Anda di halaman 1dari 33

BAB I PENDAHULUAN

Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan pervaginam dengan merangsang timbulnya his. Menurut National Center for Death Statistics, dari 3,9 juta persalinan di Amerika Serikat pada tahun 1995, 34 % melibatkan induksi atau augmentasi persalinan. Indikasi umum untuk induksi antara lain adalah pecahnya selaput ketuban tanpa awitan persalinan spontan, hipertensi ibu, status janin tidak meyakinkan dan kehamilan post matur, juga ada beberapa indikasi lainnya. Selain itu harus diperhatikan juga kontraindikasi dan syarat-syarat dalam melakukan induksi persalinan, karena dapat menyebabkan bebagai komplikasi.1 Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2005).5

BAB II LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat Suku Tanggal Masuk RS : : : : : : : : : Ny. A Perempuan 31 tahun Tamat SMP Ibu Rumah Tangga Islam Dusun Langseb I, RT 02/01, Kertarahaja Sunda 27 April 2013

II. ANAMNESIS Autoanamnesis dilakukan di kamar bersalin RSUD Karawang pada tanggal 27 April 2013

A. Keluhan Utama Rujukan dari Bidan dengan keluhan keluar air-air, lendir darah sejak 3 jam SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan datang ke kamar bersalin RSUD Karawang setelah dirujuk oleh bidan. OS datang dengan keluhan keluar air-air dan juga lendir darah sejau 3 jam SMRS. OS tidak merasakan adanya mulas. Tidak ada pusing, pandangan buram, sesak.

C. Riwayat Haid HPHT Taksiran Partus Usia Kehamilan Menarche Siklus Haid Lama Haid Banyaknya Dismenore : : : : : : : : 21 Juli 2012 28 April 2013 39-40 minggu 12 tahun Teratur (antara 28-30 hari) 5-7 hari 3 pembalut per hari (-)

D. Riwayat Perkawinan Status Usia saat menikah Lama perkawinan Jumlah anak : : : : Menikah, 1x 25 tahun 5 tahun hamil ini

E. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas Yang Lalu I. Hamil ini

F. Riwayat Penyakit Dahulu Darah Tinggi (-)

Kencing Manis (-) Asma Alergi (-) (-)

Riwayat operasi (-)

G. Riwayat Keluarga Berencana -

H. Riwayat Kebiasaan Merokok (-)

Minum Alkohol (-) Jamu-jamuan (-) Menggunakan narkoba ataupun konsumsi obat-obatan (-) III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS Keadaan Umum Kesadaran Tanda vital Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan Kepala Mata Leher : : : : : : : : : : 120/80 mmHg 100 x/menit 36.6C 20 x/menit Tampak Sakit Sedang Compos Mentis

Normochepali, deformitas (-) CA -/-, SI -/Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, Tiroid tidak teraba membesar

Thoraks Cor : BJ 1,BJ 2 normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen : datar , nyeri tekan (+) di abdomen bagian bawah, defans muscular (-), BU (+) 2x/menit Ekstremitas atas Ekstremitas bawah : Akral dingin -/, edema -/-, capillary refill time < 2 detik : Akral dingin -/-, edema -/-

B. STATUS OBSTETRIK a. Leopold Leopold 1 : TFU 33 cm, teraba bagian lunak (bokong)
4

Leopold 2 : Teraba bagian besar (punggung) kanan, bagian kecil (ekstremitas) kiri

Leopold 3 : Teraba bagian bawah keras, bulat (presentasi kepala) Leopold 4 : Masuk PAP 2/5

b. DJJ 157 bpm c. Inspeksi v/u tenang, perdarahan aktif (-) d. Inspekulo : Portio licin livid, ostium terbuka tampak cairan bening keluar, fl (-), flx (-), valsava (+) e. VT portio kenyal, posterior, tebal 2cm, pembukaan 1 cm, sel ketuban (-), kepala di hodge I-2 Pelvic Score 3

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium tanggal 27/04/2013 a. Hematologi Hb Leukosit Trombosit Hematokrit Masa perdarahan : : : : : 11.4 g/dl 11.850 /mm3 184.000 /mm3 34 % 2 13 126

Masa pembekuan : GDS :

b. Serologi HBSAg Golongan Darah : : negatif O (+)

c. Tes Lakmus : Merah menjadi biru

Hasil CTG tanggal 27 April 2013

CTG reassuring : Baseline Fetal Heart Rate 130-160 bpm, variabilitas FHR antara 5-25 bpm, tidak terdapat akselerasi dan deselerasi

V.

