Anda di halaman 1dari 35

UJI POTENSI LARVASIDA FRAKSI EKSTRAK DAUN Clinacanthus nutans L.

TERHADAP LARVA INSTAR III NYAMUK Aedes aegypti

ADE ANDRIANI

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

ABSTRAK ADE ANDRIANI. Uji Potensi Larvasida Ekstrak Daun Dandang Gendis Terhadap Larva Nyamuk Instar III Aedes aegypti. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan UPIK KESUMAWATI HADI. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penyebab penyakit demam berdarah (DBD) yang telah menewaskan banyak orang di berbagai wilayah, terutama wilayah tropis dan subtropis. Pemberantasan vektor penyebab penyakit ini diharapkan dapat mengurangi bertambahnya penderita DBD. Penelitian ini bertujuan menguji potensi aktivitas larvasida daun dandang gendis terhadap larva instar III nyamuk Ae. aegypti. Uji aktivitas larvasida dilakukan terhadap ekstrak etanol dan ekstrak n-heksana. Nilai LC50 diperoleh setelah pengamatan 72 jam. Berdasarkan hasil uji tersebut diperoleh bahwa ekstrak etanol memiliki aktivitas larvasida lebih tinggi dengan LC50 444.48 ppm dibandingkan dengan ekstrak n-heksana yang memiliki LC50 879.96 ppm. Ekstrak etanol kemudian difraksinasi menggunakan flash chromatography dengan fase diam silika gel dan fase gerak etil asetat:n-heksana (8:2) dan diperoleh fraksi 1-6. Keenam fraksi tersebut diuji kembali potensi aktivitas larvasidanya dan diperoleh fraksi 2 merupakan fraksi teraktif dengan LC50 133.43 ppm dalam 72 jam. Hasil tersebut masih cukup jauh jika dibandingkan dengan larvasida komersial temefos yang dapat menyebabkan kematian 100% dalam 24 jam. Hasil analisis kromatografi lapis tipis dua dimensi diperoleh bahwa fraksi 2 bukan merupakan komponen tunggal. Berdasarkan analisis spektrum inframerah, fraksi aktif diduga mengandung senyawa yang memiliki gugus fungsi aromatik, karbonil, dan hidroksil sedangkan uji fitokimia terhadap fraksi 2 menunjukkan uji positif terhadap alkaloid. ABSTRACT ADE ANDRIANI. Larvacidal Potency Assay of Clinacathus nutans L. Leaves Extract Against The third-instar larvae Aedes aegypti. Supervised by DUDI TOHIR and UPIK KESUMAWATI HADI. The mosquito Aedes aegypti is being the vector responsible for dengue fever that caused many people died in tropical and subtropical region. The vector extermination of this causing disease has expected can reduce the growing of people suffered dengue fever. The purpose of this research was to determine the potency larvacidal activity of Clinacanthus nutans L. leaves against the third-instar larvae of Ae. aegypti. Larvacidal activity assay has conducted to the ethanol and n-hexane extract of Cinacanthus nutans L. leaves. LC50 value obtained from experiment after 72 hours observation. According to the result, extract ethanol with LC50 444.48 ppm has larvacidal activity higher than hexane extract with LC50 879.96 ppm. Then extract ethanol was fractionated using flash chromatography with silica gel as stationary phase and acetic ethyl acetic:n-hexane (8:2) as mobile phase and its produce fraction 1-6. All of fractions were assayed its larvacidal activity potencies and obtained fraction 2 was the most active fraction with LC50 133.43 ppm in 72 hours. This result was still not satisfied if compared with temephos as a positive control causing 100% death in 24 hours. The analysis of result thin layer chromatography showed that fraction 2 was still not single component. Based on infrared spectrum analysis, active fraction has assumed containing aromatic, carbonil, and hydroksil functional groups while phytochemical assay to fraction 2 showed positive test for alkaloid.

UJI POTENSI LARVASIDA FRAKSI EKSTRAK DAUN Clinacanthus nutans L. TERHADAP LARVA INSTAR III NYAMUK Aedes aegypti

ADE ANDRIANI

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Judul : Uji Potensi Larvasida Fraksi Ekstrak Daun Dandang Gendis Terhadap Larva Instar III Nyamuk Aedes aegypti Nama : Ade Andriani NIM : G44204062

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Dudi Tohir, MS. NIP 131 851 277

Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS. NIP 131 415 083

Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA NIP 131 578 806

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahirobilalamin, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari 2008 sampai Agustus 2008, tema yang dipilih ialah Uji Potensi Larvasida Fraksi Ekstrak Daun Dandang Gendis Terhadap Larva Instar III Nyamuk Aedes aegypti Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Dudi Tohir, MS. dan Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS. selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Sabur, IbuYeni, Ibu Aah, Pak Eman, Mbak Adew serta seluruh staf Kimia Organik, terutama Kak Budi dan Kak Tuti, atas fasilitas dan kemudahan yang diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan pada Bapak Nanang dan Bapak Opik atas bantuannya selama penulis mengadakan penelitian di Laboratorium Parasitologi dan Entomologi, FKH. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Kimia Organik (Rini, Dedi, deon,Panji dan lain-lain) serta rekan-rekan di Pondok Molekul (Adem, Ai, Eka, Enggar, Fitri, Maipa, Mbak Rita, Niken, Nindy) juga rekan-rekan BUD Kabupaten Cianjur (Ima dan Dini) atas semangat dan saran selama penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Seluruh aparat Kesra Pemda Kabupaten Cianjur terutama Bapak Dudun abdullah, Ibu Siti, dan Bapak Maman atas segala bantuan dan fasilitas yang diberikan.Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada orang tua tercinta (Mama dan Bapak), kakak dan adikku (Teh Ine dan Elin), sahabat terbaikku (Tanti), Wa Eni, Keluarga Nuralamsyah, Keluarga besar Bapak Didung, Sahabat-sahabatku di Cianjur (Bunga, Winwin, Dian) atas kasih sayang, dorongan dan doanya, serta semua teman-teman angkatan 41 khususnya Anah, Irma, Ela dan Budi atas dukungan dan kebersamaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2008

Ade Andriani

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur tanggal 4 April 1985 dari ayah Muhidin dan ibu Ninah Maemunah. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang sama lulus dari seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Organik Layanan ITP, Praktikum Kimia Organik (PKO) Program S1 Kimia, Kimia Dasar TPB, Analisis Komponen Utama Aktif Program Diploma IPB, Kimia Organik Program Diploma IPB, Asisten Dosen Kimia Organik I, dan Asisten Dosen Kimia Organik II. Pada tahun 2006, penulis melaksanakan praktik lapangan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

DAFTAR ISI Halaman


DAFTAR TABEL ............................................................................................. DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... PENDAHULUAN .............................................................................................. TINJAUAN PUSTAKA Dandang gendis .......................................................................................... Ae. aegypti ................................................................................................. Insektisida Nabati ....................................................................................... Senyawa Bioaktif........................................................................................ Ekstraksi ..................................................................................................... Flash Chromatography .............................................................................. Kromatografi Lapis Tipis ........................................................................... Spektroskopi Inframerah Fourier Transform Infrared (FTIR) ..................

vii vii vii 1

2 2 3 3 4 4 4 5

BAHAN DAN METODE


Bahan dan Alat ........................................................................................... Metode........................................................................................................ HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air .................................................................................................... Ekstraksi dan Uji Fitokimia ........................................................................ Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak Kasar ....................................................... Fraksinasi Menggunakan Flash Chromatography...................................... Uji Aktivitas Larvasida Fraksi Hasil Flash Chromatography .................... Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi ..................................................... Spektrum Inframerah FTIR ....................................................................... Uji Fitokimia Fraksi 2................................................................................. 5 5 7 7 8 9 10 10 10 11

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ........................................................................................... Saran .................................................................................................


DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... LAMPIRAN ......................................................................................................

