Anda di halaman 1dari 14

EKLAMPSIA DEFINISI Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar".

Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba tiba tanpa

didahului oleh tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre-

eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma. Eklampsia lebih sering pada primigravida daripada multipara. Tergantung dari saa t timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum (eklampsia antepartum), eklampsia parturientum (eklampsia intrapartum), dan eklampsia puerperale (eklampsia postpartum). Kebanyakan terjadi antepartum. Perlu dikemukakan bahwa pada eklampsia gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama kemudian. Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre-

eklampsia,tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencegah timbulnya penyakit itu. Eklampsia lebih sering terjadi pada : 1)Kehamilan kembar 2)Hydramnion 3)Mola hydatidosa FREKUENSI Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan penanganan pre-

eklampsia yang sempurna. Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% 0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaiatu 0,05% 0,1%. ETIOLOGI

Sebab eklampsia belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan ischemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. PATOFISIOLOGI Vasokonstriksi Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Ada nya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan merupakan dasar patogenesis Preeklampsi-eklampsi.

menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan

sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan

hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih nan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif. Pada Preeklampsi-eklampsi serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebag aianti oksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen domi-

sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya selsel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain :

adesi dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat

dai rusaknya trombosit produksi prostasiklin terhenti terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lema GEJALA DAN TANDA Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras,nyeri di epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan; terutama pada persalinan

bahaya ini besar. Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu : 1.Tingkat awal atau aura (Tingkat Invasi). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pulatangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri. 2. Kemudian timbul tingkat kejangan tonik (Tingkat Kontraksi) Yang berlangsung

kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit. 3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik (Tingkat Konvulsi) yang berlangsung antara 1 2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidahdapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini

dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur. 4. Sekarang ia memasuki tingkat koma

Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, Kalau pasien sadar kembali makaia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi, lamanya coma dari beberapa menit sampai berjam-jam, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 40 derajat Celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti

(1) lidah tergigit; perlukaan dan fraktura; (2) gangguan pernapasan; (3) solusio plasenta;dan (4) perdarahan otak. Sebab kematian eklampsia ialah : oedeme paru-paru, apoplexia dan accidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati dan gangguan faal ginjal. Kadang-

kadang terjadi eklampsia tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah koma. Eklampsia semacam ini disebut eclampsia sine eclampsi, dan terjadi pada kerusakan hati yang berat. Pernafasan biasanya cepat dan berbunyi, pada

eklampsia yang berat ada cyanosis. Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam.Juga kalau anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit akan berkurang. Proteinuri hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali kira-kira 2 minggu. DIAGNOSIS Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil-muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada;

(2) kejang karena obat anestesia; apabila obat anestesia lokal tersuntik kan ke dalam vena, dapat timbul kejang; (3) koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, uremia, keracunan.

KOMPLIKASI Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia. 1.Solusio plasenta Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderitahipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. CiptoMangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia. 2.Hipofibrinogenemia Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan

23% bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala. 3. Hemolisis Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah.

Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut. 4.Perdarahan otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia. 5. Kelainan mata Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai

seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

6.Edema paru-paru Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung. 7.Nekrosis hati Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya. 8.Sindroma HELLP . Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet count. 9.Kelainan ginjal Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal. 10.Komplikasi lain Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation). 11.Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.

PROGNOSIS Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% 48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan nata; penderita--

penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan ole h perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, payahginjal, dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan waktu kejangan.

Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas. Berlawanan dengan yang sering diduga, pre-eklampsia dan eklampsia tidak menyebabkan hipertensi menahun. Oleh penulis-penulis tersebut ditemukan bahwa pada penderita yang mengalami eklampsia pada kehamilan pertama, frekuensi hipertensi 15 tahun kemudian atau lebih tinggi daripada mereka yang hamil tanpa eklampsia. Prognosa kurang baik untuk Ibu dan anak. Prognosa bagi multipaara lebih buruk, dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun dan juga oleh keadaan waktu masuk Rumah Sakit.Jika diuresis lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa agak baik. Oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk. Gejala-gejala lain memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden : 1)Coma yang lama 2)Nadi > 120 x/menit 3)Suhu > 39C 4)TD > 200 mmHg 5)> 10 serangan 6)Proteinuti 10 gr sehari atau lebih 7)Tidak adanya oedem PENCEGAHAN Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas : 1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar sem ua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil-muda 2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya segara apabila ditemukan; 3. Mengakhiri kehamilan sedapat dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.