RESUME Pasien G1P0A0 hamil 40-41 minggu datang ke kamar bersalin RSUD Karawang dengan rujukan bidan dengan keluhan keluar air-air dan lendir darah sejak 3 jam SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan obstetric didapatkan: a. Leopold i. Leopold 1 : TFU 33 cm, teraba bagian lunak (bokong)

ii. Leopold 2 : Teraba bagian besar (punggung) kanan, bagian kecil (ekstremitas) kiri iii. Leopold 3 : Teraba bagian bawah keras, bulat (presentasi kepala) iv. Leopold 4 : Masuk PAP 2/5 b. DJJ 157 bpm c. Inspeksi v/u tenang, perdarahan aktif (-) d. Inspekulo : Portio licin livid, ostium terbuka tampak cairan bening keluar, fl (-), flx (-), valsava (+) e. VT portio kenyal, posterior, tebal 2cm, pembukaan 1 cm, sel ketuban (-), kepala di hodge I-2 Pelvic Score 3

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan: Pemeriksaan laboratorium: Hb 11.4, Leukosit 11.850, Ht 34, Tes Lakmus : Merah menjadi biru

VI. DIAGNOSIS KERJA G1P0A0 hamil aterm Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup, Ketuban Pecah Dini

VII. PROGNOSIS Ad vitam : Dubia ad malam

Ad fungsionam : Dubia ad malam Ad sanationam : Dubia ad malam

VIII. PENATALAKSANAAN Observasi tanda vital, perdarahan, his, DJJ CTG reassuring + pelvic Score 3 : induksi pematangan cerviks dengan misoprostol 4x25 g/6jam Drip RL 500cc + oxytocin 5 IU 20 tetes per menit Antibiotik Ceftriaxone 1x2gr IV
7

TATALAKSANA INDUKSI PERSALINAN PADA PASIEN

02.00 - PELVIC SCORE 3 CTG Reassuring AB : Ceftriaxone 1x2gr Induksi Pematangan Serviks dengan Misoprostol 25 mcg/6jam

PELVIC SCORE 3

03.00 - Misoprostol 25 mcg/6jam ke-1

09.00 - Misoprostol 25 mcg/6jam ke-2

PELVIC SCORE 3

15.00- Augmentasi Oksitosin 5 IU dalam 500cc RL, 20tpm

23.00 - Tidak tercapai Kala II (GAGAL INDUKSI)

PELVIC SCORE 4

>8jam

- Monitor janin - Kontraksi rahim - Kemajuan persalinan

SC

Laporan operasi 27/04/203, jam 23.00 Pasien terlentang di meja operasi dalam anestesi spinal A dan antisepsis pada daerah operasi dan sekitarnya Dilakukan insisi mediana Tampak uterus gravidarum SBU disayat semilunaris, ditembus tumpul, dilebarkan tajam Dengan meluksir kepala lahir bayi laki-laki, 3310 gram, panjang 50 cm, A/S 6/8 Air ketuban habis. dengan tarikan ringan lahir spontan plasenta lengkap Terdapat robekan pada SBU bagian bawah kiri kea rah kaudal kurang lebih 4 cm, dan dilakukan repair SBU dijahit 1 lapis Pada eksplorasi, kedua tuba dalam batas normal, diyakini tidak ada perdarahan, alat dan kassa lengkap Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis Perdarahan 300cc, urine jernih 300cc Operasi selesai