11 12 12 14

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Daun dandang gendis ........................................................................................... 2 Siklus hidup Ae. aegypti ...................................................................................... 2 Nyamuk Ae. aegypti .............................................................................................. 3 Telur nyamuk Ae. aegypti ................................................................................... 6 Tahap pembiakan larva ........................................................................................ 6 Tahap uji aktivitas larvasida ................................................................................ 7 Analisis probit pada ekstrak etanol ....................................................................... 9 Analisis probit pada ekstrak n-heksana ................................................................ 9 Analisis probit pada fraksi 2 ................................................................................ 10 Kromatogram hasil KLT dua dimensi fraksi 2 dengan eluen 1 (etil asetat:heksana=8:2) dan eluen 2 (kloroform) ............................................... 11

DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar ............................................................... 8 Hasil analisis gugus fungsi fraksi 2 menggunakan FTIR ......................... 11 Hasil uji fitokimia fraksi 2 ........................................................................ 11

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Bagan alir pemisahan ekstrak aktif daun dandang gendis ...................... Persiapan hewan uji................................................................................... Pembuatan larutan stok dan uji larva nyamuk Ae. aegypti ..................... Penentuan kadar air .................................................................................. Perolehan rendemen ekstrak etanol dan n-heksana .................................. Perhitungan jumlah larva yang mati untuk ekstrak etanol ...................... Perhitungan jumlah larva yang mati untuk n-heksana ............................. Hasil analisis probit untuk uji aktivitas larvasida Untuk ekstrak etanol ................................................................................ Hasil analisis probit untuk uji aktivitas larvasida untuk ekstrak n-heksana ..................................................................................... Hasil identifikasi fraksi-fraksi................................................................... Hasil uji toksisitas terhadap fraksi-fraksi hasil fraksinasi ........................ Hasil analisis probit untuk uji aktivitas larvasida untuk ekstrak n-heksana ..................................................................................... Spektrum inframerah untuk fraksi 2 ........................................................ 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

PENDAHULUAN
Penyakit demam berdarah (DBD) barubaru ini kembali merebak dan telah menewaskan banyak orang di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta dari Januari hingga 25 April 2007 tercatat 14.109 kasus, 46 orang di antaranya meninggal dunia. Kejadian tersebut dikategorikan sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Perubahan iklim yang tidak menentu merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya kejadian demam berdarah. Beberapa faktor lain yang turut mendukung meningkatnya kejadian demam berdarah adalah pertumbuhan populasi dan arus urbanisasi yang tidak terkontrol selama 18 tahun belakangan ini menciptakan surga bagi nyamuk. Kota besar yang padat dengan sistem pengairan yang tidak memadai dan tempat tinggal yang saling berhimpitan menimbulkan genangan air di berbagai tempat. Selain itu penggunaan plastik, bahan stereofoam serta ban bekas kendaraan memperburuk peningkatan populasi nyamuk di berbagai tempat. Bahan-bahan tersebut tidak dapat didaur-ulang dan jika dibuang akan dapat menampung air hujan serta dapat menjadi tempat bersarang yang ideal bagi nyamuk (Herlina 2004). Penyakit demam berdarah disebabkan oleh arbovirus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Arbovirus ini menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan pendarahan (Rustandi 2005). Pengendalian terhadap nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor demam berdarah telah banyak dilakukan, yaitu dengan cara menurunkan populasi nyamuk atau dengan cara memutuskan siklus hidupnya. Salah satu cara dengan menggunakan insektisida kimia sintetik, seperti DDT, etilheksanadiol, temefos, dan berbagai senyawa sintetik lainnya. Namun akhir-akhir ini disadari bahwa dibalik manfaatnya yang besar dalam pengendalian Ae. aegypti, insektisida sintetik ternyata memiliki bahaya yang sangat mengerikan. Penggunaan bahan kimia sintetik tersebut dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia, disebabkan adanya residu bahan kimia yang tertinggal di lingkungan (Utari 2007). Menurut Cavalcanti et al. (2004), temefos diduga beracun karena dapat menyebabkan sakit kepala, iritasi, dan hilang

ingatan. Selain itu temefos juga bersifat racun terhadap beberapa senyawa air. Larvasida temefos dapat masuk ke dalam rantai makanan dan semakin terakumulasi dengan semakin tingginya tingkat rantai makanan. Penggunaan insektisida sintetik untuk pengendalian nyamuk dapat bermanfaat bila digunakan dalam keadaan tepat. Tapi, bila digunakan dalam skala yang luas, terusmenerus dalam jangka panjang, dan dengan frekuensi yang tinggi, dapat menimbulkan penurunan kerentanan. Hal itu salah satunya telah dilaporkan oleh Braga et al. (2004). Untuk itulah diperlukan suatu penelitian dan pengembangan guna mencari insektisida yang dapat menghentikan atau menghambat perkembangan serangga yang ramah lingkungan. Upaya mengurangi penggunaan insektisida kimia sintetik, sangatlah bijak bila mengoptimalkan penggunaan tumbuhan yang mempunyai kemampuan sebagai insektisida nabati terutama bagi nyamuk Ae. aegypti. Hal itu karena Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk jenis tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida. Namun, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat-obatan dan insektisida hanya sekitar 10% dari 20000-30000 jenis tumbuhan yang ada (Heyne 1987). Dandang gendis (Clinacanthus nutans L.) merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang berpotensi sebagai larvasida. Dandang gendis mengandung alkaloid, saponin, terpenoid, flavonoid, dan minyak atsiri. Senyawasenyawa tersebut diduga dapat berfungsi sebagai insektisida (Aminah 1995). Selain itu menurut Teshima et al. (1997), dandang gendis juga mengandung 5 senyawa organosulfur, yaitu Klinakosida A, Klinakosida B, Klinakosida C, Sikloklinakosida A1, dan Sikloklinakosida A2. Senyawa organosulfur juga diduga dapat berpotensi sebagai insektisida (Yaman 2002). Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2007) juga diperoleh bahwa fraksi ekstrak etanol daun dandang gendis memilki toksisitas yang tinggi terhadap larva udang dengan nilai LC50 sebesar 67.32 ppm. Meskipun dandang gendis berpotensi untuk dijadikan sebagai insektisida nabati, namun pemanfaatannya masih terbatas sebagai tanaman pagar dan hingga saat ini belum terdapat penelitian terhadap dandang gendis sebagai larvasida. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan mampu

10

meningkatkan ketertarikan terhadap flora asli Indonesia seperti dandang gendis. Hipotesis yang diajukan adalah ekstrak daun dandang gendis bersifat toksik terhadap larva Ae. aegypti. Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh bahan aktif sebagai alternatif dalam pengendalian larva Ae. aegypti, sehingga penggunaan insektisida sintetik yang membahayakan seperti abate dapat dikurangi. Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan tanaman dandang gendis sebagai larvasida terhadap nyamuk Ae. aegypti dan mengidentifikasi golongan fraksi aktif yang berpotensi sebagai larvasida. TINJAUAN PUSTAKA Dandang Gendis Dandang gendis merupakan tanaman semak belukar berbentuk perdu, batangnya tegak dengan tinggi kurang lebih 2,5 m, beruas dan berwarna hijau. Daunnya berbentuk tunggal dan berhadapan satu sama lain. Panjang daunnya berkisar antara 8-12 cm sedangkan lebar antara 4-6 cm. Daun tersebut berbentuk tulang menyirip dan berwarna hijau (Gambar 1). Tanaman ini memiliki bunga yang tumbuh di ketiak daun dan di ujung batang. Buahnya berwarna cokelat dengan bentuk bulat memanjang. Berbiji kecil dan hitam. Akar tunggang berwarna putih kotor. Secara taksonomi dandang gendis diklasifikasikan dalam kingdom Plantae, divisi Spermatofita, kelas Dikotiledonae, ordo Solanales, famili Acanthaceae, genus Clinacanthus, spesies Clinacanthus nutans Lindau. Tanaman ini memiliki nama daerah dandang gendis (Jawa Tengah), ki tajam dan Ki Oray (Sunda). Orang sering menyebut tumbuhan ini dengan sebutan gendis saja. Tanaman ini tumbuh di tempat yang cukup mendapat sinar matahari. Selain mempunyai nama daerah, tanaman ini juga mempunyai nama lain, yaitu Beloperone futgina Hassk dan Clinacanthus burmani Nees, C.siamensis, C angustus, C spirey. Menurut Suharty (2004) kandungan kimia tanaman ini terdiri atas alkaloid, flavonoid, dan terpenoid sedangkan menurut Ikatan Dokter Indonesia selain senyawa tersebut di atas, dandang gendis juga mengandung alkaloid, saponin dan minyak atsiri. Dandang gendis merupakan tanaman semak belukar yang sering dijadikan sebagai tanaman obat kencing manis, susah buang air

kecil, dan disentri (Suharty 2004). Tanaman dandang gendis juga disebutkan memiliki potensi sebagai antimalaria (Pittaya et al. 2003) dan memiliki aktivitas antioksidan (Pannangpetch et al. 2007) dan diduga memiliki potensi sebagai antikanker berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2007) terhadap larva udang karena memiliki nilai LC50 yang rendah yaitu 67.32 ppm.

Gambar 1 Daun dandang gendis. Nyamuk Ae. aegypti Seperti halnya serangga lain dari kelompok Diptera, siklus hidup nyamuk juga mengalami metamorfosis sempurna (Gambar 2) yang terdiri atas beberapa stadium dimulai dari telur- larva (larva instar 1, 2, 3, dan 4)pupa dan dewasa. Secara taksonomi nyamuk Ae. aegypti dapat diklasifikasikan sebagai berikut kingdom Animalia, filum Invertebrata, kelas Insekta, ordo Diptera, famili Culicidae, genus Aedes, spesies Ae. aegypti.

