Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I PENDAHULUAN
Sejauh ini lebih dari 6,5 juta perempuan di Indonesia jadi populasi rawan tertular HIV. Lebih dari 30% diantaranya melahirkan bayi yang tertular HIV. Pada tahun 2015, diperkirakan akan terjadi penularan pada 38.500 anak yang dilahirkan dan itu terinfeksi HIV. Sampai tahun 2006 diperkirakan 4.360 anak terkena HIV dan separuh diantaranya meninggal dunia. Saat ini diperkirakan 2320 anak terkena HIV. Kebanyakan wanita mengurus keluarga dan anak-anaknya selain mengurus diri sendiri, sehingga gangguan kesehatan pada wanita akan mempengaruhi seluruh keluarganya. Wanita dengan HIV/AIDS harus mendapatkan dukungan dan perawatan mencakup penyuluhan yang memadai tentang penyakitnya, perawatan, pengobatan, serta pencegahan penularan pada anak dan keluarganya. (1) Penularan HIV ke bayi dan anak bisa dari ibu ke anak, penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak). Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang bisa terjadi pada saat kehamilan. Prevalensi penularan dari ibu ke bayi dalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50%.(1) Tingkat transmisi AIDS dapat dikurangi dari 25% - 30% menjadi kurang dari 2% (berkurang > 90%) kalau pakai obat antiretrovirus (ARV) pada Trismester terakhir kehamilan, selama persalinan, dan kelahiran dan bayi diobati pascapersalinan selama 6 minggu dan tidak disusui. Aturan/resiman yang sangat efektif ini belum ada di negara-negara sedang berkembang. (1) Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali ditemukan pada anak tahun 1983 di Amerika Serikat, yang mempunyai beberapa perbedaan dengan infeksi HIV pada orang dewasa dalam berbagai hal seperti cara penularan,

pola serokonversi, riwayat perjalanan dan penyebaran penyakit, faktor resiko, metode diagnosis, dan manifestasi oral. (1) Dampak acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada anak terus meningkat, dan saat ini menjadi penyebab pertama kematian anak di Afrika, dan peringkat keempat penyebab kematian anak di seluruh dunia. Saat ini World Health Organization (WHO) memperkirakan 2,7 juta anak di dunia telah meninggal karena AIDS. (1) Transmisi HIV secara vertikal dari ibu kepada anaknya merupakan jalur tersering infeksi pada masa kanak-kanak, dan angka terjadinya infeksi perinatal diperkirakan sebesar 83% antara tahu 1992 sampai 2001. Di Amerika Serikat, infeksi HIV perinatal terjadi pada hampir 80% dari seluruh infeksi HIV pediatri. Infeksi perinatal sendiri dapat terjadi in-utero, selama periode peripartum, ataupun dari pemberian ASI. (1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi


Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV merupakan virus yang termasuk dalam familia retrovirus yaitu kelompok virus berselubung (envelope enzim yang dapat virus) yang mempunyai enzim reverse transcriptase,

mensintesis kopi DNA dari genom RNA. Virus ini masuk dalam sub familia lentivirus berdasarkan kesamaan segmen genom, morfologi dan siklus hidupnya. Sub familia lentivirus mempunyai sifat dapat menyebabkan infeksi laten, mempunyai efek sitopatik yang cepat, perkembangan penyakit lama dan dapat fatal. (2)

B. Etiologi
Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan nama Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili Lentiviridae. Sampai sekarang baru dikenal dua serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy associated virus type2 (LAV-2) yang hingga kini hanya dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di Afrika,dan spektrum penyakit yang ditimbulkannya belum banyak diketahui. HIV-1, sebagai penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) tersering, dahulu dikenal juga sebagai human T cell-lymphotropic virus type III (HTLVIII), lymphadenipathy-associated virus (LAV) dan AIDS-associated virus. Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit

T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. (3)

