Anda di halaman 1dari 8

SUMBER LAVILA ECERSIL DEJAVU PEDANG DARAH DAN BUNGA IBLIS Diceritakan: G. K. H. 40.

BWE HWA HWE KONTRA PERKAMPUNGAN BUMI. Sungguh kejut Suma Bing bukan kepalang, terang dirinya sudah terkepung dalam bar isan, barisan apa yang diatur oleh musuhnya dia juga tidak tahu. Terdengar perempuan cantik itu tertawa genit, serunya: "Suma Bing, kau benar2 he bat dapat lolos dari kurungan penjara bawah tanah. Tapi hari ini seumpama kau tu mbuh sayap juga jangan harap dapat terbang keluar." Suma Bing mengertak keras: "Siluman rase, aku ingin jiwamu!" Kiu yang sin kang dikerahkan sampai sepuluh bagian terus dihantamkan keluar. Sej ak minum darah pusaka naga bumi. Lwekangnya sudah tambah berlipat ganda, maka di antara angin pukulannya itu samar2 sudah mengandung berkelebatnya sinar merah. Sedikit bergoyang badan perempuan cantik setengah umur itu tahu2 sudah menggeser kedudukan. Maka pukulan Suma Bing yang mengejutkan ini mengenai tempat kosong l agi. Kata ketua Bwe hwa hwe Chiu Thong dengan nada mengancam: "Suma Bing, kalau kau i ngin melawan itulah mimpi belaka, kau seorang laki2 harus tahu diri dan pasrah n asib saja, jikalau barisan ini kugerakkan, kau Sia sin kedua tidak lebih seperti anjing yang bergulingan diatas tanah saja." Hampir meledak dada Suma Bing, bukan saja karena diejek dan dihina, adalah kedua kali pukulannya yang mengenai tempat kosong tadi menurunkan semangat tempurnya. Disinilah baru ia sadari sebelum mengetahui seluk beluk barisan ini janganlah s embarangan bergerak, itu akan sia2 dan menghabiskan tenaga saja. Maka dia menaha n gusar dan menekan perasaan, matanya tajam dan memasang kuping bersiaga mencari kesempatan untuk lolos. Perempuan cantik setengah umur itu berseri girang, katanya kepada Chiu Thong: "T hongji, gerakkan barisan, supaya tidak membawa buntut dikelak kemudian hari..." Ketua Bwe hwa hwe sedikit mengangguk terus angkat sebelah tangan memberi aba2... Dalam sekejap itu bayangan orang terus berkelebatan, angin pukulan juga terus be rgulung dan menerjang tiba dari empat penjuru seperti angin lesus, suara bentura n yang menggelegar tak henti2nya sehingga memekakkan telinga, angin pukulan yang dahsyat seumpama gugur gunung terus melanda bergantian menerjang ketengah dari berbagai penjuru terus menebar dan berputar balik lagi... Betapapun Suma Bing sudah menggunakan seluruh kekuatannya untuk melindungi tubuh , bagaimana juga susah mengendalikan badan sendiri, tubuhnya tergoyang gontai da n sempoyongan kekanan kiri terbawa arus angin pukulan yang mengekang dari luar. Kekuatan pukulan sendiri juga amblas ditelan gelombang pukulan gabungan para mus uhnya tanpa meninggalkan jejak. Dalam keadaan demikian, betapa tinggi juga Lweka ngnya, pasti takkan kuat bertahan selama sepeminuman teh, pada saat itu mau tak mau dia harus mandah menyerah dan diringkus saja. Sungguh dia sangat menyesal, s ebetulnya dia sudah harus bergerak sebelum lawan sempat atau sempurna mengatur b arisannya, tapi sekarang sudah terlambat, sesal kemudian tak berguna. Sang waktu sedetik menuju kesemenit terus berjalan tanpa menanti. Keadaan Suma B ing sudah semakin payah, karena tenaga tidak dapat mengimbangi kekerasan hatinya , tubuhnya terus bergulingan mengikuti arus angin pukulan yang keras ber-gulung2 . Keadaan ini sangat berbahaya, sungguh dia tidak berani membayangkan kalau diri nya sudah kehabisan tenaga dan mandah diringkus oleh musuh. Loh Cu gi adalah mus uh bebuyutannya, kalau dirinya terjatuh ditangan orang2 