Anda di halaman 1dari 28

AUDIT SIKLUS PENDAPATAN A.

PENDAPATAN DAERAH Pengertian Pendapatan Daerah Di dalam keuangan daerah terdapat hak-hak daerah yang dapat dinilai dengan uang yang tercermin dalam pendapatan daerah. Pendapatan daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah yang berhubungan dengan tanggung jawabnya sebagai pelayan publik (public service). Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Untuk mendapatkan pengertian yang lebih jelas dan tepat mengenai pendapatan, di bawah ini dikemukakan beberapa definisi mengenai pendapatan daerah. 1. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) No. 2 tentang Laporan Realisasi Anggaran, mendefinisikan : pendapatan sebagai semua penerimaan rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. 2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah Hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Berdasarkan beberapa definisi mengenai pendapatan daerah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendapatan daerah memiliki beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut : 1. Pendapatan merupakan arus kas masuk atau penerimaan kas daerah yang menambah ekuitas dana lancar. 2. Pendapatan yang diterima daerah berdampak pada peningkatan aktiva atau penurunan utang daerah. 3. Dalam periode tahun anggaran tertentu. 4. Tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

Audit Siklus Pendapatan

Page 1

Sumber Pendapatan daerah Penyelenggaraan otonomi daerah membawa dampak dalam pengelolaan keuangan daerah dimana daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus keuangannya sendiri. Agar pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dapat berjalan dengan lancar maka pemerintah mengaturnya dalam pasal 155 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah. 2. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara. 3. Administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan secara terpisah dari administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud ayat (2). Selain itu, dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan daerah diberikan sumber-sumber keuangan untuk pembiayaan berbagai tugas dan tanggung jawabnya. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang RI No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber-sumber pendapatan bagi daerah terdiri atas: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan asli daerah (PAD) bagi Pemerintah Daerah sangatlah penting karena PAD menunjukan kemampuan daerah dalam menggali sumber keuangannya sendiri yang kemudian menjadi sebuah ukuran kinerja bagi Pemerintah Daerah dalam proses pengembangan ekonomi daerah. Pengertian pendapatan asli daerah menurut Ketentuan Umum UU RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut : Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Berdasarkan pengertian di atas, PAD dipungut/diperoleh berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan. Pasal 6 UU RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah mengungkapkan bahwa : 1. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :
Audit Siklus Pendapatan Page 2

a. Hasil pajak daerah; b. Hasil retribusi daerah; c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Lain-lain PAD yang sah. 2. Lain-lain pendapatan daerah yang sah yang dimaksud adalah, seperti : a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan; b. Jasa giro; c. Pendapatan bunga; d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah. 2. Dana Perimbangan Menurut pasal 1 UU RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang tersebut, dana perimbangan terdiri atas : a. Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan pemungutan pajak, yang dibagi berdasarkan persentase tertentu antara pusat dan daerah. Dana ini tidak bersifat hibah murni. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan angka persentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya dana bagi hasil (DBH) ini dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Dana bagi hasil berasal dari pajak, terdiri dari : a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan. b. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan. 2. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumberdaya alam, berasal dari :

Audit Siklus Pendapatan

Page 3

a. Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran hak pengusahaan hutan (IHPH), provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; b. Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksploitasi (royalty) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; c. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang dihasilkan dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan hasil perikanan; d. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; e. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; f. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan. 3. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 (UU RI No. 32 tahun 2004 pasal 160) DBH dari penerimaan PBB sebesar 90% dibagikan kepada Daerah dengan rincian sebagai berikut : 1. 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi; 2. 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; dan 3. 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan. Sedangkan sisanya 10% dari penerimaan PBB merupakan bagian Pemerintah dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan 6,5% (enam lima persepuluh persen) dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota; dan 3,5% (tiga lima persepuluh persen) dibagikan sebagai

Audit Siklus Pendapatan

Page 4

insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu. DBH dari penerimaan BPHTB sebesar 80% disalurkan dengan rincian sebagai berikut : 1. 16% (enam belas persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi; dan 2. 64% (enam puluh empat persen) untuk daerah kabupaten dan kota penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota. Sisa dana bagi hasil dari penerimaan BPHTB sebesar 20% merupakan bagian pemerintah dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota. DBH dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 yang merupakan milik daerah adalah 20% dua puluh persen, yang dibagi dengan rincian sebagai berikut : 1. 8% (delapan persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan 2. 12% (dua belas persen) untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan DBH dari penerimaan kehutanan yang berasal dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Propinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk daerah. DBH dari penerimaan kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan perimbangan 60% untuk pemerintah dan 40% untuk daerah. Bagian pemerintah digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional, sedangkan dana rebiosasi bagian daerah digunakan untuk kegiatan rahabilitasi hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil. DBH dari Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan perimbangan 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah. Dana bagi hasil dari Penerimaan Pertambangan Umum yang berasal dari Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent) yang menjadi bagian daerah dibagi dengan rincian 16% untuk propinsi yang bersangkutan dan 64%

