Anda di halaman 1dari 45

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Stroke telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Secara global, pada saat tertentu sekitar 80 juta orang menderita akibat stroke. Menurut WHO setiap tahun, diperkirakan 15 juta orang tersebar diseluruh dunia menderita stroke, dimana kurang lebih 5 juta orang meninggal dan 5 juta orang mengalami cacat permanen (Suryani, 2008). American Heart Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 45 menit ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke. Stroke menduduki peringkat ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker. Menurut (Adams et al, 2004) setiap tahunnya 500.000 orang Amerika terserang stroke, 400.000 orang terkena stroke iskemik dan 100.000 orang menderita stroke hemoragik, dengan 175.000 orang diantaranya mengalami kematian. Sedangkan di Inggris terdapat sekitar 250.000 orang yang mengalami stroke. Menurut Riskesdas Depkes RI 2011, dalam laporannya mendapatkan bahwa di Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, dengan proporsi 15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke (Depkes RI, 2011).

Menurut Yayasan Stroke Indonesia terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara deramatis seiring usia. Setiap penambahan usia 10 tahun sejak usia 35 tahun, resiko stroke meningkat dua kali lipat. Sekitar lima persen orang berusia di atas 65 tahun pernah mengalami setidaknya satu kali stroke. Berdasarkan data prevalensi hipertensi sebagai faktor resiko utama yang makin meningkat di Indonesia adalah sekitar 95%, maka para ahli epidemiologi meramalkan bahwa saat ini dan masa yang akan datang sekitar 12 juta penduduk Indonesia yang berumur diatas 35 tahun mempunyai potensi terkena stroke (Yastroki, 2011). Dari data yang diperoleh di Irina F Neuro BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, pada tahun 2013 dari bulan Januari Maret tercatat ada 69 pasien stroke. Stroke Hemoragik 16 orang dan stroke Iskemik 53 orang (Buku registrasi pasien Irina F Neuro BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado). Berdasarkan penelitian oleh Herin Mawarti dan Farid mengenai Pengaruh Latihan ROM (Range Of Motion) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke pada tahun 2013, terbukti adanya pengaruh yang signifikan dari Latihan ROM pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke (Mawarti & Farid , 2013). Penderita stroke dapat mengalami kesulitan saat berjalan karena gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak, sehingga kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Latihan gerak mempercepat penyembuhan pasien stroke, karena akan mempengaruhi sensasi gerak di otak (Irdawati, 2008).

Dari sekian banyak pasien stroke yang dirawat inap, dapat terlihat para pasien stroke yang mengalami kondisi kelemahan otot sendi. Berdasarkan kondisi tersebut, saya tertarik untuk melakukan penelitian tentang memberikan Latihan range of motion (ROM) kepada pasien stroke yang berada di ruang inap Irina F Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada Pengaruh Latihan ROM ( Range Of Motion) terhadap kekuatan otot sendi pasien stroke di BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui Pengaruh Latihan ROM terhadap kekuatan otot sendi pasien stroke di BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kekuatan otot sendi sebelum latihan ROM dilakukan pada pasien stroke. b. Mengetahui kekuatan otot sendi sesudah latihan ROM dilakukan pada pasien stroke. c. Mengetahui kemampuan otot sendi sebelum dan sesudah latihan ROM pada pasien stroke.

D. Manfaat Penelitian 1. Perkembangan Ilmu Keperawatan Bila didalam penelitian ini terbukti ada pengaruh latihan range of motion terhadap kekuatan otot sendi pada pasien stroke, penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan dalam perkembangan ilmu keperawatan di era globalisasi saat ini. 2. Aplikasi Ilmu Keperawatan Bila didalam penelitian ini terbukti ada pengaruh latihan range of motion terhadap kekuatan otot sendi pada pasien stroke, penelitian ini dapat menambah wawasan bagi perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan tebaik kepada pasien khususnya pasien stroke yang berada di Irina F Neuro BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. 3. Penelitian Keperawatan Dengan hasil penelitian ini dapat menambah bahan referensi dan dapat memberikan ide-ide baru bagi penelitian keperawatan selanjutnya mengenai pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot sendi pada pasien stroke.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Stroke Stroke merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali da intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler (Gofir, 2009). Stroke adalah cedera vaskular akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke adalah suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai (Feigin, 2007). Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dari zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron) (Pinzon & Asanti, 2010). Stroke adalah kedaruratan medik. Semakin lambat pertolongan medis diperoleh akan seemakin banyak kerusakan sel saraf yang terjadi. Penelitian