Instruksi post-op
Observasi tanda vital, perdarahan, nyeri abdomen Lakukan pemeriksaan darah rutin post operasi, 1 jam pertama tiap 15 menit, 1 jam kedua tiap 30 menit. cek DPL GV hari ke 3 Folley catheter 1x24 jam Mobilisasi Diet bertahap Higienik op luka operasi Medikamentosa:

o IVFD RL + oxytocin 20 IU/ 8 jam


9

o Ketorolac amp 1x2 gram IV o Ceftriaxon 1x2 gram IV o Asam tranexamat ampul 3x1 IV

FOLLOW UP 28 April 2013 S : Nyeri pada luka operasi VAS III (+), kentut (+), BAB (-), terpasang DC, perdarahan (+), ASI -/-, BE -/O : T.110/70, N.82x.menit, S.36.1C, P.16x/menit St. Generalis: KU/Kes: Tampak sakit sedang/ CM Mata : CA -/-, SI-/-

Thoraks : Cor dan pulmo dbn Abdomen: Luka operasi tertutup verba9n, rembesan (-), pus (-) Extremitas: Akral hangat+/+, oedem -/-

St. Obstetri: TFU sulit dinilai OS nyeri Abd: Luka operasi tertutup verban, rembesan (-) V/U: Tenang, perdarahan aktif (-), lochia +

Lab post-op: Hb 10.1, Leukosit 21.060 A P : Post SCTPP P1A0 partus aterm, Ketuban Pecah Dini, Gagal Induksi : IVFD RL 20 tts/mnt + oksitosin Ceftriaxone inj 1 x 2 gr (iv) Ketorolac 3 x 1 amp (iv) Asam tranexamat 3x1 iv

10

1 Mei 2013 S : Nyeri pada luka operasi VAS II, flatus (+), BAB (+), perdarahan (+), ASI +/+, BE -/-, BAk lancar, mobilisasi aktif (+) O : T.110/70, N.84x.menit, S.36.2C, P.18x/menit St. Generalis: KU/Kes: Tampak sakit sedang/ CM Mata : CA -/-, SI-/-

Thoraks : Cor dan pulmo dbn Abdomen: Luka operasi tertutup verban, rembesan (-), pus (-) Extremitas: Akral hangat+/+, oedem -/-

St. Obstetri: A TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik Luka operasi kering, pus (-), darah (-) V/U: Tenang, perdarahan aktif (-), lochia +

: Post SCTPP P1A0 partus aterm, Ketuban Pecah Dini, Gagal Induksi NH III

: Asam Mefenamat 3x500 mg Cefadroxil 3x500 mg SF 2x1 Ganti perban Pasien dinyatakan boleh pulang

11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


KETUBAN PECAH DINI

Pendahuluan

Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung amnion. Cairan ketuban ini terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam anorganik serta bahan organik. Cairan ini dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh sel-sel amnion, ditambah air kencing janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu hamil, jumlah cairan ketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter. Namun bisa juga kurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5 liter. Diperkirakan janin menelan lebih kurang 810 cc air ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam. Normalnya selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi).1,2

Definisi Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan dimulai ( William, 2001) Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung, ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua factor tersebut, berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks (Sarwono Prawiroharjo, 2002) Etiologi

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
12

kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :2,4 1. Serviks inkompeten (leher rahim yang lemah), kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage). 2. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. 3. Kelainan letak, misalnya letak lintang, sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. 4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi). 5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis). 6. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik). 7. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin.

Diagnosa

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan

13

mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :4 1. Anamnesa Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah. 2. Inspeksi Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas. 3. Pemeriksaan dengan spekulum. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior. 4. Pemeriksaan dalam Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dillakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin. 5. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah, yakni leukosit untuk mendeteksi adanya tanda infeksi, leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3). Cairan yang keluar dari
14

vagina juga perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. b. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu. c. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis. d. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.

Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.4 Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.2,4 Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.4
15

Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.4 Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 25g- 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali, bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Induksi dilakukan dengan mempehatikan Bishop Score Jika > 5 induksi dapat dilakukan, Sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.1,2

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada KPD : 1. komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia), sepsis cepat (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu. 2. komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.3

16

INDUKSI PERSALINAN

Definisi Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his atau suatu tindakan untuk memulai persalinan, baik secara mekanik ataupun secara kimiawi (farmakologik).6 Tujuan Induksi Tujuan melakukan induksi antara lain: Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan penurunan janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan memaksimalkan kepuasan ibu.1

Indikasi Induksi diindikasikan apabila manfaat bagi ibu atau janin melebihi manfaat apabila persalinan dibiarkan berlanjut. Spektrum indikasi mutlak untuk induksi antara lain keadaan-keadaan darurat, misalnya pecah ketuban disertai korioamnionitis atau preeklamsia berat. Juga terdapat beberapa indikasi relative yang mungkin mirip induksi elektif.3

Keadaan-keadaan yang di indikasikan untuk induksi persalinan antara lain: 1. Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat). 2. Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya ibu menderita tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes. 3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko atau membahayakan hidup janin.
17

4. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan. 5. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.

Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi dibawah ini, yaitu: 1. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan menipis dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviks mengarah ke depan. 2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD). 3. Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan. 4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.

Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Bila nilai lebih dari 9 induksi persalinan kemungkinan akan berhasil.1

Kontra Indikasi Sejumlah kondisi di uerus, janin, atau ibu merupakan kontraindikasi induksi persalinan. Sebagian besar kondisi ini serupa dengan meniadakan kemungkinan persalinan spontan. Kontraindikasi pada uterus terutama berkaitan dengan riwayat cedera uterus misalnya insisi seksio sesarea klasik atau bedah uterus. Plasenta previa juga tidak memungkinkan terjadinya persalinan. Kontraindikasi pada janin antara lain makrosemia yang cukup besar, beberapa anomali janin misalnya hidrosefalus, malpresentasi, atau status janin yang kurang meyakinkan. Kontraindikasi pada ibu berkaitan dengan ukuran ibu, anatomi panggul, dan beberapa penyakit medis misalnya herpes genitalis aktif.3

Pematangan Serviks Prainduksi Kondisi atau kelayakan (favorability) serviks sangat penting bagi induksi persalinan. Pada banyak kasus, teknik induksi yang dipilih bergantung pada perkiraan kemungkinan persalinan. Karakteristik serviks dan segmen bawah uterus merupakan factor yang sangat penting. Ketinggian bagian terbawah janin, atau station, juga penting.
18

Salah satu metode yang yang dapat dikuantifikasi dan bersifat prediktif terhadap keberhasilan induksi persalinan adalah metode yang dijelaskan oleh Bishop. Parameter Skor Bishop adalah pembukaan, pendataran, Penurunan kepala (station), konsistensi, dan posisi serviks. Induksi ke persalinan aktif biasanya berhasil pada skor 9 atau lebih dan kurang berhasil pada skor di bawahnya.3

Faktor Pembukaan serviks (cm) Pendataran serviks (%) Penurunan Kepala Konsistensi serviks Posisi/arah serviks

Skor 0 0 1 1-2 2 3-4 3 5 80 +1 atau +2 -

0-30 -3 Keras

40-50 -2 Medium

60-70 -1 atau 0 Lunak

Posterior

Medial

Anterior

1. Tehnik Farmakologis 1.1. Prostaglandin E2 Aplikasi local gel prostaglandin E2 (dinoproston) banyak digunakan untuk mematangkan serviks. Perubahan histologis yang terjadi mencakup pelarutan serabut kolagen dan peningkatan kandungan air submukosa. Perubahan-perubahan pada jaringan ikat serviks aterm ini serupa dengan yang ditemukan pada awal persalinan. Prostaglandin adalah senyawa yang mengandung 20 atom karbon yang dibentuk oleh kerja enzim sintase prostaglandin yang yang terdapat pada kebanyakan sel. Prostaglandin E1, E2, dan F2a dikeluarkan dari sel-sel desidua dan miometrium. Prostaglandin bekerja pada reseptor khusus untuk mengganggu atau menghambat pekerjaan adenil siklase selanjutnya menghambat pembentukan cAMP (adenosine 35
19

