Anda di halaman 1dari 5

Artikel Penelitan

Perbedaan Aspek Klinis Sindrom Nefrotik Resisten Steroid dan Sensitif Steroid pada Anak

Lasty Wisata, Dwi Prasetyo, Dany Hilmanto


Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Abstrak. Sindrom nefrotik (SN) dibagi atas sindrom nefrotik lesi minimal (SNLM) dan nonminimal (SNNML). Sindrom nefrotik lesi minimal sering disebut sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS), sedangkan sindrom nefrotik lesi nonminimal sering disamakan dengan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS). Gambaran histopatologik merupakan baku emas untuk menentukan diagnosis, tetapi tidak selalu dilakukan karena bersifat invasif. Oleh karena itu, diagnosis pasti SN secara histopatologik sulit ditegakkan, sehingga perlu diketahui hubungan antara berbagai aspek klinis secara bersama-sama yaitu protein nonalbumin, kolesterol, hipertensi, dan hematuria dengan SNRS dan SNSS. Penelitian analitik dilakukan untuk menilai hubungan gambaran klinis dan laboratorium dengan respons terhadap pengobatan steroid. Subjek penelitian adalah penderita SNRS dan SNSS yang datang ke poliklinik atau dirawat di Subbagian Nefrologi Ilmu Kesehatan Anak RSHS mulai Januari 2008 sampai dengan September 2009, yaitu 38 anak tiap kelompok dengan data yang diambil secara sekunder dari catatan medis. Kemudian dilakukan analisis pendekatan yang bersifat univariat dengan uji X2. Untuk menguji hubungan berbagai variabel secara bersama-sama digunakan analisis regresi ganda logistik, sedangkan kekuatan antara berbagai variabel dinilai dengan rasio odds. Dari total 76 subjek yang diikutsertakan, tidak terlihat adanya perbedaan bermakna kadar protein nonalbumin (p=0,139) dan kejadian hipertensi (p=0,247) antara dua kelompok. Kadar kolesterol kelompok SNRS lebih rendah dibandingkan SNSS (p<0,005). Kejadian hematuria tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok penelitian (p=0,054). Analisis secara multivariabel memperlihatkan bahwa jenis kelamin, kadar kolesterol dan protein nonalbumin secara bersama-sama berhubungan dengan respons terhadap pengobatan steroid. Kata kunci: kolesterol, protein nonalbumin, SNRS, SNSS

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

559

Perbedaan Aspek Klinis Sindrom Nefrotik Resisten Steroid dan Sensitif Steroid

Clinical Aspects Disparities of Resistant and Non Resistant Nephrotic Syndrome in Children Lasty Wisata, Dwi Prasetyo, Dany Hilmanto
Departement of Child Health Faculty of Medicine Padjadjaran University/ Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung

Abstract: Histopathologically diagnosed nephrotic syndrome (NS) consists of minimal and nonminimal lesions. Minimal lesion nephrotic syndrome (MLNS) is usually called as sensitive steroid nephrotic syndrome (SSNS), and nonminimal lesion nephrotic syndrome (NMLNS) is the same as steroid resistant nephrotic syndrome (SRNS). Histopathologic feature is a gold standard in diagnosing NS, but it is not possible for every patient due to its invasive nature. This study aimed to elucidate the association between several clinical and laboratory manifestations such as nonalbumin protein, cholesterol, hypertension, haematuria, and the response towards SRNS and SSNS. An analytic study was carried on to find out the response of steroid therapy. The sample consisted of two groups with 38 subjects each, collected from the Outpatient and Inpatient setting of the Department of Child Health Hasan Sadikin General Hospital, Bandung, since January 2008 up to September 2009, all of whom were diagnosed with SSNS or SRNS according to the medical records data. Further analysis was done using X2. Logistic regression analysis was done simultaneously to find out the association of several variables, and odds ratio was used to calculate the strength between the variables. There was no difference in nonalbumin protein (p=0.139) and hypertension (p=0.247) of all subjects from both groups. The cholesterol rate was lower in SRNS group compared to those in SSNS group (p<0.05). Both groups showed difference in the incidence of haematuria (p=0.054). Multivariate analysis found out the association between sex, cholesterol rate and nonalbumin protein response towards steroid therapy in NS. Key words: cholesterol, SRNS, SSNS, nonalbumin protein

