Anda di halaman 1dari 16

ISSN

0853-7402

Edisi Juni 2013

Pada Mei ini, beberapa kegiatan lembaga menjadi bagian dari konten Newsletter LP3Y kali ini. Kegiatan tersebut salah satunya adalah Evaluasi Pelatihan Jurnalisme AIDS Online yang diselenggarakan pada Rabu (15/5/13) di Hotel @home Premier, Jalan Adisucipto, Yogyakarta Acara yang dihadiri para peserta Pelatihan Jurnalisme AIDS Online, jurnalis media cetak, jurnalis radio komunitas, perwakilan dari KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional), dan KPA (Komisi Penangulangan AIDS) DIY (Derah Istimewa Yogyakarta) juga dihadiri oleh perwakilan HCPI (HIV Cooperation Program for Indonesia) yakni Danny Yatim dan Abby Ruddick. Acara yang berlangsung dari pagi hingga siang pukul 13.00 WIB itu menghasilkan banyak masukan untuk perbaikan pelatihan Junalisme AIDS Online dari sisi teknis maupun konten secara keseluruhan. Selain itu, keesokan harinya pada Kamis, (16/5/13) Dany Yatim, Abby Ruddick, Robert Kosasih (HCPI) dan Adrian Gilbert (AusAIDS) didampingi Siti Baruni dari KPADIY berkunjung ke kantor LP3Y. Kunjungan yang berlangsung sekitar satu jam tersebut merupakan acara perkenalan untuk mengetahui LP3Y lebih dalam serta sedikit membahas program evaluasi yang telah dilakukan kemarin. Pelatihan online yang diselenggarakan pada tahap atau angkatan pertama dimulai sejak Desember 2012 lalu bertujuan agar jurnalis dapat memahami dan menulis fakta AIDS dengan menggunakan empati, atau lebih dikenal dengan jurnalisme empati. Selama ini meskipun pelatihan AIDS untuk para jurnalis telah dilakukan, namun masih sering ditemukan penulisan tentang kasus AIDS yang hanya menonjolkan sensasi. Padahal semestinya tidak demikian, fakta AIDS yang diangkat jurnalis diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih jelas terhadap pembaca, dan bukan malah sebaliknya. Berita HIV dan AIDS di media cetak atau media online sampai

Serupa tapi tak sama!

saat pun masih sering keliru dalam menuliskan istilah-istilah yang berkaitan dengan persoalan tersebut. Kekeliruan yang dibuat jurnalis secara langsung atau tidak dapat berdampak pada pemahaman pembaca. Kekeliruan yang seringkali dilakukan oleh jurnalis sebagai penulis berita, dapat berasal dari narasumber dan dapat juga dari juranalis yang tidak memahami secara tepat persoalan HIV. Selama ini media kerap menyajikan persoalan AIDS tentang masalah penularan, jumlah ODHA yang bertambah, diskriminasi ODHA, dan sosialisasi informasi AIDS pada momen-momen tertentu yang bertepatan dengan hari AIDS. Namun, masalah HIV dan AIDI sesungguhnya begitu banyak yang masih belum digali, seperti misalnya masalah distribusi obat yang disalurkan dari pusat ke daerah, masalah anggaran atau kebijakankebijakan yang berkaitan dengan AIDS ini yang seringkali tidak tersentuh media. Persoalan ini memang butuh sedikit kerja keras dalam menggali persoalan dan menemui sumber yang berkompeten menjelasksn persoalan ini. Selain pemahaman jurnalis tentang AIDS, kepekaan jurnalis juga diperlukan untuk menemukan jawabanjawaban agar publik lebih paham tentang persoalan AIDS. Berkaitan dengan persoalan di atas, edisi Juni 2013 kali ini analisis tentang Undang-undang Keterbukaan Infomasi Publik dan kaitannya dengan kebijakan anggaran HIV dan AIDS. Selain itu dalam rubrik analisis lainnya juga menyajikan perempuan dan angka kematian ibu yang kaitannya dengan pencapaian tujuan Millennium Development Goals (MDGs). Selain itu masih banyak sajian yang diberikan oleh Newsletter Edisi Juni ini yakni bagaimana media memberitakan kasus korupsi yang ditangani KPK yang penuh sensasi karena berhubungan dengan perempuan-perempuan atau review buku Citizen Journalism dalam rubrik info buku,serta masih ada beberapa rubrik lain yang patut disimak. Selamat membaca. (may)

Cara mendapatkan NEWSLETTER PMP AIDS: Kirimkan identitas serta nama media Anda, akan kami kirimkan secara gratis. Informasi yang kami muat di NEWSLETTER dapat dikutip atau disiarkan tanpa ijin asal menyebut sumber. Apabila anda memiliki informasi tentang HIV/AIDS yang layak untuk disebarkan kepada masyarakat luas, silakan kirim dan akan kami muat. Anda dapat menghubungi kami ke alamat: LP3Y Jl.Kaliurang Km 13,7 Ngemplak, Sleman, Yogyakarta 55584 atau via telepon dan faksimili No. (0274)896016, email: lp3y@idola.net.id dan situs http://www.lp3y.org
Penanggung Jawab : Ashadi Siregar Pimpro/Pemimpin Redaksi : Slamet Riyadi Sabrawi Staf Redaksi : Ismay Prihastuti, Masduki, Rondang Pasaribu, Siti Baruni, Th. Puspitawati Sekretaris Redaksi : W. Nurcahyo

LP3Y Adakan Evaluasi Pelatihan Online AIDS


Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerbitan Yogya (LP3Y) menyelenggarakan acara Evaluasi Pelatihan Jurnalisme Online AIDS di Hotel @Hom Premiere Yogyakarta, Rabu (15/5). Pelatihan Jurnalisme Online AIDS digelar oleh LP3Y sejak awal tahun 2013. Diikuti ratusan peserta dari seluruh Indonesia. Pada acara evaluasi tersebut, selain perwakilan HCPI (HIV Corporation Program for Indonesia), Danny Yatim dan Abby Ruddick, diikuti oleh para wartawan media cetak, radio, peserta pelatihan online, juga perwakilan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), dan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Yogyakarta. Seorang ahli teknologi informasi, Yusuf Nurahmat dari Rumah Web, turut membantu mengevaluasi dan memberi solusi, terutama menyangkut tampilan serta mekanisme yang menyertai laman web di dalamnya.Dengan harapan, kelak tampilan dan mekanisme itu akan lebih mudah diakses, lebih enak dipandang, lebih menyenangkan dan tentu saja akan lebih menarik lebih banyak peminat. Apalagi pelatihan online itu bebas biaya alias gratis, dan bisa diikuti oleh siapa pun dari mana pun. Pada pembukaan acara, Slamet Riyadi Sabrawi, mewakili LP3Y, mengatakan bahwa evaluasi bertujuan untuk lebih meningkatkan daya tarik peserta pelatihan online sehingga diharapkan peserta yang hadir pada hari itu, dapat memberikan masukan agar dapat lebih operasional. Sedangkan pada sesi diskusi, diperoleh banyak masukan terutama dari peserta pelatihan online sebagai pelaku langsung pelatihan. Di antaranya masalah konten yang ada, beberapa soal masih membingungkan peserta, masalah tampilan yang kurang menarik dan terasa kaku, tampilan web yang kurang menarik dan komunikatif, dan masih banyak persolan lainnya. Semua persoalan diklasifikasikan dalam beberapa peta persoalan seperti persoalan konten, persoalan komunikasi, dan persoalan teknologi informasi. Masukan yang didapat diharapkan dapat dioperasionalkan oleh LP3Y dalam jangka pendek atau jangka panjang. Hal itu sebagai langkah untuk perbaikan pelatihan jurnalisme online AIDS. Sehingga diharapkan peserta pelatihan yang berminat lebih banyak. (may)