siklik monofosfat) sampai menimbulkan perubahan pada tonus otot polos dan pengaturan kerja hormon Proses pematangan serviks yang dipicu oleh prostaglandin sering mencakup inisiasi persalinan. Pemakaian prostaglandin E2 dosis rendah meningkatkan kemungkinan keberhasilan induksi, mengurangi insidensi persalinan yang berkepanjangan, dan mengurangi dosis oksitosin maksimal dan total. Prostaglandin E2 tersedia dalam bentuk intraservikal dengan dosis 0,3-0,5 mg dan intravaginal 3-5 mg. Rute intraservikal memiliki keunggulan berupa tidak banyak meningkatkan aktivitas uterus dan efektivitasnya lebih besar pada wanita yang serviksnya sangat tidak matang. Sedangkan keunggulan preparat sisip vagina yaitu obat sisipan ini dapat dikeluarkan apabila terjadi hiperstimulasi. Skor bishop 4 atau kurang dianggap menunjukkan serviks yang tidak layak sehingga merupakan indikasi pemberian prostaglandin E2 untuk pematangan serviks. Persyaratan lain untuk pasien yang akan menggunakan prostaglandin E2 antara lain pasien tidak boleh dalam keadaan demam atau mengalami perdarahan pervaginam, denyut jantung janin yang baik, belum ada his yang regular (tiap 5 menit atau kurang). Pemberian dianjurkan dekat atau di kamar bersalin, tempat dimana dapat dilakukan pemantauan kontinu atas aktifitas uterus dan frekuensi denyut jantung janin. Pasien diharapkan tetap dalam posisi terlentang sekurang-kurangnya selama 30 menit dan kemudian boleh dipindahkan bila tidak ada his. Permulaan timbulnya his biasanya tidak teratur dan jarang, serupa dengan persalinan spontan. Variasi yang berbeda dari his dapat diterangkan atas dasar perbedaan respon individual, paritas, dosis, absorbsi, ukuran serviks semula dan keadaan selaput ketuban. His biasanya jelas dalam 1 jam pertama, mencapai aktivitas puncak dalam 4 jam pertama, dan memulai partus pada lebih kurang separuh jumlah kasus (berkisar 25-76 %). Bilamana ada his yang teratur, monitoring elektronik diteruskan dan tanda-tanda vital ibu harus direkam sekurangnya setiap jam selama 4 jam pertama. Interval waktu antara pemberian jeli prostaglandin dengan memulai oksitosin velum dapat ditentukan. Pengaruh prostaglandin E2 bisa berlebihan dengan oksitosin, jadi harus ada waktu observasi sekurangnya 4-6 jam setelah pemberian jeli prostaglandin. Bila
20

terjadi perubahan serviks atau his yang tidak memadai, pilihan lain bisa diberikan prostaglandin E2 dosis kedua. Bila setelah seri kedua tidak terjadi kontraksi yang tidak memadai untuk persalinan, atau tidak tercapai skor Bishop >5 maka induksi dianggap gagal. Langkah yang dilakukan adalah sesar berencana/ elektif (bila tidak ada kegawatan ibu atau janin) atau sesar segera (bila ada kegawatan). Efek samping dari pemberian prostaglandin E2 adalah hiperstimulasi (6 atau lebih kontraksi dalam 10 menit untuk total 20 menit) pada 1 % untuk gel intraservikal dan 5 % untuk gel intravaginal.3 1.2. Prostaglandin E1 Misoprostol (cytotec) adalah prostaglandin E1 sintetik dan saat ini tersedia dalam sediaan tablet 100 g untuk mencegah ulkus peptikum. Obat ini digunakan off label (tidak diindikasikan secara resmi) sebagai pematangan serviks prainduksi dan induksi persalinan. Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan serviks atau induksi persalinan pada wanita yang pernah mengalami persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan harus dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di rumah sakit sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan terapi pada pasien. Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis 25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih tinggi atau interval dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90 detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10 menit berurutan, dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.3 2. Tehnik Mekanis 2.1. Dilator Serviks Higroskopis Inisiasi pembukaan serviks dengan dilator serviks osmotic higroskopik telah lama diterima sebagai metode yang efektif sebelum dilakukan terminasi kehamilan. Pada
21