Pendahuluan Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara histopatologik sebagai lesi minimal, sebagian besar memberikan respons terhadap pengobatan steroid (sensitif steroid). Sedangkan SN lesi nonminimal sebagian besar tidak memberikan respons terhadap pengobatan steroid (resisten steroid).1-4 International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) membuat panduan gambaran klinis dan laboratorium untuk memperkirakan jenis lesi pada anak yang menderita SN. Gambaran klinis dan laboratorium tersebut adalah usia saat serangan pertama, jenis kelamin, hipertensi, hematuria, rerata kadar kreatinin, komplemen C3, dan kolesterol serum.5 Seperti telah diketahui, bentuk histopatologik memberikan gambaran terhadap respons pengobatan steroid, seperti jenis glomerulonefritis mesangial proliferatif (GNMP) sebesar 80-85% adalah resisten seroid. Sampai saat ini, belum terdapat data gambaran histopatologik di Indonesia, sehingga pada sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) dan sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) akan memberikan gambaran klinis yang berbeda dengan penelitian yang
560

dilakukan oleh ISKDC. Kadar protein nonalbumin diikutsertakan pula dalam penelitian ini karena belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara berbagai gambaran klinis dan laboratorium secara bersama-sama dengan respons terhadap pengobatan steroid (SNRS dan SNSS). Metode Penelitian analitik dilakukan untuk menilai perbedaan aspek klinis dan laboratorium pada anak SNRS dan SNSS. Subjek penelitian adalah penderita SNSS dan SNRS yang berobat jalan di poliklinik atau dirawat di Subbagian Nefrologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSHS mulai Januari 2008 sampai dengan bulan September 2009. Sebagai kriteria inklusi adalah: 1) penderita SNRS primer atau SNSS; 2) usia 1-14 tahun; 3) memiliki catatan medis lengkap. Kriteria eksklusi adalah subjek yang menderita gagal ginjal akut atau kronik, atau mengidap penyakit kronik lainnya seperti tuberkulosis paru, keganasan, dan malnutrisi berat. Sampel untuk tiap kelompok SNSS dan SNRS diambil secara sekunder dari catatan medis secara retrospektif mulai

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

Perbedaan Aspek Klinis Sindrom Nefrotik Resisten Steroid dan Sensitif Steroid
Tabel 1. Karakteristik Penderita Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Serangan Pertama Kelompok SNRS (n=38) SNSS (n=38) Uji X2 p OR (95% CI)

Karakteristik Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Usia (tahun) <6 >6

17 (44,7%) 21 (55,3%) 17 (44,7%) 21 (55,3%)

6 (15,8%) 32 (84,2%) 20 (52,6%) 18 (47,4%)

7,544

0,006

4,32 (1,31-14,77)

0,850

0,654

Tabel 2. Analisis Univariat Berbagai Variabel pada Sindrom Nefrotik Resisten Steroid dan Sensitif Steroid Kelompok SNRS (n=38) SNSS (n=38) <250 mg/dL >250 mg/dL <2,3 g/dL >2,3 g/dL (+) (-) (+) (-) 19 (50,0%) 19 (50,0%) 23 (60,5%) 15 (39,5%) 19 (50,0%) 19 (50,0%) 33 (86,8%) 5 (13,2%) 1 (2,6%) 37 (97,4%) 12 26 14 24 26 12 (31,6%) (68,4%) (36,8%) (63,2%) (68,4%) (31,6%)

Variabel Kolesterol

X2 21,99

p 0,000

OR (95% CI) 37,00 (4,57-798,55)