eksperimen mental menunjukan bahwa setiap menit ada kerusakan 1,9 juta sel saraf pada stroke yang belum mendapat terapi. Perhimpunan stroke di Amerika Serikat mengungkapkan istilah brain attack. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kedaruratan stroke adalah sama dengan serangan jantung/heart attack (Pinzon & Asanti, 2010). Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa dan kapan saja (Mutaqqin, 2008). Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (Ginsberg, 2008). Namun, seseorang dikatakan mengalami serangan iskemik sesaat (transient ischemic attack atau TIA) jika semua gejala lenyap dalam 24 jam. 2. Patofisiologi Stroke Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak. Setiap defisit lokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami

iskemik adalah arteri serevral tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi. Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark. Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan metabolisme sel-sel neuron, di mana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak. Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau kedalam jaringan otak itu sendiri. Hipertensi

mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 710 hari setelah perdarahan pertama.

Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. hal tersebut dapat menimbulkan geger otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan. Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Di samping itu, terjadi bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernapasan. Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan konstriksi arteri otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark (Suratun et al, 2008). 3. Klasifikasi Stroke Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke perdarahan dan stroke iskemik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada stroke hemoragik kranium yang tertutup mengandung darah

yang terlalu banyak, sedangkan pada stroke iskemik terjadinya gangguan ketersediaan darah pada suatu area diotak dengan kebutuhan oksigen dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari stroke dapat dibagi menjadi beberapa subtipe, yang masing-masing mempunyai strategi penanganan yang berbeda (Gofir, 2009). a. Stroke Iskemik Stroke Iskemik disebabkan oleh trombus atau emboli yang menyumbat aliran darah dalam pembuluh darah serebri. Sekitar 80-85% dari semua stroke merupakan stroke iskemik (Oman et al, 2008). Stroke iskemik dapat dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu stroke iskemik trombiotik dan iskemik embolik. 1) Stroke Iskemik Trombiotik Stroke trombiotik ini terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis berat. Seringkali, individu mengalami satu atau lebih serangan iskemik sementara (transient ischemic attack, TIA) sebelum stroke trombotik yang sebenarnya terjadi (Corwin, 2009).

2) Stroke Iskemik Embolik Stroke embolik ini merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya, emboli

berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala tibul kurang dari 10-30 detik (Mutaqqin, 2008). b. Stroke Hemoragik Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau ke dalam ruangan subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian kecil dari stroke total: 1015% umtuk perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subaraknoid (Feigin 2007). Stroke hemoragik dibagi menjadi dua : 1) Stroke Hemoragik Intraserebral Perdarahan Intraserebral (PIS) : Perdarahan primer yang berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak (Dewanto et al, 2009). 2) Stroke Hemoragik Subaraknoid Perdarahan subaraknoid (PSA) : Keadaan terdapatnya atau masuknya darah kedalam ruangan subaraknoid karena pecahnya aneurisma,AVM (arteriovenosus malformation), atau sekunder dari PIS (Dewanto et al, 2009).

10

4. Faktor Resiko Terjadinya Stroke Pada saat awal serangan stroke, selain menegakkan diagnosis untuk menentukan terapi stroke, pelacakan faktor-faktor resiko juga penting untuk prevensi primer sebagai pencegahan perburukan stroke maupun prevensi sekunder untuk mencegah stroke berulang (Gofir,2009). Menurut (Wahyu, 2009) Faktor resiko tersebut dikelompokkan menjadi dua : Pertama, faktor resiko stroke yang tidak dapat diubah yaitu : a. Usia b. Jenis Kelamin c. Riwayat Keluarga d. Ras atau Etnis Kedua, faktor resiko stroke yang dapat diubah : a. Hipertensi b. Kebiasaan merokok c. Penyakit dan kelainan irama jantung, dan d. DM tipe II

11

5. Komplikasi Stroke Komplikasi lain terjadi pada pasien yang terpaksa harus terus berbaring disebabkan parahnya akibat serangan stroke. Ini menimbulkan masalah-masalah emosional dan fisik, antara lain : a. Dekubitus : luka-luka lecet pada bagian tubuh yang tergencet karena pasien tidak dapat bergerak, misalnya pinggul, bokong, sendi kaki, sendi tumit. Untuk menghindariny, pasien harus sering digerakkan atau diganti posisi tidurnya. b. Bekuan darah : mudah terjadi pada kaki yang lumpuh; penumpukkan cairan dan pembengkakan; dan embolisme paru-paru. c. Pneumonia : disebabkan pasien tidak dapat menelan dengan baik dan juga tidak dapat batuk. Akibatnya cairan terkumpul di paru-paru yang bisa menimbulkan infeksi. d. Kaku pada otot sendi : disebabkan terlalu lama dalam posisi berbaring. Diperlukan fisioterapi untuk mengurangi kekakuan tersebut. e. Stress : disebabkan ketidakberdayaan yang dialami pasien yang tentu saja mengkhawatirkan masa depannya. Untuk itu diperlukan bantuan psikolog. f. Nyeri pundak dan dislokasi : keadaan pangkal bahu yang lepas dari sendinya. Ini disebabkan otot disekitar bahu yang mengontrol sendri