***

Kunjungan AusAID
Kamis (16/5) sekitar pukul 10.00 WIB, perwakilan HCPI, Danny Yatim, Abby Ruddick dan Robert Kosasih serta dari AusAID Adrian Gilbert ditemani oleh Siti Baruni dari Komisi Penanggulangan AIDS DIY berkunjung ke kantor LP3Y. Kunjungan bertujuan lebih mempererat hubungan dan mengenal lebih dekat staf LP3Y yang terlibat dalam Pelatihan Jurnalisme AIDS Online. Selain perkenalan dengan staf AusAIDS Adrian Gilbert yang pada Rabu tidak dapat menghadiri acara Evaluasi, kunjungan itu juga sedikit membahas sedikit evaluasi dan tindak lanjut program yang sebaiknya dilakukan LP3Y dalam satu atau dua bulan mendatang. Acara kunjungan memang tidak terlalu lama, hanya sekita satu jam. Namun acara tersebut sangat membantu LP3Y dalam menjalankan program yang ada. Setelah acara selesai tidak lupa para tamu melihat-lihat gedung dan ruangan kantor LP3Y, serta pendopo yang terletak di belakang kantor. Acara pun diakhiri dengan foto bersama di depan kantor LP3Y. (may)
2

Jurnalisme Online AIDS digelar oleh LP3Y sejak awal tahun 2013. Diikuti ratusan peserta dari seluruh Indonesia. Pada acara evaluasi tersebut, selain perwakilan HCPI (HIV Corporation Program for Indonesia), Danny Yatim dan Abby Ruddick, diikuti oleh para wartawan media cetak, radio, peserta pelatihan online, juga perwakilan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), dan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Yogyakarta. Seorang ahli teknologi informasi, Yusuf Nurahmat

dari Rumah Web, turut membantu mengevaluasi dan memberi solusi, terutama menyangkut tampilan serta mekanisme yang menyertai laman web di dalamnya.Dengan harapan, kelak tampilan dan mekanisme itu akan lebih mudah diakses, lebih enak dipandang, lebih menyenangkan dan tentu saja akan lebih menarik lebih banyak peminat. Apalagi pelatihan online itu bebas biaya alias gratis, dan bisa diikuti oleh siapa pun dari mana pun. Pada pembukaan acara, Slamet Riyadi Sabrawi, mewakili LP3Y, mengatakan bahwa evaluasi bertujuan untuk lebih meningkatkan daya tarik peserta pelatihan online sehingga diharapkan peserta yang hadir pada hari itu, dapat memberikan masukan agar dapat lebih operasional. Sedangkan pada sesi diskusi, diperoleh banyak masukan terutama dari peserta pelatihan online sebagai pelaku langsung pelatihan. Di antaranya masalah konten yang ada, beberapa soal masih membingungkan peserta, masalah tampilan yang kurang menarik dan terasa kaku, tampilan web yang kurang menarik dan komunikatif, dan masih banyak persolan lainnya. Semua persoalan diklasifikasikan dalam beberapa peta persoalan seperti persoalan konten, persoalan komunikasi, dan persoalan teknologi informasi. Masukan yang didapat diharapkan dapat dioperasionalkan oleh LP3Y dalam jangka pendek atau jangka panjang. Hal itu sebagai langkah untuk perbaikan pelatihan jurnalisme online AIDS. Sehingga diharapkan peserta pelatihan yang berminat lebih banyak. (may)

Kunjungan AusAID Kamis (16/5) sekitar pukul 10.00 WIB, perwakilan HCPI, Danny Yatim, Abby Ruddick dan Robert Kosasih serta dari AusAID Adrian Gilbert ditemani oleh Siti Baruni dari Komisi Penanggulangan AIDS DIY berkunjung ke kantor LP3Y. Kunjungan bertujuan lebih mempererat hubungan dan mengenal lebih dekat staf LP3Y yang terlibat dalam Pelatihan Jurnalisme AIDS Online. Selain perkenalan dengan staf AusAIDS Adrian Gilbert yang pada Rabu tidak dapat menghadiri acara Evaluasi, kunjungan itu juga sedikit membahas sedikit evaluasi dan tindak lanjut program yang sebaiknya dilakukan LP3Y dalam satu atau dua bulan mendatang. Acara kunjungan memang tidak terlalu lama, hanya sekita satu jam. Namun acara tersebut sangat membantu LP3Y dalam menjalankan program yang ada. Setelah acara selesai tidak lupa para tamu melihatlihat gedung dan ruangan kantor LP3Y, serta pendopo

yang terletak di belakang kantor. Acara pun diakhiri dengan foto bersama di depan kantor LP3Y. (may)

Perempuan dan Pengalihan BBM


Hari gini masih pake kompor minyak?, begitu sindiran yang muncul dalam Iklan Layanan Masyarakat yang muncul di televisi awal Desember 2006 lalu. Ya, ILM (Iklan Layanan Masyarakat) dari Kantor Pemberdayaan Perempuan ini menebar pesan tentang elpiji. Opie Kumis yang berperan sebagai penjual minyak tanah tiba-tiba kehilangan pelanggan, lantaran pelanggan yang semuanya ibu-ibu telah beralih menggunakan elpiji. Pemirsa pun mendapat pesan yang jelas, menggunakan elpiji membuat semuanya lebih mudah dan tidak membuat kotor. Akhir tayangan pesannya pun menggoda, gampang, nggak repot dan pastinya kulit jadi terawat!. Mengapa tiba-tiba muncul iklan tentang elpiji? Mengapa perempuan? Ada urusan apa dengan kulit jadi terawat? Barangkali itu rangkaian pertanyaan yang muncul di benak pemirsa. ILM tersebut memang berkait erat dengan rencana pemerintah melakukan peralihan penggunaan minyak tanah ke elpiji (liquefied petroleum gas/ LPG). Namun mengapa kampanye penggunaan elpiji ini dimotori oleh Kantor Pemberdayaan Perempuan dan bukan Kantor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)? Terlepas dari sinergi (mungkin juga konspirasi) antara Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Kantor Kementrian ESDM, pemerintah memang tengah mengupayakan pengalihan BBM dari minyak tanah ke elpiji. Bersamaan dengan penayangan ILM di atas, berbagai media memberitakan Pertamina membagikan ratusan kompor dan tabung elpiji berkapasitas 3 kilogram kepada warga di Jakarta. Hal yang sama juga pernah dilakukan bulan Agustus 2006 silam. Keputusan pemerintah untuk mengalihkan penggunaan BBM ke elpiji tentu saja berkaitan erat dengan tingginya subsidi yang harus dikucurkan pemerintah sebagai dampak membumbungnya harga minyak mentah dunia. Data yang dimuat dalam situs LIPI menyebutkan, saat ini Indonesia harus mengimpor 2,28 juta kiloliter minyak tanah
4

per tahun untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sehingga mau tidak mau pemerintah harus merogoh kocek untuk mensubsidi impor minyak tanah tersebut (http:// www.lipi.go.id). Jika untuk mencukupi kebutuhan minyak tanah dalam negeri pemerintah harus mengimpor, sebaliknya yang terjadi dengan energi. Kemampuan produksi elpiji dalam negeri mencapai 3 juta ton per tahun. Sementara konsumsi energi per tahun baru mencapai 1,1 juta ton. Sehingga masih terdapat sisa produksi sebesar 1,9 ton per tahun. Inilah barangkali yang menjadi dasar keputusan pemerintah memutuskan untuk menggiring rakyat untuk menggunakan elpiji. Tetapi mengapa Kantor Pemberdayaan Perempuan yang mesti repot mengetuk kesadaran masyarakat untuk menggunakan elpiji. Barangkali ini yang perlu dipertanyakan kembali. Pemerintah ternyata masih menempatkan perempuan sebagai penanggungjawab kebijakan-kebijakan dapur. Peran perempuan adalah di wilayah domestik, sebagai pengatur rumah tangga. Sehingga ketika pemerintah ingin menggiring masyarakatnya menggunakan elpiji, maka bukan Kantor ESDM yang berkoar mengkampanyekan program, melainkan Kantor Pemberdayaan Perempuan. Sayangnya, ILM yang ditayangkan pun tak mengandung informasi tentang pentingnya pengalihan penggunaan BBM ke energi karena untuk mengurangi subsidi minyak tanah. Tapi justru menawarkan iming-iming elpiji sebagai BBM yang bersih, yang dikaitkan dengan stereotipe perempuan. Bahwa dengan menggunakan kompor gas perempuan akan tampil cantik, bersih dan selalu punya waktu untuk mengurus kecantikan tersebut. Sedang perempuan yang masih menggunakan kompor minyak digambarkan sebagai perempuan yang kotor, wajahnya penuh jelaga dan awutawutan. Realitas bahwa urusan rumah tangga masih menjadi dominasi perempuan memang tidak bisa dipungkiri. Namun

