba bila individu menciptakannya secara terpisah atau bersama dalam suatu kurun waktu. Berkenaan dengan hal itu Erikson mengemukakan prinsip tiga dimensi sbb:

a) Ada satu gerak maju dari tahap satu ke tahap berikutnya termasuk gerak balik

dan gerak maju lagi atau tahap sebelum dan sesudahnya.


b) Perkembangan mencakup rangkaian mutualitas antara anak dan pengasuh, antar

teman sebaya, antara pemuda dan dunia pemuda.


c) Perkembangan bersifat relatif atau nisbi.

Atas dasar ketiga prinsip di atas diteorikan adanya lima tahap perkembangan afektif periode kanak-kanak sbb:
1

Rasa kepercayaan dasar (a sense of basic trust), Dicapai pada saat mengatasi rasa tidak percaya diri dalam mewujudkan harapan.Hal ini dapat membantu individu untuk mau menghadapi pengalaman baru.

Rasa mandiri (a sense of autonomy), Dicapai pada saat memerangi rasa ragu dan malu dalam mewujudkan kemauan.Pada saat ini individu memutuskan apa yang dimaui dan kapan harus memaui dengan cara memadukan kemauan sendiri dan kemauan orang lain.

Rasa inisiatif (a sense of initiatives), Dicapai pada saat individu memerlukan rasa inisiatif dan mengatasi rasa dosa dalam mewujudkan tujuan.

Rasa sibuk (sense of industry), Dicapai pada saat mengatasi rasa rendah diri untuk mewujudkan rasa mampu.

Rasa jatidiri (a sense of identify). Dicapai pada saat mengatasi rasa penyerapan jati diri dalam rangka mewujudkan

kemantapan diri. Selanjutnya masuk ke tiga tahap dalam masa dewasa yakni:

Tahap (6) Rasa akrab (a sense of intimacy), Dicapai pada saat memerlukan pendekatan dan solidaritas serta menghindarkan diri dari keterisolasian sebagai perwujudan rasa cinta. Tahap (7) Rasa membangun (sense of generativity), Dicapai pada saat memerlukan rasa kepedulian umum dan menghindarkan diri dari rasa menyendiri dalam rangka mewujudkan kepedulian terhadap masyarakat Tahap (8) Rasa Integritas (a sense of integrity). Dicapai saat memerlukan rasa integritas dan menghindarkan diri dari rasa kecewa sebagai upaya mewujudkan kebijaksanaan(wisdom)

3) Perkembangan Perilaku dan Implikasinya terhadap Pembelajaran

Teori perilaku yang dikembangkan oleh Robert R.Sears memusatkan perhatian pada perilaku yang tampak (overt behavior). Rumusan perilaku Sears berdasar pada siklus Stimulus-Respon dan baginya perkembangan anak selalu dalam unit perilaku didik. Menurut Sears (Maier, 1978:138) tujuan setiap individu ditentukan oleh interaksinya dengan orang lain, dan ia dilahirkan dengan kemampuan untuk belajar yang tak terbatas. Asumsinya tentang perilaku adalah sbb:
a. Perilaku merupakan penyebab dan akibat dari perilaku berikutnya. b. Perilaku didorong sendiri oleh efek pengurangan ketegangan ( tension-reduction

effect).
c. Suatu perilaku yang mendahului pencapaian tujuan mendapat penguatan kerena

perilaku itu diulang sebelum atau sesudah pencapaian tujuan..


d. Semua perilaku yang diperkuat dengan ciri-ciri dorongan yang setara

membentuk sistem motivasi sekunder.


e. Siklus tindakan yang diketahui punya hukum tersendiri dan pola perkembangan

adalah berontak, putus asa, ketergantungan dan identifikasi. Bertolak dari asumsi tersebut di atas, Sears (Maier, 1978: 142-163) mengemukakan adanya tiga tahap perkembangan perilaku, sbb:

Tahap I

Perilaku rudimenter yang berdasar pada kebutuhan dari dalam dan belajar perilaku awal pada masa bayi.

