Anda di halaman 1dari 12

Kardiomiopati peripartum (PPCM) adalah bentuk kegagalan jantung yang terjadi pada wanita hamil terutama dalam beberapa

bulan terakhir kehamilan atau puerperium dini. Demakis dkk pada tahun 1971, pertama kali mendefinisikan PPCM dengan tiga kriteria diagnostik yaitu : Perkembangan gagal jantung terjadi dalam waktu satu bulan terakhir kehamilan atau enam bulan pascapersalinan. Penyebab gagal jantung tidak dapat diidentifikasi. Tidak ditemukan penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan.
(1-7)

INSIDENS Insiden PPCM bervariasi di seluruh dunia. Laporan pertama penyakit gagal jantung dalam kehamilan dibuat pada tahun 1849 oleh Ritchie, dan sering digambarkan sebagai kardiomiopati pada tahun 1930. Insidens lebih tinggi yang dilaporkan terjadi di Afrika Selatan (1: 1.000 kelahiran hidup). (1-6) Insidens yang lebih tinggi di negara berkembang mungkin disebabkan oleh variasi budaya lokal, faktor ekologi, pengaruh lingkungan, kriteria diagnostik dan pola pelaporan yang digunakan. Diagnosa hanya didasarkan pada gambaran klinis juga telah

Batas waktu yang ketat digunakan dalam kriteria diagnostik dimaksudkan untuk menyingkirkan penyebab bawaan dan didapat dari kegagalan jantung yang biasanya muncul pada trimester ke dua. Komite lokakarya tentang PPCM merekomendasikan

menyebabkan tingginya angka insidens. Secara keseluruhan, laporan terbaru dari berbagai bagian Dunia menunjukkan kejadian dari 1 di 1.485 sampai 4.000 kelahiran hidup dan cenderung untuk meningkat.(1-3)

dimasukkannya gambaran echocardiographic disfungsi ventrikel kiri untuk lebih menegaskan PPCM. Tambahan kriteria diagnostik Echocardiographic yang menunjukkan disfungsi ventrikel kiriteria tersebut yatiu: Fraksi ejeksi <45% Left ventricular fractional memendek <30% Left ventricular end-diastolic dimension > 2,7 cm/m2 luas permukaan tubuh
(1,3,4)

FAKTOR RESIKO Faktor risiko penyebab PPCM yang umum dilaporkan adalah usia tua, multiparitas, kehamilan mutipel, ras kulit hitam, obesitas, malnutrisi hipertensi dalam kehamilan, preeklamsia, pemeriksaan antenatal yang kurang, penyalahgunaan alkohol, kokain dan tembakau, dan kondisi sosial ekonomi yang rendah. PPCM telah dilaporkan sebagian besar pada wanita lebih dari 30 tahun, tetapi dapat terjadi pada berbagai kelompok umur. Meskipun PPCM telah dilaporkan pada primigravida, ditemukan terjadi lebih sering dengan

multiparitas. Di Amerika Serikat sebagian besar penderita adalah dari golongan Afrika Amerika, meskipun, golongan Asia (Korea, Jepang, Cina dan India), dan hispanik juga pernah dilaporkan. Kehamilan kembar tampaknya mempunyai risiko lebih tinggi terkena PPCM. (1,4-6) Preeklamsia dan hipertensi telah dikaitkan dengan sejumlah besar kasus PPCM. Banyak penulis bahkan melaporkan sebagai bentuk gagal jantung hipertensi. Namun, preeklamsia sendiri jarang menyebabkan gagal jantung pada wanita sehat. Tidak adanya perubahan vaskular dan hilangnya hipertensi dan preeklamsia sebelum timbulnya gagal jantung menunjukkan hanya hipertensi yang mungkin terkait dan memperburuk PPCM, dan bukan merupakan penyebab.(1,3,4,6) Malnutrisi, status sosial ekonomi rendah, dan pemeriksaan antenatal yang kurang juga disebutkan sebagai faktor risiko dalam laporan sebelumnya, tetapi korelasi faktor-faktor ini belum ditemukan dalam studi lebih lanjut. Ada juga laporan tentang faktor resiko yang langka seperti penyalahgunaan kokain, alkohol dan tembakau.
(1,5-7)