C. Patofisiologi Infeksi HIV


Sistem imun manusia sangat kompleks, kerusakan pada salah satu komponen sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan. HIV menginfeksi sel T helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya, makrofag, sel dendritik, organ limfoid. Fungsi penting sel T helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai stimulasi pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi, sehingga penurunan sel T CD4 menurunkan imunitas dan menyebabkan penderita mudah terinfeksi. Ketika HIV masuk melalui mukosa, sel yang pertama kali terinfeksi ialah sel dendritik. Kemudian sel-sel ini menarik sel-sel radang lainnya dan mengirim antigen tersebut ke sel-sel limfoid. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Setelah masuk ke dalam tubuh, HIV akan menempel pada sel yang mempunyai molekul CD4 pada permukaannya. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas yang sangat besar terhadap HIV, sehingga limfosit CD4 dihasilkan dan dikirim ke sel limfoid yang peka terhadap infeksi HIV. Limfosit-limfosit CD4 yang diakumulasikan di jaringan limfoid akan tampak sebagai limfadenopati dari sindrom retrovirus akut yang dapat terlihat pada remaja dan orang dewasa. HIV akan menginfeksi sel CD4 yang sangat berespon terhadapnya sehingga kehilangan respon dan kontrol pertumbuhan terhadap HIV. Ketika replikasi virus melebihi batas (biasanya 3-6 minggu sejak infeksi) akan terjadi viremia yang tampak secara klinis sebagai flulike syndrome (demam, rash, limfadenopati, atrhralgia) terjadi 50-70% pada orang dewasa. Dengan terbentuknya respon imun humoral dan seluler selama 2-4 bulan,

muatan virus dalam darah mengalami penurunan secara substansial, dan pasien memasuki masa dengan gejala yang sedikit dan jumlah CD4 yang meningkat sedikit. Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp120 pada molekul CD4. Partikel HIV yang berikatan dengan molekul CD4 kemudian masuk ke dalam sel hospes melalui fusi antara membran virus dengan membran sel hospes dengan bantuan gp41 yang terdapat pada permukaan membran virus. Molekul CD4 banyak terdapat pada sel limfosit T helper/ CD4+, narnun sel-sel lain seperti makrofag, monosit, sel dendritik, sel langerhans, sel stem hematopoetik dan sel mikrogial dapat juga terinfeksi HIV melalui ingesti kombinasi virusantibodi atau melalui molekul CD4 yang diekspresikan oleh sel tersebut. (4)

D. Transmisi
Transmisi HIV secara umum dapat terjadi melalui empat jalur, yaitu : (5) Kontak seksual, yaitu HIV terdapat pada cairan mani dan sekret vagina yang akan ditularkan virus ke sel, baik pada pasangan homoseksual atau heteroseksual. Tranfusi, yaitu HIV ditularkan melalui tranfusi darah baik itu tranfusi whole blood, plasma, trombosit, atau fraksi sel darah Iainnya. Jarum yang terkontaminasi, yaitu transmisi dapat terjadi karena tusukan jarum yang terinfeksi atau bertukar pakai jarum di antara sesama pengguna obat-obatan psikotropika. Transmisi vertikal (perinatal), yaitu wanita yang teinfeksi HIV sebanyak 15-40% berkemungkinan akan menularkan infeksi kepada bayi yang baru dilahirkannya melalui plasenta atau saat proses persalinan atau melalui air susu ibu.

Masih belum diketahui secara pasti bagaimana HIV menular dari ibu-ke-bayi. Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu bayinya lahir). Selain itu, bayi yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga tertular HIV. Hal ini ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar . Transmisi dari ibu ke anak

Gambar . Perinatal dan Inisiasi Transmisi

E. Faktor Resiko Penularan


Ada dua faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV dari ibu ke bayi: (5) 1. Faktor ibu dan bayi

a.

Faktor ibu Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari

ibu ke bayi adalah kadar HIV (viral load) di darah ibu pada menjelang ataupun saat persalinan dan kadar HIV di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya, satu atau dua minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh seseorang. b. Faktor bayi 1) Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah, 2) Melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama bayi, Bayi yang meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya. 2. Faktor cara penularan a. b. c. d. e. Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan darah bayi Bayi menelan darah ataupun lendir ibu Persalinan yang berlangsung lama Ketuban pecah lebih dari 4 jam Penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forceps, dan tindakan episiotomi

f.