induksi persalinan dengan janin hidup, masih sedikit informasi yang ada mengenai dilator higroskopik untuk memperbaiki serviks yang belum matang. Dilator higroskopik secara cepat memperbaiki status serviks. Namun, yang penting adalah tidak ada efek menguntungkan terhadap angka seksio sesarea atau interval pemberian sampai pelahiran.3

Gambar 1. Dilator Serviks Higroskopis

2.2. Pelucutan Selaput Ketuban (Stripping of the membranes) Induksi persalinan dengan melucuti atau menyisir selaput ketuban merupakan praktik relative yang sering dilakukan. Pelucutan dilakukan dengan memasukkan telunjuk sejauh mungkin melalui os internal dan membuat putaran dua kali sebesar 360 derajat untuk memisahkan selaput ketuban dari segmen bawah uterus. Stripping of the membranes dapat meningkatkan aktivitas fosfolipase A2 dan prostaglandin F2 (PGF2 ) dan menyebabkan dilatasi serviks secara mekanis yang melepaskan prostaglandin. Stripping pada selaput ketuban dilakukan dengan

memasukkan jari melalui ostium uteri internum dan menggerakkannya pada arah sirkuler untuk melepaskan kutub inferior selaput ketuban dari segmen bawah rahim. Risiko dari teknik ini meliputi infeksi, perdarahan, dan pecah ketuban spontan serta ketidaknyamanan pasien. Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa stripping of the membrane saja tidak menghasilkan manfaat klinis yang penting, tapi apabila digunakan sebagai pelengkap, tampaknya berhubungan dengan kebutuhan dosis oksitosin rata-rata yang lebih rendah dan peningkatan rasio persalinan normal pervaginam.3
22

Gambar 2. Stripping of the membranes

2.3. Insersi Kateter Foley Insersi Foley Chateter intrauterine, yakni dengan memasukan Foley catheter no 24 atau no 26 ke dalam kavum uteri (sebelah bawah) kemudian balon diisi sebanyak 40-50cc lalu dibiarkan selama 12-24 jam. Setelah itu jika skor Bishop > 5 dapat dilanjutkan dengan drip Oksitosin. Teknik ini banyak digunakan untuk mengakhiri kehamilan yang mengalami komplikasi seperti preeklamsia berat atau eklamsi.3

Gambar 3. Insersi Kateter Foley

23

Amniotomi Amniotomi adalah pemecahan selaput ketuban secara artificial. Amniotomi sering digunakan untuk induksi atau augmentasi persalinan, indikasi lainnya adalah untuk pemantauan internal frekuensi denyut jantung janin secara elektronik apabila persalinan kurang memuaskan. Amniotomi elektif untuk mempercepat persalinan spontan atau mendeteksi mekonium juga dapat diterima dan sering dipraktekkan. Kerugian utama amniotomi apabila digunakan secara tunggal untuk induksi persalinan adalah interval yang tidak dapat diperkirakan dan kadang berkepanjangan sampai timbulnya kontraksi. Amniotomi dini menyebabkan durasi persalinan yang secara bermakna lebih singkat , tetapi terjadi insidensi korioamnionitis dan pola pemantauan penekanan tali pusat.3