Audit Siklus Pendapatan

Page 5

untuk kabupaten/kota penghasil. Sedangakan Penerimaan Pertambangan Umum yang berasal dari Iuran Eksploitasi (Royalty) yang menjadi bagian daerah dibagi dengan imbangan 16% untuk propinsi, 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan. DBH dari Penerimaan Perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah dan 80% untuk seluruh kabupaten/kota. DBH dari Pertambangan Minyak Bumi setelah dikurangi pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibagi dengan imbangan 84,5% untuk pemerintah dan 15,5% untuk daerah. dana bagi hasil yang menjadi bagian daerah dibagi dengan imbangan 3% untuk provinsi, 6% untuk kabupaten/kota penghasil dan 6% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan. DBH dari Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan oleh daerah yang bersangkutan setelah dikurangi pajak dan pungutan lainnya dibagi dengan imbangan 69,5% untuk pemerintah dan 30,5% untuk daerah. Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang menjadi bagian daerah dibagi dengan rincian 6% dibagikan untuk propinsi, 12% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil dan 12% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi bersangkutan. DBH dari Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang menjadi bagian daerah 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar dengan imbangan 0,1% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan; 0,2% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil dan 0,2% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan. DBH dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan oleh daerah yang bersangkutan dibagi dengan rincian 16% untuk provinsi yang bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam privinsi yang bersangkutan. b. Dana Alokasi Umum Kebijakan perimbangan keuangan membawa dampak terhadap semakin besarnya kesenjangan kemampuan keuangan antar daerah, khususnya karena
Audit Siklus Pendapatan Page 6

setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan daerah yang berbeda-beda. Dengan kata lain daerah yang mempunyai potensi PBB, BPHTB dan SDA yang besar akan memperoleh penerimaan yang besar, daerah yang potensinya kecil tentunya akan mendapatkan pendapatan yang kecil juga. Pengaturan Dana Alokasi Umum (DAU) diarahkan untuk mengurangi kesenjangan tersebut, yang berarti daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang relatif besar akan memperoleh DAU yang relaif kecil demikian pula sebaliknya. Pasal 1 UU RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa : Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Berdasarkan Undang-Undang tersebut Dana Alokasi Umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% yang kemudian disalurkan kepada provinsi sebesar 10% dan kabupaten atau kota sebesar 90% dari total DAU. Hal ini sesuai dengan PP No. 55 tahun 2005 Pasal 37 yaitu: 1. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto. 2. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. 3. Dalam hal penentuan proporsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen). 4. Jumlah keseluruhan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam APBN. Selanjutnya dari jumlah DAU 90%, yang ditujukan untuk kabupaten dan kota, maka setiap kabupaten dan kota akan mendapatkan DAU sesuai dengan hasil perhitungan Formula DAU yang ditetapkan berdasarkan Celah Fiskal dan Alokasi Dasar. Hal ini sesuai dengan PP No. 55 tahun 2005 Pasal 40 yaitu:

Audit Siklus Pendapatan

Page 7

1. DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. 2. Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. 3. Kebutuhan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. 4. Kapasitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH. 5. Alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Ketentuan perolehan DAU untuk Kabupaten/Kota menurut PP No.55 tahun 2005 pasal 45 yaitu : 1. Daerah yang memiliki celah fiskal lebih dari 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal. 2. Daerah yang memiliki celah fiskal sama dengan 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar. 3. Daerah yang memiliki celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar, menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan nilai celah fiskal. 4. Daerah yang memiliki celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar, tidak menerima DAU. c. Dana Alokasi Khusus Pasal 1 UU RI No. 33tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa : Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah sesuai dengan prioritas nasional. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Pusat mengalokasikan Dana Alokasi Khusus dari APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk :

Audit Siklus Pendapatan

Page 8

1. Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional, 2. Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. Daerah penerima Dana Alokasi Khusus wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK yang dianggarkan dalam APBD. 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Menurut Pasal 164 UU RI No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan Seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah. Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah, masyarakat dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri. Dana darurat merupakan bantuan pemerintah dari APBN kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi daerah dengan menggunakan sumber APBD. Dana darurat diberikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional atau kejadian luar biasa. 4. Piutang Pajak dan Retribusi Piutang Pajak adalah Pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak termasuk sanksi administrasi berupa kenaikan Pajak dan atau Bunga yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah atau Surat sejenis berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Sedangkan piutang retribusi daerah adalah sisa utang retribusi atas nama wajib retribusi yang tercantum pada surat ketetapan retribusi daerah, surat tagihan retribusi daerah, surat ketetapan retribusi daerah kurang bayar dan surat ketetapan retribusi daerah kurang bayar tambahan yang belum kedaluwarsa dan retribusi lainnya yang masih terutang. Menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah, Kepala Daerah dapat menghapuskan piutang pajak dan/atau retribusi apabila sudah kadaluwarsa. Kondisi kadaluarsa menyebabkan piutang pajak dan/atau retribusi tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena: 1. Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak ditemukan;
Audit Siklus Pendapatan Page 9

2. Wajib Pajak tidak memiliki kekayaan lagi; 3. Hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa; atau 4. Sebab lain sesuai dengan hasil penelitian. B. SIKLUS PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tata cara pemungutan pajak dilakukan dengan : a. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan kepala daerah dibayar dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan (official assessement). b. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT (self assessement). Wajiib pajak melakukan pembayaran pajak pada bank persepsi atau kantor pos yang telah ditunjuk dan ditujukan kepada Rekening Kas Daerah. Dana Perimbangan 1. Dana Bagi Hasil a. DBH Pajak (PBB, BPHTB, PPh WPOPDN, dan PPh pasal 21) DBH PBB dan BPHTB disalurkan dengan cara pemindahbukukan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah secara mingguan. Penyaluran tersebut dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan. b. DBH Sumber Daya Alam Penyaluran DBH SDA dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan SDA tahun anggaran berjalan. Penyaluran tersebut dilaksanakan secara triwulanan dengan cara pemindahbukukan dari Rekening Kas Umum Daerah. 2. Dana Alokasi Umum
Audit Siklus Pendapatan Page 10

Rekening Kas Umum Negara ke

DAU disalurkan dengan cara pemindahbukukan dari DAU daerah yang bersangkutan. 3. Dana Alokasi Khusus DAK disalurkan dengan cara pemindahbukukan dari

Rekening Kas Umum

Negara ke Rekening Kas Umum Daerah secara bulanan sebesar 1/12 dari alokasi

Rekening Kas Umum

Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Berdasarkan PMK No 21 tahun 2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah, penyaluran DAK adalah : a. Tahap 1 sebesar 30% dari alokasi DAK, paling cepat pada bulan Februari, setelah peraturan daerah mengenai APBD, laporan penyerapan penggunaan DAK tahun sebelumnya, dan surat pernyataan penyediaan dana pendamping diterima DJPK. b. Tahap 2 sebesar 45% dari alokasi DAK, dilaksanakan selambatnya 15 hari setelah laporan penyerapan penggunaan DAK tahap 1 diterima oleh DJPK. c. Tahap sebesar 25% dari alokasi DAK, dilaksanakan selambatnya 15 hari setelah laporan penyerapan penggunaan DAK tahap 2 diterima oleh DJPK. Lain-lain Pendapatan yang Sah 1. Hibah Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat yang dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemerintah daerah dan pemberi hibah dan digunakan sesuai dengan naskah perjanjian tersebut. 2. Dana Darurat Dana darurat merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan APBD. Pemerintah juga dapat mengalokasikan dana darurat pada daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas.