Bayi yang lebih banyak mengonsumsi makanan campuran daripada ASI

F. Diagnosis
Seperti penyakit lain, diagnosis HIV lain juga ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. (6) Anamnesis yang mendukung kemungkinan adanya infeksi HIV ialah : Lahir dari ibu resiko tinggi atau terinfeksi HIV o Bayi-bayi yang terlahir dari ibu-ibu yang terinfeksi HIV akan tetap mempertahankan status seropositif hingga usia 18 bulan oleh karena adanya respon antibodi ibu yang ditransfer secara transplasenta. Selama priode ini, hanya anak-anak yang terinfeksi HIV saja yang akan mengalami respon serokonversi positif pada pemeriksaan lab dengan cara blots (WB). Lahir dari ibu pasangan resiko tinggi atau terinfeksi HIV Penerima transfusi darah atau komponennya dan tanpa uji tapis HIV Penggunaan obat parenteral atau intravena secara keliru (biasanya pecandu narkotika) Kebiasaan seksual yang keliru, homoseksual atau biseksual. enzyme immunoassays (EIA), immunofluorescent assays (IFA) atau HIV-1 antibody western

Tes untuk mendiagnosis virus harus dilakukan dalam 48 jam kehidupan pertama. Hampir 40% bayi dapat didiagnosis pada masa ini. Disebabkan karena

banyak bayi yang terinfeksi HIV mempunyai perkembangan penyakit yang cepat sehingga memerlukan terapi yang progresif pula. Pada anak yang terpapar HIV dengan tes virologis yang negatif pada 2 hari pertama, beberapa pendapat mengusulkan perlu untuk dilakukan pemeriksaan kembali pada hari ke-14 untuk memaksimalkan deteksi dari virus ini. Terdapat beberapa tes HIV yang cepat dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Kebanyakan dari tes-tes ini hanya membutuhkan satu step pengambilan sampel dan hasilnya didapat lebih cepat pada 2 hari pertama kehidupan, dan > 90% pada usia > 2 minggu kehidupan. Uji RNA HIV plasma, yang mendeteksi replikasi virus lebih sensitif daripada PCR DNA untuk diagnosis awal, namun data yang menyatakan seperti itu masih terbatas. Kultur HIV mempunyai sensitivitas yang hampir sama dengan PCR HIV DNA, namun tekniknya lebih sulit dan mahal, dan hasilnya sulit didapat pada beberapa minggu, dibandingkan dengan PCR yang membutuhkan hanya 2-3 hari. Uji antigen p24 bersifat lebih spesifik dan mudah untuk dilakukan namun kurang sensitif dibandingkan dengan uji virologis lainnya. Seorang bayi yang terpapar oleh virus HIV dapat dinyatakan positif terinfeksi HIV jika pada pemeriksaan serologis dari 2 (dua) sampel darah yang berbeda pada bayi (tidak termasuk darah yang berasal dari pusat, karena adanya risiko terkontaminasi oleh darah ibu); baik dua kali hasil positif pada pemeriksaan kultur HIV darah perifer untuk sel-sel mononuklear (peripheral blood mononuclear cell (PMBC)), dan/atau satu hasil positif untuk DNA atau RNA polymerase chain reaction (PCR) assay dan satu hasil postif pada kultur PMBC HIV. Pemeriksaanpemeriksaan terebut harus dilakukan pada dua waktu yang berlainan pada bayibayi yang belum pernah diberi ASI sebelumnya. Seorang bayi yang terlahir dari seorang ibu pengidap infeksi HIV dapat dinyatakan tidak terinfeksi HIV jika tes-tes di atas tetap memberikan hasil negatif sampai usia bayi lebih dari empat bulan dan bayi tidak mendapat ASI.
DIAGNOSIS LABORATORIUM INFEKSI HIV TES KETERANGAN

10

HIV DNA PCR

Uji disukai untuk mendiagnosis infeksi HIV 1 subtipe B pada bayi dan anak-anak muda dari 18 bulan usia, sangat sensitif dan spesifik dengan 2 minggu usia dan TERSEDIA, dilakukan pada sel mononuklear darah perifer. Negatif palsu dapat terjadi pada non-B subtipe HIV-1 infeksi

HIV culture

Mahal, tidak mudah tersedia, membutuhkan hingga 4 minggu untuk melakukan tes, tidak dianjurkan

HIV RNA PCR

Kurang sensitif dibandingkan PCR DNA untuk pengujian rutin bayi, karena hasil negatif tidak dapat digunakan untuk mengecualikan infeksi HIV definitif. Beberapa tes disukai untuk mengidentifikasi infeksi HIV-1 non-B subtipe.