Gambar 2 Siklus hidup Ae. aegypti. Di daerah tropis, telur akan menetas dua sampai empat hari setelah oviposisi. Biasanya telur akan menetas dalam waktu 1-48 jam pada suhu 23-27C. Telur nyamuk Ae. aegypti memerlukan waktu beberapa hari untuk perkembangan embrio, yaitu sekitar 2-3 hari dan kemudian menetas beberapa menit setelah diletakkan di bawah permukaan air (Herlina 2004).

11

Selama masa bertelur seekor nyamuk betina mampu menghasilkan 100-400 butir telur. Beberapa jenis Ae. aegypti bersifat univoltine yaitu hanya mampu menghasilkan satu generasi tiap tahun. Telur biasanya memilki warna gelap dengan dikelilingi oleh kantong udara. Diperkirakan nyamuk Ae. aegypti betina akan bertelur sekitar 140 telur setelah menghisap darah manusia dan akan lebih banyak telur yang dihasilkan setelah menghisap darah amfibi dan reptil (Rustandi 2005). Setelah melewai fase telur, bakal nyamuk akan melewati fase larva. Larva nyamuk terdapat di dalam berbagai tempat akuatik, misalnya tempat penyimpanan air, bak mandi, genangan air hujan di selokan, lubang jalan yang bersih, pot tanaman yang berisi air, dan kaleng atau wadah yang dipenuhi air hujan. Larva berukuran 0.5-1.0 cm, mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral. Makanan larva berupa alga, bakteri, dan bahan-bahan kecil sebesar 20-100 mikron. Larva akan mengalami empat kali proses pergantian kulit (instar). Proses ini menghabiskan waktu 7-9 hari. Setelah itu larva berubah menjadi larva (kepompong) (Putra 1995). Pupa merupakan stadium terakhir calon nyamuk yang ada di air. Bentuk tubuh pupa bengkok dan kepalanya besar. Fase pupa membutuhkan waktu 2-5 hari. Selama fase itu, pupa tidak makan apapun. Setelah melewati fase itu, pupa akan keluar dari kepompong menjadi nyamuk yang dapat terbang dan keluar dari air. Nyamuk Ae. aegypti dewasa mempunyai lingkaran putih di pergelangan kaki dan bintik-bintik putih di tubuhnya (Gambar 3). Kebanyakan nyamuk dewasa tidak pergi jauh dari air sebagai tempat hidup pada tahapan larva (Utari 2007).

terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis insektisida ini bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Insektisida nabati bersifat pukul dan lari (hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah hamanya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang di alam. Dengan demikian, tanaman akan terbebas dari residu insektisida dan aman untuk dikonsumsi. Penggunaan insektisida nabati dimaksudkan bukan untuk meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan insektisida sintetis, tetapi hanya merupakan suatu cara alternatif dengan tujuan agar pengguna tidak hanya tergantung kepada insektisida sintetis. Tujuan lainnya adalah agar penggunaan insektisida sintetis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang diakibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi pula (Kardinan 2005). Tanaman yang telah diteliti mempunyai potensi sebagai pestisida diantaranya sebagai insektisida pembunuh, yaitu piretrum (Chrysanthum Cinerarifolium), tuba (Deris elliptica), mimba (Azadirachta occidentale), bengkuang (Pachyrhizus erosus), dan saga (Abrus precatorius), kemudian sebagai insektisida anti fertilitas seperti gadung (Discorea compositae) dan sebagai pemikat atau penarik yang bekerja menyerupai feromon contohnya melaleuka (Melaleuca bracteata) (Sitepu et al. 1999). Senyawa Bioaktif Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang bersifat racun dalam dosis yang tinggi. Senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak kasar tumbuhan akan menghasilkan tingkat kematian yang tinggi. Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan sehingga dapat diketahui jumlah penggunaan konsentrasi yang tepat. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan dengan letal konsentrasi 50 (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang menyebabkan 50% populasi mengalami kematian. LC50 dapat digunakan untuk menentukan toksisitas dari suatu zat. Suatu senyawa memiliki potensi bioaktif apabila nilai LC50-nya kurang dari 1000 ppm. Saponin adalah zat yang apabila dikocok dengan air maka akan mengeluarkan buih dan bila dihidrolisis akan menghasilkan gula dan sapogenin. Sifat-sifat sapogenin ialah dapat

Gambar 3 Nyamuk Ae. aegypti. Insektisida Nabati Secara umum, insektisida nabati diartikan sebagai suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena

12

menghemolisis darah, mengikat kolesterol dan toksin pada hewan berdarah dingin. Tanin terdapat di hampir seluruh bagian tumbuhan yang sedang tumbuh seperti tunas, akar muda, buah muda, kulit bagian dalam, kulit bagian luar, dan daun muda. Tanin berfungsi sebagai pelindung jaringan dari serangan jamur, bakteri, dan organisme penggangu lainnya, bahkan terhadap virus. Senyawa golongan sterol, sitosterol, dan ergosterol yang mempunya gugusan metil dan etil juga terdapat pada tumbuhan. Senyawa sterol ini sangat berpengaruh terhadap respon fisiologis (Aminah 1995). Alkaloid merupakan senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, yang biasanya merupakan bagian dari sistem siklik. Alkaloid dapat berperan sebagai pengatur pertumbuhan, penolak, atau pemikat serangga (Suradikusumah 1989). Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang terdiri atas campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Minyak atsiri diperoleh dari tanaman dan mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar, bila diteteskan pada kertas saring maka akan menguap dan tidak berbekas, mempunyai rasa getir, dan berbau wangi segar atau busuk sesuai dengan bau tanaman penghasilnya (Aminah 1995). Ekstraksi Ekstraksi adalah proses pengambilan senyawa tunggal atau majemuk dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu berdasarkan distribusinya pada dua fase yang tidak saling bercampur. Ekstraksi juga didefinisikan sebagai proses pemindahan satu atau lebih komponen dari matriks mereka ke fase lain. Metode ekstraksi bergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berlainan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi dengan etanol dan n-heksana sebagai pelarut pengekstrak. Metode ini digunakan untuk mengekstrak suatu komponen yang tidak tahan panas atau mudah terdegradasi pada suhu tinggi. Salah satu kekurangan dari metode ini adalah

banyaknya pelarut yang dibutuhkan sebagai pengekstrak dan lamanya waktu ekstraksi. Flash Chromatography Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran senyawa yang berdasarkan pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen campuran yang terpisah pada fase diam dan fase gerak. Flash chromatography (kromatografi cepat) merupakan salah satu teknik kromatografi yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan teknik kromatografi lain di antaranya dapat digunakan untuk memisahkan komponen senyawa tertentu dari campurannya. Flash chromatography merupakan bentuk cepat dari kromatografi kolom dan dikenal sebagai kromatografi tekanan medium. Flash chromatography berbeda dengan 2 teknik kromatografi konvensional yang biasa digunakan (kromatografi kolom dan KLT preparatif) dalam dua hal, yaitu pertama ukuran partikel silika gel yang digunakan lebih kecil (250-400 mesh). Kedua, didasarkan pada aliran terbatas dari eluen akibat gel yang kecil. Gas bertekanan digunakan untuk mendorong eluen melewati fase diam. Fraksinasi menggunakan flash chromatography bisa dijadikan sebagai pendahuluan untuk pemisahan dengan instrumen lain dengan tingkat resolusi yang lebih tinggi (Hostettmann et al. 1985). Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis pada penelitin ini digunakan untuk pendeteksian spot fraksifraksi hasil flash chromatography. Fraksifraksi yang menunjukkan pola dan warna spot pada KLT sama kemudian digolongkan sebagai satu fraksi. Selain itu juga, KLT digunakan untuk melihat kemurnian suatu fraksi, apakah hanya mengandung satu komponen tunggal atau masih terdiri dari banyak komponen. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi adsorpsi. Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan suatu komponen dari komponen lainnya, dengan menggunakan fase diam berupa padatan yang terdiri dari lapis tipis silika gel yang dilapiskan pada suatu pelat kaca atau plastik. Fase gerak yang digunakan dapat berupa pelarut tunggal maupun campuran pelarut. Kromatografi lapis tipis merupakan teknik pemisahan yang cepat, sederhana, dan relatif

13

peka. Kepekaan kromatografi lapis dapat mencapai skala mikrogram. Spektroskopi Inframerah Fourier Transform Infrared (FTIR) Radiasi Inframerah yang digunakan dalam analisis kimia berkisar dalam daerah panjang gelombang 15.4-2.5 m (Sudjadi 1985). Panjang gelombang radiasi inframerah ini lebih panjang daripada radiasi UV / tampak yang berkisar antara 200 700 nm. Hal ini menyebabkan energi elektromagnetik radiasi inframerah tidak cukup untuk mengeksitasi elektron., tetapi mampu menyebabkan atom atom atau gugus atom bervibrasi. Keadaan vibrasi memiliki sifat karakteristik dan terkuantisasi, yaitu hanya akan terjadi bila molekul mengabsorpsi energi yang sesuai. Hal ini menyebabkan absorpsi energi tidak terjadi secara kontinyu tetapi sebagai deretan puncak -puncak tertentu. Analisis kualitatif dengan FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi senyawa yang paling aktif sebagai larvasida. Spektrum dari senyawa tumbuhan dapat diukur dengan spektrofotometer IR yang dapat merekam secara otomatis dalam bentuk larutan kloroform atau tetraklorida. Kisaran pengukuran mulai 4000-675 cm-1. Daerah serapan IR di atas 1200 cm-1 menunjukkan pita serapan atau puncak yang disebabkan adanya getaran kimia atau gugus fungsi dalam molekul yang dicari. Daerah di bawah 1200 cm-1 menunjukkan pita getaran molekul yang dikenal yang dikenal dengan nama daerah sidik jari (finger print). Spektrum yang dihasilkan FTIR pada prinsipnya terbentuk dengan cara melewatkan radiasi inframerah ke contoh yang kemudian diproses dengan menggunakan interferometer. Keadaan demikian secara kontinyu akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram. Hasil interferogram kemudian diubah menjadi bentuk spektrum dengan bantuan komputer berdasarkan operasi matematik Fourier Transform. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun dandang gendis dari daerah Batuhulung, larva Aedes aegypti instar III, etanol, metanol, akuades, kloroform, heksana, dietil eter, NH4OH, NaOH 1 M, HCl 1 M, H2SO4 2 M, kertas saring, serbuk Mg, amil alkohol,

anhidirida asetat, pereaksi Meyer, Dragendorf, Wagner, Lieberman-Buchard, NaCl 1 N, dan besi (III) klorida, dan etil asetat. Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, alat-alat ekstraksi, rotavapor, botol uji (vial), pipet ukur, neraca analitik, alat penetasan, kaca pembesar, Flash chromatography, KLT analitik, FTIR Perkin elmer, nampan plastik berukuran 30x20x5 cm dan kurungan nyamuk dengan kain kasa ukuran 30x30x30 cm. Metode Persiapan sampel Sampel yang akan digunakan adalah daun dandang gendis dari daerah Batuhulung. Daun yang diperoleh dicuci terlebih dahulu, kemudian dikeringudarakan, dan digiling. Penentuan Kadar Air Pinggan porselin dikeringkan pada suhu 105oC selama 30 menit. Pinggan porselin yang telah dikeringkan kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Daun segar dandang gendis sebanyak 1 gram dimasukkan dalam pinggan porselin kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Daun dandang gendis kering dalam pinggan porselin dikeringkan lagi selama 3 jam pada suhu 105oC, didinginkan dan ditimbang kembali. Prosedur diulang terus sampai diperoleh bobot yang tetap (stabil). Ekstraksi Serbuk daun dandang gendis kering diekstraksi secara maserasi dengan etanol hingga filtrat terakhir tidak berwarna hijau lagi. Ekstrak kemudian disaring dan dipekatkan dengan rotavapor. Bagan alir penelitian ditunjukkan pada lampiran 1. Uji Fitokimia Uji Alkaloid. Sebanyak 1 gram contoh dilarutkan dalam 10 ml kloroform dan 4 tetes NH4OH kemudian disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 6 ml H2SO4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi lain. Lapisan asam diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf yang akan

14

menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, coklat, dan merah jingga. Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 1 gram contoh dilarutkan dengan 25 ml etanol panas (50oC) kemudian hasilnya disaring ke dalam pinggan porselin dan diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng tetes kemudian ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat (Uji Lieberman-Buchard). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid. Uji Saponin dan Flavonoid. Sebanyak 1 gram contoh dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 ml air panas dan didihkan selama 5 menit. Setelah itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Uji saponin, 10 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabug reaksi tertutup kemudian dikocok selama 10 detik dan dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil. Sebanyak 10 ml filtrat yang lain ditambahkan 0.5 gram serbuk Mg, 2 ml alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan perbandingan 1:1), dan 20 ml alkohol kemudian dikocok dengan kuat. Terbentuknya warna merah, kuning, dan jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. Uji Kuinon. Sebanyak 1 gram contoh ditambahkan 100 ml air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring. Sepuluh mililiter filtrat yang dihasilkan kemudian ditambah NaOH 1 N. Uji Tanin. Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan 100 ml air panas, didihkan, selama 5 menit dan disaring. Sebagain filtrat yang diperoleh ditambah larutan FeCl3 1%. Terbentuknya warna hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin. Uji Fenol. Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan FeCl3 dan bila terbentuk warna ungu, biru, dan hijau menunjukkan adanya senyawa fenol. Uji Minyak atsiri. Sebanyak 1 gram contoh diekstraksi dengan 20 ml eter, selanjutnya ekstrak eter yang terjadi dipanaskan, bila terbentuk bau/aroma yang khusus, maka dilarutkan dengan 5 ml etanol. Jika baunya tetap maka hal tersebut menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri (Harborne 1996).

Persiapan Hewan Uji Penetasan Telur. Gelas piala 250 ml diisi dengan air dan dimasukkan juga kertas saring. Kemudian gelas piala tersebut dimasukkan ke dalam kandang nyamuk. Kertas saring tersebut berfungsi untuk menempelnya telurtelur dari nyamuk Ae. aegypti. Telur tersebut akan dihasilkan sampai hari keempat setelah nyamuk makan darah (Gambar 4).

Gambar 4 Telur nyamuk Ae. aegypti. Kertas saring yang berisi telur-telur nyamuk kemudian dikeringkan pada suhu kamar dan disimpan dalam wadah tertutup. Untuk penetasan telur, kertas saring tersebut dicelupkan ke dalam nampan plastik berukuran 30x20x5 cm yang berisi air, dan setelah 24 jam telur tersebut akan menetas dan tumbuh menjadi larva instar I. Pembiakan Larva. Telur-telur yang telah menjadi larva instar I kemudian akan mengalami tahap perkembangan menjadi larva instar II, III (4 hari) dan instar IV (2 hari). Larva tersebut diberi makan berupa pelet ikan dan rebusan hati ayam. Larva tersebut akan tumbuh pupa selama 8 hari (Gambar 5). Bagan alir secara lengkap mengenai persiapan hewan uji dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 5 Tahap pembiakan larva. Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak kasar dilarutkan dalam pelarut air dan diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi tertentu. Tween-80 ditambahkan dalam pembuatan larutan ekstrak n-heksana untuk memudahkan pelarutannya dalam air. Pengujian dilakukan dengan menggunakan

15

konsentrasi 0, 100, 250, 500, 1000, dan 2000 ppm untuk ekstrak etanol dan 0, 250, 500, 1000, dan 2000 untuk ekstrak n-heksana. Kontrol dilakukan tanpa penambahan ekstrak. Kontrol+tween 80 juga dilakukan pada uji aktivitas ekstrak n-heksana. Gelas plastik yang berisi larutan ekstrak sebanyak 100 ml dimasukkan 20 ekor larva instar III Ae. aegypti. Pengamatan dilakukan setiap 6 jam selama 3 hari setelah larva dimasukkan dan dihitung jumlah larva yang mati (Gambar 6). Skema mengenai pembuatan stok larutan ekstrak dan uji aktivitas larvasida dapat dilihat pada Lampiran 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kadar Air Penentuan kadar air bertujuan mengetahui banyaknya kandungan air dalam daun dandang gendis basah maupun kering dan juga digunakan sebagai faktor koreksi terhadap hasil yang diperoleh. Selain itu juga dengan mengetahui kadar air suatu contoh dapat diperkirakan jumlah contoh yang dibutuhkan jika ingin mengekstrak contoh langsung dalam keadaan basah. Berdasarkan analisis kadar air (Lampiran 4), diperoleh kadar air dari daun dandang gendis basah dan kering berturut-turut sebesar 69.93% (b/b) dan 12.55% (b/b). Kadar air daun dandang gendis basah yang diperoleh Prayitno (2007), yaitu sebesar 81.16% (b/b). Perbedaan waktu pengambilan sampel bisa menjadi salah satu penyebabnya. Hal itu terjadi karena perbedaan kelembapan udara pada saat pengambilan sampel yang akan mempengaruhi kadar airnya. Daya tahan bahan terhadap serangan mikroba dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat di dalamnya. Suatu bahan berada dalam keadaan stabil dan pertumbuhan mikroba dapat dikurangi jika kadar air yang terkandung dalam bahan berkisar 3-7% (Winarno 1997). Oleh karena itu, penyimpanan terbaik bagi contoh adalah dalam bentuk keringnya agar dapat menghindari rusaknya bahan akibat pengaruh aktivitas mikroba sehingga contoh dapat awet dan juga dapat dianalisis untuk waktuwaktu yang lain. Ekstraksi dan Uji Fitokimia Daun dandang gendis diekstrak menggunakan dua macam pelarut, yaitu nheksana dan etanol. Kedua pelarut tersebut digunakan untuk melihat pengaruh kepolaran pelarut terhadap golongan senyawa aktif larvasida yang terekstraksi. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi mengingat salah satu senyawa yang diduga aktif sebagai larvasida, yaitu Klinakosida C memiliki ikatan peptida yang sangat rentan terhadap pengaruh suhu sehingga dikhawatirkan dapat rusak atau bahkan hilang jika diekstraksi dengan menggunakan pemanasan. Kekurangan metode maserasi adalah waktu ekstraksi yang relatif lama dan memerlukan banyak pelarut (Prayitno 2007). Ekstrak daun dandang gendis dilakukan sampai didapat larutan ekstrak yang tidak berwarna. Menurut Suradikusumah (1989),

Gambar 6 Tahap uji aktivitas larvasida. Fraksinasi dengan flash chromatography Ekstrak daun dandang gendis difraksinasi dengan flash chromatography dengan elusi isokratik berdasarkan eluen terbaik (etil asetat:heksana 8:2) dari hasil screening (Prayitno 2007), yaitu dengan menggunakan plat KLT analitik. Eluat ditampung dalam tabung reaksi yang telah diberi nomor kemudian diuji dengan KLT. Eluat yang memiliki Rf dan pola KLT yang sama digabungkan sebagai satu fraksi, kemudian diuji toksisitasnya menggunakan larva instar III nyamuk Ae. aegypti untuk memperoleh fraksi teraktif. Identifikasi Gugus Fungsi menggunakan Spektrofotometer FTIR Fraksi ekstrak teraktif kemudian diidentifikasi gugus fungsinya dengan spektrofotometer FTIR. Uji Fitokimia Fraksi 2 Fraksi teraktif diuji kandungan metabolit sekundernya dengan uji kualitatif fitokimia.

16

keberhasilan ekstraksi suatu senyawa dari jaringan tumbuhan yang hijau, misalnya daun, berhubungan langsung dengan seberapa banyak klorofil yang sudah keluar. Bila telah diperolah ekstrak yang bebas klorofil, dapat dianggap bahwa semua senyawa dengan bobot molekul rendah telah terekstraksi. Jumlah ekstrak yang diperoleh kemudian dinyatakan sebagai rendemen. Perhitungan rendemen ekstrak kasar penting dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan jumlah senyawa yang dapat terekstrak oleh berbagai macam pelarut yang berbeda kepolarannya. Rendemen hasil ekstraksi menggunakan pelarut heksana diperoleh sebesar 5.02% (b/b) sedangkan menggunakan pelarut etanol sebesar 21.73% (b/b). Data rendemen hasil ekstraksi selengkapnya disajikan pada lampiran 5. Polaritas pelarut akan mempengaruhi jumlah zat yang terekstrak dalam sampel karena suatu zat akan memiliki kelarutan yang berbeda dalam setiap pelarut yang berbeda kepolarannnya (asas like dissolve like). Data rendemen menunjukkan bahwa pada daun dandang gendis, maserasi efektif menggunakan pelarut etanol. Uji kualitatif fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak n-heksana dan etanol. Golongan senyawa dalam ekstrak kasar dapat ditentukan dengan melihat perubahan warna setelah penambahan pereaksi yang spesifik untuk setiap uji kualitatif. Uji fitokimia dilakukan terhadap senyawa alkaloid, flavonoid, triterpenoid, steroid, saponin, kuinon, tanin, fenol, dan minyak atsiri, karena menurut Aminah (1995), senyawa-senyawa tersebut diduga dapat berfungsi sebagai insektisida. Hasil uji fitokimia disajikan pada Tabel 1. Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak Kasar Uji aktivitas larvasida dilakukan pada ekstrak etanol dan n-heksana. Adapun media pelarut yang digunakan adalah akuades. Pemakaian akuades sebagai pelarut bertujuan agar proses pertumbuhan larva terjadi di air bersih dan jernih yang bebas dari kontaminan seperti kaporit yang dapat mengganggu pertumbuhan larva. Ekstrak n-heksana dan etanol diujikan terhadap larva instar III Aedes aegypti. Instar adalah tahapan perkembangan dalam salah satu fase metamorfosis. Pemilihan instar III sebagai fase uji karena ukurannya lebih besar dibanding instar I dan

II sehingga perhitungannya menjadi lebih mudah. Selain itu, menurut Utari (2007), instar III lebih memiliki ketahanan terhadap faktor mekanis saat terjadi pemindahan tempat larva dan juga instar III memiliki waktu yang cukup lama untuk berubah menjadi imago (nyamuk dewasa). Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar Nama uji Ekstrak Ekstrak etanol n-heksana Alkaloid + + Saponin Flavonoid + Triterpenoid Steroid + + Tanin + Kuinon + + Minyak atsiri + + Fenol Keterangan: tanda (+) menunjukkan terdapat senyawa tersebut dalam ekstrak kasar. Uji aktivitas larvasida dilakukan dengan menguji ekstrak etanol dan n-heksana pada berbagai variasi konsentrasi. Variasi konsentrasi digunakan untuk melihat respon hewan uji terhadap pengaruh konsentrasi. Variasi konsentrasi yang digunakan untuk ekstrak etanol adalah 0, 100, 250, 500, 1000, dan 2000 ppm sedangkan untuk ekstrak nheksana adalah 0, 250, 500, 1000, dan 2000 ppm. Konsentrasi terendah untuk ekstrak etanol, yaitu 100 ppm tidak menyebabkan kematian sedangkan pada konsentrasi 250, 500, dan 1000 ppm mulai menunjukkan kematian setelah 3 x 24 jam walaupun belum 100%. Angka kematian 100% ditunjukkan pada konsentrasi 2000 ppm setelah 36 jam (Lampiran 6). Berdasarkan analisis probit (Gambar 7), diperoleh nilai LC50 dari ekstrak etanol sebesar 444.48 ppm. Sementara untuk ekstrak heksana, pada konsentrasi terendah, yaitu 250 ppm tidak menyebabkan kematian larva sedangkan pada konsentrasi 500 dan 1000 ppm mulai menunjukkan kematian walaupun belum 100%. Angka kematian 100% ditunjukkan pada konsentrasi 2000 ppm setelah 54 jam (Lampiran 7). Berdasarkan analisis probit (Gambar 8), diperoleh nilai LC50 untuk ekstrak n-heksana sebesar 879.96 ppm. Perhitungan selengkapnya mengenai analisis probit dapat dilihat pada Lampiran 8 untuk ekstrak etanol dan Lampiran 9 untuk ekstrak n-heksana.

17

7 6 5

probit

4 3 2 1 0 2,0 2,5

y = 3,6539x - 4,675 R = 0,9999


2

3,0

3,5

log konsentrasi (ppm)

Gambar 7 Analisis probit pada ekstrak etanol. Kontrol digunakan dalam uji aktivitas larvasida untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap kematian larva. Hasil uji menunjukkan pada kontrol tidak terjadi kematian sehingga pelarut bukan penyebab kematian larva. Penggunaan Tween 80 dalam pembuatan atau polisorbat 80 merupakan detergen nonionik dan emulsifier turunan dari senyawa sorbitol. Kontrol+tween 80 diujikan pada uji aktivitas larvasida untuk mengetahui pengaruh Tween 80 terhadap kematian larva. Berdasarkan hasil yang diperoleh, kontrol+tween 80 tidak menunjukkan terjadinya kematian larva.
8 7 6

y = 5,8306x - 12,168 R = 0,9419


2

probit

5 4 3 2 1 0 2 2,5 3 3,5

log konsentrasi (ppm)

Gambar 8 Analisis probit pada ekstrak nheksana. Nilai LC50 yang diperoleh untuk ekstrak etanol maupun ekstrak heksana sangat tinggi meskipun nilai tersebut masih di bawah 1000 ppm. Kedua nilai tersebut masih jauh di bawah nilai LC50 standar untuk larvasida nabati (senyawa murni) yaitu berkisar 0.1-49 ppm (Geris et al. 2008). Hal itu sangatlah wajar mengingat ekstrak masih mengandung banyak komponen senyawa yang perlu dipisahkan lebih lanjut. Uji aktivitas larvasida ekstrak etanol dan n-heksana menunjukkan kesebandingan antara konsentrasi dan %kematian, yaitu semakin besar konsentrasi ekstrak yang ditambahkan, maka aktivitas membunuh makin tinggi. Selain itu, data di atas juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki LC50 yang

lebih rendah dari ekstrak n-heksana, artinya bahwa ekstrak etanol memiliki daya bunuh yang lebih tinggi dan lebih aktif dibandingkan ekstrak n-heksana. Hal itu bisa disebabkan masing-masing ekstrak memilki komponen aktif yang berbeda sehingga daya bunuh terhadap larvanya juga akan berbeda-beda. Nilai LC50 yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak kasar polar (etanol) lebih tinggi toksisitasnya daripada ekstrak nonpolar (nheksana). Hal itu menunjukkan bahwa kemungkinan senyawa yang aktif larvasida merupakan senyawa yang bersifat polar. Toksisitas ekstrak etanol terhadap larva Ae. aegypti diduga diakibatkan oleh senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol antara lain alkaloid, flavonoid, tanin, steroid, kuinon, dan minyak atsiri seperti yang ditunjukkan pada hasil uji fitokimia (Tabel 1). Beberapa penelitian terdahulu terhadap tanaman lain yang dapat berpotensi sebagai larvasida telah banyak dilakukan. Geris et. Al. (2007) mengemukakan bahwa senyawa golongan meroterpenoid pada jamur memiliki toksisitas yang tinggi terhadap larva Ae. aegypti dengan LC90 10.9 ppm. Cavalcanti et al. (2004) juga melaporkan bahwa Minyak esensial yang diisolasi pada tanaman jeruk dan lemon Brazil berpotensi sebagai larvasida dengan LC50 masing-masing adalah 538 dan 519 ppm. Ekstrak daun Millingtonia hortensis juga ternyata dilaporkan berpotensi sebagai larvasida nabati dengan LC50 sebesar 195 ppm (Kaushik & Saini 2008). Yousmillah (2003) menyatakan ekstrak heksana dari rimpang kencur merupakan ekstrak yang paling aktif terhadap larva instar III dengan nilai LC50 sebesar 61.19 ppm. Utari (2007) menyatakan juga bahwa pada daun zodia terkandung senyawa golongan alkaloid yang memiliki toksisitas yang sangat tinggi terhadap larva instar III dengan LC50 sebesar 12.83 ppm. Fraksinasi Menggunakan Flash Chromatography Ekstrak yang paling aktif dari uji aktivitas larvasida selanjutnya difraksinasi dengan flash chromatography. Berdasarkan hasil uji aktivitas larvasida diperoleh bahwa ekstrak etanol memiliki aktivitas lebih tinggi dibandingkan ekstrak n-heksana sehingga ekstrak etanol kemudian difraksinasi lebih lanjut. Tahap fraksinasi ini bertujuan mengetahui banyaknya komponen yang terkandung dalam ekstrak aktif, serta menguji toksisitas dari tiap-tiap fraksi.

18

Flash chromatography menggunakan kolom plastik dengan diameter 1.8 cm dan panjang 30 cm yang diisi dengan silika gel G60 sebagai fase diam. Laju alir yang digunakan adalah laju alir sedang, yaitu 10 ml/menit dengan suhu berkisar 27-28oC. Fase diam yang digunakan adalah silika gel G-60. agar proses elusi dapat berjalan secara lancar dan ekstrak tidak akan tersumbat pada pori silika gel. Ekstrak kasar etanol yang dimasukkan ke dalam kolom sebanyak 5,06 gram yang terlebih dahulu dilarutkan dalam etanol agar proses elusi dapat berjalan secara lancar dan ekstrak tidak akan tersumbat pada pori silika gel. Ekstrak kemudian diinjek menggunakan suntikan 1 ml melalui bagian atas kolom. Eluen yang digunakan adalah eluen terbaik berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2007), yaitu etil asetat:n-heksana ( 8:2 ). Metode elusi yang digunakan adalah elusi isokratik. Elusi ini digunakan untuk menghemat pelarut dan waktu karena penelitian ini bertujuan hanya mengetahui golongan senyawa aktif larvasida. Eluat yang keluar kemudian ditampung ke dalam tabung reaksi setiap 5 ml atau setiap terjadi perubahan warna yang dapat diamati pada selang. Eluat yang memiliki pola KLTa (nilai Rf dan warna spot) yang sama kemudian digabungkan menjadi satu fraksi. Berdasarkan fraksinasi 5.06 gram sampel dandang gendis, diperoleh 288 tabung reaksi hasil flash chromatography. Setelah dianalisis menggunakan KLTa, diperoleh fraksi hasil penggabungan sebanyak 6 fraksi. Setiap fraksi yang diperoleh kemudian dikeringkan dan dihitung rendemen yang diperoleh. Fraksi 2 memiliki rendemen paling besar sedangkan fraksi 4 memiliki rendemen paling kecil. Fraksi yang diperoleh pada umumnya berada dalam bentuk semi padatan (Lampiran 10). Uji Aktivitas Larvasida Fraksi Hasil Flash Chromatography Enam fraksi yang diperoleh hasil kromatografi cepat kemudian diuji aktivitasnya sebagai larvasida terhadap larva instar III pada konsentrasi 100 ppm. Alasan pemilihan konsentrasi tersebut adalah untuk mengetahui apakah fraksi yang diperoleh dapat memiliki LC50 di bawah 100 ppm agar dapat masuk standar larvasida nabati yang potensial (0.1-49 ppm untuk senyawa murni) menurut Gerris et al. (2007). Hasil pengujian terhadap keenam fraksi menunjukkan bahwa fraksi 2 merupakan fraksi yang paling aktif

dengan rata-rata kematian sebesar 35% dalam waktu 72 jam (Lampiran 11). Nilai ini masih cukup jauh jika dibandingkan dengan kontrol positif yang telah dikenal luas di pasaran temefos yang dapat menyebabkan kematian larva sebanyak 100% dalam waktu 24 jam. Fraksi 2 kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui nilai LC50nya. Uji aktivitas larvasida terhadap fraksi 2 dilanjutkan dengan variasi konsentrasi 150 dan 300 ppm. Berdasarkan analisis probit (Lampiran 12), diperoleh nilai LC50 sebesar 133.43 ppm (Gambar 9).
7 6 5

y = 3,534x - 2,5107 R = 0,9897


2

p rob it

4 3 2 1 0 1,7 1,9 2,1

2,3

2,5

2,7

log konsentrasi (ppm)

Gambar 9 Analis probit pada fraksi 2.

Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi Analisis KLT dua dimensi dilakukan untuk melihat kemurnian fraksi (tunggal atau tidaknya komponen fraksi). Eluen pertama yang digunakan adalah etil asetat:n-heksana (8:2) sedangkan eluen kedua yang digunakan adalah kloroform. Berdasarkan hasil analisis KLT dua dimensi, diperoleh hasil ternyata fraksi 2 tidak hanya mengandung komponen tunggal tapi terdiri dari banyak komponen. Hal itu terlihat dari jumlah spot yang dihasilkan sebanyak 7 spot (Gambar 10), artinya fraksi 2 bukan merupakan senyawa murni dan perlu pemurnian lebih lanjut. Menurut Hostettman et al. (1985), flash chromatography memang merupakan instrumen yang digunakan untuk fraksinasi pendahuluan sehingga membutuhkan teknik pemisahan lebih lanjut dengan tingkat resolusi yang tinggi. Spektrum Inframerah FTIR Identifikasi fraksi yang memiliki aktivitas larvasida dilakukan dengan menggunakan analisis spektrum inframerah. Analisis FTIR dilakukan dengan menggunakan metode pelet KBr. Analisis FTIR digunakan untuk menduga golongan senyawa yang terdapat pada fraksi 2 melalui analisis gugus fungsinya

19

dengan mengidentifikasi puncak-puncak serapan yang dihasilkan pada spektrum inframerah. Pada bilangan gelombang 1491 cm-1, terdapat serapan medium yang merupakan uluran C=C aromatik. Hal itu diperkuat juga oleh serapan pada 2925 cm-1 yang merupakan uluran C-H (sp2). Selain cincin aromatik terdapat juga serapan untuk C=O pada 1741 cm-1 dan diperkuat oleh serapan C-O alkohol pada daerah 1165 cm-1 (Tabel 2). Spektrum inframerah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13.

3700 lebar Berdasarkan spektrum inframerah yang diperoleh bahwa senyawa pada fraksi 2 mengandung gugus aromatik, karbonil dan hidroksil. Uji Fitokimia Fraksi 2 Hasil uji fitokimia terhadap fraksi fraksi 2 menunjukkan positif keberadaan suatu golongan alkaloid dan negatif terhadap uji fenol, kuinon, dan tanin (Tabel 3). Namun hasil tersebut tidak diperkuat oleh spektrum inframerah yang dihasilkan, yakni tidak adanya serapan lemah untuk amina pada daerah 3000-3700 cm-1 (Fessenden RJ& J. Fessenden 1986). Salah satu dugaan penyebabnya adalah tertutupinya daerah serapan untuk amina oleh daerah serapan OH yang lebar. Senyawa golongan alkaloid dapat merangsang kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormon ekdison, peningkatan hormon tersebut dapat menyebabkan kegagalan metamorfosa pada nyamuk (Aminah 1995). Tabel 3 Hasil uji fitokimia fraksi 2 Nama Uji Hasil Uji Alkaloid + Tanin Fenol Kuinon SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kadar air daun dandang gendis basah sebesar 69.93% (b/b) dan daun dandang gendis kering sebesar 12.55% (b/b). Rendemen ekstrak etanol yang diperoleh lebih besar dibandingkan ekstrak n-heksana. Uji fitokimia juga menunjukkan ekstrak etanol mengandung lebih banyak metabolit sekunder dibanding ekstrak n-heksana. Uji aktivitas larvasida terhadap larva instar III Ae. aegypti menunjukkan ekstrak etanol memiliki aktivitas yang lebih tinggi daripada ekstrak nheksana dengan LC50 444.48 ppm. Uji aktivitas hasil fraksinasi menggunakan flash chromatography menunjukkan hasil bahwa fraksi 2 merupakan fraksi teraktif dengan menyebabkan kematian 35% pada konsentrasi 100 ppm dan memiliki LC50 sebesar 133. 43 ppm dalam 72 jam. Nilai itu masih jauh jika dibandingkan dengan

Gambar 10 Kromatogram hasil KLT dua dimensi fraksi 2 dengan eluen 1 (etil asetat: heksana=8:2) dan eluen 2 (kloroform). Menurut hasil penelitian yang diperoleh Teshima et al. (1998), keberadaan senyawa organosulfur pada dandang gendis dapat diidentifikasi pada bilangan gelombang 1296 1130, 1133, 1296, 1300 cm-1 untuk serapan golongan sulfon, dan juga serapan kuat pada 1074 untuk sulfoksida. Berdasarkan spektrum yang diperoleh ternyata tidak ditemukan serapan yang kuat pada daerah tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa fraksi 2 yang paling aktif terhadap larvasida tidak mengandung senyawa golongan organosulfur. Tabel 2 Hasil analisis gugus fungsi fraksi 2 menggunakan FTIR Bilangan Literatur (Pavia et. gelombang intensitas Gugus (cm-1) al., 1996) C=C aromatik 1491 1475sedang 1600 2925 3000 tajam C-H (stretch) 1741 1730tajam C=O 1750 1165 1000tajam C-O 1300 3438 3000tajam O-H

20

temefos yang dapat mematikan larva 100% dalam waktu 24 jam. Hasil KLT 2 dimensi menunjukkan bahwa fraksi 2 bukan merupakan komponen tunggal dan masih banyak mengandung komponen. Identifikasi fraksi 2 menggunakan spektrum inframerah menunjukkan adanya gugus fungsi aromatik, karbonil dan hidroksil dan tidak menunjukkan serapan gugus sulfon dan sulfoksida. Uji fitokimia terhadap fraksi dua menunjukkan positif terhadap alkaloid. Saran Perlu dilakukan pemurnian fraksi 2 dengan menggunakan instrumen lain yang memiliki tingkat resolusi lebih tinggi dibandingkan flash chromatography sehingga dapat diidentifikasi lebih lanjut menggunakan instrumen seperti spektrofotometer NMR dan spektrofotometer massa. Selain itu, perlu juga dilakukan ekstraksi menggunakan metode dan pelarut yang berbeda dan dilakukan uji insektisida secara langsung terhadap nyamuk Ae. aegypti untuk tanaman dandang gendis.

Gafur A, Mahrina, Hardiansyah. 2006. Kerentanan Larva Aedes aegypti dari Banjarmasin Utara Terhadap Temefos. Bioscientiae 3: 73-82. Geris R, Rodriguez E, Da Silva HHG, Da Silva IG. 2008. Larvacidal effects of Fungal Meroterpenoids in the Control of Aedes aegypti L., in the Main Vector of Dengue and Yellow Fever. Chem &Biodiv (5): 341-345. Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia. Edisi ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB. Herlina N. 2004. Perkembangan Ovariol Nyamuk Aedes aegypti Dan Aedes albopictus Di Laboratorium [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Heyne. K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Terjemahan Balitbang Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan. Hostettmann K, Hostetmann M, dan Marston A. 1985. Preparative Chromatography Techniques. Berlin: Springer-Verlag. Kardinan A. 2005. Pestisida Jakarta:Penebar Swadaya. Nabati.

DAFTAR PUSTAKA
Aminah, NS. 1995. Evaluasi tiga jenis tumbuhan sebagai insektisida dan repelen terhadap nyamuk di laboratorium [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Braga IA et al. 2004. Aedes aegypti Resistance to Temephos during 2001 in several Municipalities in the States of Rio de Janeiro, Sergipe, and Alagoas, Brazil. Mem inst Oswaldo Cruz 99:199-203. Cavalcanti ESB, Morais SM, Lima MA, Santana EWP. 2004. Larvacidal Activity of Essential Oils from Brazilian Plants Against Aedes aegypti L. Mem inst Oswaldo Cruz 99:541-544. Coria C et al. 2007. Larvacide and oviposition deterrent of Fruit and leaf extracts from Melia azedarach L. on Aedes aegypti (L.) (Diptera: Culicidae). Biosource Tech 99:3066-3070. Fessenden R dan Fessenden J. 1986. Kimia Organik jilid 1 Edisi ketiga. Terjemahan AH Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.

Kaushik R& saini P. 2008. Larvacidal activity of leaf extract Millingtonia hortensis (Family: Bignoniaceae) against Anopheles stephensi, Culex quinquefasciatus and Aedes aegypti. J Vector borne Dis 45: 66-69. Pannangpetch P, Laupattarakasem P, Kukongviripayan V, Kukongviripayan U, Kongyingyoes B, Aromdee C. 2007. Antioxidant Activity and Protective effect against oxidative hemolysis of Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau. J. Sci Technol 1:1-9. Pittaya et al. 2007. Sulfur-containing Compounds From Clinacanthus Siamensis [abstract]. The Pharma Soc Japan 51:1423-1425. Prayitno T. 2007. Ekstraksi, Fraksinasi, Dan Uji Senyawa Bioaktif Dari Daun Clinacanthus nutans Lindau [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

21

Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Putra SE. 1995. Nyamuk Aedes aegypti, Bahaya, dan Pengendaliannya. Padang:Universitas Andalas. Rustandi MR. 2005. Pengaruh Ekstrak Daun Pitis (Hoya Parasitica) Terhadap Perkembangan Pradewasa Nyamuk Aedes aegypti [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Sitepu D, Kardinan A, Asnan A. 1999. Hasil penelitian dan peluang pengembangan pestisida nabati. Bul Litbang Pertanian 11: 24-33. Suharty NS. 2004. Isolasi terpenoid dari daun Clinachanthus nutans. http://digilib. itb.ac.id/go.php?id=jbptitbp-gdl-s2-2004nengsrisuh-1734&width=300. [14 Feb 2008]. Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia. Suradikusumah E. 1989. Kimia Tumbuhan. Bogor: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Ilmu Hayati IPB. Taylor WC, Tuntiwachwuttikul P. 2004. Constituent of a Thai medical plant: Clinacanthus nutans Lindau. Teshima I et al. 1997. Sulfur-containing glucosides from Clinacanthus nutans. Phytochemistry 48: 831- 835. Utari DK. 2007. Identifikasi Fraksi Daun Zodia (evodia suaveolens) Yang Berpotensi Sebagai Insektisida Botani Terhadap Larva Ae. Aegypti) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. Yaman M. 2002. Produksi Wood Vinegar Hasil Destilasi Kering Kayu Cara Tungku Sebagai Pestisida Alternatif [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

22

LAMPIRAN

23

Lampiran 1 Bagan alir pemisahan ekstrak aktif daun dandang gendis Serbuk daun dandang gendis Ekstraksi dengan etanol&heksana Uji Fitokimia Residu Filtrat Uji Larva Nyamuk Flash Chromatography KLT

