Anda di halaman 1dari 41

Skenario Tuan Amir, umur 32 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit karena sudah 8 hari ini demam terus

menerus disertai nyeri ulu hati, mual dan lidah terasa pahit. Sejak 5 hari yang lalu tidak buang air besar. Pada pemeriksaan fisik dijumpai: kesadaran deliruium, temperatur 39o C, nadi 136 x / menit, tensi 80/60 mmHg, RR 28 x/menit, lidah kotor, nyeri tekan pada epigastrium. Dua hari sebelumnya berobat ke dokter umum, mendapat tablet ciprofloksasin 2 x 500 mg dan parasetamol 3 x 500 mg, namun masih juga belum turun demamnya. Hasil laboratorium: Hb: 12 mg/dl, leukosit 13.000/mm3, LED 12 mm/jam, hematokrit 36 mg%, trombosit 210.0000/mm3, Diff count:0/0/0/75/23/2. Kondisi apa yang dialami tuan Amir dan apa kemungkinan penyakit yang menyebabkannya?

I.

Klarifikasi Istilah a. Demam : peningkatan suhu tubuh di atas normal b. Nyeri ulu hati : nyeri pada bagian epigastrium c. Mual : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium dan abdomen, dengan kecenderungan untuk muntah d. Delirium : gangguan mental yang berlangsung singkat biasanya mencerminkan keadaan toksik, yang ditandai oleh ilusi, halusinasi, delusi, kegirangan, kurang istirahat, dan inkoheren. e. Lidah kotor : adanya bercak/selaput abnormal di lidah f. Epigastrium : daerah perut bagian tengah dan atas yang terletak di antara angulus sterni. g. Siprofloksasin
1

h. Parasetamol

II. Identifikasi Masalah a. Tn Amir (32 th) sudah 8 hari demam terus menerus disertai nyeri ulu hati, mual, lidah terasa pahit dan tidak BAB selama 5 hari. b. Pemeriksaan fisik : Kesadaran : delirium Temperatur : 39oC Nadi : 136x/menit Tekanan darah : 80/60 mmHg RR : 28x/menit Lidah kotor Nyeri tekan pada epigastrium

c. Dua hari sebelumnya, Tn Amir diberi obat siprofloksasin 2x500 mg dan parasetamol 3x500 mg oleh dokter umum, namun demam tidak turun. d. Hasil lab : Hb : 12 mg/dl Leukosit : 13.000 /mm3 LED : 12 mm/jam Hematokrit : 36 mg% Trombosit : 210.000/mm3 Diff count : 0/0/0/75/23/2 Tes Widal : titer 0 = 1/320, titer H = 1/640
2

III. Analisis Masalah a. Tn Amir (32 th) sudah 8 hari demam terus menerus disertai nyeri ulu hati, mual, lidah terasa pahit dan tidak BAB selama 5 hari. 1. Bagaimana etiologi dan patofisiologi demam? Etiologi Gangguan otak atau akibat zat yang menimbulkan demam (pirogen) yang menyebabkan perubahan set point. Zat pirogen ini bisa berupa protein, pecahan protein, dan zat lain (terutama kompleks lipopolisakarida atau pirogen hasil dari degenerasi jaringan tubuh yang menyebabkan demam selama keadaan sakit). Pirogen eksogen merupakan bagian dari patogen, terutama kompleks lipopolisakarida (endotoksin) bakteri gram (-) yang dilepas bakteri toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu.

Patofisiologi Ketika tubuh bereaksi adanya pirogen atau patogen. Pirogen akan diopsonisasi (harfiah=siap dimakan) komplemen dan difagosit leukosit darah, limfosit, makrofag (sel kupffer di hati). Proses ini melepaskan sitokin, diantaranya pirogen endogen interleukin-1 (IL-1), IL-1, 6, 8, dan 11, interferon 2 dan , Tumor nekrosis factor TNF (kahektin) dan TNF (limfotoksin), macrophage inflammatory protein MIP1. Sitokin ini diduga mencapai organ sirkumventrikular otak yang tidak memiliki sawar darah otak. Sehingga terjadi demam pada organ ini atau yang berdekatan dengan area preoptik dan organ vaskulosa lamina terminalis (OVLT) (daerah hipotalamus) melalui pembentukan prostaglandin PGE. Ketika demam meningkat (karena nilai sebenarnya menyimpang dari set level yang tiba-tiba meningkat), pengeluaran panas akan dikurangi melalui kulit sehingga kulit menjadi dingin (perasaan dingin), produksi panas juga meningkat
3

karena menggigil (tremor). Keadaan ini berlangsung terus sampai nilai sebenarnya mendekati set level normal (suhu normal). Bila demam turun, aliran darah ke kulit meningkat sehingga orang tersebut akan merasa kepanasan dan mengeluarkan keringat yang banyak. Pada mekanisme tubuh alamiah, demam bermanfaat sebagai proses imun. Pada proses ini, terjadi pelepasan IL-1 yang akan mengaktifkan sel T. Suhu tinggi (demam) juga berfungsi meningkatkan keaktifan sel T dan B terhadap organisme patogen. Konsentrasi logam dasar di plasma (seng, tembaga, besi) yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri dikurangi. Selanjutnya, sel yang rusak karena virus, juga dimusnahkan sehinga replikasi virus dihambat. Namun konsekuensi demam secara umum timbul segera setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu). Perubahan anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan konsekuensi berupa gangguan keseimbangan cairan tubuh, peningkatan metabolisme, juga peningkatan kadar sisa metabolism, peningkatan frekuensi denyut jantung (8-12 menit /C) dan metabolisme energi. Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit kepala, peningkatan gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak), pada keadaan tertentu demam menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena demam) serta kejang. 2. Mengapa demamnya berlangsung selama 8 hari dan apa tipe demam yang dialami Tn Amir? Karena tuan amir megalami infeksi tifoid oleh salmonella typhi yg masa inkubasinya 7-14hari. Pada kasus typoid ini mulai mengalami simptomatiknya (salah satunya demam) pada saat terjadinya bakterimia 2. Demam yang terjadi pada Tn Amir diakibatkan dirinya menderita demam tifoid yang demamnya timbul lebih dari 7 hari. Tipe demam yg ddialaminya antara demam remiten (karena terkena tifoid) atau demam continous (yang mungkin terjadi karena ia mengalami sepsis) karena yg tercantum dari scenario merupakan demam yg bermakna ganda.

3.

Bagaimana etiologi dan patofisiologi nyeri ulu hati?


4

Dari hasil pemeriksaan fisik, diketahui bahwa terjadi pembesaran hati dan limpa. Limfa berada di bagian kiri atas abdomen di antara gaster dan diapraghma, yang terletak sepanjang sumbu panjang costa X sinistra. Sedangkan hepar, berada pada bagian atas cavitas abdominalis. Di bagian cavitas abdominis dan cavitas pelvis, ada membrana serosa tipis yang melapisi dinding tersebut yang disebut peritoneum. Persarafan yang terdapat pada peritoneum ada dua, yaitu peritoneum parietale dan peritoneum viscerale. Peritoneum parietale peka terhadap rasa nyeri, suhu, raba dan tekan. Sedangkan bagian peritoneum viscerale, hanya peka terhadap regangan dan robekan, dan tidak peka terhadap rasa raba, tekan atau suhu. Ini dipersarafi oleh saraf aferen otonom yang menyarafi visera atau yang berjalan melalui mesentrium. Peregangan yang berlebihan dan organ berongga (dalam hal ini adalah pembesaran hati dan limpa) menimbulkan rasa nyeri yang dirasakan pada epigastrium.

4.

Bagaimana etiologi dan patofisiologi mual? Dilhat dari gejala yang dialami Tn Amir, kemungkinan dirinya terinfeksi Salmonella sp. Salmonella yang masuk ke dalam lambung menyebabkan peningkatan asam lambung. Peningkatan asam lambung ini menyebabkan timbulnya rasa mual. Hati dan spleen yang membesar juga dapat mengakibatkan terjadinya mual akibat penekanan yang terjadi pada lambung.

5.

Bagaimana etiologi dan patofisiologi lidah pahit? Sensasi pahit di lidah biasanya tidak hadir sendirian. Gejala tersebut selalu hadir menyertai kondisi lain yakni mulut kering dan napas tidak sedap. makanan perlu dilarutkan dengan liur agar bisa dirasakan oleh lidah. Karena itu jika mulut sedang kering, kemampuan lidah untuk mengecap rasa juga akan berkurang. Mulut kering umumnya disebabkan oleh berkurangnya produksi air liur karena berbagai hal. Liur sedikit artinya oksigen juga berkurang, sehingga memicu pertumbuhan bakteri anaerob.Bakteri-bakteri tersebut memproduksi gas sulfur
5

dalam jumlah besar dan menyebabkan bau mulut yang tidak sedap. Bakteri itu sendiri juga bisa menyebabkan sensasi pahit di lidah. Faktor-faktor lain yang menyebabkan lidah pahit antara lain: Obat-obatan (anti-tiroid, sediaan seng, antibiotik, obat-obat syaraf, dll) Radiasi dan obat-obat kemoterapi Penuaan (fungsi pengecapan dan penciuman menurun) Kondisi medis (Bell's Palsy, Parkinson, Diabetes, GERD, dll) Cedera pada mulut, hidung atau kepala Kebersihan mulut yang tidak terjaga Infeksi jamur pada lidah atau area mulut Kanker di kepala atau leher

6.

Bagaimana etiologi dan patofisiologi tidak BAB selama 5 hari? Infeksi s. typii Mempengaruhi kerja gastrointestinal (colon) Tinja statis di colon Penyerapa n air >>

konstipasi

Kesulitan untuk defekasi

Tinja kering dan keras

Infeksi S.typii akan mengakibatkan terjadinya ulcers pada usus besar yang mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada usus tersebut. Sehingga terjadi konstipasi.

7.

Bagaimana hubungan antar gejala?


6

Suhu tubuh yang tinggi mengakibatkan terjadinya peningkatan penguapan cairan tubuh sehingga terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan produksi saliva menurun. Produksi saliva yang menurun ini mengakibatkan terjadinya gangguan pengecapan sehingga lidah terasa pahit. Selain itu lidah yang terasa pahit ini disebabkan oleh meningkatnya toksin yang dikelurakan oleh bakteri yang ada di mulut akibat saliva yang berkurang.

Rasa mual dan nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh hepatosplenomegaly akibat infeksi S. thypii.

b. Pemeriksaan fisik : 1. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik? Mengapa? Delirium Menunjukan bahwa adanya penurunan kesadaran pada tuan Amir yang disertai dengan adanya kekacauan motorik, misalnya: gaduh, gelisah, kacau, disorietasi, dan meronta-ronta Penurunan tingkat kesadaran ini terjadi karena kurangnya suplai darah ke otak sehingga otak kekurangan oksigen dan glukosa.Kurangnya suplai darah ini diakibatkan oleh adanya gangguan vaskularisasi Karena adanya kerusakan endotel oleh endotoksin.Selain itu Endiotoksin juga akan mengaktivkan komplemen, kemudian komplemen akan mengeluarkan anaphylatoksin yang akan merangasan sel mast dan basofil untuk mengeluarkan histamine yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler dan menyebabkan kegagalan perfusi jaringan. RR: 28X/menit Nilai normal RR adalah 16-20X/menit RR tuan amir tidak normal ( terjadi peningakatan RR/takipneu)

Hal ini disebabkan oleh adanya kegagalan perfusi jaringan yang menyebabkan kebutuhan tubuh akan oksigen tidak terpenuhi,jadi sebagai kompensasinya tubuh mencoba untuk meningkatkan frekuensi nafas dengan tujuan dapat memperoleh oksigen yang lebih banyak untuk mencukupi kebutuhan oksigen dalam tubuh. Temperatur: 39oC Nilai normal temperatur tubuh adalah 36,5-37,2oC Temperatur tubuh Tn.Amir tidak normal, terjadi peningkatan suhu diatas normal( fibris) ini memnujukan ada bahwa tn.Amin sedang mengalami demam Peningkatan suhu/demam ini terjadi sebagai respons tubuh terhadap endotoksin yang dikueluarkan oleh Samonella thypi. - Tekanan darah: 80/60 mmHg Nilai normal tekanan darah adalah 120/80 mmhg Tekanan darah tuan amir tidak normal, tejadi penurunan tekanan darah dibawah normal( Hipotensi) Hipotensi terjadi karena adanya pengaruh berbagai mediator inflamasi mennyebabkan disfungsi moikard

contohnya TNF,TNF dalam dapat sehingga menurunkan tekanan Darah. Nadi: 136 x/menit Nilai normal adalah 60-100 x/menit

dengan mencegah kontaktilitas miokard dan tonus otot polos vaskular

Nadi tuan amir tidak normal,terjadi peningakatan nadi diatas normal (Takikardi) Peningkatan ini terjadi akibat pengaruh dari mediator-mediator inflamasi contohnya histamin,histamin dapat meningkatkan kontraksi otot polos yang menyebabkan peningkatan nadi. Selain itu peningkatan nadi juga terjadi akibat tekanan darah yang menurun. Lidah kotor Lidah kotor yang khas untuk pasien typoid yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor.
8

Selaput lidah normalnya ada selaput tipis agak keputihan, karena dalam kasus selaput lidahnya coklat kotor dapat dicurigai adanya patogen dilambungnya karena selaput lidah menunjukan keadaan organ tubuh terutama lambung. Ujung dan Tepi merah.Warna merah menandakan adanya panas. Jika warna merah hanya pada ujung lidah, menandakan ada panas pada jantung. Jika warna merah hanya pada sisi lidah, menunjukkan adanya panas pada hati atau kandung empedu. Nyeri Epigastrium Menunjukan adanya pembekakan atau perdarahan pada organ atau jaringa tubuh yang berada dibagian epigastrium dalam kasus ini adanya Hepatospllenmegaly.

2. Adakah hubungan gejala dengan hasil pemeriksaan fisik? Jelaskan! Demam (temperatur 39oC) dan delirium IL-1 dikeluarkan akibat infeksi Salmonella typhii. IL-1 ini dapat mengganggu tingkat kesadaran seseorang. Pada kasus ini, Tn Amir mengalami delirium. Lidah pahit dan kotor lidah pahit dan kotor terjadi akibat adanya bakteri Salmonella di dalam mulut. Salmonella tersebut akan menyebabkan pengecapan terganggu dan mengeluarkan toksik yang terasa pahit. Nyeri tekan pada epigastrium nyeri pada epigastrium yg dirasakan Tn Amir dikarenakan terjadinya pembesaran hati dan limfa.

c. Dua hari sebelumnya, Tn Amir diberi obat siprofloksasin 2x500 mg dan parasetamol 3x500 mg oleh dokter umum, namun demam tidak turun. 1. Jelaskan kandungan, indikasi, kontra, dosis, cara kerja, efek samping, dll dari siprofloksasin? Sintesis

2. Jelaskan kandungan, indikasi, kontra indikasi, dosis, cara kerja, efek samping, dll dari parasetamol? Sintesis

3. Mengapa panasnya tidak turun walaupun telah di beri obat? Ada beberapa kemungkinan: Resisten Bisa jadi,salmonella typhi nya sudah resisten terhadap siprofloksasin, sehinggga pemakaian obat ini tidak ampuh lagi. - Pemakaiannya kurang lama. Pada tifoid, apabila diberi siprofloksasin dosis yang seharusnya diberikan sebesar 2x500 mg selama 6 hari. Sedangkan pada kasus ini Tn. amir baru menggunakannya 2 hari. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan manfaat dari obat tersebut belum terlihat akibat penggunaanya yang baru 2 hari. - Tn.amir telah menderita sepsis Siprofloksasin dan parasetamol berfungsi untuk menurunkan panas dan

membunuh Salmonella typhii. Namun pada kasus ini, demam yang dialami Tn Amir belum turun setelah pemberian siprofloksasin dan parasetamol. Hal ini kemungkinana dikarenakan Tn Amir telah mengalami sepsis sehingga kedua obat ini kurang ampuh. Obat tersebut seharusnya dikombinasikan dengan obat lainnya agar dapat menangani sepsis.

d. Hasil lab : 1. Bagaimana interpretasi hasil lab? Mengapa? - Hb : 12 mg/dl (normalnya 12-16) normal - Leukosit : 13.000 /mm3 (normalnya 4500-11000) tinggi karena terdapat infeksi salmoneela typii sehingga jumlah leukosit diperbanyak untuk melawan bakteri
10

- LED : 12 mm/jam (normalnya kurang dari 25) normal - Hematokrit : 36 mg% (normalnya 39,0-45 untuk perempuan 40-48 untuk laki) rendah disebabkan oleh adanya infeksi salmonella typii, untuk menyeimbangan jumlah sel darah putih dalam darah maka jumlah sel darah merah jumlah pembentukannya dikurangi - Trombosit : 210.000/mm3 (normalnya 150.000-350.000) normal - Diff count : 0/0/0/75/23/2 (normalnya 0-1/1-3/3-5/50-70/25-35/4-6) tinggi untuk netrofil segmen, netrofil banyak dibentuk untuk melawan bakteri.

2. Adakah hubungan gejala dengan hasil lab? Jelaskan! Hubungan antara gejala dan hasil lab disini tampak pada gejala demam, leukositosis dan hasil differential count. Pada saat demam, kecenderungan sistem imun tubuh untuk merangsang produksi leukosit, sehingga memungkinkan terjadinya leukositosis. Sedangkan pada hasil differential count, semua perhitungan normal, kecuali pada neutrofil segmen. Peningkatan differential count ke arah kiri menandakan terjadinya penyakit yang akut. Pada gejala Tn.Amir ini, demam baru timbul selama delapan hari, sehingga belum dapat dikatakan kronik (lebih dari empat belas hari) yang akan menunjukkan pergeseran differential count ke arah kanan.

3. Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan lab, kondisi apa yang di derita Tn Amir? Tn Amir mengalami sepsis karena telah timbul gejala demam > 38 oC, takipneu, takikardi, leukosit > 12.000/mm3, hipotensi dan menderita demam tifoid.

4. Apa saja DD penyakit yang diderita Tn Amir? Stadium dini:


11

Influenza Gastroenteritis Bronkitis Bronkopneumonia

Stadium lanjut (demam tifoid berat): - Demam paratifoid - Malaria - TBC (Tuberkulosis) milier - Meningitis - Endokarditis bakterial - Sepsis - Leukemia - Limfoma - Penyakit Hodgkin - Infeksi Rickettsia (penyebab Q fever)

5. Apa saja etiologi penyakit yang diderita Tn Amir? Shock sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (dengu ehemorrhagic fever, herpes viruses), protozoa (malaria falciparum).

12

Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Root, 1991).

6. Apa saja epidemiologi penyakit yang diderita Tn Amir? Respon sepsis merupakan faktor yang berkontribusi pada lebih dari 200.000 kematian per tahun di US. Insidensi dari severe sepsis dan syok sepsis meningkat selama 20 th terakhir dan angka pertahunnya lebih dari 700.000 (3 per 1000 populasi). Peningkatan angka kejadian severe sepsis di US dapat berasal dari proses penuaan populasi, peningkatan pasien usia lanjut dengan penyakit kronik, dan frekuensi yang relatif tinggi sepsis yang berkembang pada penderita AIDS. Infeksi bakteri invansif adalah hal yang penting dalam penyebab kematian di seluruh dunia terutama anak anak. Di sub-Saharan Africa, sebagai contoh, dengan screening yang hati hati untuk blood culture yang positif ditemukan bahwa community-acquired bacteremia diperkirakan pada setidaknya seperempat kematian anak diatas usia satu tahun. Nontyphoidal salmonella species, streptococcis pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Escherichia coli yang paling banyak ditemui pada pengisolasian bakteri tersebut.

7. Bagaimana patogenesis penyakit yang diderita Tn Amir? sintesis

8. Apa saja manifestasi klinis penyakit yang diderita Tn Amir? Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya di dahului oleh tanda-tanda sepsis nonspesifik meliputi demam, mengigil dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah atau kebingungan(delirium). Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat di jumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non-infeksisus. Tempat infeksi yang paling sering : paru, traktur digestifus, traktus urinaris, jaringan lunak dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan determinan penting untuk terjadinya berat tidaknya gejala-gejala sepsis. Gejala sepsis tersebut akan
13

menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulosiopenia.

9. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit yang diderita Tn Amir? sintesis

10. Bagaimana pemeriksaan penunjang penyakit yang diderita Tn Amir? Dalam diagnosis sepsis ini biasanya dilakukan 2 pemeriksaan yaitu dengan procalcitonin dan pemeriksaan C-reaktif protein.

11. Bagaimana tatalaksana penyakit yang diderita Tn Amir? sintesis

12. Apa saja komplikasi penyakit yang diderita Tn Amir? Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain: cardiopulmonary complications, renal complications, coagulopathy yaitu munculnya thrombocytopenia, dan neurologic complications.

13. Bagaimana prognosis penyakit yang diderita Tn Amir? Sintesis

IV. Hipotesis Tn Amir, 32 th, mengalami sepsis karena menderita demam tifoid toksik.

V. Kerangka Konsep

Tn Amir 14

Hipotensi

Takikardi Infeksi Salmonella sp SIRS Takipneu

Mual

Leukosito Epigastri um nyeri Demam

Lidah pahit dan Sepsis

VI. Learning Issue Pokok Bahasan a. Demam Tifoid What I Know Definisi What I don`t Know Etiologi, epidemiologi, What I have to prove Tn Amir menderita demam tifoid b. Siprofloksasin Definisi Indikasi, dosis, kontra indikasi, perhatian, efek samping, over dosis, interaksi obat, dll c. Parasetamol Definisi Indikasi, dosis, kontra Alasan parasetamol tidak
15

How I will Learn Text book dan jurnal

Alasan siprofloksasin tidak dapat menurunkan panas pada Tn Amir.

indikasi, perhatian, efek samping, over dosis, interaksi obat, dll d. Sepsis Definisi Patofisiologi

dapat menurunkan panas pada Tn Amir.

Tn Amir mengalami sepsis

VII. Sintesis a. Tifoid fever Epidemiologi Demam tifoid merupakan penyakit endermik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekwensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekwensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan terkait dengan sanitasi lingkungan; di rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760810 per 100.000 penduduk. Kemudian Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Tetapi dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT DEPKES RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi. Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 3002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Ada dua sumber penularan S.typhi :
16

pasien yang menderita demam tifoid dan yang lebih sering dari carrier yaitu orang yang telah sembuh dari demam tifoid namun masih mengeksresikan S. typhi dalam tinja selama lebih dari satu tahun.

Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob. Kuman ini mati pada suhu 56C dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu.

Patogenesis Masuknya kuman S. Thypii dan S.Parathypii kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi dengan kuman. Sebagian kuman di musnahkan di dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembangbiak. Bila respon imunitas humurol mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia ( jaringan penyokong yang melapisi membrane mukosa). Di dalam lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembangbiak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawah ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus(saluran) torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembangbiak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam

17

sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator infalamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi. Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan ( S.Thypii intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

Patofisiologi HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lamung, sehingga Salmonella spp dapat masuk ke dalam usus penderita dengan lebih senang. Salmonella spp seterusnya memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella spp. Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya
18

mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding kandung empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang. Kelainan utama terjadi pada usus kecil, hanya kadangkadang pada kolon bagian atas, maka Salmonella paratyphi B dapat menimbulkan lesi pada seluruh bagian kolon dan lambung. Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh pembuntuan pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai membran serosa. Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.
19

Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut. Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis. Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid.

Manifestasi Klinis Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dna terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.

Diagnosis Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel najis atau darah bagi mengesan kehadiran bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan membiakkan darah pada hari 14 yang pertama dari penyakit. Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai posotif pada hari kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang
20

2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Namun, penggunaan tes Widal dalam membantu diagnosis demam tifoid masih kontroversial dan tidak dianjurkan. Hal ini dikarenakan tes Widal kurang sensitif dan kurang spesifik untuk diganosis, ditambah lagi hasilnya bervariasi antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Tes ini sebenarnya untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen O dan H dari S typhi. Masalahnya, tidak hanya S typhi yang memiliki antigen O dan H ini, tetapi Salmonella serotype lain juga. Selain itu antigen O dan H pada S typhi juga bereaksi silang dengan antigen Enterobacteriaceae. Pasien dengan demam tifoid juga tidak selalu menimbulkan kadar antibodi yang dapat terdeteksi ataupun menunjukkan kenaikan titer antibodi. Jika diagnosa demam tifoid ditegakkan hanya berdasarkan tes Widal ini, maka tidak jarang terjadi overdiagnosis. Pemeriksaan penunjang lain masih dikembangkan untuk membantu mendiagnosis demam tifoid. Sekarang sdh ada pemeriksaaan demam Typoid yg spesifik dan sensitif dengan menggunakan Metode terbaru yaitu TUBEX TF memang lebih unggul dibandingkan tes Widal, akan tetapi biayanya mencapai 4 kali biaya tes Widal. Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella. Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat lekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus. Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa

21

saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh manusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng, misalnya nanti juga sembuh sendiri. Tapi untuk menentukan dengan cepat sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah. Tata laksana Istirahat dan Perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan BAB akan membantu dan mempercepat proses penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali di jaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga. Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan supportive), dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasian secara optimal. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masaa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring , kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar, dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengna tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa ( menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan denagn aman pada pasien demam tifoid. Pemberian antimikroba, dengna tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.Pembagian obat-obatan untuk demam tifoid, yaitu: Kloramfenikol. Di Indonesia merupakan obat utama yang digunakan, dosis yang diberiakan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas . Penyuntikan
22

intramuscular tidak dibolehkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkandan tempat penyuntikan terasa nyeri. Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari atau ada juga yang menyebutkan turun demam rata-rata setelah hari ke 5. Tiamfenikol . Dosis dan efektifitas sama dengna obat Kloramfenikol akan tetapi komplikasi hematologinya lebih rendan dari obat Kloramfenikol yaitu terjadinya anemia aplastik lebih rendah. Demam turun rata-rata Pada hari ke-5 samapai ke6. Kotrimoksazol. Efektifitas dan komplikasi sama dengan obat Tiamfenikol . Dosis orang dewasa 2 x 2 tablet ( 1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetropim) deberikan selama 2 minggu. Ampisilin dan Amoksilin . Kemampuan menurunkan demam lebih rendah dari pada Kloramfenikol, dosis yang diberikan 50-150 mg/kg BB digunakan selama 2 minggu. Sefalosporin generasi ketiga. Seftriakson adalah gol. obat ini sangat efektif dan dosisnya 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama jam perinfus sekali/hari diberikan selama 3 hingga 5 hari. Golongan Fluorokuinolon.Gol ini beberapa, jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya: Norfloksasin dosis 2x400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 16 hari Ofloksain 2x400 mg/hari selama 7 hari Pefloksain 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari k-4. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan Norfloksasin yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik dengan Fluorokuinolon yang
23

dikembangkan kemudian.

Kombinasi obat anti mikroba. Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septic, yang pernah terbukti ditemuakn 2 macam organism dalam kultur darah selain kuman salmonella. Kortikosteroid. Penggunaan steoid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septic dosis 3x5 mg. Pengobatan demam tifoid pada wanita hamil. Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dikhawatirkan terjadi partus premature, kematian fetus intrauterine dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan pada trimester ke-1 karena kemungkinan efek teratogenik pada fetus , pada kehamilan lanjut boleh digunakan . Obat yang dianjurkan Ampisilin, Amoksisilin, Sftriakson.

b. Siprofloksasin Farmakologi: Siprofloksasin merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon, bekerja dengan cara mempengaruhi enzim DNA gyrase pada bakteri.Siprofloksasin merupakan antibiotik untuk bakteri gram positif dan negatif yang sensitif.

Indikasi

Infeksi saluran kemih termasuk prostatitis Uretritis dan servisitis gonorhea Infeksi saluran cerna, demam tifoid yang disebabkan oleh S. typhi khasiat Siprofloksasin untuk eradikasi chronic thypoid carrier belum diketahui.

Infeksi saluran nafas kecuali pneumonia akibat streptococcus Infeksi kulit dan jaringan lunak
24

Infeksi tulang dan sendi.

Kontraindikasi:

Penderita yang hipersensitif terhadap siprofloksasin atau antibiotik derivat kuinolon lainnya. Wanita hamil dan menyusui Anak-anak di bawah usia 18 tahun.

Efek Samping:

Efek terhadap saluran cerna Mual, diare, muntah, gangguan pencernaan, dyspepsia nyeri abdomen, flatulensi, anoreksia, dispagia.

Efek terhadap sistem syaraf Pusing, sakit kepala, rasa letih, insomnia, agitasi, tremor, sangat jarang: paralgesia perifer, berkeringat, kejang, anxietas, mimpi buruk, konfusi, depresi, halusinasi, gangguan pengecapan dan penciuman, gangguan penglihatan (misal penglihatan ganda, warna-warni).

Reaksi hipersensitifitas Reaksi kulit kemerahan pada kulit pruritus, drug fever. Reaksi anafilaktik/ anafilaktoid (seperti edema pada wajah, vaskuler dan larynx, dispnea yang bertambah berat sehingga terjadi syok yang mengancam jiwa). Hemoragia punklata (petechiae), pembentukan blister disertai pendarahan kulit (bullae haemorrhagica) dan nodulus-nodulus kecil (papula) disertai pembentukan krusta yang menunjukkan adanya kelainan vaskuler (vaskulitis), sindroma StevenJohnson.

Efek terhadap renal/urogenital

25

Nefritis interstisiel, gagal ginjal, termasuk gagal ginjal yang transient, polyuria, retensi urine, pendarahan urethal, vaginitis dan asidosis.

Efek terhadap hati Hepatitis, sangat jarang: kelainan hati yang luas seperti nekrosis hati.

Efek terhadap kardiovaskuler Jarang: takikardia, palpitasi, atrial flutter, venticular ectopi, sinkope-hipertensi angina pektoris, infark myocardial, cardiopulmonary arrest, cerebral trombosis, wajah merah dan panas, migren, pingsan.

Efek pada darah Eosinofilia, leukositopenia, leukositosis, anemia granulositopenia.

Efek pada nilai laboratorium/deposit urin Kadar transaminase dan alkali fosfatase dalam darah mungkin meningkat untuk sementara; ikterus kolestatik dapat terjadi terutama pada pasien yang pernah mengalami kelainan; peningkatan kadar urea, kreatinin dan bilirubin darah secara transien; hiperglikemia; pada kasus tertentu: kristaluria dan hematuria.

Dosis Dewasa:

Infeksi ginjal yang tidak terkomplikasi dan infeksi saluran urin bagian atas dan bawah: 2 x 100 mg sehari Infeksi lain: 2 x 200 mg sehari Gonorrhea akut dan cystitis akut yang tidak terkomplikasi pada wanita: infus tunggal 100 mg. Penderita usia lanjut mungkin diberikan dosis lebih rendah tergantung dari beratnya penyakit dan bersihan kreatinin.

26

Dosis pada gangguan fungsi ginjal:Bila bersihan kreatinin kurang dari 20 ml/menit, maka dosis normal hanya diberikan 1 kali sehari atau jika diberikan 2 kali sehari, dosis harus dikurangi separuhnya.

Farmakodinamik Antibiotik fluorokuinolon memasuki sel dengan cara difusi pasif melalui kanal protein terisi air (porins) pada membran luar bakteri secara intra selular, secara unik obat-obat ini menghambat replikasi DNA bakteri dengan cara mengganggu kerja DNA girase (topoisomerase II) selama pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Topoisomerase II adalah enzim yang mengubah konfigurasi atau topologi DNA dengan cara suatu mekanisme menakik (nicking), menembus, dan menutup kembali (re-sealing) tanpa mengubah struktur primernya. Pengikatan kuinolon pada enzim dan DNA untuk membentuk suatu kompleks menghambat langkah penggabungan kembali dan dapat menyebabkan kematian sel dengan menimbulkan keretakan DNA. Spektrum Antibakteri Siprofloksasin Siprofloksasin bersifat bakterisid, terutama aktif terhadap bakteri gram negatif dan memiliki aktivitas lemah terhadap gram positif. Berikut ini adalah spektrum antibakteri siprofloksasin : Mikroorganisme gram positif aerobik Enterococcus faecalis (banyak strain hanya memiliki sensitivitas sedang) Staphylococcus aureus (hanya strain yang sensitif terhadap metisilin) Staphylococcus epidermidis (hanya strain yang sensitif terhadap metisilin) Staphylococcus saprophyticus Streptococcus pneumoniae (hanya strain yang sensitif terhadap penisilin) Streptococcus pyogenes Mikroorganisme gram negatif aerobik Campylobacter jejuni Proteus mirabilis Citrobacter diversus Proteus vulgaris Citrobacter freundii Providencia rettgeri
27

Enterobacter cloacae Providencia stuartii Escherichia coli Pseudomonas aeruginosa Haemophilus influenzae Salmonella typhi Haemophilus parainfluenzae Serratia marcescens Klebsiella pneumoniae Shigella boydii Moraxella catarrhalis Shigella dysenteriae Morganella morganii Shigella flexneri Neisseria gonorrhoeae Shigella sonnei Lainnya : Bacillus anthracis

Farmakokinetik Absorpsi Siprofloksasin oral diserap dengan baik melalui saluran cerna. Bioavailabilitas absolut adalah sekitar 70%, tanpa kehilangan yang bermakna dari metabolisme fase pertama. Berikut ini adalah konsentrasi serum maksimal dan area di bawah kurva (area under the curve, AUC) dari siprofloksasin yang diberikan pada dosis 250 ~ 1000 mg. Konsentrasi serum maksimal dicapai 1 sampai 2 jam setelah dosis oral. Konsentrasi rata-rata 12 jam setelah dosis 250, 500 dan 750 mg adalah 0,1; 0,2 dan 0,4 mg/mL. Distribusi Ikatan siprofloksasin terhadap protein serum adalah 20-40% sehingga tidak cukup untuk menyebabkan interaksi ikatan protein yang bermakna dengan obat lain. Setelah administrasi oral, siprofloksasin didistribusikan ke seluruh tubuh. Konsentrasi jaringan seringkali melebihi konsentrasi serum, terutama di jaringan genital, termasuk prostat. Siprofloksasin ditemukan dalam bentuk aktif di saliva, sekret nasal dan bronkus, mukosa sinus, sputum cairan gelembung kulit, limfe, cairan peritoneal, empedu dan jaringan prostat. Siprofloksasin juga dideteksi di paru-paru, kulit, jaringan lemak, otot, kartilago dan tulang. Obat ini berdifusi ke cairan serebro spinal, namun konsentrasi di CSS adalah kurang dari 10%

28

konsentrasi serum puncak. Siprofloksasin juga ditemukan pada konsentrasi rendah di aqueous humor dan vitreus humor. Metabolisme Empat metabolit siprofloksasin yang memiliki aktivitas antimikrobial yang lebih rendah dari siprofloksasin bentuk asli telah diidentifikasi di urin manusia sebesar 15% dari dosis oral.

Ekskresi Waktu paruh eliminasi serum pada subjek dengan fungsi ginjal normal adalah sekitar 4 jam. Sebesar 40-50% dari dosis yang diminum akan diekskresikan melalui urin dalam bentuk awal sebagai obat yang belum diubah. Ekskresi siprofloksasin melalui urin akan lengkap setelah 24 jam . Dalam urin semua fluorokuinolon mencapai kadar yang melampaui konsentrasi hambat minimal (KHM) untuk kebanyakan kuman patogen selama minimal 12 jam. Klirens ginjal dari siprofloksasin, yaitu sekitar 300 mL/menit, melebihi laju filtrasi glomerulus yang sebesar 120 mL/menit. Oleh karena itu, sekresi tubular aktif memainkan peran penting dalam eliminasi obat ini. Pemberian siprofloksasin bersama probenesid berakibat pada penurunan 50% klirens renal siprofloksasin dan peningkatan 50% pada konsentrasi sistemik.

c. Parasetamol Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang (termasuk sakit kepala, mialgia, keluahan sesudah imunisasi, dan keluhan sesudah tonsilektomi), serta menurunkan demam yang menyertai infeksi bakteri dan virus. Dosis Demam setelah imunisasi per oral:
29

BAYI 2-3 bulan, 60 mg diikuti dosis kedua, jika perlu, 4-6 jam kemudian. Ingatkan orang tua untuk menghubungi tenaga kesehatan jika demam menetap setelah dosis kedua Nyeri ringan sedang atau demam per oral: DEWASA 0,5 1 g tiap 4-6 jam, maksimal 4 g sehari; ANAK dibawah 3 bulan (lihat di bawah), 3 bulan 1 tahun 60-125 mg, 1-5 tahun 120-250 mg, 6-12 tahun 250-500 mg, dosis ini dapat diulang tiap 4-6 jam jika perlu (maksimal 4 dosis dalam 24 jam) per rectal: DEWASA 0,5 1 g; ANAK 1-5 tahun 125-250 mg, 6-12 tahun 250-500 mg; dosis diberikan tiap 4-6 jam jika perlu, maksimal 4 dosis dalam 24 jam Bayi kurang dari 3 bulan sebaiknya tidak diberikan parasetamol kecuali dianjurkan dokter; dosis 10 mg/kg (5 mg/kg jika jaundice) bisa diberikan Pengobatan serangan migren akut per oral: DEWASA 0,5 1 g saat serangan pertama, dapat diulang tiap 4-6 jam jika perlu, maksimal 4 g sehari; ANAK 6-12 tahun 250-500 mg saat serangan pertama, dapat diulang tiap 4-6 jam jika perlu, maksimal 4 dosis dalam 24 jam per rectal:

30

DEWASA dan ANAK di atas 12 tahun 0,5 1 g saat tanda pertama serangan, dapat diulang tiap 4-6 jam jika perlu, maksimal 4 dosis dalam 24 jam; ANAK 612 tahun 250-500 mg saat tanda pertama serangan, dapat diulang tiap 4-6 jam jika perlu, maksimal 4 dosis dalam 24 jam Kontra Indikasi Pasien dengan penyakit hati atau ikterus. Perhatian Untuk penggunaan tanpa resep dokter : jangan melebihi dosis maximum yang dianjurkan, dan jangan dipakai terus-menerus lebih dari 10 hari tanpa pengawasan dokter. Efek samping Jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitifitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis di atas 6 g mengakibatkan nekrose hati yang reversible. Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh metabolit-metabolitnya, yang pada dosis normal dapat ditangkal oleh glutation (suatu tripeptida dengan SH). Pada dosis diatas 10 g, persediaan peptida tersebut habis dan metabolit-metabolit mengikat pada protein dengan SH di sel-sel hati, dan terjadilah kerusakan irreversible. Parasetamol dengan dosis diatas 20 g sudah berefek fatal. Over dosis bisa menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anorexia. Penanggulanganya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam amino N-asetilsisten atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi (Tjay dan Rahardja, 2002) Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu. Over dosis 6-10 gr parasetamol sekaligus dapat menimbulkan kerusakan hati yang fatal. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa N-acetylcysteine dipakai sebagai antidotum. Tanda dan gejala :

31

Awal : mual, muntah dan malaise (beberapa penderita mungkin asimptomatik). Kemudian : terjadinya kelainan klinis dan laboratorium hepatotoksik (muntah, nyeri perut kanan atas; meningkatnya SGOT, SGPT, serum bilirubin, dan waktu protrombin; dan mungkin hipoglikemia) meungkin belum akan tampak dalam 4872 jam. Pengobatan : Segera keluarkan isi lambung dengan rangsangan muntah atau lavage lambung, jangan menggunakan karbon aktif. Periksa kadar asetaminofen di dalam serum secepat mungkin, namun jangan sebelum 4 jam setelah menelan obat. Segera periksa fungsi hati dan diulangi setiap 24 jam. Acetylcysteine harus diberikan secepat mungkin. Interaksi obat : Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak interaktif. Kombinasi dengan obat penyakit AIDS zidovudin meningkatkan resiko neutropenia (Tjay dan Rahardja, 2002) Interaksi : Antikoagulan Antiepilepsi Sitotoksik Penggunaan parasetamol jangka panjang sebagai pemakaian umum mungkin meningkatkan efek antikoagulan dari koumarin Carbamazepin mungkin meningkatkan metabolisme parasetamol Parasetamol mungkin menghambat metabolisme busulfan intravena (pabrik busulfan intravena menyatakan perhatian dalam 72 jam penggunaan parasetamol) Obat pengatur lipid Penyerapan parasetamol dikurangi oleh kolestiramin Metoklopramid Kecepatan penyerapan parasetamol ditingkatkan parasetamol

oleh

Perubahan nilai laboratorium : Dalam darah/serum : meningkatkan waktu protrombin, meningkatkan kadar asam urat (dengan metode phosphotungstat). Dalam urin : meningkatkan 5-HIAA (dengan tes reagen nitrosonaphthol)
32

Penggunaan pada anak-anak : Lihat INDIKASI. Sirup untuk orang dewasa yang takarannya diperkuat, jangan dipakai untuk anak-anak. Penggunaan pada ibu hamil dan menyusui : Parasetamol dapat digunakan oleh ibu hamil dan menyusui.

d. Sepsis Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut). Biakan darah tidak harus positif. Meskipun SIRS, sepsis, dan syok septik biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteremia. Bakteriemia adalah keberadaan bakteri hidup dalam komponen cairan darah. Bakteriemia bersifat sepintas, seperti biasanya dijumpai setelah jejas pada permukaan mukosa, primer (tanpa fokus infeksi teridentifikasi) atau seringkali sekunder terhadap fokus infeksi intravaskuler atau ekstravaskular. Sepsis berat adalah sepsis yang bekaitan dengan disfungsi organ, kelainan hypoperfusi, atau hypotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi pada, asidosis laktat, oliguria atau perubahan akut pada status mental. Berdasarkan konferensi internasional pada 2001, terdapat tambahan terhadap kriteria sebelumnya. Dimana pada konferensi tahun 2001 menambahkan beberapa kriteria diagnostik baru untuk sepsi. Bagian yang terpenting adalah dengan memasukkan petanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan C-reactive protein (CRP), sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang utama adalah implementasi dari suatu sistem tingkatan predisposition, insult infection response, and organ disfunction (PIRO) untuk menentukan pengobatan secara maksimum berdasarkan karakteristik pasieb dengan stratafikasi gejala dan resiko yang individual.

Patogenesis Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan fokus infeksi jaringan sebagai sumber bakteriaemia. Hal ini disebut sebagai bakteriaemia kedua. Sepsis gram ngetaif
33

merupakan komensal normal dalam saluran gastrointestinal, yang kemudian menyebar ke struktur yang berdekatan seperti pada peritonitis setelah perforasi apendikal, atau bila berpindah dari perineum ke urethra atau kandung kemih. Selain itu sepsis gram negatif fokus primernya dapat berasal dari saluran gastrointestium. Sepsis gram positif biasanya timbul dari infeksi kulti, saluran respirasi dan juga bisa berasal dari luka terbuka, misalnya pada luka bkar. Inflamasi sebagai tangapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam stimulasi imunogen dari luar. Inflamasi sesungguhnya merupakan upaya tubu untuk menghilangkan dan eradikasi organsime penyebab. Berbagai jeinis sel akan teraktivasi dna memproduksi berbagai jenis mediator inflamasi termasuk ebrbagai sitokin. Mediator inflamasi sangat komplek karena melibatkan banyak sel dan mediator yag dapat mempengaruhi satu sama lain. Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis. Masih banyak faktor lain (non sitokin) yang snagat berperan dalam menentukan perjalanan suatu penyakit. Respon tubuh terhadap sutau patogen melibatkan bermacam-macam komponen sistem imun dan berbagai macam sitokin baik itu yang bersifat proinflamasi dan antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-) yang bejerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang ebrtugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila keseimbangan kerja antara proinflamasi dan anti-inflamasi mediator ini tidak tercapai dengan sempurna maka dapat memberikan kerugian bagi tubuh. Penyebab sepsis dan syok septik yang paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dna bersama-sama dengan antibodi dalam serum darah penderita akan bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4 (Toll Like Receptors 4) sebagai reseptor transmembran dengan perantaraan reseptor CD 14+ dna makrofag mengekspresikan imuno modulator, hal ini hanya dapat terjadi pada bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya.

34

Pada bakteri gram positif eksotoksin dapat merangsang langsung terhadap makrofag dengan melalui TLRs2 (Toll Like Receptors 2) tetapi ada juga eksotoksin sebagai superantigen. Padahal sepsis dapat terjadi pada rangsangan endotoksin, eksotoksin, virus dan parasit, maka mekanisme tersebut diatas masih kurang lengkap dan tidak dapat menerangkan patogenesis sepsis dalam arti keseluruhan, oleh karena konsep tersebut tidak melibatkan peran limfosit T dalam keadaan sepsis dan kejadian syok septik. Di Indonesia dna negara berkembang sepsis tidak hanya disebabkan oleh gram negatif saja, tetapi juga disebabkan oleh gram positif yang menegluarkan eksotoksin. Eksotoksin, virus, dan parasit yang dapat berperan sebagai Antigen processing Cell dan kemudian ditampilkan dalam Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang bermuatan peptida MCH kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell Receptor). Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan menegluarkan substansi daro Th1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu : IFN-, IL-2 dan M-CSF (Macrophage colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. IFN- merangsang makrofag mengeluarkan IL-1b dan TNF-. IFN-, IL-1 dan TNF- merupakan sitokin proinflamatori, sehingga pada keadaan sepsis terjadi peningkatan kadar IL-1 dan TNF- serum penderita. Pada beberapa kajian biasanya selama terjadi sepsis tingkat IL-1 dan TNF- berkolerasi dengan keparahan penyakit dalam kematian, tetapi ternyata sitokin IL-2 dna TNF- selain merupakan reaksi terhadap sepsis dapat pula merusakkan endotel pembuluh darah yang mekanismenya sampai dengan saat ini belum jelas. IL-1 sebagai imuno regulator utama juga mempunyai efek pada saat endotelial termasuk di dalamnya pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan mernagsang ekspresi intercellular adhesion molecule -1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitasi oelh granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi endotel dengan neutrofil terdiri dari tiga langkah, yaitu :

35

8.

Bergulirnya neutrofil, P dan E-selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan Lselektin neutrofil dalam emngikat ligan respektif.

9.

Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dna aktivasi neutrofil yang mengikat integretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel dnegan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel.

10. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel. Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding endotle lisism akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs. Akibat dari proses tersebut endotel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Ternyata kerusakan endotel pembuluh darah tersebut akan menyebabkan terjadinya gangguan vaskuler (Vascular leak) sehingga menyebabkan kerusakan organ multiple sesuai pendapat Bone bahwa kelainan organ multiple tidak disebabkan oleh infeksi tetapi akibat inflamasi yang sistemik dengan stikoin sebagai mediator. Pendapat tersebut diperkuat oleh Cohen bahwa kelainan organ multiple disebabkan karena trombosis dna koagulasis dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian. Syok septik merupakan diagnosis klinik sesuai dengan sindroma sepsis disertai dengan hipotensi (tekanan darah turun < 90 mmHg0 atau terjadi penurunan tekana darah sistolik > 40 mmHg dari tekanan darah sebelumnya. Organ yang paling penting adalah hati, paru dan ginjal, angka kematian sangat tinggi bila terjadi kerusakan lebih dari tiga organ tersebut. Dalam suatu penelitian disebutkan angks kematian syok septik adalh 72% dan 50% penderita meninggal bila terjadi syok lebih dari 72 jam, 30% - 80% penderita dengan syok septik menderita ARDS. Menurut Dale DC, bahwa pada penderita diabetes melitus, sirosis hati, gagal ginjal kronik dan usia lanjut yang merupakan kelompok IC lebih mudah menderita sepsis. Pada penderita IC bila megalami sepsis sering terjadi kompliaksi yang berat yaitu syok septik dan berakhir dengan kematian. Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th-2 mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin anti inflamasi yang
36

akan menghambat ekspresi IFN-, TNF- dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah. Dengan mengetahui konsep patogenesis sepsis dan syok septik, maka kita dapat mengetahui, stikoin yang berperan dalam syok septik dan dapat diketahui apakah terdapat perbedaan peran sitokin pada beberapa penyakit dasar yang berbeda.

Diagnosa Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk menilai pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea, takikardia dengan keadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur, dan perubahan keadaan mental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada wanita-wanita dengan resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis, endometritis, abortus septik, atau telah menjalani prosudur operasi emergensi. Diagnosa dan penanganan awal ini sangat menentukan keberhasilan hidup pasien. Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik ( syok panas atau dingin ) dan tipe kerusakan organ yang terjadi, tetapi hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan tempratur dan lekosit dengan pergeseranke kiri, tetapi pada beberapa wanita terjadi penurunan temperatur dan kadar leukosit dibawah normal. Sebagai akibat dari keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejala gejala pada jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri, atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC adalah perdarahan, trombosis dan hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok sepsis potensi terjadinya disfungsi ginjal dan hipovulemia, manifestasi klinik dapat berupa oligouria, hematuria dan proteinuria. Karena sebanyak 25 % wanita dapat mengalami ARDS dengan kegagalan respirasi. ARDS merupakan gagal pernafasan mendadak tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnnya. Faktor predisposisi yang mendasari dapat berupa sepsis, perdarahan, ruda paksa paru atau bagian tubuh lain, pankreatitis, aspirasi airan lambung dl. Dokter perlu mengamati tanda terjadinya distres pernafasan, hipoksemia, dan tanda memburuknya hipoksemia. Pada awal sepsis pasien menunjukkan respirasi alkalosis akibat hiperventilasi. Dengan memburuknya sepsis, terjadi respirasi asidosis
37

sebagai akibat dari pengumpulan asam laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik sel. Kadar asam laktat berhubungan dengan derajat hipoksia organ, dan meningkatnya kadar asam laktat mencerminkan memburuknya prognosis dan dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan pengobatan. Dalam hal membantu menegakkan diagnose sepsis stau syok septik, selain melalui pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan rongen dan kultur. Pemeriksaan fisik pasien obstetrik difukuskan pada sistem genitourinaria, gastrointestinal, respirasi dan luka luka seperti luka operasi, epiostomi dan lain lain. Kemungkinan fokus infeksi pada wanita post partum meliputi sisa hasil konsepsi, mikroabses uterus, abses pelvis, infeksi luka, dan trombosis pelvis. Sedikitnya diperlukan 2 bahan kultur darah yang berbeda. Sensitivitas kultur tunggal untuk bakterimia adalah 80 %, dua bahan 89 % dan 3 bahan99%. Dua kuman yang sangat virulen dengan angka mortalitas yang tinggi adalah Streptokokus pyogens (group A streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.

Pengobatan Untuk penanganan dan pengobatan sepsis dan shock sepsis diperlukan tindakan yang agresif terhadap penyebab infeksi, hemodinamik, fungsi respirasi. Untuk memperbaiki perfusi dan oksigenasi organ vital. Jika perlu dipasang CVP untuk mengukur secara akurat volume cairan, cardiac output, dan resistensi perifer sehingga dapat dimonitor pemberian cairan dan tekanan darah (Root, 1991). Perbaikan sepsis tergantung pada seberapa berat penyakit penyebab. Pasien yang mendapat imunosupresan, perbaikan baru terlihat bila dosis imunosypresan diturunkan atau dihentikan. Pada pasen dengan netropeni atau disfungsi netropil mungkin memerlukan transfusi granulosit. Perlu juga diperhatikan adalah penggantian kateter intra vena, kateter Folley. Sedangkan untuk fungsi respirasi perlu dimonitor saturasi oksigen arteri tetap 95% dan jika terjadi respiratory failure perlu dipasang intubasi.

38

Untuk pengobatan shock sepsis perlu diperhatikan obat yang esensial (hemodinamik, antibiotik, vasopressor), kontroversial (kortikosteroid, heparin dan opiat antagonis), masa mendatang (antibodi monoklonal). Perbaikan hemodinamik. Banyak pasen shock sepsis terjadi penurunan volume intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Cairan koloid dan kristaloid tak diberikan. Jika disertai anemia berat perlu transfusi darah dan CVP dipelihara antara 10-12 mmH 0. Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam. Jika tekanan darah tidak membaik dengan pemberian cairan maka perlu dipertimbangkan pemberian vasopressor seperti dopamin dengan dosis 5-10 ug/kgBB/menit Pemakaian Antibiotik Setelah diagnosa sepsis dutegakkan, antibiotik harus segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat.Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif. Indikasi terapi kombinasi yaitu: Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui Pasen yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat patogen (pseudomonas aureginosa, enterokokus) Pemberian kortikosteroid pada binatang percobaan yang dibuat sepsis dapat menurunkan angka mortalitas. Pada suatu studi prospektif pada manusia pemberian dosis tinggi 30 mg metil prednisolon/kgBB dan diikuti 5 mg/kgBB/jam sampai 9 jam pada ke dua studi ini tidak didapatkan perikan angka mortalitas (Root, 1991). Pada penelitian yang lain juga didapatkan hasil yang sama dan hanya dapat memperbaiki keadaan shock tetapi tidak memperbaiki angka mortalitas (Sprung,
39

1984; Bone, 1987; Hinshaw 1987; Cohen, 1991). Nalokson suatu opiat antagonis diberikan pada binatang percobaan untuk mencegah shock karena diinduksi oleh endotoksin (Robert 1988; Root, 1991; Bone, 1992). Pada manusia dilakukan suatu studi prospektif dan didapatkan hasil yaitu naloksan tidak menaikkan tekanan darah tetapi dapat mengurangi penggunaan vasopressor (Robert, 1988). DIC asimptomatik tidak membutuhkan terapi spesifik, jika terjadi perdarahan berat diperlukan penggantian faktor pembekuan dan platelet, penggunaan heparin dan fibrinolitik lainnya masih kontraversial. Untuk masa mendatang pengobatan dengan antibodi monoklonal merupakan harapan dan diharapkan dapat menurunkan biaya pengobatan dan dapat meningkatkan efektifitas. Pada binatang percobaan pemberian TNF antibodi hanya efektif bila diberikan sebagai profilak. Suatu studi preklinik dengan antibodi CB0006 dan TNF antibodi lainnya dapat digunakan sebagai profilak dan mungkin juga dapat digunakan untuk pengobatan walaupun terapeutic window-nya sempit.

Prognosis Prognosis pasien dengan sepsis berkaitan dengan tahap keparahan atau sepsis serta status kesehatan dasar pasien. Sebagai contoh, pasien dengan sepsis dan tidak ada tanda kegagalan organ berlangsung pada saat diagnosis memiliki sekitar 15% -30% kemungkinan kematian. Pasien dengan sepsis berat atau syok septik memiliki mortalitas (kematian) laju sekitar 40% -60%. Bayi dan pasien anak dengan sepsis memiliki sekitar 9% -36% tingkat kematian. Para penyelidik telah mengembangkan sistem penilaian (skor meds) berdasarkan gejala pasien untuk memperkirakan prognosis. Ada sejumlah besar komplikasi yang mungkin terjadi dengan sepsis. Komplikasi yang terkait dengan jenis infeksi awal (misalnya, pada infeksi paru-paru dengan sepsis, komplikasi potensial dapat berupa suatu kebutuhan untuk dukungan pernafasan) dan beratnya sepsis (misalnya, syok septik terkait dengan infeksi ekstremitas yang dapat memerlukan ekstremitas amputasi ). Akibatnya, setiap pasien cenderung memiliki potensi untuk komplikasi yang terkait dengan sumber sepsis,

40

secara umum, komplikasi yang disebabkan oleh disfungsi organ, kerusakan, atau kerugian. Para dokter setuju bahwa semakin cepat pasien dengan sepsis didiagnosis dan diobati, semakin baik prognosis dan komplikasi lebih sedikit, jika ada, untuk pasien.

41

Anda mungkin juga menyukai