G. Pencegahan
1. Dapatkah perempuan terinfeksi HIV hamil/memiliki anak(7) Cara terbaik untuk memastikan bahwa bayi kita tidak terinfeksi dan kita tetap sehat adalah dengan memakai terapi antiretroviral (ART). Perempuan terinfeksi HIV di seluruh dunia sudah memakai obat antiretroviral (ARV) secara aman waktu hamil lebih dari sepuluh tahun. ART sudah berdampak besar pada kesehatan perempuan terinfeksi HIV dan anaknya. Oleh karena ini, banyak dari mereka yang diberi semangat untuk mempertimbangkan mendapatkan anak. 2. Penatalaksanaan selama kehamilan Center for Disease Control and Prevention (1998) menganjurkan untuk menawarkan terapi antiretrovirus (ARV) kombinasi pada wanita hamil. Petunjuk ini diperbarui oleh Perinatal HIV Guidelines Working Group

11

(2000,2001). Working Group merekomendasikan pemeriksaan hitung CD4+ limfosit T dan kadar RNA HIV kurang lebih tiap trimester, atau sekitar setiap 3 sampai 4 bulan. Hasil pemeriksaan ini dipakai untuk mengambil keputusan untuk memulai terapi ARV, mengubah terapi, menentukan rute pelahiran, atau memulai profilaksis untuk pneumonia Pneumocystis carinii. 3. Penatalaksanaan Persalinan Seksio Sesarea : American College of Obstetricians and

Gynecologists (2000) menyimpulkan bahwa seksio sesarea terencana harus dianjurkan bagi wanita terinfeksi HIV dengan jumlah RNA HIV-1 lebih dari 1000 salinan/ml. Hal ini dilakukan tanpa memandang apakah pasien sedang atau belum mendapat terapi ARV. Persalinan terencana dapat dilakukan sebelum 38 minggu untuk mengurangi kemungkinan pecahnya selaput ketuban. (7)

PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE BAYI


Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu: (8) Prong 1 : Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif Prong 2 : Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif Prong 3 : Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya

12

Prong 4

: Memberikan dukungan psikologis, sosial

dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikan Prong 1 dan Prong 2. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang terkonsentrasi, diimplementasikan semua prong. Ke-empat prong secara nasional dikoordinir dan dijalankan oleh pemerintah, serta dapat dilaksanakan institusi kesehatan swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Pedoman baru dari WHO mengenai pencegahan penularan dari ibu-kebayi(preventing mother-to-child transmission/PMTCT) berpotensi meningkatkan ketahanan hidup anak dan kesehatan ibu, mengurangi risiko ( mother-to-child transmission/MTCT) hingga 5% atau lebih rendah serta secara jelas memberantas infeksi HIV pediatrik. Pedoman itu memberikan perubahan yang bermakna pada beberapa tindakan di berbagai bidang. Anjuran kunci adalah: ART untuk semua ibu hamil yang HIV-positif dengan jumlah CD4 di bawah 350 atau penyakit WHO stadium 3 atau penyakit HIV stadium 4, tidak menunda mulai pengobatan dengan tulang punggung AZT dan 3TC atau tenofovir dan dengan 3TC atau FTC. Penyediaan antiretroviral profilaksis yang lebih lama untuk ibu hamil yang HIV-positif yang membutuhkan ART untuk kesehatan ibu. Apabila ibu menerima ART untuk kesehatan ibu, bayi harus menerima profilaksis nevirapine selama enam minggu setelah lahir apabila ibunya menyusui, dan profilaksis dengan nevirapine atau AZT selama enam minggu apabila ibu tidak menyusui. Untuk pertama kalinya ada cukup bukti bagi WHO untuk mendukung pemberian ART kepada ibu atau bayi selama masa menyusui, dengan anjuran bahwa menyusui dan profilaksis harus dilanjutkan hingga bayi

13

berusia 12 bulan apabila status bayi adalah HIV-negatif atau tidak diketahui. Apabila ibu dan bayi adalah HIV-positif, menyusui harus didorong untuk paling sedikit dua tahun hidup, sesuai dengan anjuran bagi populasi umum. Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah mencegah penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa bayi hanya dapat tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, maka bayi juga tidak terinfeksi HIV. Status HIV ayah tidak mempengaruhi status HIV bayi. Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak diinginkan harus dicegah. Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi viral load ibu di bawah 1.000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan, mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar penularan tidak terjadi waktu itu, dan hindari menyusui untuk mencegah penularan melalui ASI. Dengan semua upaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah 8%. 1. PMTCT dengan antiretroviral penuh Untuk mengurangi viral load ibu, cara terbaik adalah dengan memakai terapi antiretroviral penuh sebelum menjadi hamil. Ini akan mencegah penularan pada janin. Terapi antiretroviral dapat diberikan walaupun tidak memenuhi kriteria untuk mulai terapi antiretroviral; setelah melahirkan bisa berhenti lagi bila masih tidak dibutuhkan. 2. PMTCT mulai dini Namun sering kali si ibu baru tahu dirinya terinfeksi setelah dia hamil. Mungkin ARV tidak terjangkau. Seperti dibahas, ibu hamil tidak boleh memakai efavirenz pada triwulan pertama, tetapi mungkin nevirapine menimbulkan efek samping. Bila dia pakai terapi TB (tuberculosis), diusulkan dihindari nevirapine,