PENANGGULANGAN

Terapi profilaksis ialah dengan pencegahan, diagnosis dini dan terapi yang cepatdan intensif dari pre-eklampsia. Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya

serangankejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan. Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderit a eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan kerumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbul nya kejang; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg 1M. Selain itu, penderita harus disertai seorang tenaga yang trampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejang. Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejang mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan diuresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejang ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas (Bersihkan mulut yang mungkin berisi bahanmenghindarkan kain, penyumbat

bahan hasil regurgitasi dari lambung, intubasiendotrakeal), tergigitnya lidah (tong spatel dililit dengan

mulut, dompet), pemberian oksigen, dan menjaga agara penderita tidak mengalam itrauma (Kepala pasien diganjal dengan sesuatu: handuk, sweater), Baringkan pasien padasisi kiri (posisi tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejang lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejalagejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya : 1.Sodium pentothal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila

diberikan secara intravena. Akan

tetapi, obat ini mengandung bahaya yang

tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit denga n pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resusitasi. Dosis inisial dapat diberikan sebanyak 0,20,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan. 2.Sulfas magnesicus

yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan diuresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g dalam larutan 40% secara intramuskulus; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, diuresis harus melebihi 600 ml per hari; selain intrarnuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena;dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40% Mg S04 dalam larutan 10 ml intravenasecara pelahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 gdalam 10 rnl sebagai antidotum. Bahaya sulfas magnesicus ialah dapat melumpuhkan diafragma hingga pasien berhenti bernafas, malahan kontraksi jantung berhenti. Maka untuk menjauhi bahaya tersebut di atas sebelum menyuntikkan sulfas magnesicus harus diperiksa : refleks lutut dan pernafasan tidak boleh < 16 x/menit. Sebagai antidotum selalu harus tersedia gluconas calcicus 1 gr dalam 10 cc dan bantu dengan ventilator. 3.Lyric cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, kiorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg

dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus intravena. jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita. Di sini ditekankan bahwa pemberian obatobat tersebut disertai dengan pengawasan yang teliti dan terus-menerus. Jumlah dan waktu pemberian obat disesuaikan dengan keadaan penderita pada tiaptiap jam demi keselamatannya dan sedapat-dapatnya juga demi keselamatan janin dalam kandungan. Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harusdihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejang,

seperti keributan,injeksi, atau pemeriksaan dalam. Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi, pernapas an dicatat tiap 30 menit pada suatu kertas grafik; suhu dicatat tiap jam secara

rektal. Bila penderita belum melahirkan, dilakukan pemeriksaan obstetrik untuk m engetahui saat permulaan atau kemajuan persalinan. Untuk melancarkan pengeluaran sekret dari jalan pernapasan pada penderita dalam koma penderita dibaringkan dalam letak Trendelenburg dan selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan kanan tiap jam

untuk menghindarkan dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk membersihkan j alan pernapasan, dan oksigen diberikan pada sianosis. Dower catheter dipasang un tuk mengetahui diuresis dan untuk menentukan protein dalam air kencing secara kuantitatif.Balans cairan harus diperhatikan dengan cermat. Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis dan air yans hilang melalui kulit dan paruparu; pada umumnya dalam 24 jam diberikan 2000 nil. Balans cairan dinilai dan disesuaikan tiap 6 jam. Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolisme jaringan danasid osis. Pada penderita koma atau kurang sadar pemberian kalori dilakukan dengan infus dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam amino, seperti Aminofusin. Cairan Yan g terakhir ini, selain mengandung kalori cukup, juga berisi asam amino yang diperlukan. B.I. Perawatan Aktif