mengubah perilaku masyarakat untuk menggunakan salah dan kestabilan harganya. Yang terus disampaikan pada satu jenis BBM hanya menginformasikan tentang masyarakat adalah menggunakan elpiji pada prinsipnya keunggulannya dikaitkan dengan ukuran cantik dan tidak selain lebih bersih, juga lebih hemat. cantik seorang perempuan, kiranya sangat dangkal dan Metro TV pernah dalam program Todays Dialogue masih memperlakukan perempuan secara tidak adil. Coba membahas rencana pemerintah mengalihkan penggunaan bandingkan dengan ILM yang ditayangkan berkait adanya BBM dari minyak tanah ke elpiji ini. Pesan yang kental kenaikan tarif listrik (meski banyak diprotes). mewarnai dialog itu selain bahwa penggunaan elpiji juga Kala itu masyarakat diberi gambaran bahwa akan menghemat subsidi dari pemerintah, masyarakat pun pengurangan subsidi untuk listrik akan digunakan untuk tak perlu resah karena telah disediakan tabung ukuran kecil pembangunan di bidang lain yakni kesehatan dan (3 kg). Ibarat rokok, bagi masyarakat yang tidak begitu pendidikan. mampu disediakan secara ketengan. Terlepas dari aspek politisnya, ILM tersebut paling Benarkah begitu? Memang, sebuah feature yang muncul tidak memberi gambaran pada masyarakat mengapa di kompas online edisi 9 Desember 2006 memperlihatkan sebuah keputusan politis betapa seorang perempuan ditetapkan oleh pemerintah. bernama Sarniti bersyukur Realitas bahwa urusan Itu pula yang mestinya dapat menikmati kemudahan rumah tangga masih menjadi muncul dalam ILM tentang menggunakan kompor gas. mengalihan peng gunaan Selamat ting gal minyak dominasi perempuan memang BBM ke elpiji. tanah... begitu judul tulisan itu. tidak bisa dipungkiri. Namun Sebuah ILM kendati Tapi berapa orang yang akan secara nama mestinya menerima kompor dan tabung mengubah perilaku masyarakat dimaksudkan untuk layanan elpiji gratis? untuk menggunakan salah satu masyarakat, melayani Kalau distribusi minyak masyarakat, namun bukan tanah lantas dikurangi, jenis BBM hanya sekali dua kali justru menjadi bagaimana nasib masyarakat menginformasikan tentang iklan layanan pemerintah. yang belum mampu hijrah Ketika kampanye melalui keunggulannya dikaitkan dengan untuk menggunakan elpiji? ILM telah gencar dilakukan, Membeli kompor gas tentu tak ukuran cantik dan tidak cantik tak jarang masyarakat hanya semurah membeli kompor berada pada posisi sebagai minyak. Demikian pula dengan seorang perempuan, kiranya obyek sebuah keputusan harga elpiji. Kapan pemerintah sangat dangkal dan masih politis. menyediakan dalam jumlah memperlakukan perempuan Berkait dengan ILM yang cukup elpiji dengan tentang pengalihan BBM ke kapasitas 3 kilogram. elpiji, mungkin bisa dibilang keputusan ini sangat ironis Terlepas dari itu semua, lagi-lagi perempuan dianggap dengan pernyataan Menko Perekonomian (waktu itu) menjadi sasaran empuk manakala pemerintah membuat Aburizal Bakri pada Desember 2004. Kala itu harga elpiji keputusan (yang disebut kebijakan, meski tak bijak) tentang mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Aburizal Bakri BBM. Tanpa melalui penjaringan opini maupun jajak menyatakan pemerintah tidak ikut campur atas kenaikan pendapat, pemerintah menggiring kaum perempuan untuk tersebut. Ia juga menegaskan, tak ada intervensi pemerintah mencintai elpiji. Tanpa menyampaikan alasan perlunya dalam kebijakan itu. Kalau Pertamina menaikkan harga pengalihan BBM berkait dengan penggunaan anggaran terlalu mahal, masyarakat tidak usah membeli lagi. Nanti, untuk bidang atau sektor yang lebih mendesak, pemerintah itu pasti diturunkan, katanya (Republika online:http:// begitu saja mengajak para perempuan untuk www.repubika.co.id ). mempercantik diri melalui penggunaan elpiji. Kini, pemerintah justru mengajak masyarakat beramaiKapan perempuan diberi kesempatan untuk diajak ramai menggunakan elpiji. Siapkah pemerintah berembug? Kapan perempuan diberikan haknya untuk mengantisipasi agar tak lagi ada peristiwa kelangkaan elpiji mengetahui mengapa sebuah ILM yang berkaitan dengan seperti yang pernah terjadi. Kala elpiji mengalami kenaikan BBM justru dikeluarkan oleh Kantor Pemberdayaan tahun 2004, tak sedikit warga masyarakat yang akhirnya Perempuan? Tak mudah memang, tapi mestinya sebuah memilih kembali menggunakan minyak tanah Bagaimana institusi memang mengurus apa yang menjadi tugas dan bila masyarakat telah meninggalkan minyak tanah namun kewenangannya, tanpa harus diintervensi institusi lain elpiji suatu ketika pun mengalami kelangkaan pula? maupun ditunggangi kepentingan lain. Semoga. (runi) Tak ada jaminan bahwa elpiji akan terjaga ketersediaan

Sehari Tanpa Televisi, Mengapa Tidak!


...K epada par a insan per t ele visian, ...Kepada para elevisian, saya amat berharap gunakan nurani Anda dalam menyajikan tayangan. Jadikanlah stasiun televisi Anda sebagai stasiun televisi yang menyajikan tayangan yang cerdas, bijak dan ber t anggungjaw ab... anggungjawab...
Begitulah isi paragraf terakhir salah satu Surat Pembaca Kompas edisi 26/12 tentang isi tayangan televisi kita. Jika mau cermat, masih banyak surat pembaca serupa yang mengisi di beberapa surat kabar Indonesia. Sepanjang pengamatan penulis dalam melihat tayangan (isi) televisi baik itu sinetron, infotainment, atau kuis, memang masih lebih mementingkan unsur hiburan atau dapat dikatakan sekadar menghibur, dan jauh dari nilai edukasi. Cobalah tengok sinetron-sinetron yang disajikan pada prime time. Sinetron tersebut banyak berisi tentang kehidupan glamour, kebencian, kekerasan dan minim nilainilai pendidikan. Hal yang sama juga dilakukan infotainment. Jika diamati, isi infotainment yang satu akan sama dengan infotainment yang lain. Para Production House yang memproduksi acara tersebut selalu kerkelit bahwa tidak sama karena disajikan dengan sudut pandang berbeda. Namun, jelas fakta yang disajikan infotainment itu sama yakni menguak seputar kehidupan privat para artis. Sebenarnya tayangan macam apa yang sebaiknya disajikan oleh televisi kita? Siapa yang bertanggungjawab mengatasi persoalan itu? Tidak bisa jika menyalahkan salah
6

satu pihak karena persoalan ini saling berhubungan/ berkaitan. Dalam urusan siaran pertelevisian, kita punya UndangUndang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Persolannya, apakah Undang-Undang itu sudah mampu mengatasi persoalan itu dan apakah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah berfungsi dengan baik? Atau memang demikian potret kehidupan masyarakat Indonesia kini, sarat dengan kekerasan, kedengkian, dan tindakan semena-mena? Penilaian-penilaian itu tidak sepenuhnya benar. Meski survei AC Nielsen terhadap program televisi, sinetron Pengantin Remaja yang diproduksi RCTI menempati rating tertinggi dari 100 program televisi yang disurvei pada periode 10-16 Desember 2006. Sedangkan urutan berikutnya Pintu Hidayah: Suami buta dan kemudian di bawahnya Putri yang terbuang dan semunya disiarkan oleh stasiun televisi yang sama. (http:// nofieiman.com/), Dan apakah rating itu berarti mewakili selera masyarakat Indonesia? Pemenuhan selera pasar yang juga menjadi pertimbangan adanya permintaan itu bisa jadi karena masyarakat Indonesia belum berdaya menghadapi tayangan televisi. Jika melihat lebih jernih, tentu akan maklum bahwa rakyat Indonesia terdiri dari beberapa lapisan, mulai yang sering dikatakan orang dari kelas atas, menegah dan bawah. Jumlah masyarakat yang dikatakan kelas atas dan dianggap berpendidikan memang tidak sebanyak jumlah kelas bawah. Karena hiburan bagi mereka yang kelas atas tidak hanya sekadar menonton televisi atau mengikuti kuis, mereka bisa menggunakan uang mereka berlibur dan sesuai kehendaknya. Atau dapat dikatakan kaum intektektual akan selektif memilih tayangan televisi, sesuai kebutuhannya. Bagi mereka yang masuk kategori kelas bawah,

televisi dapat dikatakan sebagai satu-satunya hiburan dalam mengisi hari-harinya. Mereka seringkali tidak selektif memilih tayangan-tayangan karena ketidaktahuan/ ketidaksadaran akan pengetahuannya yang tidak memadai. Sehingga terkadang tayangan televisi bisa dilahap begitu saja sebagai media hiburan mereka. Apa yang terjadi jika setiap hari mereka dijejalli oleh nilai-nilai yang jauh dari edukasi dan kemanusiaan? Maka tidak fair jika tayangan televisi seperti sinetron hanya sekadar bersifat menghibur, karena selain menghibur televisi juga harus bermanfaat untuk pendidikan, pembetukkan intektualitas, dan watak bangsa ini. Sesuai dengan UU penyiaran Nomor 32 tahun 2002 pasal 36 (1) yang berbunyi UU penyiaran Nomor 32 tahun 2002 pasal 36 (1) bahwa isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan dan manfaat untuk pembentukan intektualitas, watak, moral kemajuan dan kekuatan bangsa Begitu juga dengan tayangan kuis. Kuis yang menjanjikan kemudahan dalam memperoleh uang dengan jumlah besar tanpa banyak berpikir, dan hanya m e n g a n d a l k a n keberuntungan tidaklah berbeda dengan judi. Tayangan kuis tersebut lebih banyak dampak negatif karena mampu membuat penontonnya terbuai dengan angan-angan yang tinggi dan berandai-andai menjadi orang kaya atau banyak uang. Manakah sisi positifnya? Jika hanya sekadar mengibur masih banyak cara mendidik yang bisa menghibur penonton. Contoh tayangan televisi yang diadopsi TVG atau Global TV dari televisi luar, Pequet Prix. Tayangan ini tidak hanya berisi ketangkasan fisik namun juga perlu pengetahuan luas untuk memenangkan lomba. Pesertanya terdiri dari dua tim yang biasanya mewakili sekolah atau organisasi. Acara itu dapat dikatakan salah satu hiburan yang mendidik karena pesertanya juga dituntut berjuang keras dan sportif. Namun sayang bentuk-bentuk tayangan seperti sinetron atau kuis banyak yang mengadopsi dari luar seperti misalnya sinetron Pengatin Remaja mengadopisi My Little Bride dari Korea (http://www/id.wikipedia.org). Selanjutnya, tidak semua produk yang berasal dari luar itu selalu baik. Dan tidak semua sinetron Indonesia bermutu rendah.
7

Ada juga sinetron yang mengedepankan unsur budaya dan pendidikan yang juga sangat digemari. Contohnya adalah sinetron Bajaj Bajuri yang menceritakan kehidupan sekelompok masyarakat kecil yang tinggal di Jakarta, Si Doel Anak Sekolahan yang menceritakan kehidupan masyarakat Betawi di Jakarta pada zaman post modern ini, dan Keluarga Cemara yang menceritakan kehidupan keluarga sederhana. Selain itu masih banyak lagi sinetro-sinetron dari era lama yang juga berkualitas seperti Losmen, Pondokan, Rumah Masa Depan, Sayekti dan Hanafi. Meskipun demikian, jumlah sinetron yang berkualitas seperti tersebut di atas masih kalah banyak jika dibandingkan dengan sinetron yang hanya mengandalkan wajah-wajah keren dan bermotto kejar tayang atau rating penonton. Meski sejauh ini peran KPI sebagai lembaga negara independen yang mengatur penyiaran sudah melakukan banyak hal dalam pengaturan siarannya, namun hal tersebut memang perlu kerjasama antara KPI dengan stasiun televisi kita. Kepentingan rating yang mampu menyedot iklan tapi tidak mendidik pemirsa televisi tidaklah dibenarkan. Karena seperti yang dikatakan Ade Armando dalam tanya jawab dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada 22 Desember lalu, acara seperti www.img58.imageshack.us Republik BBM misalnya, meskipun tidak mempunyai rating tinggi tapi justru banyak menyedot iklan. Hal ini dikarenakan kualitas acara tersebut, sehingga mampu juga menyedot banyak penonton yang sebagian besar intelektual. Bahkan, acara ini bisa mendapat penghargaan dari Asian Program Award. (www.KPI.go.id). Banyak persoalan yang perlu diatasi dengan kerja keras. Memberdayakan masyarakat untuk selektif memilih siaran televisi adalah hal yang tidak mudah dilakukan tetapi harus diagendakan sebagai bukti menuju masyarakat lebih baik. Seperti misalnya Gerakan Sehari Tanpa Televisi dalam memperingati hari anak 23 Juli lalu, sebagai salah satu upaya menyadarkan masyarakat untuk melindungi anak-anak dari pengaruh televisi. Gerakan ini tentu harus didukung penuh sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Sebagian yang menyadari bahwa tayangan televisi tidak banyak manfaatnya terhadap perkembangan anak-anak, akan lebih baik mengikuti Gerakan itu. Termasuk penulis. (ismay)

HARI AIDS SE-DUNIA


Pesan Sekretaris Jenderal, Kofi A. Annan 1 Desember 2006

Inilah pesan terakhir sekjen PBB Kofi A. Annan kepada dunia dalam rangka Hari AIDS Sedunia 2006, sebelum ia mengakhiri tugasnya dan digantikan oleh Ban Ki-Moon sebagai sekjen PBB yang baru periode 1 Januari 2007 - 3 Desember 2011. Selama 5 tahun, Kofi A. Annan bekerja memimpin dunia, termasuk dalam mengatasi HIV/AIDS. Banyak kemajuan dicapai. Namun banyak pula kekurangan yang harus diselesaikan oleh Sekjen yang baru. Berikut ini adalah Petikan pidato Kofi A. Annan dalam rangka HAS 2006.

ejak kasus AIDS pertama dilaporkan 25 tahun yang lalu, AIDS telah mengubah dunia. AIDS telah membunuh 25 juta orang dan menginfeksi 40 juta lainnya. AIDS telah menjadi penyebab utama kematian untuk kaum perempuan dan laki-laki yang berusia antara 15 hingga 59 tahun. Penyakit tersebut telah menjadi beban terbesar yang membalikkan sejarah perkembangan manusia. Dalam arti, penyakit tersebut telah menjadi tantangan terbesar untuk generasi kita. Sudah cukup lama dunia tidak menghiraukan penyakit tersebut. Namun pada 10 tahun terakhir, banyak terjadi perubahan perilaku. Dunia sudah mulai melakukan perlawanan terhadap AIDS secara lebih serius, seperti yang sudah layak dilakukan. Sumber keuangan mulai berkomitmen tidak seperti sebelumnya, masyarakat mulai memiliki akses untuk penyembuhan dengan perawatan antiretroviral, tidak seperti sebelumnya,
8

beberapa negara mulai sanggup untuk melawan wabah penyebaran AIDS. Dengan bertambahnya jumlah pengidap penyakit AIDS, kita perlu memobilisasi keinginan politik dibandingkan sebelumnya. Terbentuknya UNAIDS, satu dekade lalu, menyatukan kekuatan dan berbagai sumber daya dari berbagai badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan menjadi sebuah tonggak bersejarah dalam mentransformasi reaksi dunia terhadap AIDS. Lima tahun lalu, semua anggota Negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mencapai sebuah tonggak sejarah baru dengan mengadopsi Deklarasi Komitmen berisikan sasaran-sasaran spesifik, lebih luas dan waktu yang mengikat dalam melawan epidemi tersebut. Pada tahun yang sama, saya telah membuat HIV/ AIDS sebagai prioritas pribadi dalam pekerjaan saya sebagai Sekretaris-Jenderal, saya menghimbau untuk diciptakannya sebuah kotak perang yang berisi tujuh miliar dolar sebagai tambahan kepada

10 miliar pada setiap tahunnya. Hari ini, saya sangat bangga menjadi Figur dari Dana Global untuk Memerangi AIDS, Tuberkelosis dan Malaria, yang telah menyalurkan lebih dari 3 miliar dolar untuk berbagai program di dunia. Akhir-akhir ini, kita telah melihat penambahan dana secara signifikan dari para donor bilateral, keuangan nasional, masyarakat sipil dan berbagai sumber lainnya. Tanggapan terhadap AIDS di negara-negara pendapatan rendah dan menengah setiap tahunnya bertambah lebih dari 8 miliar dolar. Tentunya, masih banyak dana yang diperlukan; pada tahun 2010, kebutuhan total untuk menangani AIDS secara komprehensif akan mencapai lebih dari 20 miliar dolar per tahunnya. Setidaknya kita sudah memulai mendapatkan berbagai sumber dan berbagai strategi kini mulai tertata rapih. Mengingat tanggapan yang kini mulai membuahkan hasil, taruhannya pun meningkat dibandingkan sebelumnya. Kita tidak bisa mengambil resiko dengan mengorbankan apa yang sudah tercapai hancur kembali; kita tidak boleh membahayakan berbagai perjuangan banyak orang. Tantangan saat ini adalah untuk menempati janji-janji yang telah diikrarkan, termasuk sasaran-sasaran MDGs, yang telah disetujui oleh semua Pemerintah di dunia, yaitu untuk menghambat dan mengurangi penularan HIV sampai pada tahun 2015. Para pemimpin di setiap tingkatan harus menyadari bahwa dengan menghambat meluasnya penularan AIDS merupakan salah satu syarat dalam mencapai Tujuan-tujuan lainnya, yang secara bersama-sama disetujui komunitas internasional dalam membentuk sebuah cetak biru dalam membangun dunia yang lebih baik ada abad ke-21. Para pemimpin harus menganggap diri mereka bertanggungjawab dan juga bertanggung jawab terhadap kita semua. Akuntabilitas ini adalah tema untuk Hari AIDS Se-Dunia yang meminta setiap Kepala Negara dan Perdana Menteri, setiap parlemen dan politikus, untuk memutuskan dan mendeklarasikan bahwa AIDS berhenti mulai dari saya. Mereka diperlukan untuk memperkuat perlindungan bagi semua kelompok yang rawan baik mereka yang mengidap HIV, kalangan pemuda, pekerja seks
9

komersil, pemakai obat dengan cara suntik (IDU) atau kaum pria yang melakukan hubungan dengan sejenis. Mereka perlu bekerjasama dengan berbagai kelompok masayarakat madani yang begitu penting terhadap perlawanan ini. Mereka diminta untuk bekerja secara nyata, perubahan yang positif yang kelak akan memberikan mereka kekuatan dan percaya diri bagi kaum perempuan dan anak perempuan, serta mengubah hubungan antara sesame perempaun dan pria pada semua tingkat di dalam masyarakat. Tetapi akuntabilitas tidak hanya berlaku untuk mereka yang memegang posisi kekuasaan. Ini berlaku untuk kita semua. Para pelaku bisnis diminta untuk bekerja dalam pencegahan HIV di tempat kerja mereka dan di lingkungan mereka yang lebih besar, serta memberikan perhatian khusus kepada pekerja atau anggota keluarga yang terjangkit HIV. Dibutuhkan juga pekerja kesehatan, pemimpin masyarakat dan kelompok keagamaan untuk selalu mendengar dan memberi perhatian, tanpa harus membedabedakan mereka. Dibutuhkan juga figur ayah, suami, anak laki-laki dan saudara laki-laki untuk memberi dukungan dan memperkokoh hak-hak perempuan. Guru juga dibutuhkan untuk memelihara impian dan aspirasi kaum perempuan muda. Kaum laki-laki juga dibutuhkan untuk selalu membantu meyakinkan sesamanya akan tanggungjawab mereka dan juga mengerti akan peran laki-laki adalah untuk melindungi yang lain dari resiko. Kita semua diperlukan untuk membawa keluar AIDS dari bayang-bayang dan menyebarluaskan pesan bahwa kematian itu sunyi. Saya akan segera turun dari jabatan saya sebagai SekretarisJenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tapi selama saya mempunyai tenaga, saya akan terus menyebar luaskan pesan ini. Karena itu Hari AIDS Se-Dunia akan selalu menjadi hari yang khusus untuk saya. Pada Hari AIDS Se-Dunia, marilah kita berjanji untuk memegang teguh janji bukan hanya pada hari ini, atau tahun ini, ataupun tahun depan tetapi setiap hari dalam hidup kita, sampai epidemi ini terkalahkan. *** Sumber : UN Indonesia. All Rights Reserved. www.un.or.id

Siaran Pers KPA

Pada Peringatan HAS 2006


World Aids Days 1 Desember senantiasa diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia (HAS) yang merupakan hasil kesepakatan pada Pertemuan Menteri Kesehatan Sedunia untuk membahas Program Pencegahan HIV dan AIDS tahun 1988. Sejak saat itu, HAS diperingati setiap tahun di seluruh dunia. Pada tahun 2006, kali ini Departemen Kesehatan ditetapkan sebagai penanggung jawab/koordinator peringatan HAS oleh Menko Kesra selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional. Demikian disampaikan oleh Menteri Kesehatan RI, Dr.dr. Siti Fadillah Supari, Sp.Jp.(K) pada Jumpa Pers Menyambut Hari AIDS Sedunia tanggal 28 November 2006. Pada Kesempatan yang sama Menteri Kesehatan juga mengatakan bahwa tema sentral HAS dalam 2 tahun terakhir adalah Stop AIDS, Keep the Promise dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa empati dan kepedulian seluruh komponen bangsa di dunia terhadap pengendalian HIV dan AIDS khususnya dalam pencegahan, dukungan, perawatan dan pengobatan dan peningkatan akses universal terhadap layanan pengobatan ARV (anti retroviral). Tema Nasional HAS tahun 2006 adalah Stop AIDS : Saatnya Melayani!!. Pada saat ini sebanyak 40 juta orang telah terinfeksi HIV diseluruh dunia, diantaranya 2,3 juta adalah anak-anak dibawah 15 tahun. Pada tahun 2006 ini saja diestimasikan sekitar 4,3 juta orang baru terinfeksi HIV. Untuk tahun 2006 sebanyak 2,6 juta orang meninggal terkait dengan HIV dan AIDS. Di Indonesia, sampai akhir September 2006 dilaporkan sebanyak 6.987 orang penderita AIDS. Dari jumlah itu, 1.651 orang atau 23,63% penderita AIDS di antaranya telah meninggal dunia. Menkes juga mengungkapkan, cara penularan kasus kumulatif yang dilaporkan, yaitu melalui pengguna Narkoba suntik atau Penasun (IDU = Injecting Drugs User) : 52,6%, heteroseksual :37,2% dan Homoseksual :4,5%. Dilihat dari penyebaran kasus, hampir semua propinsi (32 propinsi, kecuali Sulawesi Barat) di Indonesia telah melaporkan adanya kasus ini. Dari 32 provinsi itu, 14 provinsi di antaranya yaitu Papua, DKI Jakarta, Riau, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Utara menunjukkan kenaikan kasus yang bermakna. Bahkan 6 provinsi (Papua, DKI Jakarta, Riau, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat), prevalensi kelompokkelompok tertentu telah melewati angka 5% yang menurut kategori WHO telah memasuki concentrated phase.

10

Kasus HIV dan AIDS merupakan fenomena gunung es. Jumlah pengidap HIV dan AIDS yang dilaporkan jumlahnya lebih sedikit dibanding kondisi yang sebenarnya. Menurut estimasi Departemen Kesehatan tahun 2006 terdapat jumlah orang yang tertular HIV di Indonesia berkisar antara 169.000-216.000 orang, dimana 46% dari jumlah tersebut adalah Penasun atau Injecting Drugs User (IDU). Sementara itu jumlah estimasi Penasun antara 190.000-247.000 orang. Dari hasil estimasi pada sekitar 96.000 orang narapidana diseluruh Indonesia, sekitar 4.300-6000 di antaranya tertular HIV.Sementara itu estimasi terhadap wanita penjaja seks sebanyak 180.000-265.000 yang ada di Indonesia sebanyak 8.200-9.640 telah terinfeksi HIV. Padahal pelanggan wanita penjaja seks ini sekitar 2,5-3,8 juta orang hanya sekitar 15% yang menggunakan kondom. Tidak heran bila sebanyak 25-31 ribu pelanggan tersebut terinfeksi HIV. Kelompok inilah yang menjadi bridging population yang membawa virus ke pasangannya dan ke anaknya. Menkes menambahkan bahwa kondisi tersebut di atas menjadi potensi terjadinya ledakan epidemi HIV dan AIDS yang akan merupakan ancaman besar tidak hanya bagi kesehatan masyarakat tapi juga bagi seluruh sektor sosial dan ekonomi. Ini berarti ancaman yang besar bagi keberhasilan pembangunan yang sudah kita capai selama ini. Keprihatinan ini menjadi lebih mendalam karena angkaangka tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 90% mereka yang bermasalah ini berusia sangat muda atau paling tidak dalam usia produktif. Dengan demikian kemungkinan terjadinya penurunan daya saing dalam SDM yang produktif dan berkualitas, apabila kita tidak secara serius menangani upaya pengendalian HIV dan AIDS ini secara bersama-sama. Di Indonesia, pada tahun 2010 diproyeksikan sebanyak 500.000 orang terinfeksi HIV. Angka ini terus meningkat menjadi satu juta orang bila intervensi yang dilakukan tidak signifikan. Ekskalasi upaya penanggulangan harus dilakukan secara terfokus, komprehensif dan berkesinambungan.

Seluruh pihak harus saling bahu membahu untuk menekan laju ini dengan mencapai : * Sebanyak 80% Penasun pada program komprehensif pada tahun 2010 * Sebanyak 50% orang terlibat dalam program 100% penggunaan kondom pada setiap hubungan seks berisiko. * Sedikitnya satu rumah sakit di setiap Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia mampu memberikan pelayanan dan pengobatan ARV pada tahun 2008 serta 50% Puskesmas mampu memberikan layanan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) berbasis masyarakat.

Menteri Kesehatan selaku Wakil Ketua KPA dan Koordinator Peringatan HAS 2006 mengajak seluruh pihak untuk berkontribusi dan bertindak dalam pengendalian HIV dan AIDS, dengan cara : * Berbicara tentang HIV dan AIDS kepada keluarga dekat dan teman * Berpartisipasi dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS mulai dari diri sendiri dan mengajak orang - orang terdekatnya. * Memberikan dukungan bagi keluarga atau teman yang terinfeksi HIV. * Membantu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjalani Voluntary Counseling Testing (VCT) * Membantu meningkatkan kesadaran ODHA untuk menjalani perawatan dan pengobatan ODHA baik di rumah sakit, puskesmas maupun fasilitas berbasis masyarakat lainnya. * Secara bersama- sama seluruh komponen masyarakat bergerak untuk mencegah semakin meluasnya penularan HIV terutama ke masyarakat umum, ibu dan bayi. * Menjadikan HAS 2006 sebagai momentum untuk membentuk opini publik dan meningkatkan kepedulian seluruh komponen bangsa terhadap pengendalian HIV dan AIDS di masa yang akan datang. Sumber : http://www.depkes.go.id/

11

Ketika Kepala sekolah Mencari Murid


Wajah di samping ini, siapa yang tidak kenal beliau? Nama lengkapnya Prof Dr dr Samsuridjal Djauzi SpPD. Beliau seorang guru besar FKUI yang sangat bersahaja. Seorang pekerja keras dan siap menolong pasien tanpa membeda-bedakan manusia dan penyakitnya, ia terima dengan tangan terbuka mereka yang terinfeksi HIV/ AIDS, pengguna narkoba yang sudah tidak ada harapan sama sekali, anak jalanan, juga pekerja seks. Menjadi pemateri dalam pelatihan Peliputan AIDS kepada ratusan wartawan, beberapa waktu yang lalu, yang diselenggarakan PMPAIDS LP3Y juga dilakoni dengan senang hati oleh beliau, meski harus wira-wiri Jakarta-Jogja dengan fasilitas yang jauh dari memadai. Beberapa kali pak Samsu bertandang ke luar negeri. Setiap bepergian keluar negeri, sepertinya tak lengkap jika tidak mebawa oleh-oleh. Berbagi cerita, itu yang ia bawakan kepada kita. Dan, kali ini ia membawa cerita dari Havana-Kuba, saat ia menghadiri HUT Fidel Castro, atas undang yayasan Guayasamin. Cerita kali ini memang tidak istimewa, namun dapat membuat kita iri. Silakan simak ceritanya.
avana pada pertengahan November sedang menyiapkan perayaan HUT Fidel Castro yang akan dilaksanakan pada tgl 28 Nopember sampai 2 Desember 2006. Perayaan ini dilaksanakan bukan oleh pemerintah tetapi oleh masyarakat melalui yayasan Guayasamin. Guayasamin adalah seorang pelukis terkenal Equador yang banyak berdiam di Kuba dan menjadi sahabat Castro. Dia telah meninggal dunia, anak anak dan sahabatnya mengabdikan namanya menjadi suatu yayasan yang bergerak dalam bidang kesenian. Sekitar 6000 tamu (beberapa dari Indonesia) diundang untuk menghadiri HUT Fidel Castro, perayaan meliputi diskusi, pameran dan parade mengenai Fidel Castro. Bulan Nopember dipilih sebagai penundaan HUT Fidel Castro(lahir 13 Agustus) karena pada bulan inilah beberapa orang mahasiswa mendarat di Kuba dengan kapal kecil Grandma dan memulai gerilya menjatuhkan Batista. Mereka hanya puluhan orang dengan persenjataan yang amat minim. Mungkinkah menjatuhkan regim Batista yang mempunyai angkatan bersenjata yang kuat dan didukung penuh oleh Amerika Serikat ? Ternyata mungkin jika digunakan pendekatan yang tepat. Fidel Castro (ahli hukum) dan Che Chevara (dokter) berhasil memikat rakyat di pedesaan dengan kegiatan pendidikan dan layanan kesehatan. sambil bergerilya mereka mengajar penduduk dan membarikan layanan kesehatan. Mereka benjanji jika revolusi berhasil, masyarakat kuba akan dapat layanan pendidikan dan kesehatan gratis. Layanan yang tak