Bwe hwa hwe, kematian ha nyalah bagiannya. Pada saat itulah, mendadak terdengar berbagai seruan kejut dan pekik kesakitan, barisan yang mengepung itu menjadi ribut dan kocar kacir, kekuatan angin pukulan yang mengekang dirinya juga susut sebagian besar. Suma Bing menenangkan pikiran dan menghimpun semangat, kini dengan gampang saja dia dapat menerjang keluar dari kepungan barisan musuh, waktu matanya menyapu ke sekelilingnya, tampak dua orang berseragam hijau dan berpuluh orang hitam tengah bertempur seru melawan para jagoan Bwe hwa hwe. Terutama kedua orang seragam hijau itu, bagai banteng ketaton dan harimau kelapa ran, cara bertempurnya hebat luar biasa, dimana terlihat tangan bergerak dan kak

i menendang lantas terdengar seruan kesakitan. Maka dalam sekejap mata saja maya t bergelimpangan diatas tanah, jumlahnya tidak kurang dari duapuluh lebih. Sekali pandang Suma Bing sudah jelas bahwa mereka ini tak lain adalah anak buah dari Perkampungan bumi. Kedua orang seragam hijau itu tidak lain adalah Sim tong Tongcu Song Liep hong dan Bu tong Tongcu Pau Bing sam. Bahwa Sim dan Bu dua Tongcu datang tepat pada waktunya memecahkan barisan dan me nolong jiwanya, hal ini benar2 diluar dugaan Suma Bing. Betapa gusar dan murka perempuan cantik setengah umur itu dan Chiu Thong kelihat an pada mimik wajahnya yang merah padam, susahlah dilukiskan betapa geram hati m ereka. Maka terdengar Chiu Thong membentak keras: "Berhenti!" Gelanggang pertempuran seketika sunyi senyap. Menggunakan kesempatan ini, segera Sim dan Bu dua Tongcu maju menghadap Suma Bin g sambil memberi hormat: "Sim tong Tongcu Song Liep hong menghadap Huma!" "Bu tong Tongcu Pau Bing san menghadap Huma!" Berkerut alis Suma Bing, katanya acuh tak acuh: "Sudahlah!" "Terima kasih kepada Huma!" "Kalian berdua sejak kini panggil saja namaku..." "Hamba tidak berani." Semua jagoan Bwe hwa hwe dari sang Ketua sampai anak buahnya sama pandang memand ang, sungguh tidak nyana bahwa Sia sin kedua ternyata sudah menjadi Huma (menant u raja) hal ini sebelumnya tidak diketahui oleh mereka. Segera Bu tong Tongcu Pau Bing sam maju sambil membungkuk tubuh serta berseru: " Harap Huma memberi petunjuk bagaimana kita harus bertindak!" Sorot mata Suma Bing yang mengandung nyala kebencian menyapu keseluruh gelanggan g lalu serunya: "Harap kalian pimpin semua anak buahmu menjaga empat penjuru, ja ngan lepaskan satu orangpun." "Terima perintah!" Tiba2 perempuan cantik setengah umur mendesak maju kearah Song Liep hong serta t anyanya: "Tuan ini dari aliran atau golongan mana?" Sebelum menjawab Song Liep hong memandang dulu Suma Bing... Segera Suma Bing yang menyanggah: "Jangan banyak mulut ladeni dia, jalankan peri ntah!" "Baik!" Begitu kedua Tongcu ini keluarkan perintahnya, semua anak buahnya yang berseraga m hitam segera berpencar keempat penjuru mengepung diluar barisan. Jadi situasi dalam gelanggang kini berobah, pihak Bwe hwa hwe yang semula mengepung kini berg anti dikepung. Sorot pandangan dingin Suma Bing menatap Ketua Bwe hwa hwe tajam2, desisnya: "Ch iu Thong, biar kusempurnakan kau dulu!" Tanpa terasa Ketua Bwe hwa hwe mundur satu langkah. Segera lima jagoannya meleji t tiba menghadang dihadapannya untuk melindungi sang Ketua. Pelan tapi pasti selangkah demi selangkah Suma Bing mendesak maju, mimik wajahny a semakin gelap dirundung kekejaman yang buas. Situasi sangat tegang mencekam ha ti. "Minggir!" disertai gertakan nyaring ini, mendadak Suma Bing menggerakkan kedua tangannya, dengan