Anda di halaman 1dari 41

186

BAB IX
OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK


9.1 PENDAHULUAN
Mengelola operasi pernbagian beban pembangkit dalam suatu operasi sistem tenaga listrik
merupakan hal yang sangat penting. Apalagi bilamana sistem itu terdiri dari berbagai jenis
pmbangkit, seperti Pusat Listrik tenaga air (PLTA), Pusat Tenaga Listrik Uap (PLTU) Pusat
Tenaga Listrik Diesel (PLTD), Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG). Pada hakekatnya jenis-jenis
pembangkit ini dapat dibagi kedalam sub sistem hidro (kelompok PLTA) dan subsistem termis
(kelompok pusat listrik tenaga termis).
Mengoperasikan suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat pembangkit
listrik, diperlukan suatu koordinasi di dalam penjadualan pembebanan besar daya listrik yang
dibangkitkan masing-masing pusat pembangkit listrik, sehingga diperoleh biaya pembangkit
yang minimum. Sistem tenaga listrik yang terdiri dari pusat-pusat listrik tenaga air dan pusat
listrik tenaga thermal, telah diketahui bahwa biaya operasi PLTA jauh lebih kecil dari biaya
operasi pembangkit listrik tenaga thermal untuk menghasilkan daya yang sama.
Masalah pada operasi sistem tenaga listrik seperti di atas adalah dalam melayani beban
listrik yang tertentu besarnya dan dalam selang waktu tertentu. Yang menjadi permasalahan
adalah bilamana terjadi interkoneksi antar subsistem hidro dan subsistem termis. Banyak
pertanyaan yang akan dimunculkan dimana salah satunya adalah bagaimana membebani
pembangkit hidro dan pembangkit termis agar didapatkan suatu pembebanan yang optimal
atau yang dikenal dengan lebih ekonomis.
Hal ini berarti dalam pembangkitan dan penyaluran energi itu harus dilakukan secara
ekonomis dan rasional. Terdapat dua pokok permasalahan yang harus dipecahkan dalam
operasi ekonomis pembangkitan pada system tenaga listrik yaitu:
1. Pengaturan Unit Pembangkit (Unit Commitment)
Penanganan biaya operasi pembangkit tenaga listrik bisa diminimalkan dengan cara
mencari kombinasi yang tepat dari unit pembangkit yang ada. Hal ini dikenal dengan
pengaturan unit (Unit Commitment). dengan membuat skema urutan prioritas, yaitu
187

merupakan metode pengoperasian unit pembangkit berdasarkan total biaya rata-rata bahan
bakar yang paling murah.
2. Penjadwalan Ekonomis (Economic Dispatch)
Penjadwalan ekonomis (economic dispatch) adalah suatu usaha untuk menentukan besar
daya yang harus di supplai dari tiap unit generator untuk memenuhi beban tertentu dengan
tujuan meminimumkan biaya operasi pembangkitan.
Berbagai metode dikembangkan untuk memecahkan persoalan optimasi pembebanan
pembangkit. Diantaranya adalah metode Linear Programming, metode La Grange Multiplier,
metode Gradien yang dapat digabungkan dengan metode dynamic programing dan masih
banyak gabungan metode lain yang dikembangkan oleh para pakar dalam bidang kelistrikan.
Pada bahasan ini dibahas berberapa metode optimasi sebagai berikut.

9.2 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE LI NEAR PROGRAMMI NG
Sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan secara optimal dan permasalahannya
membutuhkan cara yang lebih baik dalam:
- Pemecahannya
- Teknik-teknik operation research
- Model-model pemrograman optimal
- Metode-metode pemrograman optimal
Sejak revolusi industri, dunia teknologi mengalami perubahan dan perkembangan yang
sangat pesat dengan perkembangan industri, maka timbul masalah-masalah yang cukup rumit,
yang membutuhkan pemecahan yang tidak mudah. Disini para teknokrat mencari/mengadakan
studi riset operasi (operation research, model-model pemrograman optimal dalam
menyelesaikan masalah yang timbul dan kompleksitas serta spesialisasi dalam
mengalokasikan sumber daya.
Defenition Operation Research
1. Morse & Kimball dalam bukunya Method Operation Research adalah suatu metode
ilmiah yang memungkinkan para manajer mengambil keputusan mengenai kegiatan yang
mereka tangani dengan dasar kuantitatif.
2. Churghman & Arkoff, dalam bukunya Introduction Operation Research (OR) sebagai
aplikasi metode-metode, teknik-teknik dan peralatan ilmiah dalam menghadapi masalah
188

yang timbul dalam operasi perusahaan dengan tujuan ditemukannya pemecahan yang
optimum.
3. Miller & MK.Stam; Executive Decisions & Operation Research sebagai peralatan
manajemen yang menyatukan ilmu pengetahuan matematika dan logika dalam kerangka
pemecahan masalah-masalah, dipecahkan secara optimal.
Dari ke tiga defenisi dapat disimpulkan bahwa: Operation Research (OR) berkenaan dengan
pengambilan keputusan optimal, optimal dalam teknik ekonomi. Dalam pengalokasian sumber
daya dengan menggunakan model-model pemrograman optimal seperti Linear Programming
(L.P.)

9.2.1 Pemrograman Linear
Dalam pemrograman Linear dimulai dengan teknik pemrograman yang meliputi:
Metode grafik
Metode simplex
Metode dualitas
Dalam kuliah ini dititik beratkan pada:
- Metode simplex dan
- Metode dualitas
Keduanya saling berkaitan karena:
Karena pemrograman linear simplex memberikan persamaan yang lebih dari tiga
variabel sistem pembangkitan variabel.
Biaya pembangkitan tiap pembangkit
Besar daya yang dibangkitkan tiap pembangkit
Jadi ini berkaitan dengan teori umum pemrograman linear, dimana Pemrograman linear
merupakan model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah,
pengalokasian/penjadualan sumber pembangkit secara optimal.

9.2.2 Optimasi Biaya
Optimasi biaya dapat didefenisikan sebagai suatu proses menemukan kondisi yang
memberikan nilai maksimum atau minimum suatu fungsi.
189

F(X)
- F(X)
X

Gambar.9.1 Optimasi Biaya
Karena maksimum suatu fungsi dapat diperoleh dengan menentukan dari negative fungsi
tersebut, sehingga optimasi dapat diartikan sebagai minimisasi. Jadi optimasi biaya sama
dengan minimisasi biaya.
Optimisasi:
1. Optimisasi multivariabel tanpa kendala (constrained)
2. Optimisasi multivariabel dengan kendala

9.2.3 Model Pemrograman Linear
Perhatikan aplikasi optimisasi pada sistem hibrid dengan load duration curve. Model
matematik perumusan masalah pengaplikasian sumber daya untuk berbagai kegiatan disebut
pemrograman linear. Dalam pemecahan masalah ada dua macam fungsi:
1. Fungsi kendala Fungsi tujuan (objective function) adalah fungsi yang menggambarkan
tujuan/sasaran di dalam permasalahan pemrograman linear dengan pengaturan secara
optimal sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal.
2. Fungsi kendala (constrained function) adalah fungsi batasan merupakan bentuk
penyajian secara matematis batasan-batasan (kendala-kendala) kapasitas yang tersedia
yang akan dialokasikan secara optimal sebagai kegiatan.

190

Untuk mempermudah pembahasan PL digunakan simbol-simbol sebagai berikut:
m = macam batasan sumber daya atau fasilitas yang tersedia.
n = macam kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber daya.
i = nomor setiap macam sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1.2.3m)
j = nomor setiap macam kegiatan yang mengunakan sumber daya fasilitas yang tersedia
; (j = 1,2,n).
Xj = kapasitas daya yang harus dibangkitkan oleh pembangkit daya (j = 1,2,n).
Aij = banyaknya sumber (eleven-elemen masukan) koefisien yang diperlukan untuk
menghasilkan setiap unit keluaran (output) kegiatan i (1= 1,2,m dan j =
1,2,,n).
Bi = banyaknya sumber yang tersedia / beban yang dialokasikan.
Cj = biaya pembangkitan (USD Cent/kWh)

Fungsi Tujuan

n n
X C X C X C F
2 2 1 1
+ =
F

=

=
n
i
i i
X C
1
........Fungsi Tujuan
(9.1)

Fungsi Kendala

1 1 1 14 13 2 1 11
......... b X A a a a a
n n
s + + + +

2 2 2 24 23 2 2 31
......... b X A a a a a
n n
s + + + +

3 3 3 34 33 2 3 31
......... b X A a a a a
n n
s + + + +

j
B =
=
j
n
i
i i
x a
1
..Fungsi Kendala.
(9.2)







191

9.3 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE PROGRAM DINAMIS
9.3.1 Perkembangan Pemrograman Dinamis
Pada persoalan praktis aplikasi pemrograman dinamis pengambilan kondisi berbeda dalam
waktu, kondisi berbeda dalam ruang dan pada tingkat-tingkat (level) yang berbeda. Katakan,
untuk sebuah komponen, untuk sebuah system atau sebuah sub system. Persoalan yang
padanya dibuatkan keputusan secara berurutan disebut persoalan-persoalan dengan keputusan
berturutan. Karena keputusan- keputusan ini dibuat dalam sejumlah tahap, mereka
persoalannya juga dikatakan persoalan dengan keputusan bertahap banyak.
Sejalan dengan pendapat di atas menyatakan, pemrograman dinamis adalah suatu
pendekatan optimalisasi yang mengalihkan sebuah persoalan yang kompleks ke dalam
sederetan persoalan-persoalan yang lebih sederhana yang mempunyai karakteristik utama
sebagai tahapan prosedur-prosedur optimalisasi.
Selanjutnya membahas mengenai pemrograman dinamis seperti yang dipaparkan pada
paragraph- paragraph berikut ini:
Pemrograman dinamis adalah sebuah teknik matematik yang sangat sesuai untuk
optimalisasi dari persoalan- persoalan dengan keputusan bertahap banyak. Teknik ini dibuat
oleh Richard Bellman pada awal tahun 1950-an.
Teknik pemrograman dinamis bila diterapkan, memperlihatkan atau menguraikan sebuah
persoalan keputusan tahap banyak sebagai sebuah deretan dari persoalan- persoalan dengan
penyelesaian bertahap tunggal. Jadi sebuah persoalan dengan N-variabel digambarkan sebagai
sebuah deretan dari N buah persoalan tunggal yang diselesaikan secara berturut-turut.
Pada kebanyakan persoalan, N buah sub-persoalan ini lebih mudah diselesaikan dari
program asalnya. Penguraian menjadi N buah sub-persoalan adalah dengan tujuan untuk
mendapatkan penyelesaian optimal suatu persoalan asal menggunakan penyelesaian secara
optimal dari sub-sub persoalan.
Adalah penting untuk dicatat bahwa hanya satu teknik optimalisasi tertentu yang
digunakan untuk optimasi persoalan-tunggal tidak selamanya relevan. Boleh jadi
pemecahannya bervariasi dari proses berturutan sederhana sampai kalkulus diferensial atau
sebuah teknik pemrograman non linear.
Persoalan dengan keputusan tahap banyak dapat juga diselesaikan dengan aplikasi
langsung dari optimalisasi klasik. Akan tetapi, hal ini membutuhkan jumlah variabel yang
192

kecil, fungsi-fungsi yang terlibat menjadi kontiniu dan dapat diturunkan (differentiable) secara
kontiniu dan titik-titik optimum tidak berada pada titik batas (boundary).
Lebih jauh, persoalan harus relatif sederhana sehingga set dari persamaan-persamaan
resultant dapat diselesaikan apakah secara analisis atau numerik. Teknik-teknik pemrograman
non linear dapat digunakan untuk menyelesaikan secara lebih mudah persoalan- persoalan
dengan keputusan bertahap yang ruwet (complicated). Tetapi aplikasi-aplikasi membutuhkan
variabel-variabel yang kontiniu dan sebuah pengetahuan awal mengenai daerah maksimum
dan minimum global. Pada keseluruhan kasus ini, pemakaian dari variabel-variabel stochastic
membuat persoalan menjadi sangat kompleks dan bertele-tele. Persoalan ini tidak dapat
diselesaikan kecuali dengan menggunakan beberapa pendekatan seperti optimisasi bersyarat
kesempatan (change constained optimization).
Pemrograman Dinamis, pada sisi lain dapat berkesesuaian dengan variabel-variabel diskrit,
tidak cembung (non convex) dan fungsi-fungsi yang tidak dapat diturunkan (non
differentiable). Secara umum, pemrograman ini dapat memasuki sejumlah variabel stokastik
dengan modifikasi sederhana dari prosedur deterministic. Pemrograman dinamis menderita
(mengalami) kekurangan dari apa yang disebut sebuah major drawback, dikenal dengan curse
of dimensionality. Akan tetapi, karena kekurangan ini dia cocok untuk penyelesaian yang
mempunyai wilayah luas dari persoalan-persoalan rumit (complex) pada beberapa hal
pembuatan keputusan.
Beberapa penyelesaian pemrograman dinamis memakai metode graf maupun digraf. Graf
adalah himpunan berhingga titik-titik V yang diszebut Vertex dan garis-garis penghubungnya
E yang disebut rusuk. Sementara digraf adalah suatu graf yang setiap rusuknya mempunyai
arah dari titik awal (i) ke titik akhir (j).

Sementara Wood (1984), menyatakan bahwa pemrograman dinamis mempunyai
keunggulan melalui bentuk skema barisan, yang mana akan memperkecil dimensi dari
persoalan-persoalan. Juga dikatakan oleh Wood, andaikan terdapat empat unit dari system
pembangkitan akan memungkinkan terjadi: 2
4
- 1 - 15, kombinasi dari system pembangkitan
tersebut. Dalam pemakaian pemrograman dinamis pada pembangkitan, terdapat kemungkinan
subyektif untuk menentukan prioritas mana yang akan diambil sebagai urutan-urutan
penyalaan pembangkit.

193

9.3.2 Penyelesaian Penjadualan Pembangkitan dengan Pemrograman Dinamis.
Terdapat komitmen yang berlaku untuk penjadualan pembangkitan, yaitu:
Tidak ada biaya pembangkitan yang nol
Karakteristik input-output linear mulai dari beban nol sampai dengan beban penuh
Tidak ada pembatasan lain
Biaya awal (pemanasan) dianggap konstan.
Selain itu, dalam penyelesaian menggunakan pemrograman dinamis berikut terdapat
asumsi-asumsi:
Adanya sebuah keadaan, di mana system terdiri dari deretan (matrix) unit pembangkit
dengan karakteristik khusus sedang beroperasi dan lainnya berada di luar system
tersebut dan siap masuk ke dalam system.
Biaya pembangkitan awal (pemanas) dari tiap unit adalah tidak terikat waktu dan dia
tidak masuk dalam kurva input-output terpakai.
Tidak terdapat biaya dalam memutuskan pembangkit keluar dari system.
Terdapat instruksi yang ketat mengenai prioritas dan pada setiap interval sejumlah
kapasitas minimum yang harus dioperasikan.
9.3.3 Pendekatan Pemrograman Dinamis Mundur ke belakang (backward).
Awal dari pendekatan pemrograman dinamis adalah dengan menggunakan pendekatan
mundur ke belakang (backward) dalam waktu, yang mana penyelesaian mulai dari interval
terakhir dan berjalan mundur menuju titik awal. Terdapat penentuan sebanyak M interval pada
periode ini. Persamaan pemrograman dinamis untuk penghitungan biaya bahan bakar total
yang minimum dalam sebuah rentang waktu, diberikan oleh persamaan berikut:
)] , 1 ( ) 1 , : , ( ) , ( [ ) , (
cos cos cos cos
J K F K J K I S I K P Min I K F
t t t t
+ + + + =
) , ( ) , (
cos cos
I M P I M F
t t
= (9.3)
dimana:
) , (
cos
I K F
t
= biaya bahan bakar total minimum dari keadaan I dimana dalam
interval K sampai akhir dari interval M
) , (
cos
I K P
t
= biaya pembangkitan minimum dalam penyuplaian beban selama
interval K pada keadaan I
194

) 1 , : , (
cos
+ K J K I S
t
= kenaikan (incremental) biaya pemanasan dari keadaan I pada
interval ke K sampai keadaan J di dalam interval ke (K+1).
) (J

= set dari keadaan keadaan yang mungkin di dalam interval K+1.
Biaya produksi

) 1 (
c o s
+ K P
t

diperoleh melalui pembebanan ekonomis unit-unit
terpasang pada keadaan I.
Sebuah jalur

(path) adalah sebuah penjadualan dimulai dari sebuah keadaan pada interval
ke akhir interval M.
Sebuah kalor optimal (optimal path) adalah sebuah jalur biaya yang mana total biaya
beban adalah minimum.
Persamaan (9.3) memperlihatkan dengan memberikan jalur jalur optimal mulai dari
semua keadaan individual di dalam interval ke (K+1), jalur optimal mulai dari tiap keadaan di
dalam interval ke K dapat diperoleh. Ini adalah sebuah keuntungan dari metode pemrograman
dinamis. Prosedur untuk menentukan penjadualan optimal dan biaya bahan bakar total
minimum diperlihatkan oleh flowchart pada gambar 9.2.
9.3.4 Pendekatan Pemrograman Dinamis dengan Langkah Maju
Pendekatan langkah mundur yang dibahas sebelumnya, tidak mengatasi banyak situasi
praktis, misalnya: bila biaya pemanasan awal tidak merupakan fungsi dari waktu dan berada di
luar system (off line). Pada pendekatan langkah maju mungkin lebih cocok untuk dipakai bila
keadaan praktis diperhatikan, seperti keadaan sebelum penjadualan dapat diperhitungkan pada
setiap keadaan (stage). Hal ini dapat dilihat pada flowchart pada gambar 9.2
195

STOP
JAJAKI JADUAL OPTIMAL
K=1
?
FCOST (K,I)=MIN[PCOST(K,I)+(J) {L}
SCOST(I,K:K+1)+FCOST(K+1,J)]
K=K-1
FCOST(M,I)=PCOST(M,I)
K=M
MULAI
Kerjakan untuk
semua I di dalam
Interval M
TIDAK
YA
Kerjakan untuk seluruh I
yang mungkin dalam
interval K

Gambar 9.2 Flowchart Penyelesaian Metode Pemrograman Dinamis dengan Metode
Langkah Mundur
196

STOP
JAJAKI JADUAL OPTIMAL
K=M,
jam akhir
FCOST (K,I)=MIN[PCOST(K,I)+(J)
SCOST(I,K:K+1)+FCOST(K+1,J)]
K=K+1
FCOST(K,I) = MIN[PCOST(K,I) + SCOST(K-1,L:K,i)] {L}
K=1
MULAI
Kerjakan untuk
semua X =semua
keadaan I di dalam
periode K
TIDAK
YA
Kerjakan untuk seluruh I
yang mungkin dalam
interval K

Gambar 9.3 Flowchart Penyelesaian Metode Pemrograman Dinamis dengan Metode
Langkah Maju
197

Hal tersebut, termasuk hal-hal lain, menjadi alasan praktis lain untuk memilih metode
langkah maju. Algoritma rekursi yang dipakai untuk menghitung biaya minimum dalam jam K
pada kombinasi I adalah:
} {
)] , 1 ( ) 1 , : , 1 ( ) , ( [ ) , (
cos cos cos cos
L
J K F K L K S I K P Min I K F
t t t t
+ + + =

dimana:
) , (
cos
I K F
t
= biaya total terkecil untuk mencapai keadaan (K,I)

) , (
cos
I K P
t
= biaya produksi untuk keadaan (K,I)

) 1 , : , 1 : (
cos
K L K S
t
= biaya transisi dari keadaan (K-1,L) ke keadaan (K,1) dimana
keadaan (K,I) adalah kombinasi ke I dalam jam
Dalam pendekatan Pemrograman Dinamis Langkah Maju, didefenisikan sebuah strategi
mengenai transisi atau jalur, dari satu keadaan pada jam yang diberikan ke keadaan lain pada
jam berikut.
Tercatat di sini ada dua variabel baru : X dan N seperti yang diperlihatkan pada gambar 9. 2.
X = banyaknya keadaan untuk meninjau tiap periode
N = banyaknya strategi atau jalur untuk menyelamatkan pada tiap langkah.
Variabel-variabel ini mengendalikan usaha perhitungan (lihat gambar 3). Untuk
penderetan secara lengkap, nilai maximum dari X atau N adalah 2
n
- 1.
Sebagai contoh, dengan penjadualan ketat dari daftar yang diinstruksikan, batas dari X
adalah n, sebesar banyaknya unit pembangkit. Mengurangi jumlah n berarti membuang jadual
dengan biaya tertinggi pada tiap-tiap interval waktu dan hanya menggunakan jalur atau
strategi N terendah. Tidak ada jaminan bahwa jadual teoritis akan diperoleh dengan
mengurangi jumlah dari strategi dan rentang penyelidikan (nilai X): hanya pengharapan
dengan sebuah program khusus akan mengindifikasikan potensial sehubungan dengan
pembatasan nilai X dan N di bawah batas atas mereka.
198


Gambar 9.4. Jalur-jalur Pembatas pada Algoritma PD dengan N=3 dan X=5

Gambar 9.5. (a) Kurva Biaya Penaikan Step Tunggal
(b) Kurva Biaya Penaikan Step Berganda
199

Contoh Soal 9.1 :
Pada contoh ini, tentang penyelidikan lengkap akan digunakan dan tiga kasus akan
dipelajari. Pertama adalah sebuah penjualan list-prioritas, kedua menggunakan contoh yang
sama dengan deretan yang lengkap. Masing-masing dari ke dua kasus pertama tersebut
mengabaikan biaya start pemanasan sebagaimana juga waktu minimum pelepasan dan
penggabungan. Kasus ke tiga memasukkan biaya pemanasan awal begitu pula waktu
penggabungan dan pelepasan pembangkit. Empat unit pembangkit disetujui untuk melayani
sebuah pola pembebanan 8 jam. Data dari unit-unit dan pola pembebanan terlihat pada tabel
9.1 berikut.
Tabel 9.1. Karakteristik Unit, Pola Beban dan Status Awal untuk kasus pada contoh 9.1
Unit Max
(MW)
Min
(MW)
Incremental
Heat rate
(Btu/kWh)
No-
load*
Cost
(R/h)
Full -load
Ave cost
(R/mWh)
Minimum
Times (h)
Initialcon-
ditions
Hours off-
line (-) or
on-line (+)
Up Dow
n
1 80 25 10,440 213,00 2354 4 2 -5
2 250 60 9,000 585,62 20,30 5 3 8
3 300 75 8,730 684,74 19,74 5 4 8
4 60 20 11,900 252,00 28,00 1 1 -6

Unit Startup costs Load Pattern
Hot (R)
Colt (R)

Cold start
( h )
Hour Load (MW)
1 150 350 4 1 450
2 170 400 5 2 500
3 500 1,100 5 3 600
4 0 02 0 4 540
5 400
6 280
7 290
8 500

Dalam usaha untuk membuat perhitungan yang dikehendaki lebih efisien, sebuah model
dari karakteristik unit digunakan. Pada aplikasi praktis, dua atau tiga bagian kurva penaikan
200

bertahap dapat digunakan, seperti terlihat pada gambar 9.5. Untuk contoh yang diberikan,
hanya satu step tunggal antara titik-titik daya minimum dan maksimum yang digunakan.
Untuk contoh ini, biaya pemanasan awal untuk dua kasus pertama diambil sebagai biaya start
dingin. Prioritas yang diperintahkan adalah: unit 3, unit 2, unit 1, unit 4. Untuk dua kasus
pertama waktu minimum gabung dan lepas diambil 1 jam untuk tiap-tiap unit.
Pada ke tiga kasus dipakai patokan kapasitas yang diintruksikan terhadap setiap unit. Ini
terlihat pada tabel 2, di mana kombinasi unit atau keadaan-keadaan diinstruksikan sebagai
maksimum kapasitas bersih dari tiap kombinasi.
Tabel 9.2. Kapasitas Yang Ditetapkan Untuk Tiap Unit
Keadaan Kombinasi Unit Kapasitas bersih maksimum untuk kombinasi
15 1111 690
14 1110 630
13 0111 610
12 0110 550
11 1011 440
10 1101 390
9 1010 380
8 0011 360
7 1100 330
6 0101 310
5 0010 300
4 0100 250
3 1001 140
2 1000 80
1 0001 60
0 0000 0
Unit 1 2 3 4
Catatan :
1 = unit beroperasi; 0 = unit tidak beroperasi

Kasus 1.
Pada Kasus 1 unit- unit beroperasi sesuai perintah prioritas. Yang artnya, unit-unit
beroperasi beroperasi sampai beban terpenuhi. Biaya total dari interval adalah jumlah dari
delapan biaya pembebanan ditambah dengan biaya transisi untuk starting tiap unit-unit.
Dalam kasus awal, sebuah pembebanan maksimum sebanyak 24 harus ditentukan. Untuk
kasus 1 keadaan-keadaan yang diperhatikan terdiri dari:
201


Nomor Keadaan Status Unit Kapasitas (MW)
5 0010 300
12 0110 550
14 1110 630
15 1111 690

Jadi terlihat di sini, prioritas untuk:
keadaan 5 = unit 3; keadaan 12 = unit 3+2; keadaan 14 = unit 3 +2 +1 dan
keadaan 15 = unit 3 + 2 +1 +4.
Untuk 4 jam pertama hanya tiga keadaan terakhir yang diharapkan, perhitungan-
perhitungan contoh menggambarkan keteknikan. Seluruh komitmen yang mungkin mulai pada
keadaan 12 karena ini diberikan sebagai kondisi awal. Untuk jam ke-1 biaya minimum adalah
keadaan 12 dan seterusnya. Hasil-hasil untuk prioritas yang dikehendaki adalah sebagai
berikut:
Jam Keadaan dengan Biaya Total
Minimum
Petunjuk untuk Jam Sebelumnya
1 12(9208) 12
2 12(19857) 12
3 14(32472) 12
4 12(43300) 14
- - -
Catatan : keadaan 13 tidak tercapai di dalam instruksi prioritas.

Contoh perhitungan untuk kasus 1.
} {
)] , 1 ( ) , : , 1 ( ) , ( [ ) , (
cos cos cos cos
L
L J F K J L J S K J P Min K J F
t t t t
+ + =

Keadaan yang diperbolehkan adalah:
{} = {0010,0110,1110,1111} = {5,12,14,15}
Pada jam 0{L} ={12}, kondisi awal



202

J=1; jam pertama
K

15 ) 15 , 1 , 12 , 1 1 ( ) 15 , 1 ( [ ) 15 , 1 (
cos cos cos
+ =
t t t
S P Min F ]
) 15 , 1 , 12 , 0 ( ) 15 , 1 ( [ ) 15 , 1 (
cos cos cos t t t
S P Min F + = ]
= 9861 + 350 = 10211
14 ) 14 , 1 , 12 , 1 1 ( ) 14 , 1 ( [ ) 14 , 1 (
cos cos cos
+ =
t t t
S P Min F ]
= )] 14 , 1 , 12 , 1 1 ( ) 14 , 1 ( [
cos cos
+
t t
S P Min
= 9493 + 350 = 9843
12 ) 12 , 1 , 12 , 1 1 ( ) 12 , 1 ( [ ) 12 , 1 (
cos cos cos
+ =
t t t
S P Min F ]
= 9208 + 0 = 9208

J = 2; jam ke dua
Keadaan yang adalah: { 12,14,15} = {K}
Jadi X = 3
Anggap dua strategi diberlakukan pada tiap-tiap tahap, sehingga:
N = 2 dan
{L} = {12,14}
15
K

} 14 , 12 {
)] , 1 ( ) 15 , 2 : . 1 ( ) 15 , 2 ( [ ) 15 , 2 (
cos cos cos cos
L F L S P Min F
t t t t
+ + =

= 11301+ min
(

+
+
) 9843 0 (
) 9208 350 (
= 20860, dan seterusnya.

Kasus 2.
Pada Kasus 2 deretan lengkap dicoba dengan batas 2
4
-1 = 15, pembebanan tiap tiap 8
jam. Sedemikian sehingga terjadi kemungkinan maksimum terbesar : 15
8
= 2,56* 10
9
.
Untungnya, sebagian besar darinya tidak layak, karena mereka tidak dapat mensuplai
kapasitas yang cukup dan dapat dibuang dengan sedikit pertolongan analisis.
203

Gambar 9.6 memperlihatkan proses perhitungan untuk 4 jam pertama bagi kasus 2 pada
penggambaran tersebut, lingkaran-lingkaran menunjukkan keadaan tiap jam. Angka-angka di
dalam lingkaran adalah penunjuk. Dengan demikian, mereka menunjukkan nomor keadaan
pada jam sebelumnya yang menyediakan jalur pada keadaan khusus dalam jang sedang
berjalan. Sebagai contoh, pada jam ke 2, biaya minimum untuk keadaan 12,13,14 dan 15
semua hasilnya diperoleh dari transisi dari keadaan di dalam jam ke 1.
Biaya-biaya yang ditunjukkan pada titik hubung adalah biaya-biaya pemanasan. Pada tiap
keadaan, gambar-gambar yang terlihat adalah biaya per jam/total cost.


Gambar 9.6 Penggambaran kasus 1 dan 2 (4 jam pertama)
Sementara gambar 9.7 memperlihatkan penyelesaian lengkap untuk kasus 1 dan 2

204


Gambar 9.7 Penyelesaian lengkap untuk kasus 1 dan 2
Pada kasus 2 komitmen optimal yang tepat diperoleh. Hal itu adalah, lebih kecil
pengeluaran untuk menyalakan unit dengan kapasitas yang kurang efisien, nomor 4, untuk jam
ke 3 dibandingkan dengan men-start unit 1 yang lebih efisien untuk periode tersebut. Pada jam
ke 3 perbedaan total biaya adalah R 165 atau R 0,104 /MWh. Ini bukan jumlah yang tidak
signifikan bila dibandingkan dengan biaya bahan bakar per MWh untuk rata-rata unit thermal
dengan heat rate netto 10.000Btu/kWh dan sebuah pembiayaan R 2,00 Mbtu. Penghematan
sebesar R 165 setiap 3 jam adalah sama dengan R 481.000 per tahun.
Total 8 jam pembangkitan untuk kasus 2 dan 2 terlihat pada gambar 6 di atas. Pengabaian
penetapan penyalaan dan pemutusan pada kasus-kasus ini mengizinkan untuk melepaskan
semua unit kecuali unit 3 pada jam ke 6 dan ke 7. Perbedaan satu-satunya pada dua perjalanan
pembangkitan terjadi pada jam ke 3 sebagaimana yang telah dibahas pada paragraph
sebelumnya.
205

Kasus 3.
Pada Kasus 3. ini data asli dari unit-unit dipakai, yang mana waktu-waktu penyalaan dan
pemutusan ikut diteliti. Algoritma pemrograman dinamis dengan langkah maju diulangi untuk
periode 8 jam yang sama. Penderetan lengkap digunakan. Dengan demikian, batas atas dari X
yang terlihat pada flowchart adalah 15, tiga nilai berbeda untuk N, jumlah strategi dikenakan
pada tiap tahap, diambil pada 4,8,10. Perjalanan (trajectory) pembangkitan yang sama terlihat
pada gambar 7. Akan tetapi, bila hanya empat strategi dipakai, prosedur akan gagal (dengan
kata lain gagal untuk mendapatkan jalur yang mungkin ) dalam jam ke 8, sebab strategi
dengan biaya terendah pada jam ke 7 telah melepaskan unit-unit yang tidak dapat di-start
ulang pada jam ke 8 disebabkan karena aturan pelepasan minimum yang berlaku.
Penanggulangan praktis untuk ketidak-efisienan ini dalam metode yang terlihat pada
flowchart gambar 2 (dengan langkah maju) adalah kembali ke periode sebelumnya yaitu pada
jam-jam dengan beban rendah dan kadang-kadang mengambil lebih (walaupun dengan biaya
yang lebih banyak) banyak strategi. Ini berarti pembebasan untuk mengambil sejumlah strategi
pada tiap-tiap tahap.
Alternatif lain adalah, tentu saja metode yang digunakan adalah menjalankan semua
periode dengan lebih banyak strategi yang dikenakan

Gambar 9.8 Hasil Kasus 3
206

Selanjutnya kesimpulan yang diperoleh untuk kasus 1-3 diperlihatkan pada tabel berikut
yang mana tabel tersebut memperlihatkan pemakaian metode pemrograman dinamis untuk tiga
buah kasus dan juga memasukkan penyelesaian praktek pada metode ini.
Tabel 9.3. Kesimpulan dari kasus 1-3


9.4 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE MERIT ORDER
Djiteng (1990) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pembebanan merit order ( merit
loading ) adalah pembebanan yang dilakukan berdasarkan urutan dari unit pembangkit yang
mempunyai biaya pembangkit termurah disusul dengan unit yang mempunyai biaya
pembangkit lebih mahal. Selanjutnya Djiteng menguraikan hirarki biaya pembangkit dimulai
dari yang termurah sampai dengan yang lebih mahal. Dimulai dengan PLTA yang hanya
tergantungn pada adanya air. Namun salah satu kekurangan dari PLTA adalah masalah
kavitasi, sehingga pembebanan harus memperhitungkan secara cermat ketersediaan air
apalagi bila musim kemarau telah tiba. Oleh sebab itu disarankan untuk membebani PLTA
dengan beban minimum (pada saat air surut maksimal) selanjutnya pembebanan yang
disarankan berada pada range 30% - 90 % beban nominal.
207