fisiologis pada kehamilan, penggunaan tokolitik berkepanjangan dan defisiensi selenium. a. Miokarditis Miokarditis didefinisikan sebagai infiltrasi inflamasi perivaskular limfosit dan makrofag yang menyebabkan nekrosis miosit dengan atau tanpa fibrosis. EMB dipandu Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada daerah kontras yang lebih tinggi dapat meningkatkan bukti terjadinya miokarditis akut pada tahap awal penyakit. Eosinofil dikenal memiliki sifat kollagenolitik dan kardiotoksik ditemukan dalam jumlah yang signifikan pada penderita PPCM. Hal tersebut menyiratkan peran eosinofil dalam perkembangan miokarditis di PPCM.(1-5,7) b. Sitokin inflamasi Silwa dkk, dalam sebuah studi yang besar, menemukan konsentrasi tinggi sitokin inflamasi seperti faktor nekrosis tumor (TNF ), protein C-reaktif (CRP), Interleukin-6 (IL-6) dan Fas/Apo-1 (sebuah penanda apoptosis) pada pasien PPCM. Kadar CRP berkorelasi terbalik dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) dalam studi mereka. Konsentrasi TNF yang tinggi dapat menyebabkan remodeling ventrikel lebih lanjut melalui reseptor jantung spesifik,

ETIOLOGI Penyebab pasti PPCM tidak diketahui. Beberapa hipotesis penyebab PPCM seperti miokarditis, virus, faktor autoimun, sitokin inflamasi, respon hemodinamik abnormal terhadap perubahan

yang menyebabkan disfungsi ventrikel. Ditemukan kadar sinyal transduser dan aktivator transkripsi-3 yang lebih tinggi terhadap miokardium pada tikus hamil mati yang menunjukkan terjadinya gagal jantung dan apoptosis. Temuan dari studi lain menunjukkan

bahwa apoptosis miokard mungkin merupakan penyebab terjadinya PPCM. Penelitian yang lebih besar menargetkan sitokin ini perlu dikembangkan untuk mengetahui peran mereka terhadap terjadinya PPCM.(1-3,7) c. Infeksi Virus Infeksi virus juga terlibat sebagai penyebab miokarditis. Penurunan kekebalan selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi virus. Bultmann dkk, menemukan materi genomik virus dalam spesimen biopsi pasien PPCM. Polymerase chain reaction (PCR) dan ekstraksi bahan genom dari EMB dipandu kontras MRI sangat membantu dalam mendeteksi genom virus. Pada saat yang sama, ada beberapa laporan tidak menunjukkan adanya prevalensi infeksi virus pada pasien PPCM, dan berpendapat bahwa kardiomiopati virus tidak perlu dimasukkan dalam kriteria penyebab PPCM. Pentingnya dilakukan penelitian lanjut yang lebih spesifik untuk membangun hubungan miokarditis virus dan PPCM.(1,2,4,5,7) d. Faktor autoimun Telah dihipotesiskan bahwa sel-sel janin dari haplotype ayah masuk ke dalam sirkulasi ibu berkaitan dengan penurunan kekebalan akibat kehamilan, dan mungkin tetap beredar untuk waktu yang lama tanpa penolakan. Sel-sel tersebut dianggap sebagai antigen asing setelah normalisasi kekebalan ibu pasca persalinan dan dapat memicu respon imun. Autoantibodi dapat dibentuk terhadap plasenta, rahim atau g. f. e.

janin pada ibu hamil. Autoantibodi ini mungkin silang bereaksi dengan miokardium dan dapat menyebabkan kardiomiopati. (1-5) Respon hemodinamik abnormal terhadap perubahan fisiologis pada kehamilan Volume darah dan cardiac output (CO) meningkat, sedangkan resistensi pembuluh darah sistemik (SVR) menurun selama kehamilan. Dilatasi ventrikel kiri dapat terjadi sebagai respons terhadap peningkatan beban. Pengurangan fungsi ventrikel kiri pada kehamilan lanjut dan awal masa nifas secara khas terlihat. Di duga bahwa PPCM mungkin merupakan eksaserbasi fenomena yang normal tersebut.(1-5)

Defisiensi Selenium Cenac dkk, menemukan konsentrasi selenium yang rendah pada pasien PPCM, yang mungkin hanya suatu kebetulan daripada menjadi penyebab. Levander menyatakan bahwa defisiensi selenium menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus, yang pada gilirannya menyebabkan kardiomiopati.(1,2) Faktor lain Beberapa faktor yang kurang penting yang dapat berkontribusi bagi pengembangan PPCM adalah : Terapi tokolitik berkepanjangan