12

dapat rusak karena gerakan saat berganti pakaian atau sedang ditopang orang lain. Sebaiknya lengan digendong dengan kain agar tidak dalam keadaan terkulai (Waluyo, 2009).

B. Tinjauan Umum ROM (Range Of Motion) 1. Pengertian Range Of Motion adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun et al, 2008) Latihan yang dilakukan untuk meningkatkan fungsi sistem

muskuloskeletal yang terdiri dari tulang-tulang skeletal yang menempel pada sendi dan otot-otot skeletal yang menempel pada dua tulang sendi untuk mencapai gerakan masksimum yang dapat dicapai atau dilakukan oleh sendi. Jenis-jenis ROM sangat banyak dan bervariasi pada masing-masing orang. Faktor-faktor yang mempengaruhi ROM seseorang adalah keturunan, pola perkembangan, ada atau tidaknya penyakit kronis yang diderita, jenis aktivitas fisik yang dilakukan, koordinasi gerakan (yang dipengaruhi dari sistem syaraf pusat (NASS, 2007). Latihan ROM (Range Of Motion) merupakan istilah baku untuk menyatakan batas atau batasan gerak sendi yang normal dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerak sendi yang abnormal (Mutaqqin, 2008). 2. Jenis Jenis Latihan ROM

13

a) Pasif ROM, klien tidak mampu melakukan latihan, tanpa bantuan orang lain. b) Aktif-assistif ROM, klien mampu melakukan latihan dengan bantuan orang lain. c) Aktif ROM, klien mampu melakukan latihan tanpa bantuan apapun dari orang lain. d) Resistif ROM, klien mampu melakukan latihan dan menunjukkan pergerakkan dengan mampu menahan beban atau memberikan tahanan yang berlawanan dengan orang lain.

3. Tujuan ROM (NASS, 2007). a) Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot. b) Memelihara mobilitas persendian. c) Merangsang sirkulasi darah. d) Mencegah terjadi kelaian bentuk. 4. Prinsip dasar Latihan ROM (range of motion) yaitu : a) Latihan dilakukan 5 kali sahari dalam waktu 10 menit dan dilakukan sebanyak 8 kali latihan (Brunner, 2008). b) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien (Heryati, 2008).

14

c) Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring (Heryati, 2008). d) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki (Heryati, 2008). e) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagianbagian yang dicurigai mengalami proses penyakit (Heryati, 2008). f) Dalam melakukan latihan tidak boleh memaksakan sendi melebihi kemampuannya (Potter & Perry, 2002). g) Melakukan ROM harus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan (Potter & Perry, 2002).

5. Jenis-jenis Latihan ROM (Carpenito, 2009). a) Latihan ROM pasif Gerakan otot klien yang dilakukan dengan bantuan orang lain. b) Latihan ROM aktif Kontraksi otot secara aktif melawan gaya gravitasi, seperti mengangkat tungkai dalam posisi lurus. 6. Sendi yang digerakkan
15

a) ROM Aktif Gerakan yang dilakukan pasien di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung kaki oleh pasien sendiri secara aktif. b) ROM Pasif Gerakan yang tidak mampu dilakukan pasien secara mandiri dan membutuhkan bantuan perawat atau ahli pada seluruh persendian. 1) Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral) 2) Bahu tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, abduksi adduksi, Rotasi bahu) 3) Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi) 4) Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi) 5) Jari-jari tangan (fleksi,ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi, oposisi) 6) Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi

internal/eksternal) 7) Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, Rotasi) 8) Jari kaki (fleksi/ekstensi) 7. Gerakan ROM (Potter & Perry, 2012) Bagian Tubuh
16

Tipe Sendi

Tipe Gerakan

Rentang (derajat)

Otot-otot Utama

Leher, Spina Servikal

Pivital (putar)

Fleksi : menggerakan dagu 45 menempel ke dada. Ekstensi : mengembalikan 45 kepala ke posisi tegak. Hiperekstensi : menekuk 10

Sternocleidomastoid.