kekuatan himpunan Lwekangnya sekarang, betapa dahsyat pukulann ya ini susahlah diukur. Maka dimana angin pukulannya melanda, kontan terdengar j erit dan pekik kesakitan saling susul, tiga bayangan manusia terpental terbang s edang dua yang lain ter-guling2 dengan muntah darah. Bola mata Ketua Bwe hwa hwe Chiu Thong merah membara, sambil mengertak keras ia menerjang maju sambil menyerang dengan satu pukulan. Pukulannya ini sungguh heba t dan aneh sekali, jarang terlihat dalam dunia persilatan gaya serangan semacam ini. Tanpa berkelit atau menyingkir, Suma Bing malah memutar kedua tangannya terus me mapak pukulan lawan secara kekerasan. Keruan kaget Ketua Bwe hwa hwe bukan kepal ang, serta merta gerak geriknya menjadi lamban dan ragu-ragu. Sementara itu sambil tertawa ejek tangan kanan Suma Bing bergerak melintang teru s menyelonong menjojoh dada musuh, baru saja serangannya ini sampai ditengah jal an disusul pula oleh serangan tangan kiri, kecepatannya bagai kilat berkelebat. Tersipu2 Ketua Bwe hwa hwe menjejakkan kaki melejit menyingkir. Dalam waktu yang

bersamaan ini, dari sebelah belakang perempuan cantik setengah umur itu juga me lancarkan serangan membokong punggung Suma Bing. Mendadak Suma Bing kembangkan ilmu gerak kelit dari ilmu Bu siang sin hoat, tubu hnya berputar dan menggeser kedudukan selicin belut, maka tahu2 bayangannya suda h menghilang, terus terdengar dua kali seruan kaget dan kesakitan. Perempuan can tik setengah umur bersama Ketua Bwe hwa hwe sama terhuyung mundur, wajah mereka pucat pias, terang mereka sudah terluka dalam yang bukan ringan oleh pukulan Sum a Bing. "Chiu Thong, kau rebahlah!" ditengah suara hardikan yang keras ini, terdengar pu la lolong kesakitan, tampak ketua Bwe hwa hwe terhuyung limbung hampir roboh sam bil muntah darah, tapi akhirnya meloso diatas tanah. Tujuh bayangan manusia serempak berkelebat merintang didepannya. "Kalian cari mati!" Kiu yang sin kang menerbitkan gelombang dahsyat seumpama lah ar gunung berapi menerpa kearah tujuh musuhnya yang berani coba2 merintangi. Mak a terdengar pula jerit dan pekik menyayatkan hati saling susul, ketujuh tubuh ma nusia itu juga lantas beterbangan sungsang sumbel keempat penjuru. Bertepatan dengan saat itulah, mendadak terlihat selarik sinar merah disertai su ara mendesis langsung meluncur kearah Suma Bing. Se-konyong2 bayangan Suma Bing menghilang dan berputar secepat angin lesus, tahu 2 dia sudah menggeser kedudukan tiga tombak jauhnya dari tempat ia berdiri semul a. Sambil melambaikan angkin merahnya perempuan cantik setengah umur itu menatap ke arah Suma Bing dengan pandangan ber-api2. Kiranya selarik sinar merah tadi bukan lain adalah kain ikat pinggangnya itu yang dibuat senjata untuk menyerang Suma Bing. Kalau tidak mengandalkan kesaktian Bu siang sin hoat, sungguh sulit bagi S uma Bing dapat lolos dari serangan senjata lemas ini. Maka sambil mengempit Ketua Bwe hwa hwe, berkatalah perempuan cantik setengah um ur suaranya gemetar: "Suma Bing, selamat bertemu!" Keras2 Suma Bing menjengek hidung, ejeknya: "Kau masih hendak lari?" Sekali menjejakkan kaki perempuan setengah umur itu melejit jauh terus berlari k eluar membobol kepungan... "Kembali!" sekali berkelebat tahu2 Suma Bing sudah mencegat didepannya terus men ghantam kearah musuhnya. Kontan dengan telak perempuan setengah umur itu terpent al mundur bebeberapa langkah. Maka para jagoan Bwe hwa hwe lainnya beramai2 berlarian keluar hendak menyelamat kan jiwa sendiri. Tapi mereka tercegat dan dirintangi oleh anak buah Perkampunga n bumi yang sudah mengepung mereka. Dalam keadaan yang terpaksa dan terdesak ini, maka berkatalah perempuan cantik s etengah umur itu: "Suma Bing, apa yang hendak kau perbuat?" "Aku ingin jiwa kalian!" ancaman yang mengandung keanyiran darah ini benar2 meng giriskan semua pendengarnya. Terang Ketua Bwe hwa hwe sudah terluka parah, perempuan setengah umur ini juga t idak ringan lukanya, mana dia kuat bertahan, ditambah para anak buah Perkampunga n bumi juga bukan sembarangan jagoan silat, pula mereka sudah berjaga diempat pe njuru. Bagi Suma Bing untuk menyapu habis seluruh jagoan Bwe hwa hwe bukanlah su atu hal yang sukar seumpama membalik tangan saja gampangnya. Setelah menyapu pandang keseluruh gelanggang, berserulah Suma Bing: "Awas, aku h endak turun tangan." Peringatannya ini berarti dimulainya pembunuhan besar2-an, keruan semua jagoan B we hwa hwe bergidik ketakutan. Pada waktu itulah se-konyong2 sebuah bayangan orang meluncur tiba memasuki gelan ggang. Waktu pandangan Suma Bing menatap kearah bayangan yang baru tiba ini, tanpa tera sa tergetar hatinya. Ternyata pendatang baru ini bukan lain adalah gadis serba hitam yang pernah bers ua didalam gedung kelenteng bobrok di Sengtoh tempo hari, yaitu murid Pek chio L ojin yang mengaku bernama Siau ling. Sambil mengerling tajam berkatalah gadis serba hitam itu dengan dingin: "Suma Bi ng, kita bertemu lagi?" Suma Bing manggut2, sahutnya: "Benar, kedatangan nona ini..."

"Suma Bing, apa kau masih ingat janji kita tempo hari?" Suma Bing tertegun, sahutnya: "Tentu masih ingat!" "Kau masih utang satu syarat kepadaku, ya benar!" "Ya." "Kalau begitu, sekarang juga nonamu hendak menagih hutangmu itu!" "Sekarang?" "Ya, sekarang juga!" "Dapatkah nona memberi kelonggaran supaya aku dapat menyelesaikan urusanku disin i dulu?" "Tidak bisa!" Suma Bing serba salah dan tak habis mengerti. Naga2nya kedatangan gadis seragam hitam yang tepat pada waktunya ini bukan secara kebetulan belaka. Tapi untuk mem ohon sebutir Hoan hun tan dirinya pernah melulusi satu syarat apapun juga sebaga i penggantian, seorang laki2 harus menepati apa yang pernah diucapkan, mana bole h ingkar janji, maka katanya sambil kertak gigi: "Baik, katakanlah!" Gadis serba hitam menyeringai sinis, ujarnya: "Suma Bing sebelum kuajukan syarat ku ini perlu kiranya aku memperkenalkan diri!" "Bukankah, kau murid Pek chio Lojin?" "Benar sih benar, tapi yang kumaksud adalah asal usulku!" "Cayhe tidak ingin mengetahui riwayat hidup nona, lebih baik..." "Kau perlu dan harus mengetahui!" "Mengapa?" "Supaya kau dapat mati dengan meram!" Suma Bing tertawa hambar ujarnya: "Kata2 seorang laki2 sejati pasti dapat diperc aya, berani bersumpah pasti berani mati, cayhe tidak akan menyesal." "Ya, nanti setelah aku memperkenalkan siapa diriku, kau takkan berani berkata de mikian!" "Kalau begitu silahkan katakan!" "Aku bernama Loh Siau ling!" Suma Bing melengak tanyanya: "Kau she Loh?" "Benar, inilah ibuku bernama Ang siu li Ting Yan!" sambil berkata ia menunjuk pe rempuan setengah umur itu. Keruan berobah airmuka Suma Bing, suaranya tergetar: "Dia adalah ibumu?" "Tidak salah!" "Jadi kau ini adalah putri Loh Cu gi?" "Tepat sekali!" Saking geram timbul nafsu membunuh Suma Bing, desisnya bengis: "Aku harus membun uhmu". Loh Siau ling mengekeh dingin, jengeknya: "Suma Bing, bayar dulu syarat yang kua jukan ini!" Mimpi juga Suma Bing tidak menyangka bahwa gadis serba hitam ini ternyata adalah putri Loh Cu