Audit Siklus Pendapatan

Page 11

C. PEMERIKSAAN SIKLUS PENDAPATAN DAERAH Tujuan Audit Siklus Pendapatan Tujuan adanya audit siklus pendapatan adalah mengungkapkan ada atau tidaknya salah saji material dalam Pos Pendapatan Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain Pendapatan yang sah. Pemahaman Atas Pengendalian Internal Pendapatan Pemahaman atas struktur pengendalian siklus pendapatan daerah meliputi pertimbangan lingkungan pengendalian,system akuntansi,dan prosedur pengendalian. Pemahaman atas komponen-komponen ini diperlukan baik menurut strategi audit substantive yang utama maupun pendekatan penilaian tingkat risiko pengendalian yang lebih rendah. Pemahaman atas aspek-aspek yang berlaku pada pengendalian internal diperoleh melalui review pengalaman sebelumnya dengan klien,mengajukan pertanyaan kepada manajemen atau personil lainnya, memeriksa bagian yang relevan dari buku pedoman, catatan, dan dokumen lainnya, serta mengobservasi aktivitas siklus pendapatan. Pemahaman ini didokumentasikan dalam formulir kuesioner yang lengkap,bagan arus,dan atau memorandum naratif. Lingkungan Pengendalian Dalam lingkungan pengendalian ,auditor harus memahami struktur Organisasi klien (pemerintah daerah) atas kegiatan penerimaan. Pengajuan pertanyaan mengenai dan penelaahan terhadap bagan Organisasi sangat membantu pemahaman terhadap struktur pengendalian internal. Sistem Akuntansi Sistem akuntansi adalah metode pengolahan data dokumen dan catatan. Sistem akuntansi pendapatan daerah yang terdiri atas pendapatan asli daerah dan penerimaan pembiayaan harus dapat menyediakan adanya jejak audit yang lengkap atas setiap transaksi. Pemahaman atas system akuntansi diperoleh dengan menelaah manual akuntanasi dan diagram alur system. Di samping itu

Audit Siklus Pendapatan

Page 12

auditor dapat mengajukan pertanyaan atau melakukan wawancara pada pihakpihak yang terkait diantaranya PPKD dan PA selaku BUD. Apabila suatu penugasan audit merupakan penugasan dari klien lama,maka auditor dapat menlaah kembali pengalaman terdahulu dengan klien tersebut,yaitu dengan melihat kembali kertas kerja tahun sebelumnya. Pemahaman system akuntasni juga dapat diperoleh dengan menilik pengalaman terdahulu dengan klien. Prosedur Pengendalian Prosedur pengendalian terdiri atas : 1. Otorisasi yang memadai 2. Adanya pemisahan tugas 3. Dokumen dan catatan Kuesioner Pengendalian Internal-Pendapatan No 1 2 3 Pertanyaan Ya Apakah terdapat pengawasan yang memadai untuk semua surat masuk? Apakah petugas penerima surat juga melakukan pencatatan? Apakah telah dilakukan rekonsiliasi secara independen antara catatan penerimaan dan tanda terima uang 4 dengan laporan bank? Apakah terdapat daftar tahunan berisi tarif pajak,bea masuk,bea lainnya dan tari-tarif 5 6 layanan tersedia untuk umum? Apakah semua penerimaan kas disetor ke bank? Apakah terdapat suatu ikhtisar rutin berisi semua penerimaan (dengan perbandingan angka-angka tahun Tidak Keterangan

Audit Siklus Pendapatan

Page 13

sebelumnya)

dengan

SPT

yang

penerimaannya belum masuk kas negara tersedia bagi unit akuntansi pemerintah atau auditor?

Proses Pemeriksaan Proses pemeriksaan atas siklus pendapatan mencakup pemeriksaan atas: 1. Pendapatan Daerah, meliputi : pos pajak daerah, retribusi laba, bagian laba usaha daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah. 2. Dana Perimbangan, mencakup : bagi hasil pajak, bukan pajak, DAU, DAK, dana perimbangan dari pusat. 3. Lain-lain pendapatan yang sah Materialitas Dan Risiko Audit Transaksi-transaksi dalam siklus pendapatan sangat berpengaruh terhadap laporan keuangan. Kesalahan dalam membedakan antara pendapatan yang diterima secara tunai dengan pendapatan yang diterima secara kredit (piutang) akan menimbulkan salah saji dalam laporan keuangan. Risiko bawaan dari sikus bawaan dapat disebabkan oleh tingkat volume transaksi. Tingginya volume transaksi akan memperbesar kemungkinan terjadinya salah saji. Semakin tinggi volume transaksi maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pencatatan transaksi tersebut. Jenis Koreksi Atas Pembukuan Pendapatan 1. Kesalahan pembukuan/penyajian saldo awal tahun anggaran/sisa perhitungan anggaran tahun lalu. 2. Kesalahan pembukuan/ penyajian pendapatan daerah. 3. Kesalahan pembukuan/penyajian saldo akhir tahun anggaran/sisa perhitungan anggaran tahun anggaran perhitungan. 4. Kesalahan penyajian dalam daftar lampiran perhitungan anggaran Tahun Anggaran Perhitungan. 5. Kesalahan yang wajib dikoreksi oleh auditor, yang terdiri atas: a. Kesalahan pembukuan. b. Kesalahan pembebanan.