Trapezius.

Trapezius.

kepala ke belakang sejauh mungkin. Fleksi lateral : memiringkan 40-45 kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu. Rotasi : memutar kepala 180 sejauh Bahu Ball Socket mungkin dalam Sternocleidomastoid, Trapezius. Korakobrakhialis, bisepbrakhialis, deltoid, mayor. 180 Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh. Hiperekstensi menggerakan lengan : ke Deltoid, supraspinatus. 45-60 Lattisimus dorsi, teres mayor, trisep brakhii. Lattisimus dorsi, teres mayor, deltoid. pectoralis Sternocleidomastoid.

gerakan sirkuler. & Fleksi : menaikan lengan 180 dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala.

belakang tubuh, siku tetap 180 lurus.

17

Abduksi : menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak 320 Pektoralis mayor

tangan jauh dari kepala. Adduksi lengan ke : menurunkan samping tubuh dan 90 Pektoralis mayor,latissimus dorsi, teres mayor, subskapularis.

menyilang mungkin.

sejauh

Rotasi dalam : dengan siku fleksi, dengan lengan memutar bahu Infraspinatus, mayor, deltoid. teres

menggerakkan 90 sampai ibu jari

menghadap ke dalam dan ke belakang. Rotasi luar : dengan siku 360 fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala. Sirkumduksi : menggerakan lengan dengan lingkaran Deltoid, korakobrankhialis, latissimus dorsi, teres mayor.

penuh (sirkumduksi adalah kombinasi semua gerakan Siku Hinge sendi ball-and-socket. Fleksi : menekuk hingga lengan siku 150 bawah Bisep brakhialis, brakhii,

18

bergerak ke depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu. Ekstensi : meluruskan siku Lengan bawah Pivotal (putar) dengan menurunkan tangan. Supinasi : memutar lengan 70-90 bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas. Pronasi : memutar lengan 70-90 bawah tangan Pergelangan kondiloid tangan bawah Fleksi sehingga telapak ke 150

brakhioradialis.

Trisep brakhii.

Supinator, brakhii.

bisep

Pronator

teres,

pronator quadratus.

menghadap :

menggerakan 80-90

Fleksor karpi ulnaris, fleksor carpi radialis.

telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah. Ekstensi : menggerakan jarijari sehingga jari-jari, 80-90

Ekstensor, ulnaris,

karpi ekstensor

tangan dan lengan bawah berada dalam arah yang sama. Hiperekstensi : membawa permukaan tangan dorsal ke 89-90 belakang sejauh mungkin.

karpi radialis brevis, ekstensor radialis longus. Ekstensor radialis ekstensor radialis karpi brevis, karpi longus, karpi

19

ekstensor ulnaris. Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan Sampai

karpi

Fleksor karpi radialis, ekstensor radialis ekstensor radialis longus. karpi brevis, karpi

tangan miring (medial) ke 30 ibu jari.

Adduksi (fleksi ulnar) : menekuk pergelangan 30-50

Fleksor karpi ulnaris, ekstensor ulnaris. Lumbrikales, interosseus volaris, carpi

tangan miring (lateral) ke Jari-jari Tangan Condyloid hinge arah lima jari. Fleksi : genggaman. membuat 90

interosseus dorsalis. Ekstensi : meluruskan jari- 90 jari tangan. Hiperekstensi menggerakkan : 30-60 jari-jari Ekstensor quinti ekstensor digiti proprius, digitorum

kommunis, ekstensor indicis, proprius. Interosseus dorsalis.

tangan kebelakang sejauh mungkin. Abduksi : merenggangkan 30 jari-jari tangan satu dengan yang lain. Adduksi : merapatkan 30

Interosseus volaris.

kembali jari-jari tangan.

20

Ibu Jari

Pelana

Fleksi : menggerakan ibu 90 jari menyilang permukaan telapak tangan. Ekstensi : menggerakan ibu 90 jari lurus menjauh dari

Fleksor brevis.

pollisis

Ekstensor longus,

pollisis ekstensor

tangan. Abduksi : menjauhkan ibu 30 jari ke samping ketika (biasa jari-jari

pollisis brevis. Abduktor brevis. pollisis

dilakukan

tangan berada abduksi dan adduksi). Adduksi : menggerakan ibu 30 jari kedepan tangan. Oposisi : menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama. Pinggul Baal Socket & Fleksi : menggerakan 90120 Adduktor obliquus, pollisis adduktor

pollisis transversus. Opponeus opponeus pollisis, digiti

minimi. Psoas mayor, iliakus, iliopsoas, sartorius. Gluteus maksimus,

tungkai ke depan dan atas.