1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang (ICU), terpasang infus Dx/RL dari IGD. 2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus. 3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam. 4) Antasida. 5) Anti kejang: a)Sulfas Magnesikus (MgSO4) Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek patella (+) kuat, Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-), Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. Cara Pemberian:

Loading dose secara intravenas: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja. Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO440%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri. Penghentian SM : Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 6 jam pasca persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi. b)Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.6) Diuretika Antepartum: manitol Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (Krelease). Indikasi: Edema paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka7) Anti hipertensiIndikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap. Alternatif:antepartum Adrenolitik sentral:- Dopamet 3X125-500 mg.- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari. Post partum ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg dan Ca Channel blocker: Nifedipin 3X510mg.8) Kardiotonika , Indikasi: gagal jantung9) Lain-lain: Antipiretika, jika suhu >38,5 C Antibiotika jika ada indikasi Analgetika Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)(7).

1)

Belum

inpartua) Amniotomi & Oxytocin drip (OD), Syarat: Bishop score Sectio Caesaria, Syarat: kontraindikasi

>8, setelah 3 menit tx.Medisinal. b)

oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif. 2) Sudah inpartu Kala I Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC. Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).Kala II Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus

buatan VE. Untuk kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin. B.II. Perawatan konservatif Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri dari:

atas.Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

dulu. lang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita

menunjukkantanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil. TINDAKAN OBSTETRIK Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan c ara yang aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan seksio sesarea atau dengan induksi persalinan per vaginam, hal tersebut tergantung dari

banyak faktor, seperti keadaan serviks, komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli anestesia, tidak terdapa t koagulopati dan sebagainya. Persalinan per vaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang selama 12 jam

dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih lancip dan tertutu p terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau ada persangkaan disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea. Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi

vakum

atau

cunam.

Pilihan anestesia untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung dari keadaan umum penderita dan macam obat sedativa yang telah dipakai. Keputusan tentang hal ini sebaiknya dilakukan oleh ahli anestesia. Anestesia lokal dapat dipakai bila sedasi

sudah berat. Anestesia spinal dapat menyebabkan hipotensi yang berbahaya pada eklampsia; jadi sebaiknya jangan dipergunakan. Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia tidak seberapa tahan terhadap perdarahan postpartum atau trauma obstetrik; keduanya dapat

menyebabkan syok, Maka dari itu, semua tindakan obstetrik harus dilakukan seringan mungkin, dan

selalu disediakan darah. Ergomettin atau metergin boleh diberikan pada perdaraha n postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri, tetapi jangan diberikan secara rutin tanpa indikasi. Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam Bila tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah 24 jam postpartum untuk kemudian lambat laun dihentikan. Biasanya diuresis bertambah 24 - 48 jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang. Perawatan post partum : antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum ataukejang terakhir, teruskan antihipertensi jika tekanan diastolik masih > 110 mmhg, pantau urin. Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam), terdapat sindrom HELLP, koma berlanjut > 24 jam sesudah kejang.

DAFTAR PUSTAKA 1.Mose C, Johanes. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi,Ed. 2, Gestosishal 68 81, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UniversitasPadjajaran Bandung. EGC. Jakarta: 20052.Wiknjosastro. H, Prof, dr, SpOG. Ilmu Kebidanan. Ed.3, Cet. 8. Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2006. Hal 281 300

3.Rambulangin, PreeklampsiaBerat

John, dan

Penanganan Pendahuluan Eklampsia, Cermin

Prarujukan Penderita Dunia Kedokteran;

2003.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_139_kebidanan_dan_penyakit_ka ndungan.pdf ) 4.Sudhaberatha, Ketut.Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia, UPF: IlmuKebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum TarakanKalimanta nTimur; 15 Juni 2008.http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-

preeklampsia-berat-dan-eklampsia/#more-37 5.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. 2006.Preeklma psia Berat dan Eklampsia Hal M-38. Ed.1, Cet. 11. Jakarta: YayasanBina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai