Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Kulit di Indonesia merupakan bahan eksport non-migas yang penting sebagai penyumbang devisa ke 4 setelah produkproduk:(i) makanan, minuman dan rokok,(ii) peralatan transportasi, mesin dan alat (iii) pupuk, kimia dan karet. Disisi lain, industri kulit menghasilkan limbah bahan kimia yang sangat merugikan terhadap lingkungan dan makhluk hidup. Limbah yang dihasilkan dari industry penyamakan kulit ini juga menimbulkan bau yang sangat menyengat oleh adanya pembusukan berbagai sisa kulit dan daging terutama lemak dan protein, serta limbah cair yang mengandung sisa bahan penyamak kimia seperti sodium sulfida,khrom, kapur dan amoniak. (Darmaji, 2000). Limbah cair tersebut juga mempunyaibiological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) yang sangat tinggi, sehingga dapat mengganggu kelestarian lingkungan dan makluk hidup dilokasi pembuangan limbah. Instalasi Penangan Air Limbah (IPAL) yang telah dibangun ternyata belum mampu menangani masalah limbah mengingat besarnya volume limbah yang dihasilkan dan besarnya biaya untuk pengoperasian IPAL tersebut. Keadaan inilah yang menyebabkan pencemaran berlangsung terus dan bahkan cenderung makin meningkat. Peningkatan pencemaran ini diperburuk oleh rendahnya tingkat kesadaran para industriawan dan rendahnya penegakan hukum oleh aparat.( Pawiroharsono, 2002). Sementara itu, sebagaian besar industry kulit berlokasi di Jawa yang padat penduduknya, sehingga kehadiran pabrik kulit dirasakan sangat mengganggu. Hal ini disebabkan karena proses penyamakan kulit pada umunya masih menggunakan bahan penyamak kimia.

1.2

TUJUAN DAN MANFAAT MAKALAH 1) Tujuan a. Mengetahui dan menganalisis bagaimana proses penyamakan kulit hewan dimulai pre tanning, tanning, dan finishing. b. Mengetahui bagaimana proses pembuatan sepatu dari kulit hewan kelinci. c. Mengetahui teknologi tepat guna dalam proses pengolahan kulit. 2) Manfaat Pelaksanaan makalah ini mempunyai banyak manfaat terutama untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi persaingan dalam dunia kerja. a. Bagi Penulis. Untuk mengetahui sejauh mana teori-teori yang telah di dapat selama perkuliahan bisa diterapkan khususnya dalam bidang peternakan. b. Bagi Perusahaan Diharapkan bisa menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam memberikan insentif dan displin kerja kepada karyawan. c. Bagi Pihak Lain Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan atau acuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian maupun pengembangan dalam bidang kajian yang sama, khususnya bagi pihak-pihak yang terkait pada bidang ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proses penyamakan kulit adalah proses pengolahan kulit binatang melalui beberapa tahapan proses sehingga kulit binatang yang masih utuh dirubah menjadi kulit yang siap digunakan untuk pembuatan produk-produk hilir seperti sepatu, dompet, ikat pinggang, jok kursi dan sebagainya. Kulit binatang (domba, sapi, kerbau) sebelum disamak, pada umumnya digarami dan dijemur di bawah sinar matahari. Setelah kering, kulit tersebut selanjutnya dilakukan proses penyamakan secara bertahap dengan menggunakan bahan kimia. Proses penyamakan ini mencakup: perendaman (soaking), pengapuran (liming), pencabutan / penghilangan bulu (dehairing), penghilangan kapur (deliming), buang protein (bating), penghilangan lemak (degreasing) dan pengasaman (pickling), dan penyerutan (shaving). Selama proses penyamakan, senyawa non-kolagen harus dihilangkan, dan tingkat penghilangan senyawa non-kolagen ini menentukan kualitas kulit. Untuk itu, penambahan enzim sangat diperlukan untuk mempermudah proses penyamakan dan disamping itu penambahan enzim dapat pengurangan bahan kimia yang digunakan, sehingga berdampak pula terhadap pengurangan limbah kimia yang dihasilkan. Penerapan penyamakan dengan menggunakan enzim sebenarnya sudah pula diterapkan, yaitu dengan menggunakan bahanbahan tambahan kulit tumbuhtumbuhan bakau, namun hal ini berdampak pula terhadap kelestarian hutan bakau dan prosesnya kurang dapat dikendalikan. Sebelum proses penyamakan, kulit dapat dilakukan pre-treatment lebih dahulu, yaitu dengan merendam dalam air. Pada proses perendaman ini kadang-kadang ditambahkan gula dengan maksud mempercepat pertumbuhan bakteri putrefaksi (pembusuk protein) guna mempermudah proses pencabutan rambut/bulu. Waktui yang dibutuhkan untu proses perendaman tergantung dari jenis kulit dan keadaab kulit sebelumnya. Proses ini dapat berlangsung sampai 24 - 36 jam.( Pawiroharsono 2002 ) Pada proses penyamakan kulit dapat menggunakan berbagai macam bahan penyamakan yaitu bahan penyamak mineral nabati dan sintetis. "Reduced-Chrome" (RC), merupakan garam chrome yang mempunyai Cr-enam, supaya dapat digunakan sebagai bahan penyamak maka harus direduksi terlebih dahulu yaitu direaksikan dengan reduktor dalam suasana asam.
3