Namun, pengobatan ini mungkin memperberat penyakit jantung yang sudah ada daripada memainkan peran etiologi. Hormon Relaksin, hormon utama ovarium, dapat menyebabkan dilatasi jantung yang berlebihan menyebabkan kardiomiopati. Meskipun sebelumnya terlibat, namun pada laporan berikutnya estrogen, progesteron atau prolaktin tidak mendukung peran apapun dalam etiologi PPCM.(1,2)
(1-5)

Tanda Tekanan darah mungkin normal, tinggi atau rendah. Takikardia, irama Gallop, vena leher membesar dan edema pedis biasanya ditemukan. Secara klinis, jantung bisa normal atau mungkin ada regurgitasi mitral dan atau trikuspid dengan krepitasi paru dan hepatomegali. Pasien bahkan mungkin datang dengan kejang yang berhubungan dengan edema serebri dan herniasi serebelum.(1,2)

PEMERIKSAAN GAMBARAN KLINIS Gejala Dispnea saat aktivitas, ortopnea, batuk, dan dispnea paroksismal nokturnal biasanya terlihat pada pasien dengan PPCM dan sering mirip dengan gejala kegagalan ventrikel kiri (LVF). Terjadi pembentukan trombus jantung dan mungkin muncul gejala emboli seperti nyeri dada, hemoptisis dan hemiplegia. Meskipun sangat jarang, emboli koroner tunggal atau multiple (dan infark miokard) sering terjadi pada pasien dengan PPCM. Gejala nonspesifik seperti palpitasi, kelelahan, malaise, dan nyeri abdomen ditemukan pada 50% kasus.(1-3,5-7) Kebanyakan pasien PPCM berada pada kelas NYHA III atau IV, tetapi penggunaan klasifikasi NYHA mungkin tidak secara akurat mencerminkan beratnya penyakit karena gambaran normal ditemukan pada kehamilan lanjut.(1,2) 2. 1. Setiap pasien harus memiliki elektrokardiogram (EKG), foto thorax (CXR), dan Doppler echocardiografi untuk diagnosis.(1-5) EKG EKG biasanya menunjukkan takikardia sinus, meskipun mungkin ada fitur flutter / fibrilasi atrium, hipertrofi atrium dan ventrikel kiri (LVH), deviasi aksis kiri, kelainan ST-T non-spesifik, low voltage complex, aritmia, gelombang Q pada lead anteroseptal dan abnormalitas konduksi sepert perpanjangan interval PR, QRS dan bundle branch blocks. Dilaporkan juga terjadinya supraventricular / ventrikel takikardia, denyut prematur dan gambaran infark miokard. Dalam banyak kasus, EKG bahkan mungkin normal. Foto thoraks Mungkin ada bukti kardiomegali, LVH, edema paru, kongesti vena paru dan efusi pleura bilateral pada foto thoraks, atau mungkin normal.

3.

Ekokardiografi Doppler Ekokardiografi Doppler adalah alat diagnostik yang paling penting untuk menilai keparahan dan prognosis pasien PPCM. Gambaran umum ekokardiografi meliputi peningkatan left ventricular end diastolic diameter (LVEDD), penurunan left ventricular fractional (LVFS) dan LVEF. Dilatasi dari semua ruang jantung, regurgitasi mitral, trikuspid, paru dan aorta, pergerakan abnormal difus dinding dan efusi perikardium ringan juga dilaporkan. Murmur regurgitasi mungkin merupakan konsekuensi dari dilatasi jantung. Pasien dengan miokarditis memiliki disfungsi sistolik yang lebih berat dari mereka yang tidak miokarditis. Peningkatan tekanan arteri paru (PAP) dan hipertensi arteri paru (PAH) juga terlihat di sebagian besar kasus. Kadang-kadang, disfungsi ventrikel kanan dan pembesaran atrium kiri mungkin juga ditemukan. MRI adalah alat yang lebih sensitif dari ekokardiografi untuk mendiagnosa trombus. Pemeriksaan ekokardiografi telah digunakan untuk menentukan prognosis PPCM, tapi dobutamin stress echocardiography, memiliki kemampuan untuk menunjukkan cadangan kontraktil, mungkin alat yang lebih baik. 6. 5.