Protein non albumin Hipertensi Hematuria

6,41 1,339 3,713

0,011 0,247 0,054

3,32 (1,17-9,59) 1,71 (0,62-4,76) 3,05 (0,85-11,51)

bulan Januari 2008 sampai September 2009. Data yang diambil berupa usia saat serangan pertama, jenis kelamin, hipertensi, kadar albumin, protein total, kolesterol serum, dan hematuria. Hubungan masing-masing faktor tersebut dengan respons terhadap pengobatan steroid dianalisis secara univariat menggunakan uji X2. Untuk menentukan cut off point kategori kadar protein nonalbumin pada SNRS dan SNSS digunakan kurva ROC (receiver operating characteristic). Untuk menguji hubungan berbagai variabel secara bersama-sama digunakan analisis regresi ganda logistik. Untuk menguji kekuatan hubungan antara berbagai variabel pada SNRS dan SNSS digunakan rasio odds. Hasil Selama periode penelitian, didapatkan masing-masing 38 anak dengan SNRS dan 38 anak dengan SNSS. Dari karakteristik penderita berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa baik pada kelompok SNRS maupun SNSS, jumlah anak laki-laki lebih banyak dibanding perempuan (p<0,005), dan perbedaan tersebut lebih besar pada kelompok SNSS (Tabel 1). Sebaran usia pada kedua kelompok memperlihatkan bahwa kelompok SNRS lebih banyak ditemukan pada usia >6 tahun, sedangkan kelompok SNSS lebih banyak pada usia <6 tahun, namun secara statistik perbedaan ini tidak bermakna (p=0,654) (Tabel 1). Tabel 2 memperlihatkan analisis univariat berbagai variabel pada sindrom nefrotik resisten steroid dan sensitif steroid. Analisis regresi logistik dengan mengikutsertakan faktor-faktor tersebut secara bersama-sama sebagai variabel
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

Tabel 3. Analisis Multivariabel Perbedaan Aspek Klinis Sindrom Nefrotik Resisten Steroid dan Sensitif Steroid Variabel Koefisien B 1,573 1,590 SE (B) 0,721 0,754 Nilai p 0,029 0,035 OR (95% CI) 4,821 (1,17-19,80) 4,903 (1,12-21,51) 52,20 (5,35-509,01)

Jenis kelamin (@ terhadap B) Protein non albumin (<2,3 g/dL) Kolesterol (<250 mg/dL) Konstanta

3,955 4,225

0,704 1,189

0,001 0,000

Nilai p untuk hipertensi = 0,657; Nilai p untuk hematuria = 0,206 Akurasi = 84,2% SE = standard error

bebas terhadap SNRS dan SNSS, menunjukkan hanya jenis kelamin, protein nonalbumin, dan kadar kolesterol serum yang memiliki peranan (p<0,25). Faktor-faktor lainnya tersingkir dalam proses regresi yang berarti tidak memiliki hubungan dengan SNRS dan SNSS (Tabel 3). Diskusi Dari referensi telah diketahui faktor-faktor untuk memperkirakan jenis lesi dan respons terhadap pengobatan steroid pada sindrom nefrotik, yaitu: usia saat serangan pertama, jenis kelamin, hipertensi, kadar albumin, kolesterol, kreatinin, kadar komplemen C3 serum, serta ada atau tidaknya hematuria.4,5 Pada penelitian ini, faktor-faktor yang berperan terhadap SNRS dan SNSS yang diikutsertakan dalam analisis adalah
561