Gambar 4. Amniotomi

Induksi Persalinan dengan Oksitosin Oksitosin adalah sebuah oktipeptida dengan waktu paruh 3-4 menit dan durasi kerja kurang lebih 20 menit. Mekanisme kerja bahan ini dalam memudahkan kontraksi otot polos tidak sepenuhnya diketahui, tetapi diperkirakan obat ini mengikat reseptorreseptor pada selaput sel-sel miometrium tempat cAMP akhirnya terbentuk untuk kenaikan yang bergantung kepada dosis dalam amplitude dan frekuensi kontraksi rahim. Target pencepatan atau induksi partus adalah terjadinya kontraksi rahim setiap 2-3 menit yang berlangsung kurang lebih selama 45-60 detik. Oksitosin diberikan secara titrasi larutan 5 IU dalam larutan kristaloid intravena, dengan kecepatan tetesan dimulai 8

24

tetes/menit dan ditingkatkan setiap 15 menit dengan 4 tetes/menit, sampai maksimal 40 tetes/menit. Selama proses pemacuan maupun induksi ini, semua proses pemantauan dilakukan dengan baik. Bila his sudah memadai untuk tahap persalinan tertentu, maka tetesan dipertahankan dan tidak perlu ditingkatkan lagi. Bila tidak terjadi kontraksi yang berarti setelah pemberian 2 botol larutan oksitosin maka induksi dianggap gagal dan pasien disiapkan untuk sesar. Demikian juga jika 2 jam his baik,tetapi tidak ada kemajuan persalinan, dilakukan tindakan sesar. Penilaian kemajuan persalinan didasarkan pada 3 kriteria (namun cukup 1 unsur saja yang perlu untuk menilai kemajuan persalinan), yakni :
-

Pembukaan serviks Penurunan kepala janin Perputaran kepala janin.6

25

Skema Dasar Tatalaksana Induksi Persalinan.6

26

SEKSIO SESAREA
A. Pengertian Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2005).5 Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).4 Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding depan perut atau vagina, atau suatu histerotomy untuk melahirkan janin dari dalam rahim (mochtar,1998). Dikatakan juga seksio sesarea adalah memindahkan fetus dari uterus melalui insisi yang dibuat dalam dinding abdomen dan uterus (Long,1996). Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer dkk, 2000). Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991). B. Klasifikasi seksio sesarea Ada beberapa jenis seksio sesarea yaitu a) Seksio Sesarea Klasik atau Corporal Yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman, bayi besar dengan kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah pecah (Manuaba, 1999). b) Seksio Sesarea Ismika atau Profundal (low servical)

27

Dengan insisi pada segmen bawah rahim) merupakan suatu pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus (Prawiroharjo, 2008). Hampir 99 % dari seluruh kasus seksio sesarea memilih teknik ini karena memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan lebih baik dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. c) Seksio Sesarea yang Disertai Histerektomi Yaitu pengangkatan uterus setelah seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada miomatousus yang besar dan atau banyak atau pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan (Manuaba, 1999). d) Seksio Sesarea Vaginal Yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam rongga uterus (Manuaba, 1999). e) Seksio Sesarea Ekstraperitoneal Yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah (Manuaba, 1999)

C.. Indikasi Seksio Sesarea Menurut Kasdu (2003) indikasi seksio sesarea di bagi menjadi dua factor : a. Faktor Janin 1) Bayi terlalu besar Berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir 2) Kelainan letak bayi Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sungsang dan lintang
28

3) Ancaman gawat janin (Fetal Distres) Gangguan pada janin melalui tali pusat akibat ibu menderita hipertensi atau kejang rahim. Gangguan pada bayi juga diketahui adanya mekonium dalam air ketuban. Apabila proses persalinan sulit melalui vagina maka dilakukan operasi seksio sesarea. 4) Janin abnormal Janin abnormal misalnya kerusakan genetic dan hidrosephalus 5) Faktor plasenta Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu dan janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi bila itu plasenta previa dan solutio plasenta 6) Kelainan tali pusat Ada dua kelainan tali pusat yang bias terjadi yaitu prolaps tali pusat dan terlilit tali pusat 7) Multiple pregnancy Tidak selamanya bayi kembar dilaksanakan secara operasi. Persalinan kembar memiliki resiko terjadinya komplikasi misalnya lahir premature sering terjadi preeklamsi pada ibu. Bayi kembar dapat juga terjadi sungsang atau letak lintang. Oleh karena itu pada persalinan kembar dianjurkan dirumah sakit, kemungkinan dilakukan tindakan operasi. b. Faktor Ibu 1) Usia Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang beresiko misalnya hipertensi jantung, kencing manis dan eklamsia. 2) Tulang Panggul
29