Audit Siklus Pendapatan

Page 14

c. Kesalahan penjumlahan dan pengurangan angka. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Menyusun Koreksi Pembukuan Pendapatan 1. Bahwa system pembukuan keuangan daerah sebagai mana diatur dalam Kepmendagri No 29 Tahun 2003 (yang belum mengikuti perubahan sesuai dengan Permendagri No 13 Tahun 2006) adalah pembukuan yang menggunakan system pencatatan tunggal. 2. Perbedaan antara perkiraan dengan penerimaan yang sebenarnya, serta perbedaan antara perkiraan dengan pengeluaran yang sebenarnya, dengan menyebutkan selisih kurang atau lebih. Petunjuk Pemeriksaan Pos Per Pos 1. Pemeriksaan atas pos pendapatan asli daerah. a. Lakukan pengujian untuk menentukan apakah nilai realisasi pos pendapatan pajak daerah dan pos retribusi daerah yang dibukukan telah mencakup seluruh hak daerah yang telah diterima oleh kas daerah pada tahun anggaran perhitungan. Untuk itu, salinan rekening Koran kas daerah yang diperoleh kemudian diteliti untuk menentukan apakah terdapat setoran melalui transfer atas pajak dan retribusi daerah yang dilakukan pada tahun anggaran perhitungan dan telah diterima oleh kas daerah, tercantum pada sisi kredit rekening Koran kas daerah dan telah dibukukan pada sisi debit, tetapi belum dibukukan pada ayat bersangkutan dan belum disajikan dalam lampiran perhitungan anggaran pendapatan. Apabila terjadi hal demikian, lakukan koreksi tambah sejumlah storan yang belum dibukukan dan belum disajikan dalam lampiran tersebut. Lakukan koreksi kurang apabila terjadi hal yang sebaliknya. b. Lakukan verifikasi atas bukti-bukti penerimaan berupa surat tanda setoran untuk menentukan apakah posting atas penerimaan pajak dan retribusi daerah telah sesuai dengan ayat pendapatan yang bersangkutan dan telah disajikan sesuai dengan ayat tersebut. Apabila terjadi kesalahan pembebanan, lakukan koreksi tambah dan koreksi kurang pada masing-masing ayat jurnal tersebut. c. Lakukan konfirmasi kepada instansi yang terkait dengan pemungutan pajak daerah, seperti PT. PLN atas pemungutan PPJU. d. Dari hasil konfirmasi tersebut, apabila terjadi kesalahan, lakukan koreksi tambah/kurang
Audit Siklus Pendapatan Page 15

e. Lakukan pengujian untuk menentukan apakah pengembalian pajak daerah kepada wajib pajak yang dilakukan dengan penerbitan SPMU pada tahun anggaran perhitungan telah diperhitungkan dengan mengurangi nilai realisasi penerimaan pajak daerah yang disajikan dalam lampiran pada ayat yang bersangkutan. Bila belum dikurangkan, lakukan koreksi kurang sebesar pengembalian pajak tersebut.

2. Pemeriksaan atas pos dana perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. a. Lakukan pengujian untuk menentukan apakah neilai realisasi pendapatan pos bagi hasil pajak telah mencakup seluruh hak daerah yang telah diterima oleh kas daerah pada tahun anggaran perhitungan. Untuk itu, salinan rekening Koran kas daerah yang diperoleh kemudian diteliti untuk menentukan apakah terdapat transfer atas bagi hasil, DAU, DAK, dan Dana darurat yang dilakukan pada tahun anggaran perhitungan dan telah diterima kas daerah, tercantum pada sisi kredit rekening Koran kas daerah, serta telah dibukukan pada sisi debit, tetapi belum dibukukan pada ayat bersangkutan dan belum disajikan
Audit Siklus Pendapatan Page 16