Tahap II

Sistem motivasi sekunder yang berdasar pada belajar yang berorientasi keluarga.

Tahap III

Sistem motivasi sekunder yang berdasar pada proses belajar di luar keluarga.

Pebelajar usia sekolah termasuk dalam tahap III. Pada tahap ini mulai berkembang keseimbangan antara ketergantungan dan kebebasan, munculnya sikap agresif, dan berlangsungnya proses identifikasi dengan model (tauladan) dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Dalam rangka pemanfaatan teori belajar sosial Bell-Gredler (1986: 254) mendasarkan pada tiga asumsi:
a. Proses kognitif pebelajar dan proses pengambilan keputusan merupakan dua

faktor penting dalam belajar.


b. Interaksi segitiga antara lingkungan, faktor pribadi, dan perilaku menentukan

proses belajar.
c. Hasil belajar dapat berwujud perilaku berkode visual dan verbal

B.

Konsep-konsep Sosiologi dalam Rangka Pembelajaran

Dalam sosiologi proses pendidikan atau edukasi disebut proses sosialisasi yang oleh Durkeim diartikan sebagai penyiapan secara metodologis/sistematis para pemuda untuk kehidupan dewasa dalam masyarakat. Proses pembelajaran merupakan proses pendidikan dalam arti sempit yakni pendidikan dalam dunia persekolahan. Karena sosialisasi mengandung pengertian pendidikan dalam arti luas (termasuk pendidikan di luar sekolah). Maka proses pembelajaran dapat diartikan sebagai proses sosialisasi dalam lingkup kecil.

Dilihat dari segi sosiologi sekolah termasuk salah satu pranata/lembaga sosial yang memiliki sistem. Sebagai suatu sistem sosial dalam masyarakat sekolah terdapat kelompok, dengan anggota yang memiliki status dan peran berbeda. Hubungan satu sama lain diatur oleh norma yang diterima atau disepakati karena bersumber dari system nilai yang berlaku dalam masyarakat luas. Interaksi sosial terjadi bukan hanya antar warga sekolah tetapi juga antar sekolah dengan pranata sosial lain dalam masyarakat. Bowditch dan Buono mengemukakan ada lima kelompok dasar:
1

Kelompok primer atau sekunder Kelompok primer ditandai oleh hubungan interpersonal, misalnya keluarga atau persahabatan, kerja. sedangkan kelompok sekunder ditandai oleh hubungan berorientasi tugas atau hubungan dan bersifat intrapersonal, misalnya kelompok

Kelompok formal atau informal Kelompok formal ditandai oleh hubungan berorientasi tujuan atau tugas sebagai bagian dari organisasi, misalnya kelompok kerja departemen. Sedangkan kelompok informal ditandai oleh hubungan yang terus-menerus antar anggota organisasi, tidak terikat tujuan dan bersifat rekreasional dan interpersonal.

Kelompok heterogen atau homogen Kelompok heterogen adalah kelompok yang didalamnya menampung banyak perbedaan, sedang kelompok homogen adalah kelompok yang didasarkan kebersamaan.

Kelompok interaktif atau nominal Kelompok interaktif adalah kelompok yang anggotanya saling berhubungan secara langsung, sedang kelompok nominal adalah kelompok yang interaksi antar anggotanya berlangsung secara tidak langsung.