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin. 3) Persalinan sebelumnya dengan operasi 4) Faktor hambatan jalan lahir Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma. Keadaan ini menyebabkan persalinan terhambat atau tidak maju adalah distosia 5) Ketuban pecah dini Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar 60-70% bayi yang mengalami ketuban pecah dini akan lahir sendiri 224 jam. Apabila bayi tidak lahir lewat waktu, barulah dokter akan melakukan tindakan operasi seksio sesarea. Alasan-alasan kelahiran cesarea dalam 5 kategori: 1. Distosia (33,4%) 2. Bekas section-cesarea (23,1%) 3. Letak sungsang (18,8%) 4. Gawat janin (13,2%) 5. Indikasi lain (11,2%) Apapun indikasinya, peningkatan frekuensi sectio-cesarea diikuti dengan penurunan absolute pada kematian perinatal. Walaupun memang peningkatan frekuensi section-cesarea berperan dalam menurunkan kematian perinatal, namun banyak factor lain yang berperan misalnya, membaiknya perawatan antenatal, pemantauan denyut jantung secara elektronis dan kemajuan-kemajuan perawat neonatal seecara ringkas. ODriscoll dkk menyebutkan keberhasilan mereka untuk lebih agresif menangani distosia dengan tetesan infus oksitosin pada nullipara dimana uterusnya mereka annggap kebal terhadap rupture kecuali akibat manipulasi. Memberi kesempatan trial of labor pada
30

penderita bekas section-cesarea transversa profunda dimana terbukti 60% berhasil dan trial of labor pada letak langsung. D. Kontra Indikasi Seksio Sesarea Pada umumnya Seksio sesarea tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemia berat sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (Wiknjosastro, 2005).4 E. Prognosis Operasi Sectio Caesarea 1. Pada Ibu Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. 2. Pada anak Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria. Menurut statistik di negara negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 hingga 7 %. (Sarwono, 1999).1 F. Komplikasi Seksio Sesarea Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janinnya. Dapat terjadi aspirasi, emboli pulmoner, infeksi luka, tromboflebitis, perdarahan, infeksi saluran kemih, cedera pada kandung kemih atau usus. Resiko janin lahir prematur jika usia gestasi tidak dikaji dengan akurat dan resiko cidera janin dapat terjadi selama pembedahan. Menurut Mochtar (1998), komplikasi seksio sesarea sebagai berikut :
31

1. Infeksi peurperal (nifas) Kenaikan suhu beberapa hari merupakan infeksi ringan, kenaikan suhu yang disertai dehidrasi serta perut kembung termasuk infeksi sedang. Sedangkan peritonitis, sepsis serta ileus paralitik merupakan infeksi berat 2. Perdarahan dapat disebabkan karena pembuluh darah banyak yang terputus atau dapat juga karena atonia uteri 3. Luka kandung kemih, emboli paru dan terluka kandung kemih bila repertonial terlalu tinggi 4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.4

32

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka sarwono Prawiroharjo. 2008 2. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. Ilmu Kebidanan, edisi 4, Cetakan Kedua, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009 3. Cunningham FG, Gant F.G, et all, William Manual of Obstetrics, 21st Edition Boston, McGraw Hill, 2003. 4. Mochtar, Rustam, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, Jakarta, EGC, 2004. 5. Smith Joseph.F., Premature Rupture of Membranes, di unduh dari : http://www.chclibrary.org/micromed/00061770. Di akses pada tanggal 1 Mei 2013 6. Achadiat, Crisdiono. Prosedur Tetap Osbtetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC. 2003. Carpenito L. J, 2001,

33

Anda mungkin juga menyukai