14

walaupun boleh tetap dipakai NNRTI (non nucleoside reverse transcriptase inhibitor) ini bila tidak ada pilihan lain.

Tabel . Rezimen PMTC Dini AZT dan 3TC diteruskan setelah melahirkan untuk mencegah timbulnya resistansi pada nevirapine, karena walaupun hanya satu pil diberikan waktu persalinan, tingkat nevirapine dapat tetap tinggi dalam darah untuk beberapa hari, jadi serupa dengan monoterapi dengan nevirapine. Hal yang serupa pada bayi dicegah dengan pemberian AZT setelah dosis tunggal nevirapine.

3. PMTCT mulai lambat Bila baru dapat mulai pengobatan waktu persalinan yang dapat dipakai sebagai berikut

Tabel . Rezimen PMTC Lambat 4. Makanan bayi Sampai 10% bayi dari ibu HIV-positif tertular melalui menyusui, tetapi jauh lebih sedikit bila disusui secara eksklusif. Sebaliknya lebih dari 3% bayi di Indonesia meninggal akibat infeksi bakteri, yang sering disebabkan oleh makanan

15

atau botol yang tidak bersih. Ada juga yang diberi pengganti ASI (PASI) dengan jumlah yang kurang sehingga bayi meninggal karena malnutrisi. A F A S S = = = = = Affordable (terjangkau) Feasible (praktis) Acceptable (diterima oleh lingkungan) Safe (aman) Sustainable (kesinambungan)

Itu berarti tidak boleh disusui sama sekali. Ada banyak masalah: mahalnya harga susu formula, sehingga sering bayi tidak diberi cukup; kalau bayi menangis, ibu didesak untuk menyusuinya; ibu yang tidak menyusui dianggap kurang memperhatikan bayi, atau melawan dengan asas; air yang dipakai tidak bersih, atau campuran tidak disimpan secara aman; dan apakah PASI dapat diberi terusmenerus. ASI eksklusif berarti bayi hanya diberi ASI dari saat lahir tanpa makanan atau minuman lain, termasuk air. ASI adalah sangat halus, mudah diserap oleh perut/usus. Makanan lain lebih keras sehingga lapisan perut/usus membuka agar diserap, membiarkan HIV dalam ASI menembus dan masuk darah bayi. Jadi risiko penularan tertinggi bila bayi diberi ASI yang mengandung HIV, bersamaan dengan makanan lain. Harus ada kesepakatan sebelum melahirkan antara ibu, ayah dan petugas medis agar bayi langsung disusui setelah lahir, sebelum diberi makanan/minuman lain. Setelah enam bulan, sebaiknya disapih secara mendadak (berhenti total menyusui). (9)

H. Prognosis
Infeksi HIV pada umumnya berjalan progresif akibat belum ditemukannya cara yang efektif untuk menangulanginya, maka pada umumnya penyakit berjalan progresif hingga prognosisnya umumnya buruk. (3)

16

BAB III KESIMPULAN


Penularan HIV ke bayi dan anak bisa dari ibu ke anak, penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak). Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang bias terjadi pada saat kehamilan. Prevalensi penularan dari ibu ke bayi dalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50%. Transmisi HIV secara umum dapat terjadi melalui empat jalur, yaitu : Kontak seksual Tranfusi Jarum yang terkontaminasi Transmisi vertikal (perinatal)

Untuk diagnostik pasti dikerjakan pemeriksaan laboratorium HIV DNA PCR, HIV culture, dan HIV RNA PCR.

17

Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu: Prong 1 : Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif Prong 2 : Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif Prong 3 : Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya Prong 4 : Memberikan dukungan psikologis, sosial

dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya Infeksi HIV pada umumnya berjalan progresif akibat belum ditemukannya cara yang efektif untuk menangulanginya, maka pada umumnya penyakit berjalan progresif hingga prognosisnya umumnya buruk.

Anda mungkin juga menyukai