Kelompok temporer atau permanen Kelompok permanen adalah kelompok yang bekerja secara tetap atau terusmenerus, sedang kelompok temporer bekerja sesuai keperluan

C. Konsep-konsep Komunikasi dalam Rangka Pembelajaran

Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan proses komunikasi antara pembelajar dan pebelajar serta antarpelajar dalam rangka perubahan sikap. Rogers(1083: 17) memberi pengertian komunikasi sebagai proses dimana para partisipan/peserta menciptakan dan saling berbagi informasi satu sama lain guna mencapai pengertian timbal balik. Dalam pengertian tersebut proses komunikasi sekurang-kurangnya harus melibatkan dua orang. Karena itu komunikasi seperti ini dinamakan komunikasi interpersonal. Selain itu ada bentuk komunikasi dalam diri seseorang yang dikenal dengan komunikasi intrapersonal. Situasi pembelajaran dimana seorang pembelajar menghadapi situasi klasikal massal yang lebih dikenal sebagai pembelajaran berorientasi guru (teacher-directed). Pola ini paling optimum bersifat diologis atau dua arah timbal balik. Pola komunikasi banyak arah dapat diterapkan pada situasi pembelajaran yang berorientasi peda kemandirian belajar dari pebelajar. Makin tinggi intensitas proses belajar yang terjadi sebagai dampak dari komunikasi semakin baik proses pembelajaran itu kita nilai. Komunikasi pembelajaran yang tidak menghasilkan proses belajar yang intensif dapat dinilai sebagai komunikasi yang gagal. Dari definisi yang dikemukakan oleh Alport (1935) sikap dapat dijelaskan sbb:
a. Sikap merupakan suatu kecenderungan dalam diri individu yang diwujudkan

dalam bentuk kesiapan mental dan fisik.


b. Sikap terwujudkan dalam bentuk respon atau tanggapan individu terhadap

sesuatu atau sejumlah objek dan situasi yang dihadapi.


c. Kecenderungan dan manifestasi itu diorganisasaikan melalui pengalaman

individu.
d. Sikap berfungsi memberi arah dan langkah kepada individu yang diwujudkan

dalam bentuk respon terhadap objek sikap. Dalam kaitannya dengan proses komunikasi ada beberapa prinsip yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam pembelajaran, antara lain sbb:

a. Sikap seseorang dibentuk oleh informasi yang ia peroleh atau ia hadapi. b. Keterikatan seseorang pada kelompoknya banyak menentukan posisi sikapnya. c. Sikap seseorang mencerminkan pribadinya. d. Perubahan sikap terjadi melalui penyajian informasi tambahan, perubahan

keterikatan kelompok, penguatan, dan prosedur perubahan kepribadian.


e. Arah dan tingkat perubahan sikap yang disebabkan oleh informasi tambahan

merupakan fungsi dari faktor-faktor lingkungan, sumber, media, bentuk dan isi informasi. (Krech dkk, 1962: 225-246).

PENUTUP
KESIMPULAN Konsep dasar psikologi yang menjadi jantungnya proses pembelajaran adalah belajar atau learning. Bila dilihat dari individu yang belajar (pebelajar) proses belajar bersifat eksternal (datang dari luar diri) yang sengaja dirancang ( designed/planned) dan karena itu bersifat rekayasa atau engineering. Sedangkan, dari konsep dasar sosiologi : sekolah termasuk salah satu pranata/lembaga sosial yang memiliki sistem. Sebagai suatu sistem sosial dalam masyarakat sekolah terdapat kelompok, dengan anggota yang memiliki status dan peran berbeda. Hubungan satu sama lain diatur oleh norma yang diterima atau disepakati karena bersumber dari system nilai yang berlaku dalam masyarakat luas. Interaksi sosial terjadi bukan hanya antar warga sekolah tetapi juga antar sekolah dengan pranata sosial lain dalam masyarakat.

Dan yang terakhir, proses pembelajaran pada dasarnya merupakan proses komunikasi antara pembelajar dan pebelajar serta antarpelajar dalam rangka perubahan sikap. Makin tinggi intensitas proses belajar yang terjadi sebagai dampak dari komunikasi semakin baik proses pembelajaran itu kita nilai. Komunikasi pembelajaran yang tidak menghasilkan proses belajar yang intensif dapat dinilai sebagai komunikasi yang gagal.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Udin S. Winataputra M.A. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai