Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI Kata Pengantar ......................................................................................................................... 2 BAB I Pendahuluan ..............................................................................................................................3 BAB II Epidemilogi............................................................................................................................... 4 Etiologi ......................................................................................................... 4 Patologi .....................................................................................................................................

5 Klasifikasi ................................................................................................................................. 6 Tingkatan Pra Maligna 8 Pembagian Tingkat Keganasan......................................................................................... 9 Gambaran Klinik .....................................................................................................................12 Diagnosis ................................................................................................................................ 13 Penanganan.............................................................................................................................. 17 Karsinoma Serviks Uteri dalam Kehamilan ........................................................................... 19 Pengamatan Lanjut ................................................................................................................. 22 Prognosis .................................................................................................................................22 BAB III Kesimpulan ..............................................................................................................................24 Daftar Pustaka .........................................................................................................................25

KATA PENGANTAR
Page 1 of 25

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendakNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas mata kuliah ilmu kebidanan dan kandungan semester VIII TA 2008/2009. Pada makalah ini dibahas mengenai karsinoma serviks yang merupakan kanker genital yang paling banyak diderita perempuan Indonesia dan menduduki peringkat pertama diantara tumor ganas lainnya . Makalah ini membahas mengenai etiologi, klasifikasi, patologi, gejala klinis, diagnosis, penanganan, sampai prognosis dari kanker serviks. Diharapkan kita dapat memahami benar tentang penyakit ini agar dapat mendiagnosis secara dini sehingga dapat mengurangi angka kematian perempuan akibat kanker serviks. Kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada seluruh dosen Obstetri dan Gynekologi yang telah memberikan pengajaran ilmu yang sangat berarti bagi kami. Kami merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi tercapainya kesempurnaan dari penulisan ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan masukan ilmu yang berharga bagi mahasiswa yang membacanya.

Jakarta, Maret 2009

Tim Penulis BAB I PENDAHULUAN


Page 2 of 25

Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negaranegara sedang berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru di seluruh dunia, 77 % di antaranya ada di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker serviks menempati urutan pertama di antara kanker pada wanita. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang. Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat bervariasi hingga sulit untuk dipahami. Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada wanita usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanita dan kasusunya turun secara drastic semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear oleh Papanicolau. Namun, saying hingga saat ini program skrining belum lagi memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi. Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Saat ini pilihan terapi sangat bergantung pada luasnya penyebaran penyakit secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran. Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru harus berdasarkan pada perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya penyebaran penyakit melalui system stadium.

BAB II
Page 3 of 25

ISI

EPIDEMIOLOGI Diantara tumor ganas, kanker serviks uterus masih menduduki peringkat pertama di Indonesia. Selama kurun waktu 5 tahun (1975-1979) penulis menemukan di RSUGM/RSUP Sardjito 179 di antara 263 kasus (68,1%). Soeripto dkk menemukan frekuensi relatif karsinoma serviks di Propinsi D.I.Y 25,7% dalam kurun 1970-1973 dan 20% dalam kurun 1980-1982 diantara 5 jenis kanker terbanyak pada wanita sebagai peringkat pertama. Sedangkan di Amerika Serikat karsinoma serviks adalah kanker genital kedua paling sering pada perempuan dan bertanggung jawab untuk 6% dari semua kanker pada perempuan (CancerNet,2001).Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia < 35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun. Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, kita sepakat secara nasional melacak (mendeteksi dini) setiap wanita sekali saja setelah melewati usia 30 tahun dan menyediakan sarana penanganannya untuk berhenti sampai usia 60 tahun. Yang penting dalam pelacakan ini adalah cakupannya (coverage). Bahkan direncanakan melatih tenaga sukarelawati (dukun, ibu-ibu PKK di Dasawisma) untuk mengenali bentuk porsio yang mencurigakan untuk dapat di Pap smear oleh dokter / bidan / di puskesmas / puskesling (puskesmas keliling) sebagaimana disarankan oleh WHO (down-staging concept). Menurut Martin dan Dajoux, dari 1000 serviks uterus ternyata hanya 48 yang betul-betul normal, 950 mengandung kelainan jinak dan 2 tumor ganas. ETIOLOGI Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang penting : jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah, hygiene seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang
Page 4 of 25

dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus) tipe 16 atau 18, infeksi HIV, infeksi chlamydia, kebiasaan merokok, faktor makanan, kontrasepsi hormonal, terpajan oleh obat hormonal diethylstilbestrol (DES), dan riwayat keluarga yang menderita kanker serviks. Ada kemungkinan faktor genetic yang berhubungan dengan HLA-B7. Faktor resiko mayor untuk kanker serviks adalah infeksi dengan HPV yang ditularkan secara seksual. Penelitian epidemiologi di seluruh dunia menegaskan bahwa infeksi HPV adalah faktor penting dalam perkembangan kanker serviks (Bosch et al, 1995). Lebih dari 20 tipe HPV yang berbeda mempunyai hubungan dengan kanker serviks. Penelitian memperlihatkan bahwa perempuan dengan HPV-16, 18, dan 31 mempunyai angka neoplasia intraepithelial cervical (CIN) yang lebih tinggi. Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa perempuan dengan HPV strain 18 memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi dan prognosis yang lebih buruk. PATOLOGI Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel kuboid / silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SJC ini berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita berumur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Maka untuk melakukan pap smear yang efektif, yang dapat mengusap zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat khusus. Pada awal perkembangannya kanker serviks tak memberi tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan speculum, tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasi skuamosa) yang fisiologik atau patologik. Tumor dapat tumbuh : 1.) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis; 2.) endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus; 3.) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal forniks vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasi (erosio) akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio
Page 5 of 25

yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula faali/fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) melalui tingkatan CIN-I, II, III dan CIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus. Periode laten (dari CIN-I s/d CIS) tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase prainvasif berkisar antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara kontinu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan unitarian concept dari Richart. Histopatologik sebagian terbesar (95-97%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma / mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang adalah sarkoma. KLASIFIKASI Terminologi yang semula banyak digunakan dalam pelaporan mengacu pada klasifikasi Papanicolaou (Papaniculaou & Traut 1943) yang dinyatakan dalam kelas I - kelas V yaitu: Kelas I: Tidak ditemukan sel atipik atau sel abnormal Kelas II: Sitologi atipik tetapi tidak ditemukan keganasan Kelas III: Sitologi sugestif tetapi tidak konklusif keganasan Kelas IV: Sitologi sangat sugestif keganasan Kelas V: Sitologi konklusif keganasan Namun klasifikasi ini banyak ditinggalkan karena: 1. Tidak mencerminkan pengertian neoplasia serviks/vagina 2. Tidak memiliki padanan dengan terminologi histopatologi 3. Tidak mencantumkan diagnosis non kanker 4. Interpretasinya tidak seragam 5. Tidak menunjukkan pernyataan diagnosis
Page 6 of 25

Penamaan dan klasifikasi dari karsinoma serviks telah berubah sejak abad ke 20. System klasifikasi WHO menjelaskan lesi, penamaan mild, moderate, atau severe dysplasia atau carcinoma in situ (CIS). Selain itu, dikembangkan klasifikasi CIN (Cervical Intraepithelial Neoplasia untuk membantu penanganan. Klasifikasi mild dysplasia sebagai CIN 1, moderate dysplasia sebagai CIN 2, dan severe dysplasia dan CIS sebagai CIN 3.

Kanker serviks secara rutin disaring dengan uji pulasan Papanicolaou (Pap). Table 1-4 memperlihatkan terminologi baru Bethesda untuk klasifikasi hasil uji Pap dan dibandingkan dengan system klasifikasi neoplasia intraepithelial servikal (CIN) yang terdahulu. Terminology Pulasan Papanicolaou (Pap) dan Klasifikasi KLASIFIKASI UJI PAP SISTEM BETHESDA (PEMAKAIAN TERBARU) ASCUS: sel skuamosa atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. (Sel skuamosa adalahsel datar, tipis, yang membentuk permukaan serviks). LSIL: tingkat rendah (perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel) lesi intraepithelial skuamosa. Lesi mengacu pada daerah jaringan abnormal; intraepithelial berarti bahwa sel abnormal hanya terdapat pada permukaan lapisan sel-sel. HSIL: lesi skuamosa intraepithelial tingkat tinggi. Tingkat tinggi berarti bahwa terdapat perubahan yang lebih jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel (prakanker) yang terlihat berbeda dengan sel normal. PERBANDINGAN TERMINOLOGI ANTARA SISTEM BETHESDA TERBARU DENGAN NEOPLASIA INTRAEPITHELIAL SERVIKAL (CIN) (PEMAKAIAN
Page 7 of 25

TERBARU DAN YANG LEBIH LAMA) Dysplasia ringan dapat juga diklasifikasikan sebagai LSIL atau CIN 1. Dysplasia sedang dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 2. Dysplasia berat dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 3. Karsinoma in situ (CIS) dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 3.

TINGKATAN PRA-MALIGNA Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah : a.) ke arah forniks dan dinding vagina, b.) kea rah korpus uterus, dan c.) ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih. Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi imunologik tubuh penderita CIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi < 1 mm dan sel tumor belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat > 1 mm dari membrana basalis, atau < 1 mm tetapi sudah tampak berada dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin telah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju forniks vagina), korpus uterus, rectum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang, dan otak.

Page 8 of 25

Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan oleh perdarahanperdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kemih. Table 1-1. Hubungan tingkat klinik dengan kelenjar daerah yang mengandung tumor Tingkat I-B II III IV Persentase mengandung tumor : 10 20 % 30 % 60 % > 80 %

STADIUM Stadium (tingkat keganasan) dibagi menurut klasifikasi FIGO 2000 sebagai berikut : Table 1-2. Tingkat keganasan klinik menurut FIGO, 1978 Stadium 0 Kriteria Carsinoma In Situ (CIS) atau karsinoma intraepitel: membrana basalis masih utuh I Karsinoma masih terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri. Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superficial dikelompokkan sebagai stadium Ib. kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7 mm. Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari Ia
Page 9 of 25

Ib1 Ib2 II

Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul

IIa IIb III

Telah melibatkan vagina, tetapi belum melibatkan parametrium Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul. Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain

IIIa

Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul

IIIb

Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal

IV IVa IVb

Perluasan ke luar organ reproduktif Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul

Table 1-3. Pembagian tingkat keganasan menurut system TNM Tingkat T T1S T1 T1a Kriteria Tak ditemukan tumor primer Karsinoma pra-invasif, ialah CIS (Carcinoma In Situ) Karsinoma terbatas pada serviks, walaupun adanya perluasan ke korpus uteri. Pra-klinik adalah karsinoma yang invasif dibuktikan dengan pemeriksaan
Page 10 of 25

histologik T1b T2 Secara klinis jelas karsinoma yang invasif. Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian distal. T2a T2b T3 Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium. Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium. Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah mencapai dinding panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan dinding panggul). NB: Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai sebagai T3 meskipun pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1 atau T2) T4 Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rectum atau kandung kemih, atau meluas sampai di luar panggul. Ditemukannya edema bullosa tidak cukup bukti untuk mengklasifikasi sebagai T4. T4a Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rectum saja dan dibuktikan secara histologik. T4b NB: NX Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul. Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukkannya sebagai T4 Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda - / + ditambahkan untuk tambahan ada/tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan histologik, jadi: NX + atau NX -. N0 N1 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi. Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh caracara diagnostic yang tersedia (misalnya limfografi, CT-scan panggul). N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrate diantara massa ini dengan tumor. M0 M1 Tidak ada metastasis berjarak jauh. Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas bifurkasio
Page 11 of 25

arteri iliaka komunis.

GAMBARAN KLINIK Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera sehabis sanggama (disebut perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%). Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga di luar sanggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami secara seksual, atau wanita yang sudah menopause bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang berobat ke dokter. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat defekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan anestesi umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF = Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total. DIAGNOSIS Membuat diagnosis karsinoma serviks uteri yang klinis sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang menjadi masalah ialah, bagaimana mendiagnosis dalam tingkat yang sangat awal, misalnya dalam tingkat pra-invasif, lebih baik bila dapat menangkapnya dalam tingkatan pramaligna (dysplasia / diskariosis serviks). Sitologi

Page 12 of 25

Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasi atau dikerok dari permukaan epitel serviks merupakan mikrobiopsi yang memungkinkan kita mempelajari proses dalam keadaan seha dan sakit. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik. Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang representatif, fiksasi dan pewarnaan yang baik, serta tentu saja interpretasi yang tepat. Enam puluh dua persen kesalahan disebabkan karena pengambilan sampel yang tidak adekuat dan 23 % karena kesalahan interpretasi. Supaya ada pengertian yang baik antara dokter dan laboratorium, maka informasi klinis penting sekali. Dokter yang mengirim sediaan harus memberikan informasi klinis yang lengkap, seperti usia, hari pertama haid terakhir, macam kontrasepsi (bila ada), kehamilan, terapi hormon, pembedahan, radiasi, kemoterapi, hasil sitologi sebelumnya, dan data klinis yang meliputi gejala dan hasil pemeriksaan ginekologik. Sediaan sitologi harus meliputi komponen ekto- dan endoserviks. NIS lebih mungkin terjadi pada SSK sehingga komponen endoserviks menjadi sangat penting dan harus tampak dalam sediaan. Bila komponen endoserviks saja yang diperiksa kemungkinan negatif palsu dari NIS kira-kira 5%. Untuk mendapatkan informasi sitologi yang baik dianjur-kan melakukan beberapa prosedur. Sediaan harus diambil sebelum pemeriksaan dalam; spekulum yang dipakai harus kering tanpa pelumas. Komponen endoserviks didapat dengan menggunakan ujung spatula Ayre yang tajam atau kapas lidi, sedangkan komponen ektoserviks dengan ujung spatula Ayre yang tumpul. Sediaan segera difiksasi dalam alkohol 96% selama 30 menit dan dikirim (bisa melalui pos) ke laboratorium sitologi terdekat. Pap smear :

Page 13 of 25

Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear normal :

Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear abnormal :

Kolposkopi Tes diagnostik lain ialah kolposkopi, dengan bantuan kolposkop bila sarana memungkinkan. Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya (pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks. Hampir semua NIS terjadi di daerah transformasi, yaitu daerah yang terbentuk akibat proses metaplasia. Daerah ini dapat dilihat seluruhnya dengan alat kolposkopi, sehingga biopsi dapat dilakukan lebih terarah. Jadi tujuan pemeriksaan
Page 14 of 25

kolposkopi bukan untuk membuat diagnosis histologik tetapi menentukan kapan dan di mana biopsi harus dilakukan. Pemeriksaan kolposkopi dapat mempertinggi ketepatan diagnosis sitologi menjadi hampir mendekati 100%.

Biopsi Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika sambungan skuamosa-kolumnar (SSK) terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSK tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di dalam kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10 %. Dikenal ada beberapa prosedur biopsy, yaitu: Cone biopsy (atau cold cone biopsy atau cold knife cone biopsy): prosedur yang menggunakan laser atau scalpel bedah untuk mengambil jaringan. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): prosedur yang menggunakan kabel yang berbentuk ikal untuk mengambil jaringan. Endocervical curettage: prosedur yang menggunakan instrument kecil berbentuk sendok, yang disebut kuret untuk mengikis jaringan dari dalam serviks.

Page 15 of 25

Konisasi (Cone biopsy atau cold cone biopsy atau cold knife cone biopsy) Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pemeriksaan ini dikerjakan dengan sebelumnya memulas porsio dengan larutan lugol dan jaringan yang akan diambil hendaknya pada batas antara jaringan normal (berwarna coklat tua karena menyerap Iodium) dengan bagian porsio yang pucat (jaringan abnormal yang tidak menyerap Iodium). Kemudian jaringan direndam dalam larutan formalin 10% untuk dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi. Konisasi diagnostik dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Proses dicurigai berada di endoserviks. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi. Diagnostic mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik. Perlu disadari mengerjakan biopsy yang benar dan tidak mengambil bagian yang nekrotik. Pada tingkat klinik 0, Ia, Ib-occ, penentuan tingkat keganasan secara klinis didasarkan atas hasil pemeriksaan histologik. Oleh karena itu untuk konfirmasi diagnosis yang tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti kuretase endoserviks (ECC = Endo-Cervical Curretage) atau konisasi serviks.
Page 16 of 25

Imaging studies x-ray dada, CT scan, MRI, dan PET untuk mengetahui adanya penyebaran sel-sel kanker. PENANGANAN Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / onkologi). Pada tingkat klinik (CIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau dengan sinar laser, kecuali bila yang menangani seorang ahli dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan belum mempunyai anak. Dengan biopsy kerucut (conebiopsy) meskipun untuk diagnostic, acapkali menjadi terapeutik. Ostium uteri internum tidak boleh sampai rusak karenanya. Bila penderita telah cukup tua, atau sudah mempunyai cukup anak, uterus tidak perlu ditinggalkan, agar penyakit tidak kambuh (relapse) dapat dilakukan histerktomi sederhana (simple vaginal hysterectomy). Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan suatu kontraindikasi aplikasi radium dengan dosis 6500 7000 rads/cGy di titik A tanpa penambahan penyinaran luar, dapat dilakukan. Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif. Bilamana kedalaman invasi kurang dari atau hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan pembuluh limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan seperti pada CIS di atas. Pada klinik Ib dan IIa dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul. Pasca bedah biasanya dilanjutkan dengan penyinaran, tergantung ada/tidak adanya sel tumor dalam kelenjar limfa regional yang diangkat. Pada tingkat IIb, III, dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, untuk ini primer adalah radioterapi. Sebaiknya kasus dengan karsinoma serviks selekasnya dikirim ke pusat penanggulangan kanker, dimana berkumpul para pakar onkologi yang berpengalaman dan tersedianya sarana yang mutakhir. Bilamana diperlukan penyinaran pasca bedah, maka di Yogyakarta (RSUP Dr. Sardjito) dilakukan radiasi luar dengan Cobalt-60 dosis 5000 rads (fraksi 200 rads/hari selama 25 hari (5 minggu) karena sabtu dan minggu tak ada penyinaran,
Page 17 of 25

disusul 2 minggu kemudian dengan radiasi dalam dengan aplikasi radium 2 kali (interval 1-2 minggu) @ 750 R (=Roentgen) di titik A (= setinggi 2 cm dari oue dan sejauh 2 cm dari sumbu uterus) dan titik B (= setinggi titik A sejauh 3 cm ke lateral di daerah obturator), atau menggunakan metode Fletchner dengan afterloading memakai bola-bola dari Cesium-137 (brachytherapy). Di Jakarta dengan tersedianya pesawat Linac (Lnear Accelerator) di RSCM, RSPP, dan RSPAD Gatot Soebroto tekhnik penyinaran sudah lebih canggih, karena penetrasi sinar jauh lebih dalam disbanding dengan sinar yang dikeluarkan oleh sumber Cobalt-60 apalagi Cesium-137. Penggunaan radiosensitizers dan radio-enchancers masih dalam taraf eksperimental. Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian khemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah penanganan lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesenya masih terbatas pada panggul. Bilamana proses sudah jauh atau operasi tak mungkin dilakukan, harus dipilih kemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. Untuk ini tak digunakan sitostatika tunggal, tetapi berbentuk regimen yang terdiri dari kombinasi beberapa sitostatika (polikemoterapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi, sebaiknya dilakukan penyinaran bila prosesnya masih terbatas dalam panggul (lokoregional), sedangkan kalau penyinaran tak mungkin dikerjakan atau prosesnya sudah lanjut penyebarannya, maka dipilih polikemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. Penyinaran ulang pada kasus-kasus yang sebelumnya pernah mendapat radiasi, dengan mesin Linac dan ditangan yang ahli, hasilnya tidak selalu mengecewakan. Penggunaan imunoterapi masih dalam taraf eksperimen. Gambaran klinik dan penanganan adenokarsinoma serviks uterus pada umumnya tidak berbeda dengan karsinoma epidermoid.

KARSINOMA SERVIKS UTERI DALAM KEHAMILAN Tumor ganas di serviks tidak menghalangi untuk adanya kehamilan. Terdapat kirakira 1 diantara 3000 kehamilan. Tidak ada perbedaan antara karsinoma serviks dalam dan di luar kehamilan, mengenai perjalanan penyakitnya, dalam rasio kesembuhan pada tingkat klinik yang sama. Untuk penanganan primer dipilih pembedahan, karena penyinaran mempunyai efek samping yang merugikan penderita yang berusia muda. Page 18 of 25

Kanker serviks memberi pengaruh yang tidak baik pada kehamilan, persalinan, dan nifas. Selain kemandulan, sering pula terjadi abortus akibat infeksi, perdarahan, dan hambatan dalam pertumbuhan janin karena neoplasma tersebut. Apabila penyakit ini tidak diobati, pada kira-kira dua pertiga diantara para penderita, kehamilannya dapat mencapai cukup bulan. Kematian janin dapat pula terjadi. Karena serviks kaku oleh jaringan kanker, persalinan kala satu menjadi hambatan. Ada kalanya tumornya lunak dan hanya terbatas pada bagian serviks, sehingga pembukaan dapat menjadi lengkap dan anak lahir spontan. Selain itu, dapat pula terjadi ketuban pecah dini dan inersia uteri. Dalam masa nifas sering terjadi infeksi. Dahulu disangka bahwa kehamilan menyebabkan tumor bertumbuh lebih cepat dan menyebabkan prognosis menjadi lebih buruk. Akan tetapi, bahwa kehamilan sendiri tidak mempengaruhi kanker serviks. Diagnosis Tumor yang sudah lanjut mudah dikenal. Lain halnya dengan tumor stadium dini, lebih-lebih tumor yang belum memasuki jaringan dibawah epitel (preinvasive carcinoma, karsinoma in situ). Oleh karena itu dibeberapa negara pemeriksaan sitologi vaginal merupakan pemeriksaan rutin pada setiap perempuan hamil, yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsy apabila diperoleh hasil yang mencurigakan. Diagnosa karsinoma in situ dalam kehamilan sangat sulit karena dalam kehamilan dapat terjadi perubahanperubahan pada epitel serviks, yang secara mikroskopis hamper tidak dapat dibedakan dari tumor tersebut. Untuk membuat diagnosis yang pasti perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti berulang kali, bahkan kepastian baru diperoleh setelah bayi lahir. reversible, sedang karsinoma in situ ada setelah bayi lahir. Apabila terdeteksi pada pemeriksaan prenatal, maka diagnosisnya lebih dini. Diagnosis Definitif ditegakkan berdasarkan : Biopsi punch dari lesi serviks yang luas. Namun, masih kontroversi, apakah masih dilakukan bila telah ada bukti kanker serviks invasif dari pemeriksaan kolposkopi, dan apakah dilakukan pada semua lesi servikal yang dapat dideteksi dengan kolposkopi Evaluasi yang tepat dari apusan abnormal
Page 19 of 25

Evaluasi kolposkopi. Biopsy kerucut (cone biopsy), dilakukan pada keadaan khusus (trimester kedua dan diagnosis tidak dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan lain).

Stadium Dinilai berdasarkan kategori FIGO (2000) berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pencitraan. Pada kehamilan penentuan diagnosis lebih rumit karena adanya keterbatasan pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan (MRI). Evaluasi klinik pada saat hamil kurang akurat untuk menentukan diagnosis kanker serviks. Penanganan Penatalaksanaan merupakan multidisiplin yang meliputi obstetric, onkologi ginekologi, radiology, neonatology, dan patologi. Modalitas penatalaksanaan yang dipilih harus sepengetahuan ibu (penderita), terutama mengenai resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Secara umum, penatalaksanaan bergantung pada stadium kanker dan usia kehamilan. Dalam menghadapi perempuan hamil dengan kanker serviks perlu dibedakan tiga hal, yakni tuanya kehamilan, umur penderita, dan jumah anak. Dalam trimester pertama penderita harus diobati, baik dengan penyinaran maupun dengan operasi radikal. Penyinaran dengan sinar Rontgen sebanyak 2000 rad pada seluruh pelvis biasanya menyebabkan hasil konsepsi mati akibat abortus. Selanjutnya penyinaran dilakukan sampai dosis lengkap. Kemudian setelah terjadi involusi uteri, penderita diberi penyinaran dengan radium. Dalam trimester kedua segera dilakukan histerotomi untuk mengosongkan rahim, yang kemudian disusul dengan penyinaran; atau segera dilakukan operasi radikal apabila kanker tersebut masih dalam tingkat dini. Lain halnya dengan trimester ketiga. Apabila kehamilan sudah mencapai 36 minggu atau lebih, segera dilakukan seksio sesarea dan kemudian diberi penyinaran atau lakukan operasi. Akan tetapi, apabila kehamilan sudah mendekati 36 minggu, tetapi belum mencapai 36 minggu, sedapat-dapatnya seksio sesarea ditunda sampai berat badan jnin ditaksir 2500 gram. Penundaan satu sampai dua minggu pada umumnya masih dianggap cukup aman.

Page 20 of 25

Dalam hal ini hendaknya diperhitungkan sungguh-sungguh jumlah anak yang hidup serta keinginan suami istri. Dalam menghadapi kemungkinan karsinoma in situ, atau apabila diagnosis sudah pasti, hendaknya kehamilan dibiarkan sampai cukup bulan, asal dilakukan pemeriksaan ulang secara teratur supaya segera diketahui apabila terjadi perubahan ke arah karsinoma invasif. Partus spontan dapat diharapkan. Sikap demikian cukup aman karena perubahan dari karsinoma in situ ke karsinoma invasif sering memakan waktu beberapa tahun. Perempuan muda yang masih sangat menginginkan pertambahan anak dapat dibiarkan hamil lagi setelah dilakukan konisiasi atau amputasi porsio lebih dahulu. Apabila tidak demikian sebaiknya dilakukan histerektomi setelah anak lahir. Prognosis Kehamilan tidak mempengaruhi luaran dari perempuan dengan kanker serviks. Prognosis kemudian lebih buruk pada perempuan yang diagnosis kanker serviks ditegakkan pada periode 12 bulan pascapersalinan dibandingkan yang ditegakkan selama kehamilan. PENGAMATAN LANJUT Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama dan kemudian tiap 6 bulan, tergantung dari keadaan. Jangan dilupakan meraba kelenjar inguinal dan supraklavikular, perabaan abdomen, perabaan abdomino-rektal, pemeriksaan sitologik puncak vagina dan foto roentgen thoraks (setiap 6 bulan). Kolposkopi sangat penting untuk meneliti puncak vagina, untuk menemukan bentuk-bentuk pra-maligna. Rektoskopi, sistoskopi dan pemeriksaan lain seperti renogram, IVP (Intravenous Pielography) dan CT-scan panggul atau limfografi dilakukan menurut indikasi. Dewasa ini MRI dapat pula digunakan. PROGNOSIS Faktor-faktor yang menentukan prognosis ialah: 1.) umur penderita, 2.) keadaan umum, 3.) tingkat klinik keganasan, 4.) cirri-ciri histologik sel tumor, 5.) kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani, 6.) sarana pengobatan yang ada. Table 1-4. Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 tahun menurut data internasional adalah sebagai berikut: Tingkat AKH 5 tahun Page 21 of 25

T1S T1 T2 T3 T4

Hampir 100% 70 85% 40 60% 30 40% < 10%

Sumber: UICC / Clinical Oncology; Springer-Verlag, New York, Heidelberg, Berlin; 1973, p:218

Uji Pap telah menurunkan angka kematian akibat kanker serviks secara signifikan di Amerika Serikat angka kematian menurun 70% dari tahun 1950-1970 dan 40% dari tahun 1970-1995. Rekomendasi terbaru dari American College of Obstetricians and Gynecologist dan the American Cancer Society adalah untuk melakukan pemeriksaan pelvis dan penapisan pulasan pap setiap tahun bagi semua perempuan yang telah aktif secara seksual atau telah mencapai usia 18 tahun. Setelah tiga kali atau lebih secara berturut-turut hasil pemeriksaan tahunan ternyata normal, uji Pap dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang atas kebijaksanaan dokter. Walaupun deteksi kanker serviks pada stadium yang sangat dini (dan dapat disembuhkan) dapat dilakukan dengan menggunakan uji pulasan Pap, banyak perempuan yang tidak melakukannya. Diperkirakan sekitar sepertiga perempuan yang memenuhi syarat tidak melakukan pulasan Pap. Tujuh puluh persen perempuan dengan kanker serviks invasif yang baru didiagnosis, tidak melakukan pulasan Pap selama 5 tahun terakhir (American Cancer Society,2001). Puncak insidens karsinoma in situ adalah usia 20 hingga 30 tahun pada perempuan keturunan Afrika-Amerika maupun Kaukasian. Perempuan yang lebih tua dari 65 tahun dilaporkan 25% menderita karsinoma servikal invasif dan 40% hingga 50% kematian terjadi akibat karsinoma serviks (CancerNet,2001). RESIDIF DAN PENANGANANNYA Kasus kekambuhan merupakan keadaan tanpa harapan karena 80 100% penderita akan meninggal kurang dari setahun semenjak kekambuhan dan sampai saat ini belum ada terapi pilihan yang efektif untuk mengatasinya. Secara keseluruhan kelangsungan hidup lima tahun kasus berulang kurang dari 5% dan hampir 90% terjadi dalam 2 tahun pertama. Kasus berulang setelah menjalani operasi radikal dapat dicoba dengan pengobatan radiasi.
Page 22 of 25

Kasus berulang setelah mendapat terapi radiasi dapat dilakukan operasi atau kemoterapi terutama untuk lesi kambuh berada di luar lapangan radiasi sebelumnya. Pembedahan dilakukan bila lesi soliter seperti pada paru-paru atau daerah sentral (central recurrence) dan masih memberikan hasil yang cukup baik. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan seperti eksenterasi pelvic asalkan fasilitas perawatan pascaoperatif di daerah pelvis dapat diobati dengan radiasi. Akhir-akhir ini ada upaya lain untuk meningkatkan kualitas hidup penderita pascaeksenterasi dengan membentuk urinary conduit dan rekonstruksi vagina. Pemberian kemoterapi pada kasus berulang yang sebelumnya telah radiasi atau operasi tidak memberikan hasil yang baik.

BAB III KESIMPULAN Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negaranegara sedang berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru di seluruh dunia, 77 % di antaranya ada di negara-negara sedang berkembang. Meskipun data mengenai pengetahuan ini belum lengkap, namun diketahui bahwa kanker serviks mempunyai perkembangan yang bertahap dan bukan secara eksplosif. Keadaan dini yang mendahului keganasan dapat terdiri dari displasia dan karsinoma in-situ atau dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Jika penyakit dapat dideteksi pada tingkat ini, maka perjalanan penyakit selanjutnya menjadi kanker invasif dapat dicegah. Karsinoma serviks jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah, hygiene seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus) tipe 16 atau 18, infeksi HIV, infeksi chlamydia, kebiasaan merokok, faktor makanan, kontrasepsi

Page 23 of 25

hormonal, terpajan oleh obat hormonal diethylstilbestrol (DES), dan riwayat keluarga yang menderita kanker serviks. Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera sehabis sanggama (disebut perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%). Hingga saat ini piliha terapi masih terbatas pada operasi, radiasi, dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini.

DAFTAR PUSTAKA Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008. Saifuddin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008. Price & Wilson. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006. M. Farid Aziz, dkk. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2006. www.pap-smear.info/pap-smear-pictures.shtml http://www.obgyn-unsri.org www.sh.lsuhsc.edu/.../PapSmear.htm http://www.nytco.com/ www.cermin dunia kedokteran.com
Page 24 of 25

http://www.ridgeviewmedical.org/HealthInformation www.gfmer.ch http://jama.ama-assn.org/cgi/content/full/298/19/2336 www.wikipedia.com

Page 25 of 25

Anda mungkin juga menyukai