Bahan reduktor biasanya gula, molase (tetes), sedangkan asam yang digunakan adalah asam sulfat. Menurut PURNOMO (1992) garam chrome complex dibuat dari natrium bikarbonat atau kalium bikarbonat, yang direduksi dengan glukosa atau sukrosa dalam suasana asam. Proses penyamakan kulit ramah lingkungan ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu (Pawiroharsono, dkk., 2002): 1). Proses fermentasi untuk produksi enzim protease Pada tahap ini pada dasarnya menumbuhkan bakteri Bacillus megaterium secara optimal dalam medium molase urea di dalam fermentor. Untuk mencapai optimal, maka fermentor tersebut dilengkapi agitator dan aerasi, yang dioperasikan pada temperature 37 C. Apabila fermentasi dilakukan pada volume yang besar, maka proses fermentasi harus di-scale-up, yaitu dilakukan secara bertahap dari volume yang kecil ke volume yang besar. Kultur awal disebut sebagai kultur starter untuk fermentasi berikutnya dan seterusnya. Volume starter pada umumnya berkisar anatar 5 10 % dari volume fermentasi berikutnya. 2). Proses pemanenan enzim atau downstream process Proses ini merupakan proses hilir untuk memisahkan media yang mengandung enzim dari sel dan selanjutnya dapat diproses lanjut untuk pemurnian produk tersebut. Hal ini perlu segera dilakukan untuk menghindari kerusakan produk, mengingat enzim adalah senyawa protein. Proses hilir pada produksi enzim protease ini dilakukan dengan teknik penyaringan dengan menggunakan membrane atau disebut microfilter dengan porositas 0,5 mikron. 3). Proses penyamakan kulit dengan menggunakan enzim protease Uji coba produk enzim protease (exolite) dilakukan untuk penyamakan kulit kambing, domba dan sapi melalui kerjasama dengan Balai Besar Litbang Industri Barang Karet, Kulit dan Plastik, Jogjakarta) dan di industry penyamak kulit di Jogyakarta, Garut dan Magetan, karena di sini fasilitas peralatan penyamakan kulit lengkap. Kulit yang akan disamak lebih dahulu dikeringkan dengan ditambahkan garam agar kulit tidak rusak. Pada prinsipnya proses penyamakan kulit dilakukanmengikuti prosedur baku yang telah diterapkan di industri kulit. Dalam hal ini penggunaan enzim hanya dilakukan pada

proses penghilangan bulu atau dehairing, yaitu sebesar 0,5 1 % dari volume kulit yang diproses. (O'flaherty dan Roddy Lollar, 1962). Sebelum dilakukan penyamakan kulit perlu dilakukan pengawetan terlebih dahulu dengan menggunakan garam atau asap cair untuk kulit yang akan disamak dengan bulunya atau dikeringkan untuk kulit yang akan disamak untuk kulit jaket atau kulit kelinci untuk atasan sepatu. Perontokan bulu dapat menggunakan enzim exolite yang dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Sedangkan untuk bating dapat menggunakan ragi tempe, papain maupun nanas, untuk penyamakan kulit dapat menggunakan mimosa apabila kulit tersebut dihilangkan bulunya dan akan dijadikan barang kulit seperti tas, dompet, dll. Agar kulit menjadi lemas maka perlu diberi minyak. Minyak yang digunakan dapat menggunakan minyak kelapa atau kuning telur. Bahan-bahan tersebut di atas mudah didapatkan di pedesaan, sedangkan peralatan untuk proses dapat menggunakan ember atau drum penyamakan ukuran kecil.( Untari, 2004).

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1

Penyamakan Kulit Kelinci dengan Teknologi Tepat Guna sebagai Bahan Kerajinan Kulit dan Sepatu dalam Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci

Kulit kelinci rata-rata mempunyai luas antara 1,5- 2,5 feet sehingga penyamakannya bisa dilakukan dengan tangan maupun drum penyamakan ukuran kecil (diameter drum 80100 cm) dan bisa dilakukan di pedesaan. Akan tetapi proses produksi penyamakan kulit merupakan proses yang mengandung limbah berbahaya, oleh karena itu perlu ditunjang teknologi bersih yaitu mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi. Sebelum dilakukan penyamakan kulit perlu dilakukan pengawetan terlebih dahulu dengan menggunakan garam atau asap cair untuk kulit yang akan disamak dengan bulunya atau dikeringkan untuk kulit yang akan disamak untuk kulit jaket atau kulit kelinci untuk atasan sepatu. Perontokan bulu dapat menggunakan enzim exolite yang dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Sedangkan pada proses bating dapat menggunakan ragi tempe, papain ataupun nanas. Untuk penyamakan kulit dapat menggunakan mimosa apabila kulit tersebut dihilangkan bulunya dan akan dijadikan barang kulit seperti tas, dompet, dll. Agar kulit menjadi lemas maka perlu diberi minyak. Minyak yang digunakan dapat menggunakan minyak kelapa atau kuning telur. Bahan-bahan tersebut di atas mudah didapatkan di pedesaan, sedangkan peralatan untuk proses dapat menggunakan ember atau drum penyamakan ukuran kecil. Proses penyamakan kulit mempunyai arti yaitu mengubah kulit mentah menjadi kulit tersamak yang stabil. Kulit dapat dipergunakan menjadi beberapa macam barang kulit, baik kulit bulunya maupun kulit jaket, kulit untuk atasan sepatu atau untuk barang kulit lainnya. Penyamakan adalah serangkaian kegiatan pengolahan pada kulit dengan menambahkan bahanbahan penyamak sehingga kulit yang labil menjadi stabil terhadap pengaruh kimia, fisik, maupun mikroorganisme lainnya.

Pada proses pengolahan kulit kelinci teknologi tepat guna ada beberapa poin yang penting diantaranya pada proses: 1. Pengawetan Kulit kelinci dapat diawetkan dengan digarami dan dikeringkan. Kulit kelinci yang akan disamak bulu (fur) sebaiknya diawet dengan garam karena akan mengurangi kerontokan bulunya. Sedangkan kulit kelinci yang bulunya banyak yang rontok masih bisa dimanfaatkan yaitu disamak menjadi kulit kulit glace. Kulit glace adalah kulit ternak kecil yang disamak chrome dan umumnya digunakan untuk atasan sepatu wanita bagian atas. 2. Buang bulu. Tahapan buang bulu bisa menggunakan azim exolite, yang merupakan enzim protease. Penggunaan exolite ini dinilai mampu mengurangi ongkos produksi, kulit lebih baik, rendemen kulit finish naik 0,03%, kulit lebih keset sehingga resiko kerusakan pada saat spliting kecil, dapat mencuci dengan air yang lebih sedikit, kulit lebih bersih, limbahnya tidak berbau, dan ramah lingkungan. Dilanjutkan pembuangan bulu dengan cara dikerok menggunakan pisau tumpul mulai leher sampai ekor. 3. Bating / Pengikisan Protein Proses bating dapat menggunakan berbagai bahan nabati misalnya nanas, ragi, dan tempe. Hasil uji fisis, organoleptik clan kimiawi selain kadar air sesuai SNI 064362-1996, sehingga dapat digunakan sebagai bahan bating. Baik pankreas, papain, Rhizopus sp dapat digunakan sebagai bahan bating pengganti bahan bating impor. 4. Penyamakan Kulit Pada proses penyamakan kulit dapat menggunakan berbagai macam bahan penyamakan yaitu bahan penyamak mineral nabati dan sintetis. Dipaparkan bahwa "Reduced Chrome" (RC) merupakan garam chrome yang mempunyai Cr-enam, supaya dapat digunakan sebagai bahan penyamak maka harus direduksi terlebih dahulu yaitu direaksikan dengan reduktor dalam suasana asam. Bahan reduktor seperti gula, molase (tetes), sedangkan asam yang digunakan adalah asam sulfat. Di daerah Magetan Jawa Timur penggunaan Reduced Chrome yang digunakan

sebanyak 12% dari berat kulit setelah buang daging dan lemak untuk proses
7

penyamakan kulit bulu, untuk kulit

glace sebanyak 12% dari berat

bloten.

Dengan menggunakan Reduced Chrome sebesar 12% ternyata lebih ekonomis dibandingkan dengan menggunakan kombinasi keduanya. Sedangkan penyamak nabati menggunakan Valonea mempunyai kemuluran antara 5759%, jauh lebih kecil dibandingkan dengan penyamakan yang menggunakan mimosa, karena valonea termasuk golongan pyrogallol, dimana golongan ini mempunyai daya ikat kurang kuat yang mengakibatkan bahan penyamak ini tidak bisa digunakan untuk penyamakan tunggal. Ada beberapa bahan penyamak nabati yaitu: 1. Golongan pirogallol (golongan hidrolisa, pembentuk asam). Contoh: kayu oak, buah myrobalan, valonea, sumac. 2. Golongan pirokatekhol (golongan kondensasi, pembentuk flobafen/endapan) Contoh: kayu quebracho, akasia mimosa, bakau, gambir 5. Pengecatan Dasar (khusus untuk kulit selain samak bulu) Cat dasar ada beberapa macam: a. b. c. Cat dasar langsung. Molekulnya besar dan berat molekulnya tinggi. Cat asam, molekulnya lebih kecil dibandingkan cat langsung. Cat metal, biasanya mempunyai gugus hidroksi/dihidroksi yang dalam molekulnya cat terikat kepada atom Cr atau Co. d. Cat basa, molekulnya mempunyai gugus amino, cat ini memberikan warna cerah dan rata. e. Cat yang larut pada pelarut tertentu, misalnya cat yang larut dalam minyak. Chromosal B sebanyak 8% maupun

6. Peminyakan Kulit Minyak untuk pelemasan kulit dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Minyak anionik Minyak anionik didapat dari proses sulfitasi minyak yang umum dikenal adalah minyak basil sulfatasi/ sulfonasi/sulfitasi dari minyak ikan, minyak jarak dan minyak tracak/kuku sapi. b. Minyak kationik

Digunakan untuk meminyaki permukaan kulit yang sudah diminyaki dengan minyak anionic dan untuk meminyaki kulit corrected grain, ini untuk mengurangi kemungkinan mudah retaknya nerf.

3.2 Menyembunyikan/Meniadakan Proses Buang Bulu dan Karakterisasi dari Enzim Komersil yang Digunakan di Industri Kulit (Assessment of Pollution Load from Unsafe Chromium Leather Tanneries in India)

Di Negara India terdapat penyamakan kulit sekitar 2500 yang memproduksi 7 juta ton kulit pada tahun 2005. Pada proses penyamakan kulit menggunakan penyamakan chrome . Proses penyamakan kulit di India dimulai dari pengobatan, perendaman, pengapuran, dan buang bulu, buang kapur, bating, pickle, dan penyamakan chrome. Proses penyamakan chrome menggunakan dichromate, sodium chromate, dan chromium sulphate. Dan proses ini menghasilkan limbah kromium jumlah banyak. Dari senyawa kromium diterapkan dalam proses penyamakan krom, itu sekitar 69.000 ton per tahun dengan jumlah 1600 penyamakan kulit, 25-39% limbah kromium dihilangkan dalam air limbah, 45% dalam bentuk Cr+6 garam, dan 61-75% diserap dalam kulit. Hal ini mengakibatkan sekitar 80% dari penyamakan kulit telah menyebabkan pencemaran air yang sangat parah dan menyebabkan pencemaran air tanah dengan kromium heksavalen beracun secara luas tersebar di seluruh India. Proses penyamakan kulit di India dimulai dari tahapan: 1. Brushing Penyikatan kulit secara manual/menggunakan tangan dengan memberi garam kemudian direndam. 2. Soaking Melakukan perendaman selama 24 jam dalam drum berisi air. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan garam (NaCl), kotoran-kotoran, dan darah. 3. Liming Melakukan pengapuran menggunakan larutan Natrium Sulfida (Na2S) lalu dibiarkan selama dua hari supaya kulit agak bengkak dan longgar.
9

4.

Reliming Melarutkan dengan kapur tohor untuk memudahkan menghilangkan

rambut/bulu dan daging. 5. Deliming Membuang air kapur dengan cara air yang mengalir. Pada pembuangan air kapur bisa menggunakan bahan seperti Amonium Sulfat (NH4)2SO4. 6. Chromium tanning Melakukan pengawetan, penyamakan krom, dan pengeringan. Proses penyamakan chrom pada dasarnya adalah reaksi ion kromat (Cr+6) dengan protein dalam substansi untuk mendapatkan kualitas yang baik dari kulit. Na2Cr2O7 + H2SO4 Na2SO4 + H2Cr2O2 Asam belerang mengurangi asam kromat, Cr+3, dan Cr+6.

3.3

Penerapan Enzim Untuk Penyamakan Kulit Ramah Lingkungan Enzim adalah senyawa protein yang dihasilkan oleh makhluk hidup yang berfungsi untuk melakukan katalisa dalam reaksi biokimia yaitu dengan membentuk senyawa komplek enzim substrat. Selanjutnya dari senyawa komplek ini akan membentuk produk yang dinginkan dan pada akhir reaksi enzim tersebut akan terpisah kembali. Penyamakan kulit ramah lingkungan ini dilaksanakan dengan menggunakan bahan penyamak biologis dalam bentuk enzim protease yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus megaterium. Produk ini kemudian diperkenalkan dengan nama Exolite. Kulit ternak (domba, sapi, kerbau) sebelum disamak pada umumnya digarami dan dijemur di bawah sinar matahari. Setelah kering kulit tersebut dilakukan proses penyamakan bertahap menggunakan bahan kimia. Proses penyamakan ini meliputi perendaman (soaking), pengapuran (liming), penghilangan bulu (dehairing),

penghilangan kapur (deliming), buang protein (bating), penghilangan lemak (degreasing), pengasaman (pickling), dan penyerutan (shaving). Penyamakan menggunakan enzim seperti bahan-bahan tambahan kulit tumbuhtumbuhan bakau, namun hal ini berdampak pula terhadap kelestarian hutan bakau dan prosesnya kurang dapat dikendalikan. Sebelum proses penyamakan kulit dapat dilakukan pre treatment lebih dahulu, yaitu dengan merendam dalam air. Pada proses
10

perendaman ini kadang-kadang ditambahkan gula dengan maksud mempercepat pertumbuhan bakteri putrefaksi (pembusuk protein) guna mempermudah proses pencabutan rambut/ bulu. Waktu yang dibutuhkan untuk proses perendaman tergantung dari jenis kulit dan keadaan kulit sebelumnya. Proses ini dapat berlangsung sampai 24 - 36 jam. Pemanfaatan enzim untuk penyamakan kulit dapat dilakukan sejak awal proses penyamakan, yaitu khususnya pada: Perendaman (soaking) dengan menambahkan enzim protease basa atau campuran protease dan enzim amilase Pencabutan bulu (dehairing) dengan enzim protease basa Penghilangan lemak(degreasing) dengan lipase basa Penghilangan protein(batting) dengan protease basa

Tabel 1. Enzim mikroorganisme untuk proses penyamakan kulit Kulit yang akan disamak dikeringkan dulu dengan ditambahkan garam agar kulit tidak rusak. Penyamakan kulit dilakukan mengikuti prosedur baku yang telah diterapkan di industri kulit yaitu melalui beberapa tahap. Dalam hal ini penggunaan enzim hanya dilakukan pada proses penghilangan bulu atau dehairing yaitu sebesar 0,5 1 % dari volume kulit yang diproses. Penambahan enzim protease pada proses penghilangan bulu memberikan manfaat yaitu: 1. Mempermudah dan mempercepat proses penghilangan bulu (dehairing). 2. Bahan sodium sulfida (Na2S) dapat dikurangi atau bahkan dapat ditiadakan. 3. Mengurangi kerusakan bulu.
11

4. Proses bating dapat ditiadakan karena pemanfaatan enzim protease sekaligus dapat menghidrolisa protein sisa-sisa pada kulit. Ditiadakannya proses bating berarti pula meniadakan bahan kimia yang biasa digunakan pada proses bating. 5. Mengurangi jumlah polutan pada limbah industri penyamakan kulit, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan dari pencemaran industri penyamak kulit dapat diturunkan. 6. Kualitas kulit yang dihasilkan bertambah baik (kulit menjadi lebih halus/ lembut dan mudah dilipat) serta memenuhi SII (Standardisasi Industri Indonesia).

3.4

Teknik Penyamakan Kulit Bulu Kelinci Rex Dengan Bahan Penyamak Khrom Diagram Alir Penyamakan Kulit Bulu

Kegiatan penyamakan kulit bulu kelinci Rex dikerjakan di Balai Besar Industri Barang Kulit, Karet clan Plastik (BBKKP) Yogyakarta. Bahan penyamak khrom yang merupakan bahan mineral hasil konversi dari dikromat menjadi Chrom Sulfat atau Cr2 (SO4)3. Dipasaran dikenal dengan merek dagang Chromatan, Chromosal B, Chrom Alum, Nantrium
12

Bicharbonat. Ikatan yang terjadi antara khrom dengan kolagen kulit akan membentuk ikatan silang yang terjadi karena kemampuan bereaksi molekul khrom yang bervalensi 3 terhadap gugus amino pada protein kolagen kulit yang reaktif. Keunggulan bahan penyamak khrom adalah dapat menghasilkan kulit samak yang bersifat lemas, kuat dan tahan terhadap air mendidih. Proses penyamakan khrom (Tanning) Mengubah fibril-fibril pada kolagen kulit menjadi masak dan berikatan dengan bahan penyamak sehingga kulit menjadi stabil dan tahan terhadap pengaruh fisik, kimia, dan mikrobiologis. 1. Basyting (Menaikan Basisitas) Proses ini bertujuan untuk menaikan pH menjadi basa. Kemikalia yang dipakai adalah Na2CO3. Dengan naiknya pH menjadi basa maka akan memudahkan dalam proses selanjutnya. 2. Netralisasi Bertujuan menetralkan kulit wet blue dari asam yang berasal pada proses pengasaman dan asam dari hidrolisa zat penyamak khrom. Asam-asam yang dinetralisir adalah asam yang terdapat diantara serat-serat kulit yang belum hilang pada proses pencucian. Apabila asam tersebut tidak hilang maka dapat mempengaruhi proses peminyakan karena akan mengemulsikan minyak clan pecah dipermukaan kulit . Air yang dipakai adalah air hangat 45 C ditambah dengan Na2CO3 dan diputar selama 60 menit. 3. Penyamakan Ulang (Re tanning) Bertujuan untuk menyempumakan hasil penyamakan. Dalam penyamakan ulang dapat dikombinasikan dengan bahan penyamak sintetis seperti Irgatan, Basintan dan lain-lain atau tetap menggunakan khrom. 4. Penggemukan (Fat Liquoring) Bertujuan melemaskan serat-serat kulit sehingga menjadi lembut, untuk memperkecil daya serap air dan juga untuk memberikan kilap pada bulu sehingga dalam penilaian organoleptik dapat memberikan hasil yang baik pada penampilan kulit secara keseluruhannya.

13

5. Fixasi Bertujuan untuk menahan minyak yang telah diserap kulit pada proses penggemukan agar tidak keluar lagi . Kemikalia yang dipakai adalah asam semut (HCOOH). 6. Pemeraman (Aging) Proses ini bertujuan untuk membiarkan kulit yang telah disamak berproses terus untuk pematangan. Caranya adalah kulit yang telah difiksasi diperah aimya lalu ditiriskan pada kuda-kuda yang disediakan dan dibiarkan selama semalam. 7. Proses Perentangan (Toggling) Proses akhir ini bertujuan meregangkan kulit sampai seregang-regangnya. Caranya adalah kulit samak bulu yang setengah kering diregangkan pada alat peregang secara berulang-ulang sehingga kulit samak menjadi lemas.

14

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

KESIMPULAN 1. Pancreas, papain, Rhizopus sp (ragi tempe) dan nanas adalah bahan alami yang mengandung enzim protease yang cukup tinggi sehingga memungkinkan digunakan sebagai bahan bating dan banyak terdapat di Indonesia. 2. Pengembangan industri enzim protease dan aplikasi untuk penyamakan kulit dapat menjadi alternatif solusi permasalahan pencemaran oleh industri kulit. Penggunaan enzim pada proses penyamakan kulit dapat mengurangi limbah kimia seperti H2S, ammonia dan lemak. meningkatkan efisiensi proses penyamakan kulit, karena dapat meniadakan proses bating berarti mengurangi biaya produksi karena dapat mengurangi waktu proses dan bahan yang digunakan untuk penyamakan kulit. 3. Penggunaan penyamakan chrome jenis dichromate, sodium chromate, dan chromium sulphate menghasilkan limbah kromium jumlah banyak. Sekitar 80%, lingkungan tercemara air yang sangat parah. Asam belerang mengurangi asam kromat, Cr+3, dan Cr+6.

4.2

SARAN Penyamakan kulit yang ramah lingkungan tentunya sangat memberikan kontribusi yang lebih apabila segera diaplikasikan oleh para industri kulit untuk meminimalisir bahan-bahan kulit yang impor dan hasilnya mampu mengurangi populasi limbah kimia hasil penyamakan kulit.

15

DAFTAR PUSTAKA

Bilgi. S.T., dkk. 2009. Determination of Bacterial and Fungal Numbers in Floats of PreTanning Operations. Department of Biology, University of Canakkele Onsekiz Mart. Turkey. Heredity African Journal of Biotechnology Vol. 8(8), pp. 16021607. Dettmer, A. ,dkk. 2011. Hide Unhairing and Characterization of Commercial Enzymes Used in Leather Manufacture. Chemical Engineering Department, Laboratory for Leather and Environmental Studies (LACOURO). Brazil. Heredity Vol. 28 No. 03, pp. 373 380. Iyer, Gurumurthy Vijayan. 2006. Assessment of Pollution Load from Unsafe Chromium Leather Tanneries in India. WSEAS International Conference on Energy & Environmental Systems Chalkida. Greece. Heredity 496-505. Pawiroharsono, Suyanto. 2008. Penerapan Enzim Untuk Penyamakan Kulit Ramah

Lingkungan. Peneliti di Pusat Teknologi Bioindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Jurnal Tek. Ling, Hal. 51-58. ISSN 1441-318X Purnama, R. Denny. 2001. Teknik Penyamakan Kulit Bulu Kelinci Rex dengan Bahan Penyamak Khrom. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Untari, Sri .2010. Penyamakan Kulit Kelinci dengan Teknologi Tepat Guna sebagai Bahan Kerajinan Kulit dan Sepatu dalam Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik. Yogjakarta. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci.

16

Anda mungkin juga menyukai