12

Jalan Pintas Yang Tak Sepintas


tentang jurnalistik yang dilengkapi Anda ingin jadi wartawan? Penulis dengan berbagai kode etik jurnalistik buku ini menebar iming-iming bagi yang dibahas, tapi juga kode etik pembaca yang menginginkan cara perusahaan pers hingga kode etik gampang untuk menjadi wartawan. periklanan. Tak jelas apakah penulis Tak hanya wartawan, tapi juga penulis berharap pembaca yang ingin lihai lepas. Tak tanggung-tanggung, penulis menulis pun harus mempelajari tentang bahkan menawarkan cara gampang perusahaan dan periklanan. Toh segala menjadi wartawan ini dengan metode sesuatu jika memang ingin dicari yang disebutnya jurnalistik tujuh benang merahnya, bisa saja dihubungmenit. hubungkan. Anda barangkali pernah Penulis juga mengajak pembaca mengikuti kultum (kuliah tujuh menit) membahas penerbitan media, mulai yang sering diadakan beberapa majelis dari proposal penerbitan media cetak pengajian. Begitu pula kurang lebih hing ga pendirian radio siaran. yang ingin ditawarkan penulis. Tapi, Tampaknya penulis memang ingin membaca dan memahami buku membuat warna warni setebal 404 halaman dalam buku ini semakin semarak. waktu 7 menit? kiranya Judul buku : Jurnalistik Tujuh Menit, Jalan Kalau pembaca ingin butuh waktu yang lebih mendapatkan contohpanjang lagi. Pintas Menjadi Wartawan dan contoh tulisan penulis, Judul buku ini Penulis Lepas maka buku ketiga yakni sepertinya dimaksudkan Penulis : Martin Moentadhim S.M bab tentang penerapan sebagai daya tarik saja. Penerbit : Andi Offset jurnalistik, khususnya Karena jelas tidak mungkin Tebal : xiv +404 halaman tentang feature dibahas jika kita ingin menjadi Terbit : 2006 tuntas. Mulai dari penulisan wartawan dan cukup belajar tentang lingkungan, selama 7 menit. pertanian, koperasi dan sebagainya. Namun barangkali memang begitulah gaya penulis buku Bahkan penulis pun merumuskan pedoman penulisan ini. Berbeda dengan buku-buku jurnalistik yang selama ini tiap-tiap bidang, bahkan agama hingga penulisan tentang beredar, buku yang ditulis oleh Martin Moentadhim SM ini Dewan Perwakilan Rakyat. Kenapa DPR, bukan Istana juga banyak berisi puisi dan falsafah hidup sang penulis. Negara? Barangkali itu adalah contoh penerapan jurnalistik Penulis membagi kajian buku ini menjadi enam buku, yang dipilih sang penulis. atau pokok bahasan. Teori jurnalistik yang disebut Jurnalistik Sama tak mudah untuk menebak alasan penulis Tujuh Menit dibahas 8 halaman di buku pertama. Distulah membeber tentang landasan nalar yang tak mudah dinalar landasan teori untuk pembaca yang ingin tahu tentang pembaca biasa (hal. 83- 158) atau memoar penulis. jurnalistik. Meski begitu, toh membaca buku ini tetap ada Pengalaman penulis sebagai wartawan dan redaktur gunanya. Paling tidak, membaca buku ini membuat kita LKBN Antara juga dihadirkan dalam buku ini. Kita bisa semakin kaya, kaya akan pemahaman bahwa penulis selalu mendapatkan ilmu dari penulis mulai dari bahasa jurnalistik, mempunyai gaya tersendiri dalam menuangkan ide dan penulisan berita, kritik hingga jurnalisme sastra. gagasannya.(runi) Sebenarnya buku ini sangat kaya. Tengoklah, tak hanya
13

Hukum Khitan Bagi Umat Islam


19) Praktik khitan sudah dikenal Meskipun ada hadis-hadis cara manusia sejak lama. Di Indonesia, uamat khitan perempuan tapi hadis ini dhaif Islam beranggapan tradisi khitan bagi karena dikemukakan oleh perawi tidak laki-laki wajib hukumnya. Sedangkan terkenal. Namun dalam hadis yang khitan perempuan ada yang diriwayatkan al-Hakim dalam almenganggap wajib dan ada yang tidak. Mustadrak ini Rasulullah saw Alasani masyarakat yang mengkhitankan memperingatkannya dengan bersabda: anak perempuan adalah adanya perintah Wahai Ummu Atiyyah, sunatilah tapi jangan agama. Sebagian yang lain menganggap berlebihan (ketika memotong), karena bahwa itu hanya produk kultur tertentu sesungguhnya itu lebih mencerahkan wajah dan karena manfaat khitan bagi perempuan lebih disukai oleh suami. (hal 24) masih dipertanyakan. Pembuktian adanya kebiasaan khitan Secara medis, manfaat khitan perempuan juga agak sulit karena tidak bagi laki-laki telah diketahui dalam dunia ditemukannya teks yang secara tegas kedokteran. Malah dalam suatu menunjukkan perempuan dikhitan. dan penelitian di Afrika. khitan anak-anak perempuan pada laki-laki dapat Rasulullah seperti Fatimah, mengurangi risiko Judul buku : Figh Khitan Perempuan Ruqoyah, Zainab, dan Ummi penularan HIV hingga 60 Penulis : Dr. Ahmad Lutfi Fathulah, MA Kultsum tidak terekam kisahpersen. Bagaimana khitan Penerbit : Al-Mughni Press & Mitra Inti Foun kisah khitan mereka, pada perempuan, apakah dation meskipun tidak dapat sama halnya dengan lakidijadikan dalil karena Tebal : xiv + 74 halaman laki? Jawaban bisa ya atau semuanya merupakan anak tidak, karena organ tubuh Terbit : 2006 dari istri pertama (hal. 28) antara laki-laki dan perempuan tersebut jelas Pendapat hukum khitan pada perempuan juga berbeda. terdapat dalam Mazhab Fiqh dan fatwa ulama Dalam buku ini, salah satu yang menarik dikatakan kontemporer. Bahwa pada mazhab Hanafi dan Maliki bahwa dalam teks al-Quran tidak ada yang secara khusus dikatakan khitan perempuan itu hukumnya memerintahkan khitan baik itu bagi laki-laki maupun makrumah,sedangkan pada laki-laki hukumnya sunnah. perempuan. Sedangkan dalam beberapa hadist yang Sedangkan sebagian ulama syafii mengatakan khitan pada berkaitan langsung dengan masalah khitan, perintahnya hanya perempuan hukumnya makrumah (hal. 44). bersifat umum, seperti yang diriwayatkan Abu Hurairah ra Seperti pada bagian kesimpulan, penulis memberi (hal. 10) catatan bahwa karena dampak positif sangat banyak pada Ada banyaknya hadit ada yang sahih (benar) dan laki-laki maka penulis memilih mewajibkan khitan bagi lakijuga dhaif (lemah). Jika menggunakan hadis Aisyah yang laki. Sedangkan pada perempuan penulis memilih hukumnya masuk kategori hadist sahih sebab semakin banyak memubahkan (makrumah)meski hadistnya lemah. Dengan unsur yang disepakati ulama sebagai bukan hal yang wajib adanya perrbedaan pendapat mengenai khitan tersebut, seperti berkumur, mencuci sela-sela jari tangan, mencuci buku ini kirnya mampu membuka wawasan kita dalam hidung, menggunting kuku dan lain-lain, maka menjatuhkan memaknai khitan, khususnya pada pada umat Islam. Selamat hukum hal-hal yang disebutkantermasuk khitan pada membaca. (may) riwayar Abu Hurairah ra menjadi wajib adalah lemah (hal
14