Ekstensi

menggerakan

semitendinosus, semimembranosus. Gluteus maksimus,

kembali ke samping tungkai 90yang lain. Hiperekstensi menggerakan tungkai : ke 120

semitendonosus, semimembranosus.

21

belakang tubuh. Abduksi tungkai : ke menggerakan samping

30-50

Gluteus

medius,

gluteus minimus.

menjauhi tubuh. Adduksi : menggerakan

30-50

Adduktor adduktor

longus, levis,

tungkai kembali ke posisi medial dan melebihi jika 30-50 mungkin. Rotasi dalam : memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain. Rotasi luar : memutar kaki dan tungkai menjauhi 90

adduktor magnus.

Gluteus gluteus

medius, minimus,

tensor fasciae latae. Obturatorius, intermus, obturatorius internus, obturatorius eksternus. Psoas mayor, gluteus maksimus, gluteus gluteus adduktor femoris,

tungkai lain.

Sirkumduksi : menggerakan tungkai melingkar. Lutut Hinge Fleksi : menggerakan tumit 120ke arah belakang paha. 130

maksimus, medius, magnus. Bisep

semitendonusus, semimembranosus, sartorius.

Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai. 120-

Rektus vastus

femoris, lateralis,

22

130 Mata Kaki Hinge Dorsifleksi : menggerakan 20-30 kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas. Plantarfleksi : menggerakan 45-50 kaki sehingga jari-jari kaki Kaki Gliding

vastus

medialis,

vastus intermedius. Tibialis arterior.

Gastroknemus, soleus. anterior,

menekuk ke bawah. Inversi : memutar telapak 10 atau Tibalias kaki ke samping dalam kurang

tibialis posterior.

(medial). Eversi : memutar telapak 10 atau Peroneus kaki Jari-jari Kaki Condyloid ke samping luar kurang longus,

peroneus brevis. Fleksor lumbrikalis fleksor brevis. digitorum, pedis, hallusis

(lateral). Fleksi :

melengkungkan 30-60

jari-jari kaki ke bawah.

Ekstensi : meluruskan jari- 30-60 jari kaki

Ekstensor digitorum longus, digitorium ekstensor longus. ekstensor brevis, hallusis

Abduksi : meregangkan jari- 15 atau Abduktor jari kaki satu dengan yang kurang lain.

hallusis,

interosseus dorsalis.

23

Adduksi

merapatkan 15 atau Adduktor

hallusis,

kembali bersama-sama. kurang interosseus plantaris. Tabel 2.1 Gerakan-gerakan Latihan ROM (Potter & Perry, 2012). C. Tinjauan Umum kekuatan otot sendi Kekuatan otot adalah kemampuan tubuh untuk mengerahkan daya maksimal terhadap obejek yang ada diluar tubuh (Lutan, 2002) Gradasi ukuran kekuatan otot : (Suratun et al, 2008) Skala (0-5) 0 (zero) 1 (trace) 2 (poor) 3 (fair) Karakteristik Tidak ada kontraksi saat palpasi, paralisis Terasa adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan gerakan sendi (range of motion, ROM) secara penuh Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan 4 (good) 5 (normal) Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan tahanan yang sedang Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan

dapat melawan gravitasi dan tahanan Tabel 2.2 Gradasi ukuran kekuatan otot (Suratun et al, 2008). D. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE. (Nugroho, 2011). 1. Pengkajian fisik (Brunner & Suddarth, 2001) : a. Biodata

24

Pengkajian difokuskan pada : Umur : karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi serangan stroke. Jenis kelamin : laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita. Ras : kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya. b. Keluhan utama Stroke Hemoragic : klien mengatakan nyeri kepala hebat, mual dan muntah Stroke non Hemoragic : klien mengatakan tiba-tiba tidak dapat menggerakkan salah satu anggota tubuhnya saat bangun pagi Stroke c. Riwayat penyakit dahulu Hipertensi, Diabetes melitus d. Riwayat penyakit sekarang Stroke

2. Pemeriksaan fisik Tekanan darah, 3. Pemeriksaan penunjang Lab, fungsi lumbal (atas indikasi), EKG, Radiologi

25

4. Terapi a. Stroke non Hemoragic: Anti edema, Gliserol 10%, Manitol 15-20%, Antiagregasi, Platelet, Asetosal, Nootropok, diberikan obat sekunder. b. Stroke Hemoragic: Anti edema, Antifibrinolitik, Rebleeding, Antispasme, Antagonis kalsium, Nootropik. 5. Lama rawatan a. 2 minggu untuk non hemoragic b. 3-4 minggu untuk hemoragic, tergantung keadaan. Diagnosa keperawatan : 1. Keterbatasan aktivitas dan merawat diri berhubungan dengan kelemahan neurumuskuler DO : a. Penurunan kesadaran b. Kehilangan sensai/reflek c. Kelumpuhan d. Tekanan darah meningkat e. Sesak

26

DS: a. Sakit kepala, kabur b. Kesemutan, lemas Tujuan : Peningkatan mobilitas sampai dengan maksimal (selama dirawat) Kriteria: a. Tampak peningkatan mobilitas b. Kekuatan otot meningkat Intervensi: a. Kaji keterbatasan aktivitas yang dialami. b. Cegah komplikasi imobilitas : ganti posisi, latihan pernafasan, jaga kebersihan kulit. c. Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif/pasif (ROM) pada anggota gerak yang sehat bila tidak ada kontra indikasi. d. Lakukan mobilisasi progresif. e. Beri dorongan penggunaan anggota gerak yang sakit/lemah jika memungkinkan. Gunakan lengan yang tidak sakit untuk melatih lengan yang sakit/lemah.

27

f. Observasi status penyebab kerusakan mobilitas fisik : tingkat kerusakan neuromuskuler, kondisi klien akibat peningkatan TIK, dll. g. Kolaborasi dengan medis untuk penanganan medis dan fisioterapi.

2. Gangguan menelan berhubungan dengan / kelumpuhan otot-otot menelan DO: a. Penurunan kesadaran b. Apasia, pelo c. Sulit menelan d. Muntah DS: a. Leher terasa kaku b. Susah mengunyah Tujuan : Klien dapat menelan tanpa aspirasi (1-3 hari) Kriteria : a. Reflek menelan baik

28

b. Tidak terjadi aspirasi saat makan/minum Intervensi : 1. Kaji kemampuan menelan. 2. Beri posisi setengah duduk dengan kepala agak fleksi untuk memudahkan proses menelan. 3. Hidangkan makanan lunak dan mudah ditelan. 4. Observasi tanda-tanda aspirasi 5. Ajarkan batuk efektif 6. Sunction kalo perlu 7. Bantu menyuapkan makanan secara perlahan 8. Kolaborasi dokter untuk pemberian terapi. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Hemiperese/hemiplegia (Padila, 2012). Tujuan : Kriteria Hasil : a. Tidak terjadi kontraktur sendi Bertambahnya kekuatan otot b. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas Intervensi :
29

a. Ubah posisi klien tiap 2 jam b. Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit c. Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang tidak sakit d. Tinggikan kepala dan tangan Rasional : a. Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan. b. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung pernapasan. c. Otot Volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan. 4. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap hipoksia, edema otak (Padila, 2012). Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami peningkatan intra kranial (TIK): a. Peningkatan tekanan darah. b. Nadi melebar. c. Pernafasan cheyne strokes. d. Muntah projectile.
30

e. Sakit kepala hebat. Intervensi : a. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK 1. Tekanan darah 2. Nadi 3. Gcs 4. Respirasi 5. Keluhan sakit kepala hebat 6. Muntah projectile 7. Pupil unilateral b. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali ada kontra indikasi. Hindari mengubah posisi dengan cepat. c. Pertahankan lingkungan tenang, sunyi dan pencahayaan redup. d. Berikan obat-obatan sesuai dengan pesanan: 1. Anti hipertensi 2. Anti koagulan 3. Analgetik 4. Vasodilator perifer

31

Rasional : a. Deteksi dini peningkatan TIK untuk melakukan tindakan lebih lanjut. b. Meninggikan kepala dapat membantu drainage vena untuk mengurangi kongestive vena. c. Meningkatkan istirahat dan menurunkan rangsangan menbantu menurunkan TIK. d. Menurunkan tekanan darah, mencegah terjadinya trombus, mengurangi nyeri. BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Variabel DEPENDENT - Tirah baring lama - Dekubitus - Kaku pada otot Ada Pengaruh Tidak ada Pengaruh Variabel INDEPENDENT

Kekuatan Otot Sendi Pasien Stroke

Latihan Range of Motion

32

- Usia - Jenis Kelamin - Hipertensi - DM tipe II - Komplikasi Keterangan:

: Diteliti : Punya pengaruh : Tidak diteliti B. Hipotesis Ho : Tidak ada pengaruh pemberian latihan Range Of Motion dengan kekuatan otot sendi pada pasien stroke di Irina F Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. H1 : Ada pengaruh pemberian latihan Range Of Motion dengan kekuatan otot sendi pada pasien stroke di Irina F Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

C. Variabel Penelitian 1. Variabel Independent : Latihan ROM (Range Of Motion) 2. Variabel Dependent : Kekuatan otot sendi pasien Stroke

D. Definisi Operasional

33

N o 1

Variabel Variabel Independent Latihan Of Motion

Definisi

Alat ukur

Kategori

Skala Nominal

Operasional Latihan gerak Lembar : yang dilakukan Observasi pasien dengan bantuan dari peneliti. Range oleh

Variabel Dependent Kekuatan otot

Kekuatan : pasien dinilai berdasarkan gerakan pasien dengan

otot Lembar yang Observasi

0 (zero) : Tidak ada kontraksi saat palpasi, paralisis 1 (trace) : Terasa

Ordinal

yang tersebut

adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan 2 (poor) : Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan gerakan sendi (range of motion, ROM) secara penuh 3 (fair) : Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan 4 (good) : Dapat melakukan ROM
34

dapat dilakukan

menggunakan Gradasi ukuran kekuatan otot.

secara penuh dan dapat melawan tahanan yang sedang 5 (normal) : Dapat melakukan penuh tahanan dan gerakan dapat sendi ( ROM) secara melawan gravitasi dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat Kuasi Eksperimen dengan metode Nonequivalent Control Group Desain. Desain satu kelompok Pre-Post Test, sebelum uji coba dilakukan pada sebuah kelompok tanpa kelompok kontrol, dilakukan lebih dahulu penilaian atau pengukuran pada kelompok tersebut. Selanjutnya dilakukan uji coba kelompok dan setelah uji coba kelompok tersebut dinilai kembali (Suryanto, 2011).

35

Kekuatan Otot pasien sebelum Latihan Range Of Motion

Latihan Range Of Motion

Kekuatan Otot pasien setelah Latihan Range Of Motion

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Irina F Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dari tanggal 03 Juni 2013 21 Juni 2013. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien stroke yang dirawat di Irina F Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, dari bulan Januari 2013 sampai dengan Maret 2013 sebanyak 69 pasien. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami stroke di Irina F Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Teknik pengambilan data sampel menggunakan cara Purposive Sampling,

36

pengambilan sampel yang didasarkan atas pertimbangan peneliti sendiri dan pada kasus-kasus yang kebetulan dijumpai saja. D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi a) Seluruh pasien yang sedang dirawat di Irina F Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado b) Bersedia menjadi responden c) Pasien stroke 2-3 hari setelah serangan 2. Kriteria Eksklusi a) Pasien stroke yang akan rawat jalan b) Pasien yang dalam kondisi tidak sadar c) Kelainan sendi (atrofi,ankilosis dan dislokasi)

E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah Lembar observasi untuk Latihan range of motion dan kekuatan otot. F. Prosedur Pengumpulan Data 1. Data Primer

37

a) Tahap awal penelitian, peneliti mendapatkan surat izin dari bagian akademik Institusi pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Unsrat untuk dapat mengambil data di BLU RSUP Prof. R. D. Kandou Manado. b) Setelah itu peneliti membawa surat izin dari bagian akademik Institusi pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Unsrat kepada kepala bagian pusat pendidikan dan penelitian di BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. c) Setelah surat izin dari kepala bagian pusat pendidikan dan penelitian di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou keluar, kemudian surat tersebut di teruskan kepada kepala instalasi atau kepada kepala ruangan di Irina F Neurologi. d) Penelitian akan dimulai setelah surat persetujuan diterima oleh kepala instalasi atau kepala ruangan Irina F Neurologi. 2. Data Sekunder Data sekunder, penelitian yang diperoleh dari data bagian medical record BLU RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado.

G. Cara penelitian Setelah mendapatkan persetujuan dari kepala ruangan dan mendapatkan data-data penelitian di ruang Irina F Neurologi BLU RSUP Prof Dr. R. D.

38

Kandou Manado, maka penelitian akan dilaksanakan. Penelitian akan dilaksanakan melalui tahap-tahap : 1. Memulai dengan memperkenalkan diri 2. Melakukan survei pendahuluan 3. Menentukan sampel sesuai kriteria Inklusi dan Eksklusi 4. Melakukan observasi awal (pre-test), yaitu mengukur kekuatan otot pasien dengan lembar observasi Gradasi kekuatan otot 5. Setelah itu dilakukan perlakuan latihan range of motion sebanyak 2 kali sehari dengan rentang waktu latihan 10 menit untuk setiap kali latihan dan dalam waktu 2 minggu. 6. Kemudian melakukan observasi akhir (post-test), dengan melihat ada atau tidak pengaruh latihan range of motion terhadap kekuatan otot pasien H. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Data yang dikumpulkan dari hasil yang telah diisi oleh responden, kemudian diolah dengan tahap-tahap berikut: a. Editing

39

Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengecek kembali datadata yang telah diisi responden sebagai bahan pelengkapan data yang masih diperlukan. b. Coding Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi berbentuk angka/bilangan, untuk mempermudah pengolahan data. c. Cleaning Merupakan pembersihan data-data yang sudah diambil apakah sudah benar atau belum. d. Tabulating Merupakan pengelompokkan data menurut sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian kedalam satu table.

2. Analisa Data a. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap variabel dan hasil penelitian, untuk menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel yang diteliti. b. Analisis Bivariat

40

Untuk melihat adanya pengaruh latihan range of motion terhadap kekuatan otot sendi pada pasien stroke dilakukan analisis statistik dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon test dengan komputer program SPSS versi 16 dengan nilai ( = 0,05).

I. Etika Penelitian Etika pengolahan data dapat dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Lembar persetujuan (Informed Consent) Informed Concent akan dibagikan kepada semua responden yang ada. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti terlebih dahulu dan dampak yang akan terjadi nanti. Peneliti menerima segala keputusan responden yang memilih menerima atau menolak lembar persetujuan tersebut. 2. Tanpa nama (Anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan menulis nama responden. 3. Kerahasiaan (Confidentialy) Seluruh data dan informasi yang telah dikumpulkan akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan pada hasil riset kemudian seluruh data yang tidak dibutuhkan akan dimusnahkan.

41

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Gofir, (2009). Manajemen stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press. Adams, et al., (2007). American of Academy of Neurology affirms the value of this guideline as an Quality of Care Outcomes in Research Interdisciplinary Working. Groups. Stroke,;38:16655-1771. Brunner dan Suddarth, (2008). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC. Carpenito, Lynda Jual. (2009). Nursing Care Plans & Documentation. New York: ISBN. Corwin, (2009). Buku Saku Patologi. Lippincott Williams & Wilkins,

42

USA. Depkes RI, (2011) http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-

release/1703-8-dari-1000-orang-di-indonesia-terkena-stroke.html di akses tanggal 13 mei 2013 jam 05.20 WITA. Dewanto et al, (2009). Diagnosa & Tata laksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC. Ginsberg, Lionel. (2008). Lecture notes neurologi. Jakarta: Erlangga. Irdawati,(2008). http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmi/article/view/ di akses tanggal 05 mei 2012 jam 08.00 WITA.

Lucia Parti Suryani, (2008). Gejala Stroke tidak hanya lumpuh. http://m.suaramerdeka.com. di akses tanggal 20 mei 2013 jam 10.30 WIB. Mawarti & Farid, (2013) http://www.google.com/jurnal.undip.ac.id di akses tanggal 11 mei 2013 jam 00.25 WITA. Mutaqqin, Arif. (2008). Buku ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan sistem musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

43

North American Spine Society, (2007): http//www// north american spine society.com diperoleh tanggal 20 januari 2007. Oman et al, (2008). Keperawatan Emergency. Jakarta. Hanley & Belfus, INC. Philadhelpia, Pennsylvania. USA Padila, (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta. Nuha Medika. PSIK Universitas Sam Ratulangi, (2004). Pengantar penulisan ilmiah. Potter & Perry, (2002). Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC. Potter & Perry, (2012). Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC. Rizaldy Pinzon, & Laksmi Asanti, (2010). Awas Stroke!. Yogyakarta: Andi Offset. Rusli Lutan et al, (2002). Pendidikan Kebugaran Jasmani: Orientasi Pembinaan di sepanjang hayat. Jakarta: Depdiknas Suratin & Heryati, (2008). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta: EGC. Suratun et al, (2008). Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Trans Info Media Jakarta.

44

Suryanto, (2011). Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Taufan Nugroho, (2011). Asuhan Keperawatan (maternitas, anak, bedah, penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. Valery Feigin, (2007). Stroke. Jakarta: Buana Ilmu Populer. Kelompok Gramedia. Wahyu, Genis. (2009). Stroke hanya menyerang orang tua ?.Yogyakarta: B. First. Waluyo. S, (2009). 100 Questions & Answers Stroke. Jakarta: Gramedia. Yastroki, (2011) http://www.yastroki.or.id/read.php?id=340 di akses tanggal 07 mei 2013 jam 11.00 WITA.

45

Anda mungkin juga menyukai