dalam lampiran perhitungan anggaran pendapatan. Apbila terjadi hal demikian, lakukan koreksi tambah sejumlah transfer yang belum dibukukan dan belum disajikan dalam lampiran tersebut. Lakukan koreksi kurang apabila terjadi hal yang sebaliknya. b. Lakukan verifikasi atas bukti-bukti penerimaan bagi hasil, DAU, DAK, dan Dana Darurat berupa bukti transfer untuk menentukan apakah posting atas penerimaan transfer tersebut telah sesuai dengan ayat pendapatan yang bersangkutan. Apabila terjadi kesalahan pembebanan, lakukan koreksi tambah dan koreksi kurang pada masing-masing ayat dimaksud. c. Lakukan konfirmasi pada instansi yang terkait dengan penyaluran bagi hasil PBB, seperti KPP, dan kantor cabang BI setempat, untuk menentukan apakah jumlah bagi hasil PBB yang diterima oleh kas daerah dan dibukukan pada ayat pendapatan bagi hasil PBB yang adalah pendapatan bruto, termasuk upah pungut PBB yang menjadi hak daerah. Apabila pendapatan tersebut disajikan neto, maka lakukan koreksi tambah pada ayat pendapatan bagi hasil PBB sebesar upah pungut PBB sekaligus lakukan juga koreksi tambah pada pasal belanja lain-lain biaya upah pungut PBB. d. Apabila terjadi penyaluran bagi hasil PBB yang bukan haknya, dan apabila sampai akhir tahuan anggaran bagi hasil tersebut belum dikembalikan dan tidak disajikan sebagai pendapatan dalam perhitungan UKP tahun anggaran perhitungan pemerintah daerah yang bersangkutan, lakukan koreksi kurang pada lampiran ayat pendapatan bagi hasil PBB sebesar pendapatan bagi hasil PBB yang bukan haknya dan lakukan pula koreksi tambah pada pendapatan UKP sebesar bagi hasil PBB yang bukan haknya. e. Berdasarkan kasus pada poin D, dan oleh pemerintah penerima bagi hasil PBB yang tidak semestinya, pada tahun anggaran perhitungan bagi hasil PBB tersebut telah dikembalikan kepada pemda yang seharusnya, tetapi nilainya lebih dari jumlah yang menjadi haknya, dan ternyata kelebihan pengeluaran tersebut tidak dimuat dalam belanja, maka lakukan koreksi tambah sebesar kelebihan tersebut atas belanja dan lakukan pula koreksi pada sisi pendapatan sejumlah bagi hasil PBB yang menjadi hak pemda yang semestinya dan pada sisi belanja sejumlah yang dikembalikan (termasuk kelebihannya).

Audit Siklus Pendapatan

Page 17

3. Pemeriksaan piutang pajak dan retribusi a. Meminta atau membuat daftar umur piutang pada akhir tahun berjalan. b. Memeriksa kebenaran penjumlahan dan menelusuri ke neraca saldo. c. Menelusuri saldo piutang individual ke kartu piutang. d. Melakukan pengujian terhadap umur piutang. e. Melakukan konfirmasi positif untuk semua piutang yang bersaldo diatas 10.000.000 dan mengirimkan konfirmasi negative untuk semua piutang yang bersaldo 10.000.000 ke bawah. f. Memeriksa surat konfirmasi yang dikembalikan oleh kantor pos. g. Memeriksa semua pengecualian yang dilaporkan dalam jawaban konfirmasi. h. Jika terdapat konfirmasi positif yang tidak dijawab, tempuhlah prosedur alternative. i. Periksalah transaksi penjualan dan pengiriman barang untuk beberapa hari sebelum dan setelah tanggal neraca untuk menentukan ketepatan batas waktu penjualan

Audit Siklus Pendapatan

Page 18

j. Tentukan apakah terdapat penjaminan dan penjualan piutang untuk memenuhi kebutuhan kas k. Periksalah apakah tercatat piutang kepada pejabat, karyawan atau pihak lain. Jika ada, hatus diungkapkan dalam laporan keuangan l. Periksa apakah terdapat piutang bersaldi kredit untuk mempertimbangkan perlu atau tidaknya reklasifikasi 4. Pemeriksaan cadangan kerugian piutang a. Minta atau buatkan suatu analisis tentang beban kerugian piutang dan cadangan kerugian piutang untuk tahun berjalan b. Temukan apakah penghapusan piutang telah dilakukan dengan tepat c. Periksalah persetujuan penghapusan piutang d. Periksalah jumlah penghapusan piutang e. Tentukan kelayakan saldo cadangan kerugian piutang pada akhir tahun berjalan

Audit Siklus Pendapatan

Page 19

Audit Siklus Pendapatan

Page 20

Audit Siklus Pendapatan

Page 21

SIMPULAN 1. Pendapatan daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah yang berhubungan dengan tanggung jawabnya sebagai pelayan publik (public service). Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) No. 2 tentang Laporan Realisasi Anggaran, mendefinisikan : pendapatan sebagai semua penerimaan rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah Hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. 2. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang RI No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber-sumber pendapatan bagi daerah terdiri atas:(1) Pendapatan Asli Daerah (PAD);(2)Dana Perimbangan;(3)Lain-Lain Pendapatan yang sah:(4)Piutang Pajak dan Retribusi. 3. Tujuan adanya audit siklus pendapatan adalah mengungkapkan ada atau tidaknya salah saji material dalam Pos Pendapatan Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain Pendapatan yang sah. 4. Pemahaman atas struktur pengendalian siklus pendapatan daerah meliputi pertimbangan lingkungan pengendalian,system akuntansi,dan prosedur pengendalian.Pemahaman atas aspek-aspek yang berlaku pada pengendalian internal diperoleh melalui review pengalaman sebelumnya dengan klien,mengajukan pertanyaan kepada manajemen atau personil lainnya, memeriksa bagian yang relevan dari buku pedoman, catatan, dan dokumen lainnya, serta mengobservasi aktivitas siklus pendapatan.Pemahaman ini didokumentasikan dalam formulir kuesioner yang lengkap,bagan arus,dan atau memorandum naratif. 5. Risiko bawaan dari sikus bawaan dapat disebabkan oleh tingkat volume transaksi. Tingginya volume transaksi akan memperbesar kemungkinan terjadinya salah saji.
Audit Siklus Pendapatan Page 22

Semakin tinggi volume transaksi maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pencatatan transaksi tersebut. 6. Jenis Koreksi Atas Pembukuan Pendapatan adalah kesalahan pembukuan/penyajian saldo awal tahun anggaran/sisa perhitungan anggaran tahun lalu,esalahan pembukuan/ penyajian pendapatan daerah,kesalahan pembukuan/penyajian saldo akhir tahun anggaran/sisa perhitungan anggaran tahun anggaran perhitungan,esalahan penyajian dalam daftar lampiran perhitungan anggaran Tahun Anggaran Perhitungan.Kesalahan yang wajib dikoreksi oleh auditor, yang terdiri atas kesalahan pembukuan,kesalahan pembebanan,dan kesalahan penjumlahan dan pengurangan angka. 7. Petunjuk pemeriksaan pos per pos Pemeriksaan atas pos Pendapatan Asli Daerah a. Verifikasi atas bukti-bukti penerimaan b. Konfirmasi kepada instansi terkait c. Dari hasil konfirmasi tersebut, dapat diketahui adanya kesalahan penyetoran atas pendapatan d. Koreksi tambah sebesar kelebihan e. pengujian untuk menentukan apakah pengembalian pajak daerah kepada wajib pajak yang dilakukan dengan penerbitan SPMU pada tahun anggaran perhitungan telah diperhitungkan dengan mengurangi nilai realisasi penerimaan pajak daerah yang disajikan dalam lampiran pada ayat yang bersangkutan Pemeriksaan atas pos Dana Perimbangan a. Verifikasi atas bukti-bukti penerimaan b. Konfirmasi kepada instansi terkait c. Dari hasil konfirmasi tersebut, dapat diketahui adanya kesalahan penyaluran d. Koreksi tambah sebesar kelebihan

Audit Siklus Pendapatan

Page 23

HASIL PEMERIKSAAN ATAS PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2004 DAN 2005 PADA KABUPATEN SIDOARJO DI SIDOARJO Semester II GAMBARAN UMUM 1. Tujuan Pemeriksaan Tujuan Pemeriksaan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2004 dan 2005 adalah untuk mengetahui, menguji, dan menilai apakah : a. Pendapatan Daerah Kabupaten yang seharusnya menjadi hak daerah yang bersangkutan telah diterima tepat waktu, dan dalam jumlah yang menjadi haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Pengelolaan Anggaran Pendapatan Daerah telah ditatausahakan atau dicatat secara tertib, dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. Sistem pengendalian menajemen pengelolaan anggaran pendapatan daerah telah cukup memadai. 2. Sasaran Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan terhadap pendapatan daerah yang berasal dari : a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah; c. Hasil/Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah; e. Dana Perimbangan. 3. Metodologi Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan secara uji petik atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pendapatan daerah, melakukan konfirmasi dengan pejabat satuan kerja dan pelaksana pendapatan yang terkait serta pengecekan di lapangan. 4. Jangka Waktu Pemeriksaan Pemeriksaan dilaksanakan dari Tanggal 7 September 2005 sampai dengan 1 Oktober 2005. 5. Obyek yang diperiksa a. Pemeriksaan dilakukan atas Pendapatan Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun Anggaran 2004 dan 2005. b. Anggaran dan realisasi Tahun 2005

Audit Siklus Pendapatan

Page 24

c. Anggaran dan realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun Anggaran 2004 dan 2005 (s.d. Juli) adalah sebagai berikut:

Audit Siklus Pendapatan

Page 25

HASIL PEMERIKSAAN Berdasarkan ketentuan pasal 23E Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) telah melakukan pemeriksaan atas Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2004 dan 2005 pada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo di Sidoarjo. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan berpedoman pada Standar Audit Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan oleh BPK-RI. Pendapatan Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2004 dan 2005 terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Realisasi Pendapatan Asli Daerah pada tahun 2004 melebihi target yang ditetapkan, yaitu pada tahun 2004 dianggarkan sebesar Rp115.924.633.310,00 dan terealisasi sebesar Rp128.834.195.079,68 atau 111,14% dan tahun 2005 dianggarkan sebesar Rp125.251.789.300,00 realisasinya sampai dengan Juli 2005 sebesar Rp69.675.219.280,80 atau baru mencapai 55,63% dari anggaran. Bagian Dana Perimbangan Tahun 2004 dianggarkan sebesar Rp466.486.041.000,00 dan terealisasi sebesar Rp504.497.383.005,00 atau 108,15%. Sedangkan tahun 2005 (s.d Juli) dianggarkan sebesar Rp491.477.399.000,00 dan terealisasi sebesar Rp278.148.260.786,00 atau baru mencapai 56,59%. Lain-lain Pendapatan yang Sah Tahun 2004 dianggarkan atau sebesar Rp20.180.000.000,00 tahun 2005 terealisir dianggarkan sebesar sebesar Rp25.180.000.000,00 125%, sedangkan

Rp18.320.000.000,00 namun sampai dengan pemeriksaan berakhir belum teralisir. Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern menunjukkan bahwa sistem pengendalian intern telah dirancang dan diterapkan secara memadai. Pengendalian intern memberikan keyakinan memadai kepada manajemen bahwa penerimaan pendapatan telah dilaksanakan dengan otorisasi manajemen dan dicatat semestinya. Karena adanya keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern, kekeliruan atau ketidakberesan dapat saja terjadi dan tidak terdeteksi. Hal tersebut tercermin dalam temuan-temuan pemeriksaan. Tanpa mengurangi keberhasilan yang telah dicapai, hasil pemeriksaan menunjukkan ada kelemahan, sehingga menghasilkan temuan sebagai berikut: 1. Penerimaan daerah dari sumber daya alam berupa gas alam kurang diterima sebesar Rp23.489.026.528,00. 2. Pengelolaan Terminal Bungurasih dilaksanakan tidak sesuai perjanjian kerjasama.

Audit Siklus Pendapatan

Page 26

3. Penetapan target Retribusi Parkir di Jalan Umum tidak didasarkan potensi yang sebenarnya (riil). 4. Ketetapan Pajak Parkir tidak sesuai ketentuan sebesar Rp89.370.300,00. 5. Penerimaan Retribusi Pasar Krian tidak dapat direalisasikan sebesar Rp615.572.500,00. 6. Sebanyak 14 pasar belum ditingkatkan menjadi pasar kelas I. 7. Pemberian keringanan ketetapan pajak dan retribusi belum diatur dengan ketentuan. 8. Pendapatan Puskesmas Tarik yang berasal dari pelayanan unit kamar operasi belum diatur dengan Peraturan Daerah.

Audit Siklus Pendapatan

Page 27

REFERENSI 1. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 2. Undang-undang Republik Indonesia No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 3. Undang-undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. 5. Bastian, Indra. Audit Sektor Publik. 2007.Salemba Empat.Jakarta. 6. Mahmudi. Manajemen Keuangan Daerah. 2010.Erlangga. Jakarta. 7. Murwanto, Rahmadi; Adi Budiarso; Fajar Hasri Ramadhana. Audit Sektor Publik : Suatu Pengantar Bagi Pembangunan Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntabilitas Pemerintah.2008.Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan RI. 8. Boynton,William.C dkk.Modern Auditing2003.Erlangga.Jakarta. 9. Badan Pemeriksa Keuangan.Hasil Pemeriksaan Atas Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2004 dan 2005 Pada Kabupaten Sidoarjo di Sidoarjo.[online] (http://www.bpk.go.id/doc/hapsem/2005ii/apbd/137.pdf,diakses tanggal 25 Maret 2013)

Audit Siklus Pendapatan

Page 28

Anda mungkin juga menyukai