Anda di halaman 1dari 7

(1) JAKARTA - Proses perizinan investasi asing di Indonesia tergolong lama jika dibandingkan dengan negara lain.

Misalnya, izin investasi di Singapura dua sampai tiga hari selesai, di Selandia Baru satu hari selesai. Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Chatib Basri menilai, hal tersebut akan menyebabkan pelambatan investasi di Indonesia ke depannya. Namun, Chatib mengatakan potensi pertumbuhan investasi di Indonesia masih besar. Pasalnya, pertumbuhan investasi Indonesia masih lebih dibanding negara lain, meski mengalami penurunan secara year on year. "Size kita dengan Singapura dan Selandia Baru berbeda, jika Anda bicara negara Singapura lebih mudah karena Anda bicara mengenai satu kota," ungkap Chatib, di Hotel Four Season, Jakarta, Kamis (16/5/2013). Chatib mengatakan, investasi di Indonesia ada yang dilakukan di daerah-daerah yang sepenuhnya tidak bisa dikontrol oleh pemerintah pusat. "Kalau kita bandingkan tidak sesederhana itu, begitu juga dengan Selandia Baru. Kita harus membandingkan dengan negara yang sedikit banyak memiliki situasi yang sama," ujarnya. Namun Chatib mengatakan, pihaknya telah mengambil langkah guna memudahkan investor asing masuk ke Indonesia. "BKPM misalnya telah menyederhanakan aturan dari 38 ke 15, sekarang SOPnya ditaati, desing introduse online tracking di mana semua orang dapat melihat dokumennya, dengan seperti ini maka investor akan melihat Indonesia," tutur Chatib. "Saya masih optimistis prospek investmen kita masih bagus, growth invement Singapura tahun lalu minus, kalau saya jadi investor saya akan datang ke Indonesia daripada Singapura," tukasnya. (wan)(wdi) (2) JAKARTA. Perekonomian Indonesia yang tumbuh pesat bukannya tanpa masalah. Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengakui ada sejumlah permasalahan investasi di Indonesia. Masalah investasi yang pertama adalah infrastruktur. Menurut Boediono, Indonesia terlambat dalam mengembangkan infrastruktur. "Kami harus jujur dan mengakui bahwa berada di belakang dalam mengembangkan infrastruktur. Hampir semua jenis infrastruktur," kata Boediono saat membuka Indonesia Investment Summit, Selasa (6/11). Karena itu, Boediono mengatakan, pemerintah mulai mengatasi kendala investasi ini. Pemerintah mulai mengembangkan sektor pelabuhan, bandara, jalan, kereta apai, pembangkit listrik, fasilitas perkotaan, energi terbarukan, infrastruktur gas, dan lain-lain. Untuk mempercepat pengembangan infrastruktur ini, Boediono juga tidak sungkan mengajak para investor berpartisipasi. Masalah bukan hanya keterbatasan infrastruktur. Boediono juga mengaku soal kepastian hukum termasuk kebijakan yang tidak konsisten dan tumpang tindih dan peraturan di tingkat pusat dan

daerah. "Saya menyadari bahwa masih ada keluhan di kalangan komunitas bisnis di sini tentang hal ini," katanya. Menurutnya, pemerintah tetap berkomitmen penuh dan secara sistematis memperbaiki iklim bisnis dan investasi di negara ini. Dia berharap pengusaha terus membuka dan menjaga saluran komunikasi yang efektif dengan pemerintah. Satu hal yang menjadi sorotan Boediono menyangkut sumber daya manusia yang terampil. Menurutnya, kebutuhan akan tenaga kerja yang terlatih dan terampil sesuai kualifikasi menjadi persoalan tersendiri. Mengingat jumlah peluang kerja terus terbuka, tetapi hanya sedikit pencari kerja yang dapat terserap. "Kami sedang meninjau semua program pelatihan kami dan mencari kerjasama yang lebih erat dengan sektor swasta untuk mengantisipasi masalah yang akan datang. Pemerintah terbuka untuk saran dan menyambut baik kerja sama dari masyarakat bisnis mengenai hal ini," katanya.

