Anda di halaman 1dari 34

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


ANAMNESIS Nama : Ny. Umur : 63 thn Ruang : B.P.U

PUSKESMAS : Tegalrejo

Nama Lengkap Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Pekerjaan Pendidikan Terakhir

: Ny. Rubiyati : 63 thn : Perempuan : Bangunrejo 51/11 : Islam : Ibu Rumah Tangga : SMP : 14 Januari 2012 : 14 Januari 2012 : 15 Januari 2012

Tgl kunjungan PUSKESMAS Tgl Home visit I Tgl Home visit II

Tanggal 14 Januari 2012 KELUHAN UTAMA : Pusing seperti mau pingsan

1. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan Pusing dan badan terasa lemah yang dirasakan sudah beberapa hari ini, dan memberat 1HSMRS yang mengakibatkan pasien hampir mau pingsan saat pulang dari sebuah acara. Pasien mengeluh badan akhir-akhir ini cepat lelah, pasien hanya makan 2x sehari dengan porsi sedikit karena penyakit DM yang dideritanya sejak 3 tahun yang lalu, pasien juga sering mengeluh BAK 3-4x tiap malam hingga kadang-kadang mengganggu waktu istirahat pasien.

2. Riwayat Penyakit Dahulu Keluhan serupa dibenarkan Riwayat Hipertensi sejak 3 tahun yang lalu RM.01.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Riwayat Penyakit DM sejak 3 tahun yang lalu Riwayat penyakit Jantung disangkal Riwayat alergi disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga Ibu kandung pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi Ayah kandung pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan DM Riwayat alergi disangkal

4. Riwayat Pengobatan Sebelumnya Pasien sering berobat ke PUSKESMAS untuk kontrol DM dan Hipertensinya

5. Riwayat Pribadi Pasien merupakan seorang ibu 63 tahun dengan 6 orang anak. Anak pertama laki-laki umur 43 tahun, anak kedua laki-laki umur 41 tahun, anak ketiga umur 39 tahun, anak keempat dan kelima lahir kembar laki-laki dan sekarang berumur 37 tahun, dan anak terakhir perempuan umur 30 tahun. Pasien tinggal bersama anak terakhirnya di rumahnya. Pasien telah ditinggal suaminya untuk bekerja di kalimantan sejak >5 tahun dan Cuma pulang 6 bulan sekali ke rumah dan itu pun Cuma 1 minggu di rumah. Untuk kebutuhan sehari-harinya pasien dapat kiriman dari suaminya, tetapi kirimannya tidak menentu 1jutaan tiap dikirim itu untuk kebutuhan makan, dll. Pasien saat ini tidak bekerja karena tubuhnya sudah merasa tua dan lemah, jadi pasien tidak mempunyai tambahan penghasilan, pasien tinggal di rumah kontrakan bukan rumah sendiri, yang biaya kontraknya 2,5jt pertahun, saat ini pasien mengalami beban pikiran bagaimana cara membayar uang kontrak rumah yang akan habis beberapa bulan lagi.

6. Riwayat Agama Pasien beragama Islam dan mengaku selalu mengerjakan sholat wajib. 7. Riwayat Sosial Pasien termasuk orang yang supel bergaul dengan tetangga sekitarnya dan tidak ada masalah dengan lingkungan sekitar.

RM.02.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


8. Riwayat Ekonomi Pasien merasa kondisi ekonominya terasa kurang, hasil dari uang kiriman suaminya terasa kadang kurang untuki mencukupi kebutuhannya, ditambah harus membayar uang rumah kontrakan yang akan habis. Pasien berhenti bekerja sejak sering sakit dan memiliki riwayat penyakit DM dan Hipertensi. Anak-anak pasien tinggal berjauhan dan jarang bahkan hampir tidak pernah mengirimkan uang untuk pasien. -

Anamnesis Sistem Neurologi : Panas (-), pusing (+), kelumpuhan anggota gerak (-), kesadaran menurun (-)

Respirasi Kardiovaskular Gastrointestinal

: Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-), pernapasan dangkal (-) : Pucat (-), takikardi (-), : Mual (-), Muntah (-),nyeri uluhati (+), BAB cair (-) warna hitam, perut

kembung(-), sakit pada anus (-), flatus (+) Urogenital Muskuloskeletal Integumentum : BAK lancar, nyeri BAK (-), BAK sering (+) : Lemas (+), kaku sendi (-), nyeri sendi (-) : Gatal (-), nyeri tekan epigastrium(-)

PEMERIKSAAN JASMANI

Nama : Ny. Rubiyati Umur : 63 Tahun

Ruang

: B.P.U

PUSKESMAS : Tegalrejo

PEMERIKSAAN UMUM Kesan umum Kesadaran Tanda Utama Nadi / HR Suhu badan Pernafasan Tekanan Darah BB : 84 x/menit : 36C : 24 x/menit : 170/90 mmHg : 45 kg RM.03. : Baik : Kompos mentis

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


TB Gizi : 150 cm : Cukup BMI: 20

Status Generalis Kulit Kelenjar limfe Kepala Muka : teraba hangat, tidak kering, turgor kulit kembali < 2 detik, petekie (-). : pembesaran (-) : Simetris, mesochepal, distribusi rambut merata : Simetris, tidak ada jejas Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikhterik (-/-), pupil isokor 3 mm, reflek cahaya (+/+) Hidung Mulut/Gigi Telinga Leher Otot Tulang Sendi : Deviasi sputum (-), discharge (-) : Bibir kering (-), lidah tidak kotor, carries (-) : Simetris, serumen (-/-) : pembesaran kelejar tiroid dan kelenjar limfe (-) : tonus normal. : deformitas (-). : gerakan bebas, anggota gerak lemas (-), nyeri gerak (-).

PEMERIKSAAN KHUSUS Thoraks :

Inspeksi : Simetris, gerakan respirasi dalam batas normal, massa (-), retraksi suprasternal (-), retraksi intercosta (-), hematom (-),deformitas (-). Jantung Palpasi Perkusi Batas-batas Jantung Batas kanan atas Batas kiri atas : SIC II, LPS dextra ; : SIC II, LMC sinistra : : iktus kordis tak kuat angkat

Batas kanan bawah : SIC IV, LPS dextra ; Batas kiri bawah : SIC IV, LMC sinistra Auskultasi : S1 > S2 reguler, bising (-), gallop (-)

RM.04.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Paru-paru Depan : Inspeksi : Kanan Kiri

Tampak simetris, retraksi suprasternal (-), Tampak simetris, retraksi suprasternal (-), retraksi intercosta (-), tidak ada ketinggalan gerak, hematom (-). retraksi intercosta (-), tidak ada ketinggalan gerak, hematom (-). Vokal fremitus kanan sama dengan kiri, ketinggalan gerak (-) Sonor pada seluruh lapang paru Suara dasar vesikular, Ronkhi kering (-), Ronkhi basah (-), krepitasi (-), Kiri Simetris, Ketinggalan gerak (-), vokal fremitus ka=ki. Sonor pada seluruh lapang paru Suara dasar vesikular, Ronkhi kering (-), Ronkhi basah (-), krepitasi (-),

Palpasi

Vokal fremitus kanan sama dengan kiri, ketinggalan gerak (-)

Perkusi

Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi Suara dasar vesikular, Ronkhi kering (-), Ronkhi basah (-), krepitasi (-), Belakang Inspeksi Palpasi Perkusi Kanan Simetris, Ketinggalan gerak (-), vokal fremitus ka=ki. Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi Suara dasar vesikular, Ronkhi kering (-), Ronkhi basah (-), krepitasi (-).

Abdomen Ektremitas

: lihat status lokalis abdomen :

Akral hangat, perfusi jaringan baik, kapilari refil < 2 detik, deformitas (-). Superior kanan Superior kiri Inferior kanan Inferior kiri : Edem (-), sianosis (-), tonus cukup : Edem (-), sianosis (-), tonus cukup : Edem (-), sianosis (-), tonus cukup : Edem (-), sianosis (-), tonus cukup :

Status lokalis regio abdomen

Inspeksi : perut tegang (-), dinding abdomen lebih rendah dari dinding dada, sikatrik (-) Auskultasi : peristaltik (+) meningkat Palpasi : tegang (-), defans muskular (-), massa (-), nyeri tekan pada epigastrium(-) , nyeri lepas tekan (-), turgor kulit kembali cepat < 2 detik (normal), hepar dan lien tak teraba, nyeri ketok ginjal (-/-), murphy sign (-) Perkusi : Timpani (+)

RM.05.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Pemeriksaan Penunjang Usul cek Hb, darah lengkap, urin dan feses DIAGNOSIS: Diabetes Melitus Tipe II dengan Hipertensi Grade II

PENATALAKSANAAN : Short term Edukasi tentang penyakit yang diderita Hindari stres dan bekerja terlalu berat Konsumsi makanan porsi kecil dan lunak serta seimbang dan kurangi lemak dan karbohidrat Jangan sampai terlambat makan dan hindari makan berlebihan Usahakan buang air besar secara teratur Konseling Rujuk pada psikolog Usulan cek hb, darah lengkap, feses Obat: R/ Captopril 25mg 3 dd 1 R/ Metformin 1 dd1 R/ Diazepam 2mg 1 dd 1 Mid term Evaluasi tentang pasien Konsul psikolog Keluhan pasien berkurang Obat : R/ Captopril 25mg 3 dd 1 R/ Metformin 1 dd1 R/ diazepam 2mg 1 dd1 o Long Term Gaya Hidup Sehat ; makan makanan bergizi, makan tepat waktu dan istirahat cukup Hindari stres dan bekerja terlalu berat Saran: konsul ke psikolog

RM.06.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Menejemen pasien Short term Promotive Edukasi tentang penyebab sakitnya,pentingnya kontrol Mid term Edukasi pentingya berpikir positif,membuat hati lebih senang Long term Edukasi untuk menjaga agar tidak stres

Preventive

Mengurangi makanan karbohidrat dan Lemak, mengurangi makanan yang asin-asin

Melatih berpikir positif, menghilangkan prasangka buruk.Lebih mendekatkan diri pada Allah,rajin beribadah

Selalu berpikir optimis,mengikuti kegiatan adat karya,

Curative

Medikamentosa ex : Antihipertensi, Antidiabetik oraldiazepam, Cek hb, darah rutin, dan feses

Penggunaan medikamentosa teratur

Rehabilitative

Konsul ke psikolog Konseling pemecahan masalah kehidupan keluarga

Konsul ke psikolog Konseling pemecahan masalah kehidupan keluarga

Konsul ke psikolog Konseling pemecahan masalah kehidupan keluarga

HASIL KUNJUNGAN KE RUMAH : KONDISI PASIEN Kunjungan ke rumah dilakukan pada tgl 14 Januari 2012 pukul 14.00-16.00 WIB. Kunjungan kedua dilakukan pada tgl 15 Januari 2012 pukul 15.00- 17.00. Pasien tampak sedang RM.07.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


beristirahat di rumah. Keluhan pasien badan lemas dan pusing, pasien tampak pasrah dengan keadaannya dan kadang merasa cemas dan takut terutama masalah ekonominya.

KEADAAN RUMAH a) Lokasi : Rumah yang dihuni pasien terletak di pemukiman yang padat,

saling berimpit antar tetangga, didepan rumah terdapat jalan kecil. b) Kondisi rumah : bangunan permanen, tidak bertingkat, dinding bagian depan

tembok,dinding dapur tembok, atap dari genting tidak ada langit-langit. Jika hujan rumah banjir karena atap bocor c) Luas d) Lantai Rumah e) Pembagian ruangan : luas rumah 120m2 , jumlah orang dalam1 rumah ada 2 orang : lantai ubin kondisi kotor : terdapat 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 dapur, 1 warung dan 1 : terdapat 3 jendela berukuran 1x0,5 m2 , jendela hanya terdapat

kamar mandi di dalam rumah f) Jendela rumah

di depan rumah, tidak ada jendela di kamar g) Pencahayaan : Cahaya yang masuk ke ruang kurang, Pencahayaan diukur

dengan cara manual yaitu pemeriksa kemampuan membaca di dalam ruangan tanpa menggunakan alat bantu penerangan. h) Kebersihan dan tata letak barang dalam ruangan : kebersihan dalam rumah kurang

baik dan tata letak barang-barang dalam rumah berantakan dan kotor. i) Sanitasi Dasar : persediaan air berasal dari sumur, jamban terletak didalam

rumah, sarana pembuangan air lmbah dialirkan ke selokan kecil dibelakang rumah j) Halaman k) Kesan kebersihan l) Kepemilikan barang : Pasien tidak memiliki kursi dan meja tamu, tidak memiliki tempat tidur, lemari pakaian, perlengkapan dapur dan perlengkapan eletronik berupa 1 unit tv 14. : tidak memiliki halaman, terdapat tanaman. : kurang bersih

Tabel. Variabel dan Nilai Skor Variabel Rumah Sehat


No 1 Variabel Lokasi Skor a. Tidak rawan 3

RM.08.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


b. Rawan banjir 1 2 Kepadatan Hunian a. Tidak padat (> 8 m2 / orang) 3 b. Padat (< 8 m2 / orang) 3 Lantai 1

a. Semen, ubin, keramik, kayu 3 b. Tanah 1 3

Pencahayaan

a. Cukup

b. Tidak cukup 1 5 Ventilasi a. Ada ventilasi 3

b. Tidak ada ventilasi 1 6 Air bersih a. Air dalam kemasan b. Ledeng / PAM c. Mata air terlindung 3 3 2

d. Sumur pompa tangan 2 e. Sumur terlindungi f. 2

Sumur tidak terlindung 1

g. Mata air tidak terlindung 1 h. Lain-lain 7 Pembuangan kotoran (kakus) a. Leher angsa 3 b. Plengsengan 2 c. Cemplung / cubluk 2 d. Kolam ikan/ sungai/ kebun 1 e. Tidak ada 1 8 Septi tank a. Dengan jarak >10 m ari sumber air minum 3 b. Lainnya 1 9 Kepemilikan WC a. Sendiri 3 b. Bersama 2 c. Tidak ada 1 10 SPAL a. Saluran tertutup 3 b. Saluran terbuka 2 c. Tanpa saluran 1 11 Saluran got a. Mengalir lancar 3 b. Mengalir lambat 2 1

RM.09.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


c. Tidak ada got 1 12 Pengelolaan sampah a. Diangkut petugas 3 b. Ditimbun 2 c. Dibuat kompos 3 d. Dibakar 2 e. Dibuang ke sungai 1 f. Dibuang sembarangan 1 g. Lainnya 1 13 Polusi udara a. Tidak ada gangguan polusi 3 b. Ada gangguan 1 14 Bahan bakar masak a. Listrik dan gas 3 b. Minyak tanah 2 c. Kayu bakar 1 d. Arang/ batu bakar 1 TOTAL 36

Penetapan skor kategori rumah sehat sebagai berikut : Baik Sedang Kurang : skor 35-42 (>83 %) : skor 29-34 (69-83 %) : skor <29 (<69 %)

Pada pasien termasuk kedalam kategori rumah yang baik.

NILAI APGAR APGAR keluarga merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur sehat/tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan oleh Rusen, Geyman dan Leyton, dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga /tingkat kesehatan keluarga.

KRITERIA

PERTANYAAN

HAMPIR SELALU (2)

KADANGKADANG (1)

HAMPIR TIDAK ADA (0)

ADAPTASI

Apakah pasien puas dengan keluarga karena

RM.010.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


masing-masing anggota keluarga telah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya? KEMITRAAN Apakah pasien puas dengan keluarga karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi ? PERTUMBUHAN Apakah pasien puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga untuk mengembangkan kemampuan pasien miliki? KASIH SAYANG Apakah pasien puas dengan kehangatan yang diberika keluarga KEBERSAMAAN Apakah pasien puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan TOTAL 2 2 0

Skor klasifikasi APGAR : RM.011.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


8-10 4-7 0-3 Fungsi keluarga baik Disfunsi keluarga sedang Disfungsi keluarga berat

Berdasarkan hasil penilaian APGAR kesimpulannya disfungsi keluarga sedang

GENOGRAM Dibuat tanggal 14 Januari 2012 Genogram keluarga Ny. Rubiyati


DM HT DM

BD

66 th

63 th

43 th Keterangan ; Perempuan Laki-laki Pasien

41 th

39 th

37 th

37 th

30 th D decision maker DM: Diabetes Melitus banyak anggota

Laki-laki meninggal HT: Hipertensi Tinggal 1 rumah B Breadwinner

Perempuan meninggal

RM.012.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


FAMILY MAP

Anak laki-laki

anak laki-laki

suami 66th pasien 63 th

kakak laki-laki

kakak lalki-laki

Anak Perempuan 30th

NILAI SCREEM
ASPEK SOSIAL SUMBER DAYA Interaksi pasien PATOLOGI dengan Interaksi antar pasien dengan keluarga kurang baik. keluarga tidak Tidak ada

masyarakat baik CULTURAL Pasien dan

mempercayai mitos-mitos yang tidak jelas kebenarannya. Bila merasa sakit pasian

langsung berobat ke puskesmas atau kedokter RELIGIUS Keluarga pasien beragama Tidak ada

muslim, mengerjakan shalat 5 waktu dan rajin mengikuti

pengajian ECONOMY Suami pasien bekerja di Seakarang pasien berhenti

kalimantan, tidak

namun

hasilnya bekerja karena sering sakit. untuk Anak laki-lakinya jarang dan hampir tidak pernah mengirimi

mencukupi

kebutuhan sehari-hari.

RM.013.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


uang

EDUCATION

Memiliki TV sebagai sumber Pendidikan terakhir pasien SMP informasi

MEDICAL

Pasien dan keluarga menjangkau Tidak ada PUSKESMAS sebagai

pelayanan kesehatan primer Pasien memilki kartu

JAMKESMAS

FUNGSI KELUARGA a. Fungsi biologis dan reproduksi Pasien melewati masa produktif usia produksinya. b. Fungsi afektif Pasien hidup berdua dengan anak terakhirnya, sedangkan suami pasien pergi bekerja ke kalimantan dan hanya pulang 6 bulan sekali, ada konflik antar keluarga terutama pada ke tiga anak laki-lakinya karena kesibukan dan kiriman uang. c. Fungsi ekonomi Pasien sudah tidak bekerja karena sering sakit. Pasien hanya mendapat kiriman dari suaminya yang itu tidak menentu nominalnya, kira2 sekitar 1jutaan, sedangkan anakanak pasien jarang dan hampir tidak pernah mengirimkan pasien uang karena mereka sudah berkeluarga. d. Fungsi religius Pasien dan keluarga termasuk keluarga yang religius e. Fungsi sosialisasi dan pendidikan Pendidikan terakhir pasian adalah SMP f. Fungsi sosaial dan budaya Pasien termasuk orang yang supel dan aktif dilingkungan tempat tinggalnya.

RM.014.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


LOKASI RUMAH T Jl.Magelang Gapura Bangunrejo
Hotel Utara

jembatan

Rumah pasien

DENAH RUMAH Denah rumah Ny. Rubiyati dibuat 14 Januari 2012 S

Warung

R. Tamu

K.T 1

WC

K.T 2 Dapur

PRIORITAS MASALAH DAN PELAKASANAAN PROGRAM


Masalah yang dihadapi Rencana pembinaan Sasaran pembinaan Pasien sering mengalami pusing Konseling dan edukasi pada pasien Pasien dan badan lemas tentang keluhan penyakit dan

RM.015.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


penyebabnya. Jaga pola makan, istirahat cukup. Pasien merasa kesepian dan rindu Memberikan motivasi untuk terus Pasien dan keluarga terhadap suaminya dan kadang bersabar dengan keadaan yang rindu sama anak-anaknya jauh dan lama tidak bertemu dengan keluarga. Dsn memotivasi untuk lebih

banyak lagi kegiatan. Masalah ekonomi dan cemas akan Konsul ke psikolog penyakitnya Pasien memiliki konflik dengan ke tiga anak laki-lakinya Memberikan pasien pengarahan Pasien dan keluarga membicarakan masalah Pasien dan keluarga

tentang agar

masalah kiriman uang

tertersebut dengan musyawarah.

DIAGNOSIS KEDOKTERAN KELUARGA : DM dengan Hipertensi Grade II pada wanita 63 tahun dengan masalah psikologis karena jauh dari keluarga terutama suami, gangguan kecemasan, hubungan tidak harmonis dengan ketiga anak laki-lakinya dan disfungsi keluarga sedang

ANALISIS KASUS
Berdasarkan keluhan pasien yang berupa pusing, mudah lelah, sering BAK malam hari, sering merasa lapar sesuai dengan diagnosis Hipertensi dan DM Dari segi psikis kekhawatiran pada pasien disebabkan karena kondisi pasien yang jauh dari keluarganya terutama suaminya, serta kecemasan dapat diberikan solusi berupa konseling dan konsul psikolog.

TINJAUAN PUSTAKA
I. Diabetes Melitus
RM.016.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya. Secara klinis terdapat 2 macam diabetes, DM tipe 1 yaitu Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 yaitu Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). DM tipe 1 adalah kekurangan insulin pankreas akibat destruksi autoimun sel B pankreas, berhubungan dengan HLA tertentu pada suatu kromosom 6 dan beberapa autoimunitas serologik dan cell mediated, DM yang berhubungan dengan malnutrisi dan berbagai penyebab lain yang menyebabkan kerusakan primer sel beta sehingga membutuhkan insulin dari luar untuk bertahan hidup. Infeksi virus pada atau dekat sebelum onset juga disebut-sebut berhubungan dengan pathogenesis diabetes. Diabetes tipe 2 tidak mempunyai hubungan dengan HLA, virus atau auto imunitas. Terjadi akibat resistensi insulin pada jaringan perifer yang diikuti produksi insulin sel beta pankreas yang cukup. DM tipe 2 sering memerlukan insulin tetapi tidak bergantung kepada insulin seumur hidup. Diagnosis DM didasarkan atas pemeriksaan kadar gula darah. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dengan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai berikut: 1.) Usia > 45 tahun 2.) Berat badan lebih: BB= >110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2 3.) Hipertensi >140/90 mmHg 4.) Riwayat DM dalam garis keturunan 5.) Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >4000 gram

RM.017.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


6.) Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserid > 250 mg/dl.

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas berupa poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dapat dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl atau glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl pada hari lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan > 200 mg/dl.

I.1 DIABETES MELITUS PADA LANJUT USIA Prevalensi DM pada lanjut usia cenderung meningkat, hal ini dikarenakan DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik.1 Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Umumnya pasien diabetes dewasa 90% termasuk diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun. Untuk menentukan diabetes usia lanjut baru timbul pada saat tua, pendekatan selalu dimulai dari anamnesis, yaitu tidak adanya gejala klasik seperti poliuri, polidipsi atau polifagi. Demikian pula gejala komplikasi seperti neuropati, retinopati dan sebagainya, umumnya bias dengan perubahan fisik karena proses menua, oleh karena itu memerlukan konfirasi pemeriksaan fisik,

RM.018.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


kalau perlu pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik, pasien diabetes yang timbul pada usia lanjut kebanyakan tidak ditemukan adanya kelainan-kelainan yang sehubungan dengan diabetes seperti misalnya kaki diabetik, serta tumbuhnya jamur pada tempat-tempat tertentu. Kriteria diagnosis DM dapat mengacu pada rekomendasi ADA (American Diabetes Association) yang tidak menunjukkan adanya pertimbangan spesifik umur. Diagnosis DM dibuat setelah dua kali pemeriksaan gula darah puasa > 126 mg/dl (dengan sebelumnya puasa paling sedikit 8 jam). Pasien perlu dipastikan tidak dalam kondisi infeksi aktif atau sakit akut dalam pemeriksaan ini. Atau gula darah acak > 200 mg/dl dengan gejala-gejala diabetes.1,2 Pengukuran hemoglobin terglikosilasi (HbA1c ) tidak direkomendasikan sebagai alat diagnostik, tetapi dipakai secara luas untuk memantau efektifitas pengobatan. Penampilan Klinis DM pada Lanjut Usia1 Berbagai perubahan karena proses menua dapat mempengaruhi penampilan klinis DM pada lanjut usia. Gejalanya dapat sangat tidak khas dan menyelinap. Dikatakan paling sedikit separuh dari populasi lanjut usia tidak tahu bahwa mereka terkena DM. Keluhan tradisional dari hiperglikemia seperti polidipsi dan poliuria sering tidak jelas, karena penurunan respon haus dan peningkatan nilai ambang ginjal untuk pengeluaran glukosa urin. Penurunan berat badan, kelelahan dan kencing malam hari dianggap hal yang biasa pada lanjut usia, berakibat tertundanya deteksi adanya DM. Penampilan klinis seperti dehidrasi, konfusio, inkontinentia dan komplikasi-komplikasi yang berkaitan DM merupakan gejala-gejala yang tampak. Komplikasi mikrovaskuler seperti neuropati dapat berupa kesulitan untuk bangkit dari kursi atau menaiki tangga. Pandangan yang kabur atau diplopia juga dapat dikeluhkan, akibat mononeuropati yang mengenai syaraf kranialis yang mengatur okulomotorik. Proteinuria tanpa adanya infeksi, harus dicari kemungkinan adanya DM.

RM.019.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Infeksi khusus yang sering berkaitan dengan DM, lebih banyak dijumpai pada lanjut usia antara lain otitis eksterna maligna dan kandidiasis urogenital. Sebaliknya adanya penyakitpenyakit akut seperti bronkopneumoni, infark miokard atau stroke dapat meningkatkan kadar glukosa sehingga berakibat tercapainya kriteria diagnosis DM, pada mereka yang telah ada peningkatan kadar intoleransi glukosa. Beberapa gejala unik yang dapat terjadi pada penderita lanjut usia antara lain adalah: neuropati diabetika dengan kaheksia, neuropati diabetic akut, amiotropi, otitis eksterna maligna, nekrosis papilaris dari ginjal dan osteoporosis. Bila terlambat diketahui adanya penyakit diabetes pada lanjut usia, penderita mungkin sudah dalam keadaan status dekompensasi dari sistem metabolik seperti hiperglikemi, hiperosmolaritas, sindroma non ketotik atau ketoasidosis diabetik. Penderita juga dapat dijumpai gejala-helaja hipoglikemi, yang biasanya disebabkan oleh obat-obat antidiabetik. Penampilan klinis hipoglikemia yang khas tampak sebagai perubahan status mental dan status neurologi seperti penurunan fungsi kognitif, konfusio, kjang, diaphoresis dan bradikadi. Keadaan yang menyertai hiperglikemi seperti hiponatremia (pseudohiponatremi), kondisi dehidrasi dan hipomagnesia (akibat diuresis osmotik) dapat juga terjadi. Profil lipid pada umunya menunjukkan peningkatan trigliserid, penurunan HDL sedangkan LDL kolesterol tidak selalu meningkat tetapi terisi oleh small dense LDL yang lebih banyak, yang lebih aterogenik.

Patofisiologi DM pada Lanjut Usia Patofisiologi diabetes melitus pada usia lanjut belum dapat diterangkan seluruhnya, namun didasarkan atas faktor-faktor yang muncul oleh perubahan proses menuanya sendiri. Faktorfaktor tersebut antara lain perubahan komposisi tubuh, menurunnya aktifitas fisik, perubahan life

RM.020.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


style, faktor perubahan neurohormonal khusunya penurunan kadar DHES dan IGF-1 plasma, serta meningkatnya stres oksidatif. Pada usia lanjut diduga terjadi age related metabolic adaptation, oleh karena itu munculnya diabetes pada usia lanjut kemungkinan karena aged related insulin resistance atau aged related insulin inefficiency sebagai hasil dari preserved insulin action despite age. Berbagai faktor yang mengganggu homeostasis glukosa antara lain faktor genetik, lingkungan dan nutrisi. Berdasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua, yaitu faktor intrinsik yang terdiri atas faktor genetikdan biologik serta faktor ekstrinsik seperti faktor gaya hidup, lingkungan, kultur dan sosial ekonomi, maka timbulnya DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dapat mempengaruhi baik sekresi insulin maupun aksi insulin pada jaringan sasaran. Faktor resiko diabetes melitus akibat proses menua: Penurunan aktifitas fisik Peningkatan lemak Efek penuaan pada kerja insulin Obat-obatan Genetik Penyakit lain yang ada Efek penuaan pada sel

Menyebabkan resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe 2. Perubahan progresif metabolisme karbohidrat pada lanjut usia meliputi perubahan pelepasan insulin yang dipengaruhi glukosa dan hambatan pelepasan glukosa yang diperantarai RM.021.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


insulin. Besarnya penurunan sekresi insulin lebih tampak pada respon pemberian glukosa secara oral dibandingkan dengan pemberian intravena. Perubahan metabolisme karbohidrat ini antara lain berupa hilangnya fase pertama pelepsan insulin. Pada lanjut usia sering terjadi hiperglikemia (kadar glukosa darah >200 mg/dl) pada 2 jam setelah pembebanan glukosa dengan kadar gula darah puasa normal (<126 mg/dl) yang disebut Isolated Postchallenge Hyperglikemia (IPH) Pengelolaan DM pada lanjut usia Langkah I: Menentukan tujuan pelaksanaan, yaitu: 1. Mempertahankan kesehatan badan dan kualitas hidup 2. Meniadakan hiperglikemi dan gejalanya 3. Mengkaji dan menerapi penyakit komorbid seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler, Alzheimer, dan lain-lain 4. Meniadakan efek samping obat terutama hipoglikemi 5. Membuat berat badan menjadi ideal 6. Mencegah kalau mungkin dan menerapi komplikasi 7. Mengenali disabilitas dan mengurangi hendaya sosial yang terjadi Langkah II: Melakukan assessment untuk mengetahui kapasitas penderita baik fisik, psikologis, fungsional, lingkungan, sosial dan ekonomi. Pemeriksaan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, psikologis, fungsional, pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan oleh suatu tim multidisiplin yang bekerja secara interdisiplin dan terpadu. Langkah III: Melakukan terapi dan rehabilitasi pada penderita DM usia lanjut. Target yang ingin dicapai tetap dama dengan usia dewasa muda yaitu HbA1c <7%, dan ini sangat sulit pada lansia karena terdapat berbagai macam kendala seperti:

RM.022.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Adanya berbagai penurunan fungsi organ karena proses menua Adanya penyakit komorbid Penuruan kapasitas fungsional yang menyebabkan penurunan aktifitas fisik Penurunan fungsi kognitif penderita meningkatnya resiko hipoglikemi Adanya polifarmasi meningkatkan efek samping dan interaksi obat lain dengan obatobat antihiperglikemik Pilihan utama terapi diabetes pada lansia adalah terapi tanpa obat atau sering disebut sebagai perubahan gaya hidup yang meliputi:

Diet Diberikan diet dengan jumlah kalori sesuai BMI, dengan pembatasan sesuai penyakit komorbid atau faktor resiko atherosklerosis lain yang ada. Komposisi normal biasanya 60-65% karbohidrat komplek, 20% protein dan 15-20% lemak. Disamping itu juga diberikan suplemen dan vitamin A, C, B komplek, E, Ca, selenium, zinc dan besi. Untuk hasil yang baik pada terapi diet ini perlu perhatian khusus pemberian makanan pada lansia dengan diabetes: Akses terhadap makanan: Disabilitas fungsional o Keterampilan menyapkan makanan yang kurang/jelek o Dukungan formal maupun informal yang buruk untuk mendapatkan makanan Sumber daya keuangan yang terbatas Asupan makanan: o Apresiasi terhadap bau dan rasa yang menurun o Gigi yang buruk dan atau xerostomia Kebiasaan makan yang sudah berakar Kesukaan atas makanan masa lalu atau masakan tradisional

Fungsi kognitif yang menurun

RM.023.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Olahraga Disesuaikan dengan kapasitas fungsionalnya. Bila masih bisa berjalan disuruh berjalan, bila hanya bisa duduk olahraga dengan duduk. Apabila tidak dapat, bisa dilakukan dengan gerakan atau latihan pasif di tempat tidur. Prinsip terapi olahraga adalah dengan memperbaiki aktifitas fisik, menurunkan kadar gula darah, mencegah terjadinya imobilitas yang mempercepat munculnya kompliasi makrovaskuler diabetes. Apabila dengan terapi tanpa obat di atas gula darah atau HbA1c belum turun atau terkendali, sesuai dengan target makan diberikan terapi dengan obat antihiperglikemik.

RM.024.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Obat Terutama obat untuk menurunkan gula darah harus dipilih yang bekerja pendek, mempertimbangkan kapasitas ginjal, hepar dan saluran cerna agar tidak terjadi efek samping. Patut juga diperhatikan status sosial ekonomi penderita dalam memilih obat mengingat obat ini biasanya dipakai dalam jangka waktu lama bahkan dapat seumur hidup. Obat yang dipilih apakah obat anti diabetik oral atau insulin disesuaikan dengan klisifikasi DMnya dan keadaan klinisnya seperti penyakit komorbid atau BMI nya. Untuk penderita diabetes lansia gemuk, obat hiperglikemik oral yang dipilih adalah inhibitor alfa Glukosidase (acarbose), biguanide atau thiazolidinedione, karena obat-obat ini selain menurunkan kadar gula darah juga dapat menuurnkan berat badan, tetapi bila terdapat ganguan fungsi hati atau ginjal baik biguanide atau thiazolodinedione tidak boleh dipakai. Sebaliknya penderita yang kurus sebaiknya dipilih terapi dengan insulin karena dapat menungkatkan berat badan. Sulfoniuria dan non sulfoniuria insulin secretagoue

(repaglinide/nateglinide) lebih tepat dipilih untuk penderita dengan berat badan normal. Indikasi penggunaan insulin pada penderita diabetes antara lain: DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak bisa dikontol dengan obat oral, DM tipe 2 dengan penyakit akut berulang dan berhubungan dengan hiperglikemi, DM tipe 2 dengan penyakit komorbid yang merupakan kontraindikasi OHO, DM tipe 2 dengan operasi yang lama (pre/pascaoperatif), DM tipe 2 dengan malnutrisi/kurus dan malaise berat, koma diabetik (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar nonketotik dan asidosis laktat) dan perempuan hamil. Penatalaksanaan DM pada lanjut usia tidak akan berhasil bila tidak melakukan langkah beriuktnya setelah diet, olahraga dan obat, yaitu melakukan edukasi, evaluasi dan rehabilitasi pada penderita. Edukasi: memberikan penjelasan mengania DM dan komplikasi yang akan terjadi sampai kepada apa yang mesti dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh penderita dan keluarganya. Pada edukasi perlu dibuat komitmen antara dokter, penderita dan keluarganya mengenai tujuan akhir terapi yang diberikan, bukan hanya sekedar mengontrol gula darah tetapi juga mencegah komplikasi dengan mengeliminir semua faktor resiko atherosclerosis yang dimiliki oleh penderita dan sekaligus menerapi komorbid yang ada. Evaluasi: evaluasi harus dilakukan secara berkesinambungan terutama untuk: evaluasi status fungsional penderita, harapan hidup, support social dan financial serta hasrat/ kemauan lansia RM.025.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


itu sendiri untuk berobat. Bila tidak memperhatikan hal-hal tersebut biasanya akan terjadi kegagalan terapi atau kebosanan penderita diabetes untuk terus berobat. Rehabilitasi: sangat penting dilakukan dengan program individual untuk tiap penderita, tergantung kepada kapasitas fungsional penderita, komplikasi DM dan penyakit komorbid yang diderita. Pada prinsipnya rehabilitasi harus dilakukan secepatnya tidak perlu menunggu kondisi pasien stabil, tetapi harus sesuai dengan keadaan penderita saat itu.

Komplikasi DM pada lanjut usia Berbagai komplikasi akibat DM sering diklasifikasikan secara berbeda, antara lain penggolongan antara komplikasi akut (ketoasidosis, koma hiperosmolar non ketotk) dan kronik (retinopati diabetika, neuropati diabetika, nefropati diabetika dan penyakit kardiovaskuler), klasifikasi berdasarkan komplikasi spesifik dari diabetesnya (nephropati, retinopati dan neuropati) dan komplikasi makrovaskuler (penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan penyakit perifer) yang mungkin terjadi pada penderita non diabetik aan tetapi tampil lebih dini dan lebih berat pada penderita diabet.

Prognosis DM pada lanjut usia Kesehatan penderita usia 75 tahun mempunyai harapan hidup sekitar 10 tahun, oleh karen aitu harus diterapi secara agresif seperti pada penderita usia muda untuk menurunkan resiko komplikasi. Bagaimanapun juga harapan hidup penderita lebih pendek, tujuan terapi adalah untuk mengurangi gejala, mencegah komplikasi akut, yang mana terutama terjadi pada penderita lanjut usia.

RM.026.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA

Hipertensi
Pengertian

Menurut WHO ( 1978 ) Hipertensi adalah jika tekanan darah : > 140 / 90 mmHg Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 Yaitu : 1. Hipertensi primer / Hipertensi esensial yang ( tidak diketahui penyebabnya ) disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus Faktor yang mempengaruhuinya seperti : Genetik, Lingkungan, Hiperaktivitas susunan saraf simpatis, Sistem renin-angiotensin, Defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok 2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat 5 % kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti Penyakit Ginjal ( Stenosis arteri renalis, Pielonefritis, Glomerulonefritis, Tumor-tumor ginjal, Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan), Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal), Terapi penyinaran yang mengenai ginjal, penggunaan estrogen, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, Preeklamsi pada kehamilan, dll Patogenesis

Teori tentang patogenesis terus berkembang Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer Pada tahap awal hipertensi primer, curah jantung meningkat, tahanan perifer normal, disebabkan
peningkatan aktifitas simpatik Tahap selanjutnya, curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat. ( ini disebabkan refleks autoregulasi, yaitu :mekanisme tubuh mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal) Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara: 1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya 2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. (arteriosklerosis ) 3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

RM.027.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Gejala Klinis Tekanan darah meningkat Kadang tanpa gejala Berdasarkan survey hipertensi ditemukan gejala : Sakit kepala, Pusing, Migren, Epistaksis ( jarang ), cepat marah, telinga berdenging, susah tidur, Sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mata berkunang-kunang Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi : Gangguan penglihatan Gangguan Neurologi Gagal jantung Gangguan fungsi ginjal Menegakkan Diagnosis

Hipertensi ditegakkan dengan dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda,
kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis Pengukuran tekanan darah darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit Anamnesis : Lama menderitanya, riwayat dan gejala penyakit-penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan seperti merokok, makanan, pemakaian obat bebas, hasil antihipertensi sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan ( keluarga, pekerjaan, dll ) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi

Pemeriksaan : urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah ( kalium, natrium, kreatinin, gula darah
puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, dan EKG Pemeriksaan tambahan : Protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL Klasifikasi sesuai WHO Klasifikasi Normotensi Hipertensi ringan Hipertensi perbatasan Hipetensi sedang dan berat Hipertensi sistolik terisolasi Hipertensi sistolik terisolasi Klasifikasi < 140 140 180 140 180 > 180 > 140 140 160 Diastolik 140 160 140 160 90 95 > 105 < 90 < 90 RM.028.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik 160 mmHg, tetapi tekanan diatolik < 90 mmHg Penatalaksanaan Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan

Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik


tekanan diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko

di bawah 140 mmHg dan

Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat anti hipertensi. Faktor risiko : usia lebih dari 60 tahun, merokok, dislipidemia, diabetes melitus, jenis kelamin ( pria
dan wanita menopause), riwayat penyakit kardiovaskular dalam keluarga. Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi risiko : Tekanan Darah Kel. Risiko A Kel. Risiko B Derajat hipertensi Tak ada faktor Minimal 1 faktor ( mm Hg ) resiko, tak ada resiko, tak termasuk kerusakan organ DM, tak ada target kerusakan organ target 130-139 / 85-89 Modifikasi Modifikasi gaya hidup gaya hidup 140-159 / 90-99 Modifikasi Modifikasi gaya hidup gaya hidup 160 / 100 Dengan obat Dengan obat

Kel. Risiko C Kerusakan organ target dan DM, dgn atau tanpa faktor resiko lain Dengan obat Dengan obat Dengan obat

Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan kardiovaskular dengan biaya sedikit, dan
risiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus disertai obat anti hipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat Langkah-langkah yang dianjurkan : 1. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (indeks massa tubuh 27) 2. Membatasi alkohol 3. Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari) 4. Mengurangi asupan natrium ( < 100 mmol Na / 2,4 g Na / 6 g Na CL / hari) 5. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat ( 90 mmol / hari ) 6. Mempertahankan asupan kalsium dan dan magnesium yang adekuat 7. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan

Obat diberikan dimulai dengan dosis rendah Pemberian obat kombinasit dari golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan
efektivitas tambahan dan mengurangi efek samping RM.029.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA Obat-obatan : Diuretik, menurunkan volume ekstraselular dan plasma sehingga menurunkan curah jantung
Dosis : Tiazid 20-50 mg, 1-2 kali sehari Vasodilator : Hidralazin 10-25 mg setiap hari Penghambat Enzim konversi angiotensin : Kaptopril, Enapril. 2 x 12.5 mg, 3 x 25 - 50 mg Penyekat Beta : Propanolol, Metropolol, dll Komplikasi Hipertensi yang lama : dapat terjadi Gagal ginjal Hipertensi berat : Gagal jantung Hipertensi ringan dan sedang pada mata dapat terjadi perdarahan retina, gangguan penglihatan, sampai dengan kebutaan. HIPERTENSI SEKUNDER Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi esensial atua hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dijumpai lebih kurang 90% dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10% dan seluruh hipertensi pada hipertensi sekunder penyebab dan patofisiologi diketahui sehingga dapat dikendalikan dengan obat-obatan atau pembedahan. Penyebab Hipertensi Sekunder 1. Ginjal

2. Renovaskular

3. Adrenal

Glomerulonefritis Pielonefritis Nefritis tubulointerstisial Nekrosis tubular akut Kista Nefrokalsinosis Kista Nefrokalsinosis Tumor Radiasi Diabetes SLE Penyumbatan Aterosklerosis Hiperplasia Trombosis Aneurisma Emboli kolesterol Vaskulitis Rejeksi akut sesudah transplantasi Feokromositoma Aldosteronisme primer RM.030.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


4. Aorta 5. Neoplasma 6. Kelainan endokrin lain Sindrom cushing Koarktasio aorta Arteritis Takayasu Tumor wilm Tumor yang mensekresi renin Obesitas Resistensi insulin Hipertiroidisme Hipotiroidise Hiperparatiroidisme Hiperkalsemia Akromegali Sindromi karsinoid Stres berat, psikosis Tekanan intrakranial meninggi Strok Ensefalitis, sindrom Guilain Barre Konstrasepsi oral kortikosteroid

7. Saraf

8. Toksemia pada kehamilan 9. Obat-obatan

Pengobatan Pengobatan hipertensi akan mengurangi progresivitas fungsi ginjal. Pembatasan Natrium Cara-cara pembatasan natrium yaitu : 1) pembatasan natrium dalam sehari sampai 2 g (88 mmol); 2) mengukur berat badan dan tekanan darah secara teratur, 3) pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dan 4) dilarang pemberian tambahan garam kalium. Pasien dievaluasi terhadap tanda-tanda dehidrasi (hipotensi ortostatik atau penurunan berat badan yang cepat) atau peningkatan ureum dan kreatinin. Bila terjadi gagal ginjal terminal dengan gejala sidosis metaboik yang memerlukan bikarbonat, pemaian natrium perlu disesuaikan. Pemberian cairan sitrat lebih baik daripada natrium klorida. Bila dengan cara ini belum memberikan hasil yang memuaskan terhadap pengendalian terhadap darah, perlu ditambahkan diuretik. Diuretik tiazid Tiazid khasiatnya kurang bila diberikan pada pasien hipertensi renal dengan kadar kreatinin lebih dari 2 mg% atau klirens kreatinin kurang dari 30 ml per menit sebab kerjanya pada netron distal dimana netrium rendah. Diuretik Loop Diuretik loop seperti furosemid, asam efakrin, bumetamid dan toresemid merupakan pilihan utama untuk penanggulangan kelebihan cairan ekstraselular kurang dari 30 ml per menit kerja diuretik loop adalah menghambat reabsorbsi natrium dan klorida pada loop henie yang naik didaerah medula sebanyak 25-30%.

RM.031.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA


Pengobatan kombinasi diuretik loop dan tiazid Pengobatan kombinasi ini dapat memberi khasiat positif walaupun tes klirens kreatinin kurang dari 10 ml per menit. Kerja pengobatan kombinasi ini adalah diuretik loop bekerja pada bagian proksimal yang menghambat absorbsi natrium, sehingga natrium yang tiba di distal dieksresi oleh diuretik tiazid. Anti hipertensi non diuretik Penghambat Enzim Pengkonversi Angiotensin Kerja obat golongan ini adalah menurunkan tekanan dalam kapiler glomerulus sehingga mencegah terjadinya sklerosis dan kerusakan glomerulus. Menurut diabetes collaborative studi group pada diabetes tipe I, pemberian kaptopril dapat memperlambat progresivitas fungsi ginjal. Jadi kerja penghambat enzim pengkonversi angiotensin selain antihipertensi juga untuk memperlambat progresivitas penyakit ginjal. Pada pasien yang tidak menderita diabetes belum ada kesepakatan tentang kerja obat tersebut terhadap pengurangan progresivitas faal ginjal. Antagonis kalsium Antagonis kalsium mempunyai sifat vasodilatasi arterio aferen sehingga tekanand alam kapiler glomerulus meningkat. Keadaan tersebut dalam waktu lama akan mempengaruhi fungsi ginjal. Tetap banyak tulisan-tulisan mengenai penggunaan antagonis kalsium paisen hipertensi dengan gagal ginjal mempunyai khasiat baik terhadap penurunan tekanand arah maupun dalam mempertahankan filtrasi glomerulus. Pengobatan kombinasi Pengobatan kombinasi antara golongan penghambat enzim pengkonversi angiotensin dan antagonis kalsium diberikan pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal yang berat atau telah resisten. Bila kombinasi kedua obat tersebut belum berhasil dapat ditambahkan vasodilator seperti minoksidil. Diet rendah protein Diet rendah protein mempunyai pengaruh terhadap penurunan tekanan dalam kapilerglomerulus.

RM.032.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA

REFERENSI
a. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrisons manual of medicine 16th ed. McGraw-hill international edition. Boston. 2002: 679 b. Mansjoer A., 1999, Gastritis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, Jilid-1, Media Aesculapius-FKUI, Jakarta c. Gustaviani R. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam : Sudoyo AW,

Setiyohadi B, dkk (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006: 1879-1885 d. JNC-VII, The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, JAMA 2003, 289(19), 2560-72. e. American Heart Association. f. American Heart Association. Statistics You Need To Know. High Blood Pressure. Available at: Available at:

http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=107.

http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=4623. g. Review of Clinical Hypertension. The American Society of Hypertension. 2005

RM.033.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS ILMU KESEHATAN KELUARGA

LAMPIRAN DOKUMENTASI

Tampak depan rumah pasien

Tampak kamar pasien, minim ventilasi dan pencahayaan

RM.034.

Anda mungkin juga menyukai