Fraksi 1

Fraksi 2

Fraksi 3

Fraksi 4

Fraksi n

Uji Larva Nyamuk Fraksi Teraktif

Uji Fitokimia

Analisis FTIR

24

Lampiran 2 Persiapan hewan uji

Air

kertas saring

Telur nyamuk akan menempel pada kertas saring

dipindahkan ke nampan plastik berukuran 30x20x5 cm setelah 24 jam larva instar I setelah 4 hari larva instar II, instar III

25

Lampiran 3 pembuatan larutan stok dan uji larva nyamuk Ae. aegypti

*Pembuatan larutan ekstrak

ekstrak

akuades

*Uji larva nyamuk 100 ml larutan ekstrak dengan konsentrasi tertentu 20 ekor larva nyamuk

Pengamatan dilakukan setiap 6 jam selama 24 jam kemudian Setiap 24 jam selama 3 hari

26

Lampiran 4 Penentuan kadar air


Sampel Daun basah Ulangan 1 2 3 1 2 3 Bobot pinggan kosong (g) 16.9940 17.9422 18.8252 32.5921 33.6674 35.3790 Bobot contoh kering + pinggan (g) 17.3050 18.2431 19.1187 33.4697 34.5460 36.2647 Bobot contoh (g) 1.0071 1.0011 1.0027 1.0047 1.0037 1.0127 Bobot contoh kering (g) 0.3110 0.3009 0.2935 0.8776 0.8786 0.8857 Kadar air (%b/b) 69.12 69.94 70.72 12.65 12.46 12.54 Kadar air rerata (%b/b) 69.93

Daun kering

12.55

Contoh perhitungan: Untuk kadar air daun basah ulangan 1 Kadar air = (A B)/A 100% = (1.0071 0.3110)/ 1.0071 100% = 69.12% Keterangan : Kadar air = (A B)/A 100% A = bobot contoh awal B = bobot contoh setelah dikeringkan

27

Lampiran 5 Perolehan rendemen ekstrak etanol dan n-heksana


Sampel Bobot contoh awal (g) 301.16 Bobot labu kosong (g) 162.46 Bobot labu+ekstrak (g) 219.48 Bobot ekstrak (g) 57.02 Kadar air %(b/b) 12.55 Rendemen %(b/b) 21.73

Ekstrak etanol Ekstrak n-heksana

300.09

162.46

175.6303

13.1703

12.55

5.02

Contoh perhitungan: Untuk ekstrak etanol Rendemen = Bobot ekstrak/(bobot contoh awal-bobot kadar air) = 57.02/(301.16 37.7956) = 21.73 % (b/b)

28

Lampiran 6 Perhitungan jumlah larva yang mati untuk ekstrak etanol


Konsentrasi (ppm) 0 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Ulangan 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 8 10 10 18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 10 12 14 Jumlah 24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 2 3 13 15 16 larva 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5 5 6 15 17 18 mati 36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 3 5 6 7 20 20 20 42 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 3 5 7 8 10 20 20 20 48 0 0 0 0 0 0 0 0 1 7 5 7 9 9 11 20 20 20 54 0 0 0 0 0 0 1 1 2 8 7 8 13 14 16 20 20 20 60 0 0 0 0 0 0 2 2 3 9 8 10 15 15 17 20 20 20 66 0 0 0 0 0 0 3 3 3 10 10 11 18 18 18 20 20 20 72 0 0 0 0 0 0 4 4 3 11 10 14 18 18 18 20 20 20

100

250

500

1000

2000

29

Lampiran 7 Perhitungan jumlah larva yang mati untuk n-heksana


Konsentrasi (ppm) 0 Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 3 3 3 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 5 4 5 18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 6 5 6 Jumlah 24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 8 6 6 larva 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 9 9 10 mati 36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 10 11 12 42 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 1 2 14 16 16 48 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 3 3 17 18 17 54 0 0 0 0 0 0 1 0 1 5 5 5 20 20 20 60 0 0 0 0 0 0 1 1 1 6 7 6 20 20 20 66 0 0 0 0 0 0 2 1 2 8 8 7 20 20 20 72 0 0 0 0 0 0 3 2 2 9 8 9 20 20 20

250

500

1000

2000

30

Lampiran 8 Data hasil analisis probit untuk uji aktivitas larvasida untuk ekstrak etanol
Konsentrasi (ppm) Jumlah larva Ae. aegypti 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 Jumlah larva mati 0 0 0 0 0 0 4 4 3 11 10 14 18 18 18 20 20 20 % mortalitas Rerata Probit Log konsentrasi (ppm) 0 0 0 0 0 0 20 20 15 55 50 70 90 90 90 100 100 100 0 -

100

250

18,33

4,08

2,3979

500

58,33

5,2

2,699

1000

90

6,28

2000

100

3,301

Contoh perhitungan: % Mortalitas = L2/L1 x 100% Keterangan: L1 L2 = Jumlah larva = Jumlah larva mati

Konsentrasi 250 ppm = 4/20 x 100% = 20 % Nilai probit diperoleh dengan mereflesikan nilai % mortalitas ke dalam tabel probit. Kemudian dibuat kurva regresi linear hubungan antara log konsentrasi dengan nilai probit. Y = 3.6539X 4,.675 Y = Probit Value X = Log konsentrasi Y = 3.6539X 4. 675 5 = 3.6539X 4.675 X = 9.675/3.6539 X = 2.6479 LC50 = 444. 4836 ppm

31

Lampiran 9 Data hasil analisis probit untuk uji aktivitas larvasida untuk ekstrak n-heksana
Konsentrasi (ppm) Jumlah larva Ae. aegypti 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 Jumlah larva mati 0 0 0 0 0 0 3 2 2 9 8 9 20 20 20 % mortalitas Rerata Probit Log konsentrasi (ppm) 0 0 0 0 0 0 15 10 10 45 40 45 100 100 100 0 -

250

2.3979

500

11.67

5.2

2.699

1000

43.33

6.28

2000

100

7.33

3.301

Contoh perhitungan: % Mortalitas = L2/L1 x 100% Keterangan: L1 L2 = Jumlah larva = Jumlah larva mati

Konsentrasi 500 ppm = 3/20 x 100% = 15 % Nilai probit diperoleh dengan mereflesikan nilai % mortalitas ke dalam tabel probit. Kemudian dibuat kurva regresi linear hubungan antara log konsentrasi dengan nilai probit. Y = 5.8306X 12.168 Y = Probit Value X = Log konsentrasi Y = 5.8306X 12.168 5 = 5.8306X 12.168 X = 17.168/5.8306 X = 2.9445 LC50 = 879.9650 ppm

32

Lampiran 10 Hasil identifikasi fraksi-fraksi


No fraksi 1 2 3 4 5 6 Warna fraksi hijau muda hijau kehitaman kuning hijau tua kuning muda putih kekuningan Wujud fraksi semi padat semi padat semi padat semi padat semi padat kristal tak berwarna Rf 0.9412 0.9647 0.8706 0.9882 0.9412 0.8706 0.7500 0.8470 Rendemen % (b/b) 3.33 5.10 1.76 0.59 1.96 2.94

33

Lampiran 11 Data hasil uji toksisitas terhadap fraksi-fraksi hasil fraksinasi


Fraksi 1 2 3 4 5 6 temefos Kontrol pelarut kontrol air 24 0 7.5 0 0 0 2.5 100 0 0 %kematian 48 72 0 0 20 35 0 0 0 0 2.5 2.5 2.5 2.5 100 100 0 0 0 0

34

Lampiran 12 Data hasil analisis probit untuk uji aktivitas larvasida untuk ekstrak n-heksana
Konsentrasi (ppm) Jumlah larva Ae. aegypti 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 Jumlah larva mati 0 0 8 6 10 11 18 18 20 20 % mortalitas Rerata Probit Log konsentrasi (ppm) 2 2.1761 2.4771 -

0 100 150 300 abate 100 ppm

0 40 30 50 55 90 90 100 100

35 52.5 90 100

4.62 5.08 6.28 -

Contoh perhitungan: % Mortalitas = L2/L1 x 100% Keterangan: L1 L2 = Jumlah larva = Jumlah larva mati

Konsentrasi 100 ppm = 8/20 x 100% = 40 % Nilai probit diperoleh dengan mereflesikan nilai % mortalitas ke dalam tabel probit. Kemudian dibuat kurva regresi linear hubungan antara log konsentrasi dengan nilai probit. Y = 3.534X 2.5107 Y = Probit Value X = Log konsentrasi Y = 3.534X 2.5107 5 = 3.534X 2.5107 X = 7.5107/3.534 X = 2.1253 LC50 = 133.43 ppm

35

Lampiran 13 Spektrum inframerah untuk fraksi 2

Anda mungkin juga menyukai