dilakukan pada awal dari proses penyakit memberikan hasil positif yang lebih baik. EMB dipandu kontras MRI dapat memberikan hasil yang lebih positif. EMB mempunyai beberapa risiko prosedural, dan oleh karena itu hanya dipertimbangkan jika pasien tidak membaik setelah dua minggu manajemen konvensional atau ada kecurigaan klinis kuat adanya miokarditis. Kateterisasi jantung Kateterisasi jantung digunakan untuk evaluasi fungsi ventrikel kiri, melakukan EMB dan angiografi koroner. Kateterisai akan

menunjukkan peningkatan tekanan pengisian jantung dan penurunan CO dan PAH, tetapi indikasinya terbatas pada gagal jantung berat, perburukan gejala penyakit jantung dan penyakit jantung iskemik (IHD). Angiografi koroner harus selalu dipertimbangkan pada pasien dengan gambaran klinis dan EKG dari IHD, sindrom koroner akut, hiperlipidemia, riwayat merokok dan diabetes mellitus. Investigasi lain yang lebih sering digunakan Polymerase chain reaction (PCR) Digunakan untuk deteksi patologi virus pada pasien PPCM yang tidak membaik dengan pengobatan konvensional. Compliment fixation tests Untuk mendeteksi infeksi oleh mikroorganisme. Kultur darah untuk menyingkirkan penyebab infeksi. Radionuklida ventrikulografi

4.

Biopsi Endomiokardial (EMB) Peran EMB pada pasien PPCM masih kontroversial. Sensitivitas diagnostik EMB dilaporkan sekitar 50%, sedangkan spesifisitas sangat tinggi (99%). EMB memiliki hasil negatif palsu yang tinggi dan dapat bervariasi dengan waktu dilakukan biopsi. EMB yang

Metode ini telah digunakan untuk menilai fungsi jantung, namun memiliki kelemahan karena paparan radiasi dan digantikan dengan ekokardiografi. Radionuklida ventrikulografi mungkin lebih unggul dalam mendeteksi kelainan gerakan dinding regional pada pasien IHD. Immunofluoresensi dan pewarnaan imunohistokimia Pewarnaan spesimen EMB digunakan untuk mendeteksi autoantibodi terhadap miokardium. Estimasi enzim jantung Enzim jantung dan angiografi koroner ditemukan dalam batas normal pada PPCM. Hematologi rutin , biokimia dan tes serologi Untuk menyingkirkan penyakit jantung umum lainnya. Peningkatan CRP dan sitokin menunjukkan kardiomiopati inflamasi. Namun, efektivitas tes tersebut harus dinilai kasus per kasus. 2. DIAGNOSIS Diagnosis PPCM didasarkan pada pengecualian penyebab umum kegagalan jantung seperti infeksi, toksin dan metabolik, 1.

postpartum

ketika

sebagian

dari

gejala

ini

menghilang.

Ekokardiografi dan evaluasi laboratorium lain akan memperkuat diagnosis klinis. Diagnosis diferensial PPCM termasuk accelerated hypentension, preeklamsia, IDCM, emboli paru, anemia dan tirotoksikosis.(1-7) KOMPLIKASI (1,5) Tromboemboli Thrombus sering kali terbentuk pada pasien dengan LVEF <35% dan telah dilaporkan tingkat kematian akibat tromboemboli 30 - 50%. Emboli sistemik yang mengarah kepada Transient Ischemic Attack (TIA), hemiplegia, emboli paru, infark miokard akut (AMI), oklusi arteri mesenterika yang memberikan gejala akut abdomen, infark ginjal yang mengakibatkan pielonefritis dan infark limpa.

Tromboemboli perifer menyebabkan iskemia tungkai dan gangren. Aritmia Aritmia seperti sinus takikardia, takikardi atrium dan ventrikel, fibrilasi dan flutter atrium, denyut ventrikel prematur, atrium dan ventrikel ekstra sistol dan Wolfe-Parkinson-White Syndrome dapat terjadi pada PPCM. Dapat pula terjadi takikardia ventrikel yang menyebabkan henti jantung. Meningkatnya penggunaan implan cardioverter defibrillator otomatis (AICD) pada pasien PPCM menurunkan risiko tinggi aritmia yang mengancam jiwa. 3. Kegagalan organ

penyakit jantung iskemik atau katup. Diagnosis dini PPCM mungkin sulit karena banyak kesamaan gejala klinis dengan kehamilan lanjut. Harus diingat bahwa komplikasi kehamilan tua (seperti anemia, toksemia dan emboli cairan ketuban) memiliki manifestasi yang sama. Presentasi paling umum PPCM adalah dalam periode