gi musuh bebuyutannya, maka katanya lagi: "Aku harus membunuh kau! " "Suma Bing, kau ini seorang ksatria?" "Kenapa bukan?" "Apakah ucapanmu dapat dipercaya" "Tentu!" "Kalau begitu dengar dulu syarat yang harus kuajukan." Apa boleh buat, Suma Bing mengertak gigi serunya: "Katakan!" Kata Loh Siau ling mengulum senyum: "Syaratku ini sangat gampang, kau tutuk send iri jalan darah mematikan!" Saking kaget Suma Bing terhuyung tiga langkah, serunya gusar: "Tidak mungkin!" Loh Siau ling menjengek dingin, umpatnya: "Suma Bing, jadi ucapanmu dulu itu ada lah kentut belaka?" Bayangan kematian membuat seluruh tubuh Suma Bing merinding bergidik. Kalau diri nya harus menutuk sendiri jalan darah yang mencacatkan badan, bukankah berarti j uga menghendaki jiwanya, malah mungkin akibatnya lebih mengenaskan dari kematian . Baru sekarang ia sadar telah tertipu dan masuk perangkap lawan, namun menyesal j uga sudah kasep. Apakah dia harus menepati janjinya dengan syarat yang kejam ini ? Bukankah menjadi makanan empuk dan enak bagi musuh besarnya ini? Sakit hati or

ang tua! Dendam perguruan, semua ini merangsang benaknya. Setelah di-pikir2, lal u dia berkata: "Janjiku pasti dapat kutepati, tapi setelah kamu sekalian sudah m enjadi mayat baru bisa kulaksanakan!" Loh Siau ling membentak bengis: "Suma Bing, tidak malukah kau berkata demikian, jikalau aku tidak menjelaskan asal-usulku, jikalau waktu di Yok ong bio aku meng ajukan syarat yang sama ini, apakah kau ragu2 dan bimbang? Apakah kau bakal meng eluarkan perkataanmu tadi?" Cep kelakep, Suma Bing bungkam seribu basa tidak dapat menjawab. Memang waktu di Yok ong bio dulu, kalau Loh Siau ling mengajukan syaratnya ini pasti tanpa ragu 2 dia menerima syaratnya itu, sebab dia ingin sebutir Hoan hun tan untuk menolon g jiwa bibinya Ong Fong jui, sebab dia tidak ingin bibinya mati karena dirinya. Tapi, hakikatnya adalah dia tidak rela mati begitu saja ditangan putri musuh bes arnya! Namun ini adalah pilihan keputusan antara mati atau hidup, juga merupakan perbedaan batas antara sumpah dan ingkar janji. Keadaan gelanggang seketika sun yi hening, namun masih dilingkupi suasana tegang dan hawa pembunuhan. Terdengar Loh Siau ling berkata lagi: "Suma Bing, kalau kau hendak menjilat luda hmu sendiri, katakan saja, nonamu ini tidak akan peduli lagi!" Dibawah gencetan antara dendam kesumat dan rasa kebencian yang meluap2, hampir s aja Suma Bing tertekan menggila, serunya geram sambil mengertak gigi: "Sungguh m enggelikan, aku Suma Bing seorang laki2 masa harus ingkar janji terhadap seorang perempuan!" "Kalau begitu, segeralah turun tangan, tutuklah jalan darah pencacatmu!" Lagi2 Suma Bing terhuyung mundur satu langkah... Mendadak diantara kelompok jagoan Bwe hwa hwe terdengar seruan kaget dan ketakut an be-ramai2 mereka menyiak kedua samping, maka terbentang sebuah jalanan. Tampa k seorang orang aneh yang seluruh tubuh berwarna hitam tengah melangkah memasuki gelanggang sambil berlenggang, dia tak lain tak bukan adalah Racun diracun. Serta merta Suma Bing menelan setengguk ludah. Lagi2 seorang musuh yang harus di a bunuh telah datang. Begitu memasuki gelanggang, dengan sorot pandangan dingin Racun diracun menyapu pandang keseluruh gelanggang, lalu berkata kepada Loh Siau ling: "Kau ini yang m enginginkan Suma Bing menutuk sendiri jalan darah pencacat tubuhnya?" "Memang begitulah kejadiannya!" sahut Loh Siau ling sambil manggut2. "Mengapa?" "Mengajukan syarat!" "Syarat apa?" "Ini bukan urusanmu tuan!" "Belum tentu!" "Jadi tuan juga ingin menangguk diair keruh?" "Harus kulihat dulu, ini urusan apa dan untuk kepentingan apa?" Sepasang bola mata Loh Siau ling yang bening cemerlang berputar, lalu katanya: " Ini aku boleh beritahu kepadamu. Suma Bing mohon sebutir Hoan hun tan kepadaku, dia sendiri yang minta supaya aku mengeluarkan syarat apapun untuk mengganti oba tku itu..." "Maka syarat nona itu adalah menyuruh dia menutuk jalan darah sendiri supaya cac at tubuhnya?" "Tidak salah!" "Bukankah keinginanmu ini terlalu kejam?" "Suma Bing boleh mengingkari janji atau tidak setuju dengan syaratku yang kuajuk an kalau dia merasa itu terlalu kejam, telengas atau keji!" Semprot Suma Bing dengan geramnya: "Kau jangan banyak mulut untuk mengekang aku, Lalu dia berpaling mengha tidak nanti aku Suma Bing ingkar janji terhadap kau!" dapi Racun diracun, serunya: "Urusan cayhe ini harap tuan jangan turut campur!" Racun diracun menjengek dingin, ejeknya: "Suma Bing, benar2 kau ingin mati?" Sikap Suma Bing tetap angkuh dingin, sahutnya: "Urusanku tidak perlu tuan turut kuatir!" Racun diracun mengekeh panjang, katanya: "Suma Bing, sakit hati orang tuamu belu m kau balas, dendam perguruan juga belum kau himpas. Kalau sekarang kau membawa adatmu sendiri, kau akan menjadi seorang berdosa sepanjang masa, seorang anak ya ng tidak berbakti dan tidak mengenal kebajikan!"

Mendengar tegoran yang menusuk hati ini, tergetar seluruh tubuh Suma Bing, jidat nya basah oleh keringat, bukan dia tidak tahu, adalah karena terbawa oleh sifat angkuh dan keras kepalanya membuat dia malu untuk ingkar janji seumpama jiwa sen diri harus melayang juga harus dilakoni. Sementara itu perempuan cantik setengah umur itu tengah menghimpun tenaga dengan tekun untuk mengobati luka parah Chiu Thong. Semua jagoan Bwe hwa hwe tengah me ngunjuk sorot mata yang penuh pengharapan menatap kearah Loh Siau ling. Tanpa menghiraukan Suma Bing lagi, Racun diracun membalik menghadapi Loh Siau li ng, tanyanya: "Siapa namamu?" "Aku bernama Loh Siau ling!" "Ada permusuhan atau dendam sakit hati apa antara kau dengan Suma Bing?" agaknya Racun diracun belum mengetahui bahwa Loh Siau ling ini adalah putrinya Loh Cu g i. Loh Siau ling merasa sebal, katanya tak sabar: "Tuan benar2 hendak turut campur? " "Boleh dikata demikian!" "Jadi tuan hendak membantu Suma Bing untuk mengingkari sumpahnya?" "Ini belum tentu, apa kau tahu akibatnya setelah kau mengajukan syaratmu itu?" "Akibat apa?" "Bwe hwa hwe akan hancur dalam sekejap mata!" "Huh, mengandal kau tuan, apa mampu?" "Kau tahu siapa2 yang menjaga diluar lingkungan itu?" "Siapa?" balas tanya Loh Siau ling acuh tak acuh. "Sim dan Bu dua Tongcu serta anak buahnya dari Perkampungan bumi." Mendengar keterangan ini, semua anak buah dari Bwe hwa hwe terperanjat dan genta r sungguh tidak mereka sangka bahwa musuh yang mengepung diluar itu ternyata ada lah anak buah Perkampungan bumi yang merupakan salah satu tempat keramat dan dit akuti oleh kaum persilatan itu. Demikian juga air muka Loh Siau ling berobah tegang, tanpa terasa dia mundur dua langkah, sorot matanya menyapu pandang kearah anak buah Perkampungan bumi serta serunya: "Apa benar?" Mulut Racun diracun ber-kecap2 mengejek, katanya: "Loh Siau ling, terus terang k uberitahu. Suma Bing adalah Huma dari Te po, juga menjadi calon utama dari majik an Te po yang akan datang, maka cobalah kau berbuat menurut keinginan hatimu." Wajah Loh Siau ling be-robah2 pucat dan kehijauan. Tujuannya hendak melenyapkan Suma Bing adalah untuk menghilangkan perintang jalan bagi tujuan besar ayahnya. Akan tetapi kekuatan Te po merupakan lawan ampuh yang susah diatasi bagi Bwe hwa hwe. Maka dalam keadaan yang mendesak ini pikirannya menjadi butek dan kehilang an pedoman arah tujuan. "Loh Siau ling," kata Racun diracun pula, "Apa kau tahu tempat apakah ini?" Loh Siau ling tertegun, tanyanya: "Tempat apa?" "Daerah terlarang dalam kekuasaan Racun diracun!" "Daerah terlarang?" "Sedikitpun tidak salah!" Loh Siau ling tidak ambil peduli, sahutnya dingin: "Kalau daerah terlarang kau m au apa?" "Yang melanggar daerahku terlarang harus mati!" Kala itu Ang siu li Ting Yan sudah selesai mengobati luka parah ketua Bwe hwa hw e mereka sama2 bangkit berdiri. Air muka Loh Siau ling berobah membeku, tantangnya: "Tuan sangka dengan racunmu itu kau lantas dapat malang melintang tanpa tandingan?" Racun diracun mengakak tawa, serunya: "Aku tahu kau adalah murid tabib sakti Pek chio Lojin yang kenamaan itu. Tapi perlu kujelaskan, mengandal kemampuan obat p emunahnya Pek chio Lojin, pasti takkan dapat mengatasi bisaku yang bernama Racun dalam racun! Kalau kau tidak percaya boleh silahkan dicoba!" "Racun dalam racun?" gemetar suara Loh Siau ling. "Tidak salah Racun didalam racun!" Suma Bing sendiri juga tidak ketinggalan berobah wajahnya, dia sendiri sudah per nah merasakan kelihayan bisa yang bernama Racun dalam racun itu. Jikalau Phoa Ki n sian tidak menolongnya dengan obat Tan tiong tan, pasti dirinya sudah melayang

jiwanya. "Lalu apa maksud tujuan tuan?" bentak Loh Siau ling nekad. "Semua hadirin dalam gelanggang ini sudah terkena racun didalam racun termasuk k au sendiri, tidak percaya coba kau empos pernapasan!" Loh Siau ling adalah murid Pek chio Lojin seorang tabib kenamaan yang pandai dan paham pengobatan. Begitu dia mencoba bernapas terasa memang dirinya telah terke na racun berbisa, dilihatnya semua anak buahnya juga mengunjuk rasa kejut dan ke takutan, terang mereka juga sudah terkena bisa racun, nyata bahwa ancaman Racun diracun bukan main2 belaka. Ter-sipu2 dirogohnya keluar beberapa butir obat pemunah racun terus ditelannya, setelah sekian lama dia memeriksa, benar juga kiranya obatnya ini tidak mujarab dan tak berguna melawan bisa Racun dalam racun. Baru sekarang dia benar2 terpera njat dan takut, maka bentaknya dengan bengis: "Tuan apa maksudmu sebenarnya?" Pelan dan tegas berkatalah Racun diracun: "Semua orang yang memasuki daerahku te rlarang harus dihukum mati, ini sudah merupakan undang2. Tapi hari ini baiklah a ku melanggar kebiasaanku itu..." "Kalau tuan melanggar pantangan sendiri pasti disertai syarat bukan?" tanya Ketu a Bwe hwa hwe dengan perasaan haru. "Tidak salah, kau ini pintar juga!" "Syarat apa?" Racun diracun tetap menghadapi Loh Siau ling, ujarnya: "Gampang sekali, kau bata lkan syarat yang kau ajukan kepada Suma Bing. Maka aku tidak akan menarik panjan g urusan ini, segera kuberikan obat pemunahnya, maka kalian harus segera menggel inding pergi. "Tidak mungkin terjadi!" "Racunku itu dikolong langit ini tiada seorangpun yang mampu memunahkan. Maka se mua yang telah terkena racunku ini dalam setengah jam saja bakal bergelimpangan mati." Kata2nya ini diucapkan dengan enteng dan seenaknya saja, tapi dalam pendengaran para jagoan Bwe hwa hwe, se-olah2 perintah dari Giam lo ong, semua pucat dan gem etar saking ketakutan. Terdengar Ang siu li Ting Yan ikut bicara: "Apa tuan berani bertanggung jawab ki ta semua dapat keluar semua dengan selamat?" "Sudah tentu!" "Kalau begitu, anak Ling, lulusilah!" Namun pada saat itulah mendadak Suma Bing menyelak dengan suara menggeledek: "Ra cun diracun, cayhe tidak sudi menerima budimu ini!" "Suma Bing, agaknya kau takut menghadapi kenyataan ini. Memang aku berhutang jiw a beberapa orang terhadap kau, tapi siang2 sudah kukatakan ini merupakan dua hal yang tersendiri jangan kau campur baurkan. Suma Bing jangan kau salah sangka ba hwa aku bakal menanam budi untuk menebus dosa2ku yang tertunggak itu atau minta pengampunan kepadamu. Bukti menyatakan kalau aku ingin kau segera mati segampang membalikkan tangan. Akan tetapi, sudah kukatakan setengah tahun lagi aku akan m emberikan pertanggungan jawabku kepada kau, mengapa tidak kau nantikan setengah tahun lagi, urusan hari ini adalah..." "Aku belum pernah melulusi kau menanti setengah tahun lamanya!" demikian tiba2 t ukas Suma Bing dengan angkuhnya. "Jadi kau sekarang juga hendak turun tangan?" "Ada kemungkinan!" "Suma Bing kau ini binatang berdarah dingin!" "Ketahuilah aku tidak sudi menerima kebaikanmu!" "Kau takut akan hati nuranimu sendiri yang bakal tidak tentram?" "Tidak peduli bagaimana juga aku tidak setuju!" "Jadi kau sudah bertekad hendak mati?" "Itu urusanku sendiri!" "Tapi saat ini kau berada didaerahku yang terlarang diinjak orang luar, akulah t uan rumah disini, apa yang senang kuperbuat pasti kulakukan, siapapun tiada hak merintangi, kau sudah mengerti?" Bukan main heran Suma Bing dibawah solokan didepan sana adalah tempat mengasingk an diri bibinya Ong Fong jui dan muridnya Phoa Kin sian. Tapi dengan tandas Racu

n diracun berulang2 mengatakan bahwa daerah sekitar sini adalah daerahnya yang t erlarang. Tentu ada hal2 yang mencurigakan? Betapa kejam dan telengas sifat Racun diracun ini, tulang belulang kekasihnya Ti ng Hoan masih belum dingin. Mengapa pula dia mengambil resiko sedemikian besar u ntuk membantu dirinya? Menurut apa yang pernah dikatakan Goan Hi Taysu dari Siau lim si bahwa dia sealiran dengan Pek kut Hujin malah mungkin adalah muridnya. S udah ber-ulang kali mereka guru dan murid ulurkan tangan menolong jiwanya dan me nanam budi pada dirinya. Sekarang ini juga dalam saat2 dirinya menghadapi mara b ahaya dia muncul lagi, Mengapa? Karena dia memperkosa dan membunuh Ting Hoan. Karena mempermainkan Thong Ping ya ng tidak berdosa dan membunuh ibundanya. Maka dia bersumpah hendak menumpas manu sia laknat ini! Tapi berbagai kenyataan sudah membuktikan sudah beberapa kali di a menolong jiwanya. Ini juga kenyataan yang tidak mungkin disangkal lagi. Antara dendam kesumat dan budi kebajikan membuat dia tertekan dalam kepedihan, sanubar inya menjerit dan mengeluh. Sepak terjang Racun diracun ini benar2 hebat, apalagi kalau dipikirkan secara se hat agaknya sangat mustahil. ________________________________________________________________________________ ___ Ya, mengapa Racun diracun selalu muncul tepat pada waktu Suma Bing menghadapi ma ra bahaya? Siapakah Racun diracun sebenarnya? Apa benar Pek chio Lojin yang dikejar dan hendak dibunuh oleh Rasul penembus dad a itu sudah meninggal? Tokoh macam apakah tabib kenamaan ini? Akhirnya Suma Bing langsung berhadapan dengan Loh Cu gi setelah memperoleh pelaj aran yang tertera didalam Pedang darah dan Bunga Iblis. Dapatkah ilmu mujijat ya ng tiada taranya ini mengalahkan jagoan nomor satu pada empatbelas tahun yang la lu? ________________________________________________________________________________ ___

Anda mungkin juga menyukai