Gambar 9.9 Grafik pemakaian air sebagai fungsi beban dari unit PLTA
Urutan kedua ditempati oleh PLTU batubara kemudian PLTU memakai bahan bakar
minyak residu yang mempunyai sistem pemanasan kembali (reheat sistem) dan disusul dengan
PLTU memakai bahan bakar residu minyak yang tidak memakai sistem reheat. Dalam praktek
unit PLTU kebanyakan tidak mungkin diberhentikan selama satu atau dua jam untuk
kemudian dioperasikan kembali dengan kondisi api ketel uap mati sama sekali. Hal ini akan
menggeser grafik biaya bahan bakar/jam sebagai fungsi beban.
Tentu saja merit loading ini berubah apabila struktur harga bahan bakar berubah misalnya
apabila ada PLTG yang karena sesuatu fleksibiltas penempatannya dapat menggunakan gas
alam yang murah maka kedudukan PLTG ini dapat menukar kedudukan PLTU bahan bakar
minyak non reheat dalam merit loading.
Berikut diberikan contoh pemakaian merit loading untuk PLTA, PLTU, PLTD dan PLTG
(Djiteng, 1990):





208



Gambar 9.10 Biaya bahan bakar per jam sebagai fungsi beban sistem
Catatan :
1. PLTA minimum 500 MW
2. PLTU batubara 800 MW Rp24 Juta/jam
3. PLTU minyak residu denga reheat : 400 MW, Rp 24 Juta/jam
4. PLTU minyak residu tanpa reheat : 200 MW, Rp 14 Juta/jam
5. PLTG minyak HSD : 300 MW, Rp 36 Juta/jam
Gambar disusun atas dasar asumsi unit-unit pembangkit yang tersedia untuk operasi
mempunyai data sebagai berikut :
a. PLTA minimum harus berbeban 500 MW, hal ini disyaratkan untuk keperluan irigasi
dan untuk mengatasi masalah kavitasi
b. Titik A pada gambar didapat berdasar a tersebut diatas
c. PLTU dengan batubara mempunyai kemampuan 800 MW, ini dipakai untuk
menentukan letak titik B, yang jaraknya dari titik A = 800 MW
209

d. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak residu dan menggunakan reheat sistem
mempunyai kemampuan 400 MW, sehingga titik B
1
ke titik C
1
= 400 MW.
e. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak residu tetapi tidak menggunakan reheat
sistem mempunyai kemampuan 200 MW sehingga arah titik C
1
ke titik D
1
= 200 MW
f. PLTG yang menggunakan HSD mempunyai kemampuan 300 MW sehingga arah
titik D
1
ke titik E
1
= 300 MW

Tabel 9.4
t
1
(jam)
Beban (MW)
F (F
T
)
(Rp. 10
6
/jam)
dF(P
T
) / dP
T

(Rp/kWH)
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
1400
1380
1350
1380
1420
1600
1500
1100
2500
1700
1800
1750
1600
1700
1750
1700
1650
1500
1850
2100
2000
1900
1800
1600
1500

32
30
28
30
33
43
36
18
36
49
56
53
43
49
53
49
45
36
62
88
75
63
56
43
36

60
60
60
60
60
60
60
30
60
60
70
70
60
60
70
60
60
60
70
120
120
70
70
60
60






210

Dari penyusuan tabel 9.4, tampak bahwa nilai dF(P
T
) / dP
T
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

1. Besarnya beban yang harus dilayani oleh sistem seperti digambarkan oleh gambar 9.11.
2. Unit pembangkit yang tersedia yang akan menetukan kurva biaya bahan bakar seperti
gambar 9.10.
Berdasarkan uraian pada butir a dan b di atas maka titik A letaknya pada sumbu MW karena
biaya bahan bakar PLTA = 0.
Titik B dicari dengan perhitungan sebagai berikut :
PLTU yang menggunakan batubara dan berbeban 800 MW berdasar angka pada butir 2 akan
menghabiskan biaya : 800 x 1 x 1000 x 30 = Rp.24 juta/jam.
Titik B terletak pada posisi beban 500 MW (beban PLTA yang minimum) + 800 MW = 1300
MW.
Biaya bahan bakar PLTA ( = 0) + 24 juta/jam = Rp.24 juta/jam
Dengan cara serupa maka akan didapatkan titik C, D, dan E
















Gambar 9.10 Beban dan dF(P
T
) / dP
T
sebagai fungsi waktu

211

9.5 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE GRADIEN ORDE DUA
Methode gradient orde dua merupakan salah satu methode yang dikembangkan untuk
memeperoleh penjadualan pembebanan pembangkit yang ekonomis. Methode gradient orde
dua merupakan pengembangan deret Taylor dari fungsi obyektif pembangkit. Pengembangan
fungsi tersebut sebagai berikut:
. ) ( ..... .......... ) ( ) (
2
1
...... ) ( ....... ) 2 ( ) (
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
1
1
2
2
2
2
1
1
1
2 1 1
(

A + + A + A +
+ + A + A + + + + = A +
N
N
N
N
N
N N T T
P
dF
F d
P
dP
F d
P
dP
F d
dP
dF
P
dP
dF
P
dP
dF
P F F P F F F
) 4 . 9 (
Turunan ke dua dari persamaan biaya (Fuel cost) dari setiap unit pembangkitan dalam
kondisi normal, hanya tergantung pada daya output dari tiap pembangkit:
0
2
=
c c
c
j i
P P
F
(9.5)
untuk I = j juga pembatasan daya output dari masing-masing unit pembangkit harus sama
dengan total permintaan (demand) beban sehingga peningkatan pembebanan tidak merubah
frekuensi dari sistem yang persamaannya sebagai berikut:
0
1
= A

=
N
i
i
P (9.6)

=
A = A
N
i
i x
P P
1
(9.7)
persamaan (9.7) disubsitusikan ke dalam persamaan (9.4) menjadi:

A A + A A + + A + A +
A
(

+ A
+ A
(

= A

= =
N
i
x
x
N
i x
x
i
T
P P P P P P
dP
F d
P
dP
F d
P
dP
F d
Pi
dP
dF
dP
di
F
1
3 1 2 1
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
2
1
2 2 (
) ( ) 1 (
2
1
(9.8)

Perubahan biaya operasional total
T
F A dapat dilakukan perhitungan dengan methode
kalkulus biasa, bila nilai tersebut merupakan fungsi dari perubahan tersendiri dari N 1 dalam
level output
i
P A . Tidak ada pembatasan kondisis yang lain, selain batas-batas daya output
pembangkit. Biaya operasional optimum diperoleh pada saat turunan parsial dari
T
F A sama
dengan nol, dengan memperhatikan variable bebas
i
P A . Hal tersebut berarti bahwa turunan-
212

turunan parsial
i
i
P
F
c
c
, harus bernilai nol untuk semua 1, 1 = 0, turunan-turunan ini dihasilkan
dalam sebuah kumpulan persamaan simultan, sebagai berikut:

=
A + A +
(

= =
A c
A c
N
i
i
x
x
x
x T
P
dP
F d
P
dF
F d
dF
dF
dP
dF
P
F
1
2
2
1
2
1
1
2
1
1
1
0
2
2
2
2
2
2
2
2
0 P
dF
d
dF
dF
dP
dF
P
F
x
x T
A +
(

= =
A c
A c
(9.9)

jika
1
1 '
1
dP
df
F = (9.10)
dan
2
1
1
2
' '
1
dP
f d
F = (9.11)
maka persamaan simultan N-1, dapat dituliskan dalam bentuk matrix sebagai berikut:
(
(
(
(
(
(
(

=
(
(
(
(
(
(

A
A
A
(
(
(
(
(
(
(

+

+
+
+

" "
" "
3
" "
2
" "
1
3
2
1
" " " " "
" "
3
"
" " "
" " " "
1
"
"
x n
x
x
x
n
x x x x x
x x
x x x
x x x
F F
F F
F F
F F
P
P
P
P
F Fn F F F F
F F F F
F F F F
F F F F
(9.12)
dari persamaan di atas akan diperoleh daya baru (Pbaru n) yang perhitungannya :
(
(
(
(
(
(

A
A
A
n
P
P
P
P
3
2
1
=
(
(
(
(
(
(
(

" "
" "
3
" "
2
" "
1
x n
x
x
x
F F
F F
F F
F F
x
(
(
(
(
(
(
(

+

+
+
+

" " " " "
" "
3
"
" " "
" " " "
1
"
"
x x x x x
x x
x x x
x x x
F Fn F F F F
F F F F
F F F F
F F F F


213

(
(
(
(
(
(

n P
P
P
P
baru
baru
baru
baru
3
2
1
=
(
(
(
(
(
(

A
A
A
n
P
P
P
P
3
2
1
+
(
(
(
(
(
(

n
P
P
P
P
3
2
1
(9.13)
x n =

= n Pbaru P x Pbaru
R
dimana P
R
= total beban.
Tahapan tahapan perhitungan penjadualan pembangkit hidro thermal dengan methode
gradien orde dua, kita perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan kondisi awal, yaitu mengalokasikan daya beban total P
R
berdasarkan
kapasitas pembangkit
2. Menghitung nilai F
i

dan F
i

sesuai dengan nilai-nilai pada kondisis awal.


3. Menentukan variabel acuan P
x
(pembangkit x)
4. Menyusun matrix berdasarkan persamaan (9.12) sesuai dengan nilai yang diperoleh
pada langkah 1 sampai 3
5. Menginvers matrix pada langkah 4 untuk memperoleh
i
P A dari setiap unit
6. Menjumlahkan
i
P A dengan nilai pada kondisis awal
7. Menginput nilai P
i
yang baru ke persamaan daya pembangkitan
Data yang diperlukan pada optimasi sistem tenaga listrik adalah:
Data kapasitas pembangkit yang akan dioptimalkan
Data input output pembangkit yang akan dioptimalkan
Data beban sistem.
Data kapasitas pembangkit dan beban sistem tenaga listrik jelas. Data input output
pembangkit yang akan dioptimasikan:
Data input output pembangkit
Persamaan input output pembangkit perunit
Persamaan biaya bahan bakar, perlu diperhatikan harga bahan bakar yang
digunakan oleh masing-masing pembangkit.
Persamaan incremental fuel cost (IFC).
Persamaan ekivalen input output biaya bahan bakar pembangkit.
Persamaan ekivalen incremental fuel cost pembangkit.
214

9.6 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE FUZZY LOGIC
9.6.1 Pendahuluan
Ditinjau dari segi prakteknya, kebanyakan teori fuzzy dipusatkan pada fuzzy system ,
khususnya fuzzy control. Kerena sensitivitasnya terhadap teknologi baru, diera 1980-an para
insinyur jepang [dimulai oleh Sugeno : control instalasi pemurnian air dari Fuji Electric dan
diikuti oleh, Yasunobu dan Myamoto dari Hitachi : pembangunan fuzzy control system untuk
Sandai subway dan lain lain] telah menemukan bahwa, dalam beberapa hal fuzzy controller
lebih mudah dirancang dan bekerja lebih baik dari pada convensional controller. Kondisi
tersebut berkaitan dengan control fuzzy tidak membutuhkan model matematika dalam
representasi suatu proses dan dapat diterapkan pada beberapa sistem dimana teori
konvensional tidak dapat dipakai karena kekurangan/ketidak tersediaan model matematika
atau model matematika yang tersedia terlampau sulit dipecahkan, terlalu kompleks untuk
dipelajari secara cepat atau melibatkan terlalu banyak memori dalam komputasi atau sistem
kontrol. Bebarapa alasan lain dari penggunaan fuzzy logic selanjutnya dijabarkan sebagai
berikut
1. Dalam proses yang melibatkan ketertarikan manusia (pemikiran deskriptif dan intuisi
manusia).
2. Ketika ada seorang yang telah berpengalaman yang dapat menjabarkan aturan perilaku
sistem. Intuisi boleh diadopsi jika ada operator berpengalaman yang menangani masalah
dengan sukses.
3. Dalam proses yang mempertimbangkan fenomena kontinyu yang tidak dengan mudah
dijadikan diskrit.
4. Ketika tingkat derau tinggi atau menjadi lebih penting untuk menggunakan sensor yang
tidak mahal.
5. Formula fuzzy dapat membantu pencapaian berbagai kemudahan, kekokohan, solusi yang
lebih optimal dan kesederhanaan.
6. Sangat mudah dihibridkan dengan teknologi lain, misalnya GA, NN, AIS, control optimal
dsb.
Seiring dengan waktu, penerapan fuzzy control merambat dari peralatan rumah tangga
(mesin cuci, AC dsb.) hingga industry (otomotif, kesehatan dsb.) termasuk bidang sistem
tenaga listrik, diantaranya adalah kontrol perluasan batas kestabilan (PSS) , control frekwensi
215

(LFC) dan penjadwalan pembangkit operasi pembangkit (commitment unit). Jika bukan
sebagai pengganti control sistem yang telah ada paling tidak fuzzy control dapat dijadikan
alternative.
Meskipun dapat diterapkan dalam banyak bidang, penulisan makalah ini akan
dipusatkan pada penerapan control fuzzy pada penjadwalan operasi pembangkit (commitment
unit). Bahasan akan dimulai dengan teori singkat yang berkaitan dengan beberapa hal penting
dalam commitment unit dan teori singkat fuzzy logic, kemudian membahas bagaimana
pendekatan pendekatan fuzzy logic dalam penjadwalan operasi pembangkit.
9.6.2 Konsep Fuzzy Logic
9.6.2.1 Himpunan Fuzzy
Pada himpunan klasik dengan logika Boolean, jawaban apakah suatu elemen adalah anggota
atau bukan anggota sebuah himpunan bagian, dinyatakan dengan nilai 1 atau 0, seperti hitam
atau putih dan tidak memiliki jawaban abu abu (samar samar). Suatu pernyataan yang
menggunakan logika Boolean dinamakan Crisp.
Pada fuzzy logic, keanggotaan sebuah elemen dalam suatu himpunan dinyatakan dengan
level kesamarannya (fuzziness) dalam variable linguistic dan menggunakan level level
keanggotaan terletak diantara nilai 0 sampai 1. Disini, niali 0,5 diterima akan tetapi dengan
level keanggotaan abu abu. Angka 0,9 menunjukkan bahwa elemen tersebut benar sebagai
anggota dan angka 0,3 menunjukkan besar kemungkinan elemen tersebut bukan anggota.
Untuk jelasnya, himpunan fuzzy dan bagian bagianya diperlihatkan seperti pada gambar
9.11.








(t)
60 20 40
90
1
0.5
t
0
C (suhu)
Derajat
Keanggotaan
Hangat Panas
Variabel Linguistik
Crisp
Gambar 9.11. Himpunan fuzzy dan bagian - bagiannya
216

9.6.2.2 Variabel Linguistik
Sistem dengan pendekatan fuzzy logic merupakan sistem yang menirukan cara kerja manusia
dalam melakukan proses pengambilan keputusan melalui ungkapan ungkapan kualitatif dari
apa yang di-inderanya. Contoh, Seorang operator yang sedang mengatur suatu proses secara
manual akan menggunakan ungkapan ungkapan seperti sangat besar, sedang, mendekati
maksimum, sekitar set-point dan sebagainya.
Dalam fuzzy logic, variable linguistic dapat dinyatakan dengan ungkapan linguistic VL
(Verry Low), L (Low), BAV (Below Average), AV (Average), AAV (Above Average), H
(High), VH (Verry High), Z (Zero), M (Medium), B (Big) dan VB (Very Big) untuk variable
masukkan dan keluaran.
9.6.2.3 Fungsi Keanggotaan
Nilai nilai linguistik pada fuzzy logic dipetakan kedalam suatu interval [0,1] yang disebut
nilai keanggotaan sedangkan fungsi keanggotaan merupakan grafik yang menunjukkan
hubungan pemetaan antara nilai linguistik dan nilai keanggotaanya. Banyaknya nilai
linguistik yang akan digunakan dalam membentuk fungsi keanggotaan pada fuzzy logic yaitu
tiga hingga tujuh buah nilai linguistik untuk setiap variable linguistiknya atau menggunakan
nilai linguistik yang berjumlah ganjil.
Fungsi keanggotaan dapat berbentuk fungsi segitiga, fungsi eksponen, trapezium, phi atau
fungsi S. Untuk pembahasan selanjutnya dipilih segitiga dengan ekspresi matematis dan
gambar seperti yang diperlihatkan dibawah ini.
{




} (9.14)








c
a
b
1
0
u
Gambar 9.12 Fungsi keanggotaan segitiga
217

9.6.2.4 Fuzzifies (Fuzzifikasi)
Fuzzifikasi merupakan proses pemetaan masukkan dari domain crisp ke domain fuzzy untuk
menghasilkan suatu set nilai keanggotaan untuk semua fungsi keanggotaan yang ada.
Fuzzifikasi merupakan proses awal untuk mengubah masukkan yang berupa crisp menjadi
himpunan fuzzy sebagaimana contoh yang diperlihatkan diperlihatkan pada gambar 9.13. Dari
gambar nampak bahwa harga crisp 0,5 memiliki dua derajat keanggotaan yaitu
Z
(x) = 0,4 dan

N
(x) = 0,6.









9.6.2.5 Basis Pengetahuan
Basis pengetahuan dalam fuzzy logic adalah bagian yang berisi basis data dan basis aturan.
Basis data berfungsi mengatur kerja dan proses fuzzifikasi sehingga pembentukkan basis data
meliputih penentuan ruang semesta dan penentuan banyaknya nilai linguistik untuk
membentuk fungsi keanggotaan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membentuk fungsi
keanggotaan diantaranya adalah intuisi, inferensi, rank ordering, angular fuzzy set, NN, GA
dan soft partitioning.
Basis aturan berfungsi mengatur proses inferensi yang menghubungkan antara masukkan
dan keluaran. Basis aturan harus mencakup seluruh kombinasi masukkan yang ada kecuali
menggambarkan kondisi yang tidak mungkin terjadi atau sudah termuat pada aturan lainnya.
Dalam pendekatan fuzzy logic, keputusan dibuat dengan pembentukkan sederet aturan
yang menghubungkan variable masukkan ke-keluaran dengan pernyataan Jika Maka.
Contoh basis aturan dengan pernyataan kondisional yang terdiri dari tiga masukkan (x) dengan
satu keluaran (y) adalah sebagai berikut :
Gambar 9.13 Proses Fuzzifikasi nilai crisp x = 0,5
(x)
0,5
1

0
x
0,4
0,6
N Z P
218

J ika x
1
adalah A
1
dan x
2
adalah B
1
dan x
3
adalah C
1
maka y adalah D
1

J ika x
1
adalah A
2
dan x
2
adalah B
2
dan x
3
adalah C
2
maka y adalah D
2

J ika x
1
adalah A
3
dan x
2
adalah B
3
dan x
3
adalah C
3
maka y adalah D
3

9.6.2.6 Proses Inferensi
Proses inferensi adalah proses transformasi dari suatu masukkan dalam domain fuzzy ke
keluaran juga yang masih dalam domain fuzzy, dengan menggunakan basis pengetahuan.
Dalam proses ini terdapat dua metode yang paling umum digunakan, yaitu penalanaran
MAKS MIN dan MAKS DOT. Penalaran MAKS MIN menggunakan aturan minimum
Mamdani sedangkan penalaran MAKS DOT menggunakan aturan hasil kali Larsen.
Proses inferensi dengan penalaran MAKS MIN untuk kondisi dua masukkan dan satu
keluaran dihubungkan dengan basis aturan AND yang dituliskan dalam ekspresi matematis
(9.15) dan grafis seperti gambar 9.14.

c
(Z) = [
1

c1
(Z)) (
2

c2
(Z)] (9.15)
dimana :
1
=
A1
(X
1
)
B1
(Y
1
) dan
2
=
A2
(X
1
)
B2
(Y
1
)












Untuk kondisi yang sama dengan diatas, penalaran MAKS DOT memberikan :

c
(Y) = [
1
.
c1
(Y)) (
2
.
c2
(Y)] (9.16)
X
1
0
A
Y
1
0
B
Z
1
0
C
A1 B1 C1
X
1
0
A
Y
1
0
B
Z
1
0
C
A2
B2
C2
X1
Y1
Min
Maks
C
1
1
0
Maks
Gambar 9.14. Proses inferensi dengan penalaran MAKS
- MIN
219

Perbedaan antara MAKS DOT dengan MAKS MIN adalah MAKS DOT memperkalian
semua nilai keanggotaan C
1
dengan
1
dan C
2
dengan
2
. Proses penalaran MAKS DOT
diperlihatkan pada gambar dibawah ini.










9.6.2.7 Defuzzifikasi
Proses defuzzifikasi merupakan kebalikan dari proses fuzzifikasi, yaitu mentransformasikan
suatu nilai domain fuzzy yang merupakan hasil inferensi ke suatu nilai crisp. Terdapat paling
tidak ada tujuh metode yang dapat digunakan dan dua metode yang paling populer adalah :
1. Metode centroid (Center of Area).
Metode ini disebut juga metode pusat grafitasi dan merupakan metode yang paling banyak
digunakan. Secara matematis, metode ini dinyatakan sebagai :

(9.17)
Dimana :
Z* = Nilai keluaran

derajat keanggotaan elemen elemen pada hinpunan fuzzy Z


z
k
= Elemen ke-k

2. Metode Maksimum of Mean (MOM)
Metode ini secara matematis dinyatakan sebagai :

(9.18)
X
1
0
A
Y
1
0
B
Z
1
0
C
A1 B1 C1
X
1
0
A
Y
1
0
B
Z
1
0
C
A2
B2
C2
X1
Y1
Min
Maks
C
1
1
0
Maks
Gambar 9.15. Proses inferensi dengan penalaran MAKS
- DOT
220

Dimana : Z* = Nilai keluaran
z
j
= Maks

= nilai keluaran maksimum ke j


= derajat keanggotaan elemen elemen pada himpunan fuzzi Z


J = Jumlah harga maksimum
9.6.3 PENJADWALAN UNIT PEMBANGKIT DENGAN PENDEKATAN
FUZZY LOGIC
Secara umum, dalam penyelesaian suatu masalah dengan pendekatan fuzzy logic mengikuti
tahapan tahapan sebagai berikut :
1. Menentukan variabel masukkan dan keluaran
2. Menentukan range variabel masukkan dan keluaran berdasarkan basis data
3. Partisi range dari variabel masukkan dan keluaran dan berikan label linguistik untuk
masing masing range tersebut
4. Membentuk fungsi keanggotaan dari setiap variabel pada tahap 3
5. Membentuk relasi-relasi yang menghubungkan variabel variabel masukkan dan keluaran
pada tahap 4 sehingga membentuk suatu basis aturan
6. Fuzzifikasi masukkan
7. Melakukan inferensi untuk mendapatkan keluaran
8. Mengaplikasikan proses defuzzifikasi untuk menghasilkan nilai crisp dari keluaran hasil
proses inferensi
Tahapan 1 hingga 6 adalah langkah untuk membentuk basis pengetahuan berdasarkan basis
data dan basis aturan sedangkan tahapan 6 hingga 8 adalah mengevaluasi basis pengetahuan
yang sudah dibentuk.





Gambar 9.16 Penjadwalan pembangkitan tenaga listrik menggunakan sistem fuzzy logic
221

9.6.3.1 Menentukan Variabel Masukkan dan Keluaran
Dalam penyelesaian masalah penjadwalan unit pembangkit, variabel variabel yang harus
dijadikan sebagai variabel masukkan (yang difuzzifikasi) adalah :
1. Kapasitas beban generator
2. Biaya inkremental
3. Biaya start up
4. Biaya produksi
Sedangkan variabel keluaran adalah Biaya Produksi
9.6.3.2 Membentuk Himpunan Fuzzy
Himpunan himpunan yang mendefinisikan kapasitas beban generator, biaya inkremental,
biaya start up dan biaya produksi direpresentasikan sebagai berikut :
Kapasitas Beban Generator : LGC
LGC (MW) = {Very Low, Below Average, Average, Above Average,
High, Very High}
= {VL, L, BAV, AV, AAV,H, VH}
Biaya Inkremental : IC
IC (Rp) = {Zero, Small, Medium, Big, Very Big}
= {Z, S, M, B, VB}
Biaya Start Up : SUP
SUP (Rp) = {Very Low, Below Average, Average, Above Average,
High, Very High}
= {VL, L, BAV, AV, AAV,H, VH}
Biaya Produksi : PRC
PRC (Rp) = {Very Low, Below Average, Average, Above Average,
High, Very High}
= {VL, L, BAV, AV, AAV,H, VH}
9.6.3.3 Membentuk Fungsi Keanggotaan
Untuk membentuk fungsi keanggotaan diperlukan basis data yang berfungsi untuk mengatur
kerja dari proses fuzzifikasi yang meliputih penentuan range dan nilai linguistik. Basis data
222

adalah sistem tenaga, misalnya sistem sulsel, Manado minahasa, Jawa Bali Area I dan
sebagainya. Sedangkan fungsi keanggotaan dipilih berbentuk fungsi segitiga.
Adapun nilai linguistik dan range dari variabel variabel fuzzy diatas adalah sebagai
berikut :
Kapasitas Beban Generator : LGC = {VL, L, BAV, AV, AAV, H, VH} ; Range 0 600
(MW)
Biaya Inkremental : IC = {Z, S, M, B, VB} ; Range 0 80.000 (Rp)
Biaya Start up : SUP = {L, BAV, AV, AAV, H}
Biaya Produksi : PRC = {VL, L, BAV, AV, AAV, H, VH} ; Range 0 22.000.000 (Rp)
Dengan fungsi keanggotaan ini, maka variabel masukkan terhubung ke variabel keluaran
dengan aturan Jika Maka seperti yang diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

















0
(SUP)
SUP
2750000
5500000 11000000
0
1
L
BAV AV AAV
H
8250000
Gambar 9.19 Fungsi Keanggotaan SUP dengan Range 0 11000000
(Rp)
Gambar 9.17. Fungsi Keanggotaan LGC dengan Range 0 600
(MW)
0
(LGC)
LGC
100 200 300 400 500 600
0
1
VL L BAV AV AAV H VH
Gambar 9.18 Fungsi Keanggotaan IC dengan Range 0 80000
(Rp)
0
(IC)
IC
20000
40000 80000
0
1
Z
S M B
VB
60000
223







9.6.3.4 Membentuk Basis Aturan
Kita telah menentukan Kapasitas beban generator (LGC), Biaya Inkremental (IC) dan Biaya
start up (SUP) sebagai variable masukkan dan dan Biaya Produksi (PRC) adalah sebagai
variable keluaran.
Hubungan antara masukkan dan keluaran tersebut dinyatakan sebagai :
PRC = {LGC} dan {IC} dan {SUP}, dan dalam notasi himpunan fuzzy ditulis
dengan :
Sedangkan fungsi keanggotaan biaya produksi PRC dihitung dengan :
= min {LGC,IC,SUP}
Dengan menggunakan notasi notasi tersebut diatas, basis aturan dibuat sebagai
berikut :
Jika LGC (..) dan IC (..) dan SUP (..) maka PRC (..)
Dari gambar (9.17), (9.18), (9.19) dan (9.20), basis aturan dalam masalah penjadwalan ini
tersusun dalam 70 basis aturan seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 9.5 Aturan fuzzy logic untuk penjadwalan pembangkit
Aturan Jika dan dan maka
1 LGC adalah VL IC adalah Z SUP adalah L PRC adalah VL
2
LGC adalah VL IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah VL
3
LGC adalah VL IC adalah Z SUP adalah BAV PRC adalah VL
4
LGC adalah L IC adalah Z SUP adalah L PRC adalah VL
5
LGC adalah VL IC adalah B SUP adalah AAV PRC adalah AV
6
LGC adalah VL IC adalah B SUP adalah H PRC adalah AAV
7
LGC adalah VL IC adalah VB SUP adalah BAV PRC adalah AV
8
LGC adalah VL IC adalah VB SUP adalah H PRC adalah AAV
9
LGC adalah L IC adalah B SUP adalah BAV PRC adalah AAV
0
(PRC)
PRC
3000000 4500000 9000000 13500000 18000000 22000000
0
1
VL BAV
AV AAV H VH
L
Gambar 9.20 Fungsi Keanggotaan PRC dengan Range 0 22000000 (Rp)
224

Lanjutan tabel 9.5
Aturan Jika dan dan maka
10 LGC adalah L IC adalah B SUP adalah H PRC adalah H
11 LGC adalah L IC adalah VB SUP adalah BAV PRC adalah H
12 LGC adalah L IC adalah VB SUP adalah H PRC adalah H
13 LGC adalah VL IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah L
14 LGC adalah VL IC adalah M SUP adalah AV PRC adalah BAV
15 LGC adalah VL IC adalah M SUP adalah AAV PRC adalah AV
16 LGC adalah VL IC adalah B SUP adalah BAV PRC adalah L
17 LGC adalah VL IC adalah B SUP adalah AV PRC adalah BAV
18 LGC adalah VL IC adalah B SUP adalah AAV PRC adalah AV
19 LGC adalah L IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah BAV
20 LGC adalah L IC adalah M SUP adalah AV PRC adalah AV
21 LGC adalah L IC adalah M SUP adalah AAV PRC adalah AAV
22 LGC adalah L IC adalah B SUP adalah BAV PRC adalah AV
23 LGC adalah L IC adalah B SUP adalah AV PRC adalah AAV
24 LGC adalah L IC adalah B SUP adalah AAV PRC adalah AAV
25 LGC adalah VL IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah L
26 LGC adalah VL IC adalah S SUP adalah AV PRC adalah BAV
27 LGC adalah VL IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah L
28 LGC adalah VL IC adalah M SUP adalah AV PRC adalah BAV
29 LGC adalah L IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah BAV
30 LGC adalah L IC adalah S SUP adalah AV PRC adalah AV
31 LGC adalah L IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah BAV
32 LGC adalah L IC adalah M SUP adalah AV PRC adalah AV
33 LGC adalah BAV IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah BAV
34 LGC adalah BAV IC adalah S SUP adalah AV PRC adalah BAV
35 LGC adalah BAV IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah AV
36 LGC adalah BAV IC adalah M SUP adalah AV PRC adalah AAV
37 LGC adalah AAV IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah AV
38 LGC adalah AAV IC adalah S SUP adalah AV PRC adalah AAV
39 LGC adalah AAV IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah AAV
40 LGC adalah AAV IC adalah M SUP adalah AV PRC adalah H
41 LGC adalah BAV IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah AAV
42 LGC adalah BAV IC adalah M SUP adalah AV PRC adalah AAV
43 LGC adalah BAV IC adalah M SUP adalah AAV PRC adalah H
44 LGC adalah BAV IC adalah B SUP adalah AV PRC adalah H
45 LGC adalah BAV IC adalah B SUP adalah AV PRC adalah H
46 LGC adalah BAV IC adalah B SUP adalah AAV PRC adalah H
47 LGC adalah L IC adalah S SUP adalah L PRC adalah L
48 LGC adalah L IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah BAV
49 LGC adalah L IC adalah M SUP adalah L PRC adalah BAV
50 LGC adalah L IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah BAV
51 LGC adalah BAV IC adalah S SUP adalah L PRC adalah BAV
52 LGC adalah BAV IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah AAV
53 LGC adalah BAV IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah AAV
54 LGC adalah BAV IC adalah M SUP adalah L PRC adalah AV
55 LGC adalah AV IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah BAV
56 LGC adalah AV IC adalah S SUP adalah L PRC adalah AV
57 LGC adalah AV IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah AAV
58 LGC adalah AV IC adalah M SUP adalah L PRC adalah AAV
59 LGC adalah AAV IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah AV








225

Lanjutan tabel 9.5

Aturan Jika dan dan maka
60 LGC adalah AAV IC adalah S SUP adalah L PRC adalah AAV
61 LGC adalah AAV IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah H
62 LGC adalah AAV IC adalah M SUP adalah L PRC adalah AAV
63 LGC adalah H IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah AAV
64 LGC adalah H IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah H
65 LGC adalah H IC adalah M SUP adalah L PRC adalah H
66 LGC adalah H IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah H
67 LGC adalah VH IC adalah S SUP adalah L PRC adalah H
68 LGC adalah VH IC adalah S SUP adalah BAV PRC adalah H
69 LGC adalah VH IC adalah M SUP adalah L PRC adalah VH
70 LGC adalah VH IC adalah M SUP adalah BAV PRC adalah VH

9.6.3.5 PROSES DEFUZZIFIKASI
Untuk mendapatkan keluaran dalam bentuk crisp (dalam hal ini biaya produksi dalam Rp),
proses defuzzifikasi dalam kasus ini menggunakan metode centroid.
Dengan mengacu pada persamaan (10), biaya produksi dalam kasus ini dapat dituliskan
Sebagai:

(9.19)
Untuk perhitungan proses defuzzifikasi, selanjutnya akan dilakukan dengan bantuan program
MATLAB, sehingga proses perhitungan ini dapat diselesaikan dengan cepat.













226

Anda mungkin juga menyukai