Gagal hati akut dan koma hepatik yang timbul akibat gagal jantung kongesti pada pasien PPCM. Dapat pula terjadi bakteremia dan kegagalan multiorgan termasuk hati, jantung dan ginjal. 4. Komplikasi obstetrik & perinatal Pada PPCM,, insidens aborsi meningkat (4 - 25%), partus prematur (11 - 50%), bayi kecil untuk masa kehamilan dan bayi berat lahir rendah, pertumbuhan janin terlambat dan kematian janin intrauterin. Dalam beberapa kasus didapatkan anomali kongenital janin (4 - 6%). Gagal jantung kongestif dihubungkan dengan tingkat kematian bayi yang lebih tinggi (10%). PENATALAKSANAAN (1-7) Penanganan medis PPCM mirip penanganan pada penyakit gagal jantung. Pengobatan utama adalah pembatasan cairan dan garam, digoksin, diuretik, vasodilator dan antikoagulan. Kehamilan dan menyusui harus selalu menjadi pertimbangan sebelum memilih obat. A. TINDAKAN NON-FARMAKOLOGIS Bed rest total selama 6 - 12 bulan, seperti yang telah dianjurkan sebelumnya, terkait dengan kejadian rendah kardiomegali, tetapi hasil yang sama dapat dicapai tanpa istirahat di tempat tidur berkepanjangan. Bed rest total mungkin merupakan predisposisi terjadinya trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) dan selanjutnya meningkatkan risiko emboli paru. Setelah gejala klinis membaik dengan manajemen medis, olahraga sederhana sebenarnya

dapat meningkatkan perbaikan otot serta tonus arteri. Asupan cairan dan garam dan cairan harus dibatasi masing-masing 2 - 4 gram / hari dan 2 L / hari, dan juga penting dalam perbaikan gejala. B. MANAJEMEN FARMAKOLOGI Digoksin Digoksin bermanfaat sebagai ionotropik, dan mengurangi gejala simptomatik. Digoksin dalam dosis rendah aman selama kehamilan dan menyusui (dosis tinggi akan meningkatkan sitokin inflamasi) dan kadar digoksin serum harus dimonitor, terutama bila dikombinasi dengan diuretik. Pengobatan digoksin selama 6 - 12 bulan dapat mengurangi risiko kekambuhan dari PPCM. Diuretik Diuretik aman pada kehamilan dan menyusui. Diuretik diindikasikan untuk mengurangi preload dan mengurangi gejala. Namun, harus hati-hati terhadap dehidrasi iatrogenik yang menyebabkan

hipoperfusi rahim dan mengakibatkan gawat janin. Loop diuretik biasa digunakan di rumah sakit, tapi thiazides dapat digunakan pada kasus-kasus ringan. Dapat terjadi alkalosis metabolik akibat dehidrasi yang dipicu oleh diuretik. Penambahan acetazolamide akan mengurangi alkalosis dengan menghilangkan bikarbonat.

Spironolactone, karena sifat antagonisme aldosteronnya, telah terbukti dapat mengurangi gejala, frekuensi perawatan di rumah sakit dan kematian pada pasien gagal jantung berat bila dikombinasi dengan manajemen standar. Namun, spironolactone mungkin tidak

aman pada kehamilan dan sebaiknya dihindari pada periode antepartum. Vasodilator Vasodilator sangat penting dalam penanganan gagal jantung karena efek menurunkan preload dan afterload. Vasodilator meningkatkan CO dan keberhasilan pengobatan gagal jantung. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin Reseptor Blocker II (ARB) sekarang dianggap sebagai manajemen utama dan telah terbukti menurunkan angka kematian pasien gagal jantung secara signifikan. ACE-I dan ARB dikontraindikasikan pada kehamilan karena teratogenisitas, tapi harus dipertimbangkan setelah melahirkan, dan bahkan dapat diberikan pada kehamilan lanjut ketika obat lainnya tidak efektif. ACE-I diekskresikan melalui ASI sehingga ASI harus dihentikan pada pasien yang membutuhkan ACE-I. Infus nitrogliserin dan natrium nitroprusside (SNP) mungkin diperlukan dalam kondisi yang parah. Karena toksisitas sianida yang tinggi, SNP mungkin bukan pilihan yang baik pada periode antepartum. Calcium channel blocker Awalnya, penggunaan calcium channel blockers (CCB) pada gagal jantung tidak dapat diterima karena efek kontraktil negatif dan potensi risiko hipoperfusi rahim. Amlodipine sekarang telah terbukti meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pada pasien kardiomiopati non-iskemik. Pada pengujian Prospective Randomized Amlodipine