Perbedaan Aspek Klinis Sindrom Nefrotik Resisten Steroid dan Sensitif Steroid kadar kolesterol serum, adanya hipertensi, dan hematuria oleh karena pada penelitian yang dilakukan oleh ISKDC, faktor-faktor tersebut memiliki perbedaan yang bermakna. Selain itu, faktor lain yang dihubungkan dengan SNRS dan SNSS adalah kadar protein nonalbumin serum, karena diperkirakan kadarnya lebih rendah pada penderita sindrom nefrotik resisten steroid dibandingkan sensitif steroid. Berdasarkan analisis multivariabel dengan mengikutsertakan faktor-faktor yang memiliki perbedaan bermakna pada analisis univariat (p<0,25) yaitu jenis kelamin, hipertensi, hematuria, kadar kolesterol serum, dan kadar protein nonalbumin, ternyata hanya tiga faktor yaitu jenis kelamin, kadar kolesterol serum dan kadar protein nonalbumin yang secara bersama-sama memiliki perbedaan bermakna pada SNRS dan SNSS, sedangkan faktor hipertensi dan hematuria tersingkir dalam proses regresi. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh ISKDC,5 yang menyebutkan bahwa faktor jenis kelamin, hipertensi, hematuria, dan kadar kolesterol serum mempengaruhi terjadinya SNRS dan SNSS. Dilihat dari karakteristik penderita yaitu jenis kelamin terlihat bahwa jenis kelamin perempuan memiliki risiko untuk menjadi resisten steroid sebesar 4,82 kali dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh ISKDC,5 namun belum ada penjelasan yang memuaskan mengenai karakteristik jenis kelamin ini. Pada SNSS diduga terjadi gangguan imunitas selular yang terjadi secara episodik dengan adanya klon sel T abnormal yang banyak terdapat pada kelenjar timus, dan akan mengalami ablasi saat usia mencapai pubertas. Kelainan kelenjar timus tersebut lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki.6 Kadar protein nonalbumin menunjukkan perbedaan antara SNRS dan SNSS. Pada sindrom nefrotik lesi minimal (sensitif steroid), membran filtrasi glomerulus memiliki selektivitas yang tinggi terhadap albumin, sedangkan pada lesi nonminimal (resisten steroid) selektivitas membran filtrasi glomerulus menurun, sehingga selain albumin, protein lain dengan berat molekul yang lebih besar dapat hilang melalui urin, seperti imunoglobulin dan transferin, sehingga kadarnya di dalam darah juga menurun. 2 Keterbatasan penelitian ini adalah tidak adanya data elektroforesis untuk tiap jenis protein, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan hal tersebut. Kadar kolesterol serum total pada kedua kelompok penelitian ini berbeda, yaitu kadar kolesterol serum pada kelompok SNRS lebih rendah dibandingkan dengan SNSS (p<0,05). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kejadian kadar kolesterol serum yang rendah pada kelompok SNRS lebih banyak dibandingkan dengan kelompok SNSS, yaitu sebesar 68% pada kasus sindrom nefrotik kelainan nonminimal (resisten steroid) dibandingkan 90% pada kasus dengan kelainan minimal (sensitif steroid).7 Pada sindrom nefrotik patogenesis terjadinya kenaikan lipid dan lipoprotein sangat kompleks. Menurunnya kadar albumin plasma
562

akan menstimulasi sintesis lipoprotein oleh hepar.2 Selain itu, peningkatan kadar kolesterol serum diduga memiliki kaitan dengan terjadinya kegagalan metabolisme asam mevalonat oleh ginjal yang merupakan bahan dasar pembentukan kolesterol.8 Menurunnya klirens lemak dalam darah akibat berkurangnya enzim lipase sebagai katalisator lemak yang ikut bocor apabila terjadi kelainan pada tubulus, juga menerangkan terjadinya hiperkolesterolemia pada penderita sindrom nefrotik.2 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian hipertensi dan hematuria tidak berhubungan dengan SNRS dan SNSS. Hal ini mungkin disebabkan sampel pada kelompok SNRS secara histopatologik menunjukkan bentuk kelainan FSGS atau sindrom nefrotik lesi minimal yang resisten steroid. Penelitian ISKDC5 menunjukkan bahwa hipertensi dan hematuria lebih banyak terjadi pada kelompok GNMP dibandingkan FSGS atau lesi minimal. Hipertensi pada sindrom nefrotik terjadi akibat adanya retensi natrium dan air intrarenal,3,9 sedangkan hematuria terjadi karena adanya kerusakan glomerulus permanen.4 Keterbatasan penelitian ini adalah tidak adanya data mengenai gambaran histopatologik pada kedua kelompok, karena tidak dilakukan biopsi. Untuk mencapai nilai kemaknaan memerlukan jumlah sampel yang lebih besar yaitu sebesar 134 subjek untuk mencapai kekuatan uji 80% dengan power test. Pada penelitian ini baru didapatkan kekuatan uji sebesar 44,9% dengan besar sampel 76. Selain itu, prosedur pengukuran tekanan darah harus dilakukan dengan benar. Pengukuran harus dilakukan dalam keadaan tenang setelah anak istirahat 3-5 menit, dan menggunakan alat yang tepat serta ukuran cuff yang sesuai. Tekanan darah sebaiknya diukur dengan menggunakan sfigmomanometer air raksa, sedangkan sfigmomanometer aneroid memilliki kelemahan yaitu memerlukan kalibrasi berkala.10 Data teknik pengukuran tekanan darah tidak dapat dipastikan, karena hanya diambil berdasarkan catatan medis (data sekunder). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, secara bersama-sama terdapat hubungan beberapa aspek klinis, yaitu jenis kelamin, kadar kolesterol serum, dan kadar protein nonalbumin dengan respons terhadap pengobatan steroid (SNRS dan SNSS). Daftar Pustaka
1. Niaudet P. Steroid-sensitive idiopathic nephrotic syndrome in children. Dalam: Barrat TM, Avner ED, Harmon WE, penyunting. Pediatric nephrology. Edisi ke-5. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins; 2005.h.543-53. McBryde KD, Kershaw DB, Smoyer WE. Pediatric steroid-resistant nephrotic syndrome. Curr Probl Pediatr. 2001;31:275-307. Tune BM, Mendoza SA. Treatment of the idiopathic nephrotic syndrome: regimens and outcomes in children and adults. J Am Soc Nephrol. 1997;12:824-32. Vogt BA, Avner ED. Conditions particulary associated with proteinuria. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Phila-

2. 3.

4.

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

Perbedaan Aspek Klinis Sindrom Nefrotik Resisten Steroid dan Sensitif Steroid
delphia: WB Saunders; 2007.h.2188-95. A Report of the International Study of Kidney Disease in Children. Nephrotic syndrome in children: prediction of histopathology from clinical and laboratory characteristics at time of diagnosis. Kidney Intern. 1978;13:159-65. Shalhoub RJ. Pathogenesis of lipoid nephrosis: disorder of T cell function. Lancet. 1974;2(Suppl 7);556-60. Ponco E. Hubungan kadar kolesterol total darah dengan frekuensi relaps pada anak dengan sindrom nefrotik di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RS Hasan Sadikin kurun waktu 19951999. Tesis. Bandung: Universitas Padjadjaran; 1999. Sekarwana N. Difference of lipid profile based on types of nephrotic syndrome in children and correlation of lipid profile, Lp(a) with level of sVcam-1 as marker of atherosclerosis. Maj Kedokt Ind. 2006;56(9):525-31. 9. Vande JG, Donckerwolcke RA, Koomans HA, Pathophysiology of edema formation in children with nephrotic syndrome not due to minimal change disease. J Am Soc Nephrol. 1999;10:323-31. 10. Bonilla-Felix MA, Bender JU, Portman RJ. Epidemiology of hypertension. Dalam: Barratt TM, Avner ED, Harmon WE, penyunting. Pediatric nephrology. Edisi ke-5. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins; 2005:h.1126-44.

5.

6. 7.

8.

MS/FA

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

563

Anda mungkin juga menyukai