pernah diberikan oleh Batiista. Januari 1959 revolusi Kuba memasuki Havana, Batista dan kawan kawannya melarikan diri ke Amerika Serikat membawa seluruh harta dan uang yang dapat diangkut. Fidel dan teman teman harus mulai dari awal. Tapi janji untuk rakyat kecil tetap dipegang teguh. Dua tahun setelah revolusi ,Unesco mengumumkan bahwa Kuba telah bebas buta huruf. Pendidkan sampai sekarang ini gratis sampai pendidikan strata III (doktor) dan kesehatan gratis sampai layanan kesehatan tertier( termasuk cangkok organ) Setiap bayi baru lahir mendapat skrining kesehatan untuk deteksi dini penyakit bawaan. Pada tgl 24 Nopember dalam perjalanan dari Voradero ke Havana , saya menanyakan mengenai pendidikan di kuba kepada Yuli, staf lokal KBRI di havana. Dia sekeluarga tinggal ditengah pemukiman masyarakat Kuba. Berbeda dengan para diplomat yang tingal dipemukiman orang asing. Yuli bercerita, kepala sekolah di Kuba berkeliling ke rumah rumah mencari anak usia sekolah dan

jika menemukan langsung membawanya ke sekolah. Tanpa proses apapun, tanpa biaya apapun dia mulai dapat sekolah. Saya terheran mendengarnya.Namun saya juga teringat ketika saya kecil Kepala sekolah juga pergi ke kampung kampung.. Anak anak disuruh memegang telinga dengan tangan di seberang telinganya . Jika dapat memegang telinganya langsung boleh sekolah tanpa biaya apapun.Jadi sebenarnya apa yang dilakukan kepala sekolah di Havana bukan hal yag luar biasa. Dulu pun kita melakukannya. namun bedanya kebiasaan itu di Indonesia sekarang telah hilang. Sekarang mencari sekolah menjadi sulit. Calon siswa terhalang mungkin karena baju seragam atau buku wajib. Bersekolah di kuba, kata Yuli cukup di samping rumah karena pemerintah menjamin seluruh sekolah dasar di Kuba mutunya sama. di Kuba tak ada sekolah unggulan karena semua sekolah adalah sekolah unggulan. Terbayang oleh saya pesta HUT Fidel castro yang tak dapat saya nikmati karena saya harus pulang ke Jakarta.,Rupaya rakyat Kuba berterima kasih pada Castro yang sampai sekarang masih setia pada janjinya. * Samsuridjal Djauzi

Pertemuan Nasional HIV dan AIDS sebagaimana yang tercantum dalam Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS 2003 - 2007 sebagai koordinasi multipihak yang ke-3 akan berlangsung di Hotel Shangri-la Surabaya pada tanggal 4 sampai dengan 8 Februari 2007. Sebagai panitia lokal adalah Badan Penanggulangan Napza dan AIDS (BPNA) Jatim khususnya Tim Medik AIDS RSU Dr. Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan Masyarakat Peduli AIDS (MPA) Jawa Timur. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional di Jakarta sebagai panitia Tingkat Nasional akan memberi dukungan dan membantu mengorganisasi pembicara internasional, simposium dan lokakarya dengan dukungan UNAIDS, UNDP, WHO, UNFPA, UNICEF, IHPCP, ASAFHI dan UEM. Untuk menyatukan langkah dalam penyelenggaraan Pertemuan Nasional HIV & AIDS Ke-3 tersebut Steering Comitte berhasil membuat proposal ini untuk acuan semua pihak. Proposal dibuat dengan mempertimbangkan aspirasi banyak pihak antara lain Komisi Penanggulangan AIDS (tingkat pusat dan

daerah), akademisi, aktivis, birokrat, Orang dengan HIV/ AIDS (ODHA), komunitas berbasis seksualitas, profesional, eksekutif, legislatif, kepolisian, Badan Internasional dan Lembaya Swadaya Masyarakat Nasional maupun Internasional. Pekerjaan besar dalam kaitan konsolidasi dan refleksi akademis/ berbasis bukti untuk Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS selama 20 tahun memerlukan dukungan, kerja sama dan bantuan dana untuk menutup kekurangan dana yang ada karena biaya registrasi ditarik di bawah pengeluaran sebenarnya. Besar harapan kami kerja besar tersebut dapat terselenggara sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan bisa menjadi titik tolak pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia yang lebih efektif dan efisien. Surabaya, 26 Juni 2006 Prof. Dr. Jusuf Barakbah, Sp.KK (K) Ketua SC/Ketua Tim Medik AIDS RSU Dr. Soetomo Ketua Pokja CST BPNA Jatim

15

Perlunya Tokoh Islam dalam Penanggulangan HIV

Achmad Ramadhan
...Just to save the life in my community..., itulah bagian kata yang diungkapkan Achmad Ramadhan saat wawancara dengan Newsletter di Medan 13 Desember 2006 lalu. Pernyataannya tersebut tidak disangka oleh Achmad Ramadhan mendapat sambutan meriah dari peserta yang hadir saat menerima penghargaan Poverty Eradication (Pemberantasan Kemiskinan) dari United Nations Development Programme (UNDP) di New York tahun 2003 lalu. Ia memang pantas mendapatkan penghargaan itu karena peran aktifnya berjuang dalam mengurangi angka HIV di tengah masyarakat yang belum mau terbuka membicarakan isu ini. Gerakan yang dilakukan Achmad ini dianggap UNDP mampu mewakili pribadi-pribadi dari seluruh dunia yang terlibat aktif dalam upaya menggerkan masyarakat untuk mencapai tujuan pembangunan milenium (Milennium Development Goals). Dengan masuk ke majelis taklim, pondok pesantren dan melalui tokoh agama, Achmad berdiskusi tentang HIV, termasuk juga di sekitar tempatnya mengajar. Laki-laki yang lahir di Medan pada 15 Januari 1966 lalu ini awalnya menerima tantangan ini karena berpikir bahwa persoalan HIV/AIDS juga merupakan masalah sosial. Karena dipercaya oleh rektor, akhirnya lulusan Leiden University Belanda ini menjadi koordinator lembaga non struktural di lingkungan IAIN atau UIN (Universitas Islam Negeri) Sumatera Utara. Dengan difasilitasi oleh UNDP melalui KPAD setempat akhirnya Lativa terbentuk. Pertimbangan rektor memilih Achmad
16

sebagai koordinator Lativa pertama, karena latarbelakang bahasa Inggris yang dikuasainya dan kedua karena pada saat itu belum ada satu lembaga pun di UIN yang berkenan secara langsung dengan HIV dan narkoba. Lativa yang berdiri pada Maret 2000 dengan SK Rektor itu memliki arti lemah lembut dan bijaksana. Lativa juga dapat dikatakan replika SaHIVa . Perbedaannya hanya ada pada terget audiennya. Lativa dengan latarbelakang agama sedangkan SaHIVa yang didirikan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara mempunyai target audiens lebih luas atau umum. Meski program yang difasilitasi UNDP hanya berlangsung 6 bulan, sapai saat ini Lativa masih tetap eksis dengan tujuan awalnya. Tak salah jika Achmad dipilih mendapatkan penghargaan bergengsi tersebut karena dianggap mampu membuat program yang sustainable. Kerjasama dengan UNFPA (United Nation Population Fund), ada lembaga serupa dari IAIN (UIN) Banda Aceh yang magang di Lativa. KPA Banda Aceh pun pernah datang ke Latifa melakukan serangkaian diskusi dan FGD (Fokus Group Discussion) Kini Lativa bekerja sama dengan Johannifer Jerman membuat pelatihan untuk 500 orang pada periode November 2006-Pebruari 2007. Tentang harapannya dalam program HIV/AIDS ini, ia berharap agar tokoh Islam juga turut berperan dalam menanggulangi HIV/AIDS. Jangan bersifat kagetan (nunggu momentum, misalnya Hari AIDS sedunia) tetapi terus konsisten melakukan program. Begitu harapannya mengakhiri wawancara. (srs/may)

Anda mungkin juga menyukai