Survival Evaluation (PRAISE), amlodipine dapat menurunkan kadar IL-6 dan menunjukkan peran potensial dalam pengelolaan PPCM. Levosimendan, sebuah sensitizer kalsium memiliki efek vasodilatasi dan meningkatkan kontraktilitas jantung pada pasien gagal jantung. Akhir-akhir ini, Levosimendan telah digunakan pada pasien PPCM dan berhasil menurunkan peningkatan Pulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP) dan selanjutnya meningkatkan CO. Karena kurangnya laporan tentang keamanannya, levosimendan sebaiknya dihindari pada pasien menyusui. Beta blocker Beta bloker tidak dikontraindikasikan pada kehamilan, tetapi penggunaannya dikaitkan dengan berat badan lahir rendah. Beta blockers dengan sifat tambahan blok alpha (seperti carvedilol) juga mengurangi afterload. Carvedilol telah digunakan dengan aman pada kehamilan dan PPCM. Beta blockers dan ACE-I mungkin mempunyai peran tambahan dalam penekanan respon imun, dan juga mencegah remodeling ventrikel dan mengurangi ukuran ventrikel. Obat dapat dikurangi secara bertahap selam 6 - 12 bulan bila secara klinis fungsi ventrikel dan ekokardiografi kembali normal. Jika ada bukti disfungsi jantung terus-menerus yang terkait dengan hipertensi atau diabetes, obat harus dilanjutkan untuk waktu yang lama. Agen antiaritmia Agen antiaritmia kadang mungkin diperlukan untuk mengobati keluhan simptomatik. Tidak ada agen antiaritmia yang benar-benar

aman pada kehamilan. Quinidine dan Procainamide merupakan pengobatan lini pertama karena profil keamanan yang lebih tinggi dan pengobatan harus dilakukan di rumah sakit. Digoksin dapat dipertimbangkan untuk aritmia atrium, dan adenosin juga dapat digunakan dalam keadaan darurat. Amiodarone dapat menyebabkan hipotiroidisme, retardasi pertumbuhan dan kematian perinatal, sehingga harus dihindari pada trimester pertama dan diberikan hanya pada aritmia berat yang mengancam kehidupan. Terapi antikoagulan Terapi antikoagulan diberikan pada pasien dengan LVEF <35% dan pasien terbaring di tempat tidur dengan atrial fibrilasi, trombus, obesitas dan riwayat tromboemboli. Keadaan hiperkoagulasi yang biasa terjadi pada kehamilan dan stasis darah karena disfungsi ventrikel membuat pasien PPCM lebih rentan terhadap pembentukan trombus dan komplikasinya. Situasi ini dapat bertahan selama enam minggu masa nifas, sehingga diperlukan penggunaan heparin dalam antepartum dan heparin atau warfarin dalam periode postpartum. Warfarin merupakan kontraindikasi pada kehamilan karena efek teratogenik, tetapi baik heparin maupun warfarin aman digunakan selama menyusui. Terapi imunosupresif Terapi imunosupresif dengan azathioprine dan prednisolon telah diteliti pada pasien PPCM dengan miocarditis-positif. Melvin dkk, pertama mencatat perbaikan dramatis dalam tiga pasien dengan

terapi imunosupresif. Dalam studi lain, 9 dari 10 pasien menunjukkan perbaikan PCWP dan Left Ventricular Stroke Work Index (LVSWI) dengan terapi prednisolon. Namun, Pengujian Pengobatan Miokarditis gagal untuk menunjukkan keuntungan dari terapi imunosupresif pada pasien PPCM. Saat ini, tampaknya tidak ada indikasi rutin terapi imunosupresif, tetapi dapat dipertimbangkan bila hasil biopsi terbukti tidak berespon setelah 2 minggu pengobatan tandar. Terapi imunoglobulin Imunoglobulin intravena (IVIG) telah terbukti meningkatkan perbaikan disfungsi ventrikel akibat PPCM. Mengingat bukti-bukti meningkatnya autoimunitas pada PPCM, mungkin bijaksana untuk mempertimbangkan IVIG pada pasien PPCM yang tidak berespon terhadap pengobatan konvensional. Interferon Interferon telah digunakan bila hasil biopsi membuktikan miokarditis virus. Interferon hanya memperbaiki parameter echocardiografi, namun tidak menghasilkan banyak manfaat terhadap gejala simtomatik pasien PPCM. Immunomodulasi Pentoxifylline, agen imunomodulasi dikenal untuk mengurangi produksi TNFa, CRP dan Fas/Apo-1, telah terbukti dalam penelitian dapat memperbaiki kelas NYHA, LVEF dan hasil akhir pengobatan pada pasien PPCM bila dikombinasikan dengan pengobatan