(3)
JAKARTA - Pemerintah diminta fokus menyelesaikan handicap atau rintangan yang menjadi kendala dalam memacu realisasi investasi di Indonesia. Saat ini, banyak pengusaha baik lokal maupun asing yang mau investasi di bidang infrastruktur dan industri. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi mengatakan bahwa beberapa di antara mereka (pengusaha) bahkan sudah ada yang mendapat kontrak. Namun, ketika melakukan pembebasan lahan, banyak masyarakat yang tidak mau memberikan lahannya, sementara pemerintah tidak mampu mengatasi masalah tersebut. Sofjan menuturkan bahwa Apindo akan menyampaikan kondisi tersebut secara terbuka kepada Presiden sehingga perencanaan percepatan pembangunan ekonomi dan investasi yang dicanangkan Presiden segera diimplementasikan. "Semua pihak, termasuk Pemerintah dan pelaku usaha, baik di pusat maupun di daerah, harus berkoordinasi untuk mengatasi hambatan dan mempercepat realisasi investasi di Indonesia," kata dia, kemarin. Ia menyebutkan sejumlah investasi di sektor kelapa sawit dan karet juga menunggu kepastian kebijakan pemerintah, seperti kepastian moratorium dan hutan tanaman industri yang terlanjur sudah dikavling oleh pemerintah di daerah. Sofyan mengatakan bahwa masalah pembangunan infrastruktur sudah dibahas dengan pemerintah sejak lima tahun yang lalu. Namun, sampai saat ini, tetap saja tidak ada pembangunan infrastruktur. "Masalah kepastian hukum, Undang-Undang Pengadaan Tanah, dan penyamaan kesepahaman tujuan pembangunan merupakan kendala dalam pembangunan infrastruktur. Dengan kondisi seperti sekarang, yang bisa membantu perekonomian Indonesia hanyalah pelaku usaha dan pemerintah tidak bisa lagi hanya mengharapkan bantuan asing," tuturnya. Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Gajah Mada, Rimawan Pradiptyo, mengatakan bahwa tingginya suku bunga, birokrasi antarlembaga pemerintahan yang lemah dan kurang koordinasi, lambatnya pembebasan lahan untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur, dan tidak ada kepastian hukum di Indonesia membuat pelaku usaha kurang berminat berinvestasi di bidang infrastruktur. Pengusaha menilai rintangan-rintangan itu selalu menjadi persoalan yang menghambat investasi di Indonesia. "Pemerintah harus segera mengatasi masalah yang menghambat pembangunan infrastruktur. Adanya

pemberian insentif yang menarik seperti keringanan pajak dan kepastian hukum merupakan langkah yang harus dilakukan oleh Pemerintah," katanya. Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar meminta pemerintah untuk memperluas jaringan infrastruktur transportasi yang memadai bagi sejumlah kawasan industri di Pulau Jawa. "Infrastruktur yang kami perhatikan, pertama berkaitan dengan akses jalan dari lokasi kawasan industri ke pelabuhan laut yang saat ini semuanya masih terkonsentrasi di jalan tol Cikampek hingga ke Pelabuhan Tanjung Priok," kata dia. Investor Asing Secara terpisah, Menteri Perindustrian, MS Hidayat, mengatakan sebanyak 153 investor asing tertarik untuk berinvestasi di bidang smelter (pabrik pemurnian) mineral dan batu bara di Indonesia. Investor tersebut berasal dari China, Hong Kong, Singapura, dan Korea Selatan. "Beberapa perusahaan dari Asia mendukung program hilirisasi mineral dan batu bara yang dicanangkan pemerintah. Hal tersebut membuat nilai tambah produk mineral semakin tinggi," kata dia.

(4) Manado: Sekretaris Nasional Tim Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Ivestasi (PEPI) Bacelius Ruru mengungkapkan, kepastian izin berusaha masih menjadi kendala bagi investor ketika akan menanamkan modalnya di Indonesia. Karena itu, menurut dia, pemerintah pusat serta daerah harus mampu memberikan pelayanan terbaik di bidang perizinan bila ingin investasi masuk ke Indonesia. Yang penting bagi investor adanya kepastian batas waktunya, kalau izin tiga hari harus benar-benar diselesaikan selama kurun waktu tersebut, kata Bacelius di Manado, Sulawesi Utara, Selasa (12/2). Selain itu, siapa yang berwenang menerbitkan izin harus dijelaskan secara pasti kepada investor. Sebab jika tidak, hal itu akan berdampak buruk dan investor beralih ke daerah atau negara lain hanya karena pelayanan yang diberikan tidak memuaskan. Untuk kepastian ijin, sistem pelayanan satu pintu dan satu atap (one stop service) harus benar-benar direalisasikan. Sebab dengan demikian maka investor tidak perlu datang kesana kemari untuk mengurus persyaratan usaha, ucap dia. Bacelius menjelaskan, soal kepastian izin banyak dikeluhkan oleh investor. Untuk itu, instansi yang berwenang dalam soal itu harus benar-benar memperhatikannya. Selain perizinan, pemerintah daerah juga

diminta agar tidak terlalu mementingkan soal pelaporan saat investor sudah mulai berusaha di Indonesia. Yakn,i dengan membatasi hanya pada hal yang penting dan sangat urgen saja, lanjut Bacelius. Saat ini, Indonesia sudah kalah menarik dibandingkan beberapa negara Asean seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Padahal di era 1980 hingga 1997, Indonesia menjadi salah satu negara tujuan investasi yang sangat menarik. Selain faktor perizinan, ketersediaan infrastruktur menjadi hal penting yang harus diperhatikan pemerintah daerah jika ingin menarik minat investasi lebih banyak masuk. Di antaranya yang sangat penting adalah pelabuhan, bandar udara, jalan, listrik, air, telekomunikasi. Bagaimana investasi masuk kalau ekspor Sulut

harus dilakukan melalui Surabaya atau Jakarta. Ini pasti menjadi kendala yang dapat menghambat investor masuk, tutur Bacelius

(5)

Jakarta (ANTARA News) - Alwi Shihab, utusan Khusus Presiden untuk Kawasan Timur Tengah melihat adanya tiga kendala bagi investor di kawasan Timur Tengah yang ingin menanamkan modal di Indonesia. "Tiga kendala investasi di Indonesia adalah ekonomi biaya tinggi, isu perpajakan yang kurang menguntungkan investor, dan persoalan sumber daya manusia," katanya saat berbicara dalam acara "The Inaugural Annual Islamic Finance Summit di Jakarta, Selasa. Ia mencontohkan kalangan pebisnis di Timur Tengah yang masih mengeluhkan beberapa hal di antaranya mengenai insentif investasi yang dinilai masih rendah. Selain itu, lanjutnya, juga ketiadaan biro-biro keuangan Islam di Indonesia. Untuk itu, katanya, Indonesia harus mampu menghadapi tantangan tersebut. "Kita harus menghindari `negative nasionalism` yang melahirkan kebijakan yang kaku sehingga menghambat arus investasi yang akan masuk ke Indonesia," katanya. Menurut dia, Indonesia mencatat pertumbuhan tertinggi dalam dua tahun terakhir dan hal tersebut merupakan potensi besar bagi investor global. Sementara itu di tempat yang sama, Wapres Jusuf Kalla mengimbau investor asing untuk melihat Indonesia sebagai tempat berinvestasi jangka panjang meskipun masih ada berbagai kendala investasi. Wapres mengatakan, di Timur Tengah dana sangat melimpah dan Indonesia seharusnya mampu memanfaatkan potensi untuk menarik investor dari kawasan tersebut.

Untuk itu, Wapres mengatakan, Indonesia harus bekerja keras merangsang pertumbuhan ekonominya. Lebih lanjut, Wapres mengutip salah satu laporan yang baru-baru ini diluncurkan yang menyebutkan bahwa porsi potensial dari pendanaan Islam cukup besar namun kurang dikembangkan untuk menggerakkan sektor riil. "Dana tersebut kebanyakan ditaruh di perusahaan ventura dan sejumlah proyek. Sehingga dibutuhkan upaya besar untuk menarik dana itu bagi pengembangan investasi di sektor riil," katanya.

(6)
Perbaikan Iklim Investasi Banyak cara untuk mengatasi masalah ini. Secara paradigmatik, kita perlu mengubah asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara otomatis akan menurunkan angka pengangguran. Asumsi ini dinilai kurang tepat, karena pertumbuhan ekonomi di Negara kita bisa jadi terdongkrak karena geliat pasar modal yang secara faktual tidak berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan. Untuk peningkatan penciptaan lapangan kerja, yang dibutuhkan adalah peningkatan nilai investasi pada sektor manufaktur, industri pabrikasi dan bidang-bidang usaha sektor riil lainnya yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat bawah dengan efek menetes kebawah (trickling down effects). Untuk memenuhi kebutuhan itu, yang mendesak diperlukan adalah perbaikan iklim investasi. Kita memang sudah memiliki UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal. Tapi, UU ini dinilai tak banyak membantu, di samping terlalu liberal (tidak memberikan proteksi bagi penanam modal dalam negeri, termasuk penanaman modal bagi industry UMKM), juga tidak didukung oleh iklim politik dan hukum yang kondusif. Pergolakan para pekerja (buruh) yang berlangsung secara terus-menerus (terutama pada saat mayday), serta merebaknya mafia hukum membuat investor asing enggan untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Para pekerja yang bergolak umumnya menuntut tiga hal, yaitu kelayakan upah, keberlangsungan kerja, dan perlindungan hukum. Adanya tuntutan penghapusan sistem kerja alih daya (outsourcing) yang eskalasinya memuncak belakangan ini merupakan varian dari ketiga tuntutan tadi. Kondisi dilematis yang dihadapi pengusaha atau produsen di Indonesia adalah adanya regulasi ketenagekerjaan yang sangat rigid. Di satu sisi pengusaha menginginkan adanya upah pekerja yang rendah untuk menekan biaya produksi. Tetapi disisi lain, para pekerja menginginkan adalah perbaikan tingkat upah mereka, mengingat daya beli mereka yang tergolong rendah. Adanya kondisi bahwa pekerja tidak pernah dianggap sebagai asset utama perusahaan merupakan penyebab utama dari perbedaan persepsi ini, umumnya pekerja hanya dianggap

sebagai bagian dari komponen biaya produksi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan profit sebanyak-banyaknya, upah pekerja harus ditekan seminimal mungkin. Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan kebijakan pemangkasan biaya produksi yang tidak resmi. Mafia perizinan dan faktor-faktor yang mengakibatkan timbulnya high cost economy dan menghambat laju produksi harus dihilangkan, atau setidaknya diminimalkan. Upaya yang lebih manusiawi bisa dilakukan dengan membuat kebijakan profit sharing antara pemilik modal dan pekerja. Dengan adanya kebijakan ini, para pekerja tidak dianggap hanya sekadar menjadi komponen produksi, tetapi juga dapat memberikan motivasi bagi para pekerja untuk terus meningkatkan prestasi dan produktivitasnya, karena mereka akan mendapatkan bagian pada saat perusahaan mendapatkan keuntungan. Dengan adanya kebijakan profit sharing ini, keberlangsungan kerja dan kepastian hukum akan lebih terjamin. Para pekerja tidak akan dianggap sebagai beban perusahaan, tetapi sebagai mitra kerja bagi perusahaan.

(7)
REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG --- Pengusaha dari Amerika Serikat menilai regulasi yang terkait dengan investasi di Indonesia masih membuat mereka menghadapi kesulitan. Joel A Kopp, Energy and Natural Resources Officer, Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Indonesia mengungkapkan kepada wartawan di Palembang, investor dari Amerika Serikat masih menilai peraturanperaturan yang dibuat Pemerintah Republik Indonesia sering menjadi kendala investasi yang akan tanam di sini. Ada beberapa peraturan, terutama untuk sektor energi dan suberdaya alam yang sempat membuat bingung investor dari Amerika Serikat, kata Joel A Kopp usai melakukan kunjungan Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Sumatera Selatan (Sumsel) yang dibiayai melalui program CSR perusahaan migas Conocophillips, Selasa (12/2). Joel A Kopp memberi contoh, saat pemerintah Indonesia menghapus BP Migas dan kemudian menjadikannya sebagai SKK Migas cukup membingungkan investor. Juga ada beberapa aturan lainnya seperti regulasi divestasi untuk sektor tambang, katanya. Staf Kedutaan Besar Amerika Serikat itu mengatakan, meski demikian Indonesia masih menjadi negara tujuan utama investor AS untuk menanamkan modal mereka. Tahun ini sudah ada beberapa kesepakatan investasi yang akan dilakukan AS, tambah Joel A Kopp namun tidak bersedia menyebutkan nama perusahaan yang akan investasi di Indonsia. Pengusaha kami ingin menjalin investasi dalam jangka panjang di sini. Ada beberapa sektor ekonomi yang sedang dibidik oleh investor AS, tidak hanya sektor energi dan SDA. Selain investasi, Kedutaan Besar AS untuk Indonesia, menurut Joel, selalu mendorong perusahaan-perusahaan dari negeri Paman Sam yang sudah beroperasi di Indonesia untuk terus menggiatkan program tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR. CSR ini penting untuk memberi benefit bagi masyarakat sekitar perusahaan beroperasi. Perusahaan- perusahaan AS selalu memberi CSR yang bersifat mendidik dan melatih

keterampilan masyarakat sehingga bisa meningkatkan perekonomian dan menciptakan wirausahawan, ujarnya. Saat kunjungan ke BLKI Sumsel Joel A Kopp melihat langsung pelatihan di bidang perbengkelan kendaraan bermotor dan tata hias kecantikan yang dibiayi dari program CSR perusahaan migas Conocophilips yang wilayah operasinya ada di Sumsel.

Anda mungkin juga menyukai