konvensional. Namun, dibutuhkan lebih banyak bukti sebelum pentoxifylline dapat direkomendasikan. C. MANAJEMEN OPERASI Transplantasi jantung hanya diperuntukkan bagi mereka yang resisten terhadap semua manajemen medis, tetapi tingkat penolakan lebih besar karena tingginya titer antibodi yang beredar. Pasien dengan usia muda, kerusakan end-organ minimal dan PPCM onset dini memiliki hasil yang lebih menguntungkan. D. MANAJEMEN OBSTETRIK PPCM selama periode antepartum memerlukan pemantauan janin dan ibu yang intensif. Suatu pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter kebidanan, ahli jantung, anestesi dan

Tidak ada kontrasepsi yang benar-benar ideal untuk wanita dengan penyakit jantung, karena resiko terjadinya komplikasi seperti thrombosis dan infeksi. Jenis-jenis kontrasepsi : Barier/ kondom Kurang ideal karena angka kegagalan cukup tinggi 12 % Pil oral ontrasepsi Angka keberhasilan sangat tinggi tetapi karena ada resiko tromboemboli maka pemakaiannya harus dihindari pada kelainan jantung seperti mitral stenosis, riwayat tromboemboli, atrial fibrilasi, katup jantung prostetik, kardiomiopati, dan sindroma Eisenmenger Kontrasepsi bebas estrogen Walaupun efektifitasnya lebih rendah tapi terbukti aman untuk wanita dengan penyakit jantung IUD Pemakaian harus hati-hati karena adanya resiko infeksi dan reflex vagal yang dapat menimbulkan bradikardia pada saat pemasangan. Selain itu pada pasien yang memakai antikoagulan ada resiko perdarahan menstruasi yang banyak Tubektomi atau vasektomi Dianjurkan pada pasien yang sudah tidak mengingkan anak (8)

perinatologist mungkin diperlukan untuk memberikan perawatan yang optimal kepada pasien PPCM. Analgesia regional akan mengurangi stres jantung akibat nyeri persalinan, sedangkan aplikasi forsep outlet atau alat vakum dapat meminimalkan stres jantung pada kala 2 persalinan. Operasi caesar meningkatkan risiko kehilangan darah, endometriosis dan emboli paru, dan paling baik dilakukan untuk indikasi obstetri serta dalam kondisi dekompensasi berat. Setelah persalinan, pasien perlu pemantauan di Unit Perawatan Intensif (ICU) untuk deteksi dini dan pengelolaan autotransfusi uterus yang menginduksi edema paru. Dokter kebidanan harus memberikan konseling tentang menyusui dan kehamilan berikutnya sebelum pasien dipulangkan.

PROGNOSIS

Prognosis dilaporkan PPCM bervariasi, tetapi dengan manajemen yang canggih seperti sekarang ini maka prognosisnya

postpartum,

terjadinya
(1)

PPCM

antepartum

dikaitkan

dengan

prognosis buruk. Mortalitas

menggembirakan. Pemulihan dari PPCM Pemulihan klinis terdiri dari perbaikan gejala dan

Angka kematian hingga sekitar 50% dan sekitar setengahnya meninggal dalam bulan pertama sejak munculnya gejala dan mayoritas dalam tiga bulan pertama dari periode postpartum. Penyebab tertinggi kematian adalah tromboemboli, serta gagal jantung kongestif berat dan aritmia. Pengetahuan yang lebih baik tentang patofisiologi, invasif
(1,10)

penghentian pengobatan gagal jantung. Pemulihan disfungsi ventrikel telah didefinisikan sebagai : 1. 2. LVEF 50% atau perbaikan > 20% LVFS 30% Meskipun sebagian besar pemulihan terjadi dalam 2 bulan pertama, tapi dapat pula sampai 6 - 12 bulan. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun 94% pada pasien dengan pemulihan komplit fungsi ventrikel.(1,9,10) Kriteria Prognosis Buruk Umumnya pasien dengan usia dan paritas yang lebih tinggi, kehamilan kembar, ras kulit hitam, onset lambat gejala (> 2 minggu pasca persailnan), trombus intrakardiak, defek konduksi jantung, disfungsi ventrikel persisten enam bulan setelah melahirkan, penyakit medis sebelumnya dan keterlambatan dalam penangan medis awal memiliki prognosis buruk. LVEF (<45%) pada dua bulan setelah diagnosis juga memiliki prognosis buruk. Akhir-akhir ini, kadar antibodi anti-klamidia, TNF dan IgG kelas 3 yang tinggi telah dikaitkan dengan prognosis buruk. Dibandingkan dengan

pendekatan intensif

multimodal dapat

dan

strategi tingkat

manajemen mortalitas.

dan

menurunkan

RISIKO

KEKAMBUHAN

DALAM

KEHAMILAN

BERIKUTNYA Kebanyakan laporan menggambarkan kekambuhan PPCM pada kehamilan berikutnya. Belum jelas apakah ini disebabkan eksaserbasi dari kegagalan jantung subklinis sebelumnya atau reaktivasi dari proses penyakit yang sama. Resiko tertinggi kekambuhan tetap pada pasien dengan disfungsi jantung persisten dan risiko terendah pada mereka yang fungsi jantung telah normal, sebagaimana dibuktikan dengan dobutamin stress test. (1) Multiparitas meningkatkan risiko kerusakan jantung yang ireversibel pada kehamilan berikutnya. Kekambuhan gagal jantung berkisar antara 21-80% pada kehamilan berikutnya. Kekambuhan

PPCM juga dapat terjadi pada pasien yang ukuran dan fungsi6. ventrikel yang telah kembali normal. Oleh karena itu, kriteria yang digunakan untuk mendeteksi pemulihan fungsi ventrikel berdasarkan ekokardiografi istirahat pada pasien PPCM harus direvisi, dan 7. dobutamin stress test mungkin memainkan peran penting.(1,10,11)

Wells GL and Twomley KM. Peripartum Cardiomyopathy: A Current Review. Journal of Pregnancy. Volume 2010, Article ID 149127, 5 pages. Cunningham C, Rivera J and Spence D. Severe Preeclampsia, Pulmonary Edema, and Peripartum Cardiomyopathy in a

Primigravida Patient. AANA Journal. Vol 79, No.3. California, DAFTAR PUSTAKA 1. Bhakta P, Biswas BK and Banerjee B. Peripartum Cardiomyopathy 8. : Review of the Literature. Yonsei Med J. Vol 48, No. 4. 2007; 731747. 2. Colombo BM and Ferrero S. Peripartum Cardiomyopathy. Orphanet encyclopedia. 2004. Available at : 9. 2011. Available at : www.aana.com/aanajournalonline.aspx Soewarto S. Tata Laksana Kehamilan pada Penyakit Jantung. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. Jakarta. 2007; 21-23. Fett JD, Christine LG, Carrway RD and Murphy JG. Five-Year Prospective Study of the Incidence and Prognosis of Peripartum Cardiomyopathy at a Single Institution. Mayo Clinis Proc. December 2005;80(12):1602-1606. www.mayoclinicproceedings.com Elkayam U et all. Maternal and fetal outcomes of subsequent pregnancies in women with peripartum cardiomyopathy. N Engl J Med, Vol. 344, No. 21. 2001; 1567-1571. Available at : www.nejm.org Elkayam U et all. Pregnancy-Associated Cardiomyopathy : Clinical Characteristics and a Comparison Between Early and Late Presentation. Circulation. 2005;111:2050-2055. Available at : http://www.circulationaha.org Available at :

www.orpha.net/data/patho/GB/uk-Peripartum-cardiomyopathy.pdf 3. Pearson GD et all. Peripartum Cardiomyopathy : National Heart, Lung, and Blood Institute and Office of Rare Diseases (National10. Institutes of Health) Workshop Recommendations and Review. JAMA, March 1, 2000Vol 283, No. 9. Available at : www.jama.ama-assn.org 4. Lok SI et all. Peripartum cardiomyopathy: the need for a national11. database. Neth Heart J (2011) 19:126133. Available at : www.springerlink.com 5. Ramaraj R and Sorrel VL. Peripartum cardiomyopathy: Causes, diagnosis, and treatment. Cleveland clinic journal of medicine volume 76, number 5 may 2009; 289-296.

Anda mungkin juga menyukai