Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KASUS Angina pectoris atau nyeri dada didefenisikan sebagai pperasaan tidak enak di dada ( chest discomfort)

akibat iskemia miokard. Perasaan tidak enak di dada ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar atau rasa tertekan. Kadang- kadang tidak dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau ulu hati. Angina pectoris tak stabil ( unstable angina= UA ) dan Infark miokard akut tampa elevasi ST ( Non ST elevation miokard infarction +NSTEMI ) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Klinis NSTEMi ditegakkan dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung Gejala yang paling sering diketahui adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD. Diperkirakan 5,3 juta kunjungan pertahun. Kira-kira 1/3 darinya disebabkan oleh UAP/NSTEMI , dan merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan RS dengan UA /NSTEMI semangkin meningkat , sementara angka infark miokard dengan ST elevasi semangkin menurun.. Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Seorang pasien yang menderita gagal jantung harus memiliki tampilan berupa : gejala gagal jantung,

nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau kelelahan; tanda-tanda retensi cairan seperti kongestif paru atau edema tungkai kaki; adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat. Adanya gejala gagal jantung, yang reversible dengan terapi, dan bukti objektif adanya disfungsi jantung (Eropean society of cardiology 1995). Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Faktor resiko dan Etiologi (perbandingan kasus dan teori) Dari hasil anamesa pasien, didapatkan bahwa pasien pada kasus ini dengan jenis kelamin laki-laki, 55 tahun. Berdasarkan literatur, sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jntung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun) dan angka ini akan meningkat karna peningkatan usia populasi dan perbaikan ketahanan hidup setelah infark miokard. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung pada keseluruhan populasi antara 2 sampai 30%. Angka prevalensi meningkat tajam pada populasi usia 75 tahun, sehingga prevalensi pada kelompok usia 70-80 tahun sekitar 10-20%. Penyebab umum penurunan fungsi dari jantung adalah kerusakan atau hilangnya massa otot jantung secara akut atau iskemik kronis, peningkatan resistensi vaskuler dengan hipertensi atau berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab umum & penyakit miokardial sebagai penyebab gagal jantung sebanyak 30%. faktor resiko yang jelas dan penyakit miokard (underlying heart disease) yang mengakibatkan remodeling struktural dan berlangsung progresif sehingga menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung.

Sesuai dengan keluhan utama dimana pasien mengeluhkan nyeri dada yang amat sangat. Bila dirinci pasien merasakan nyeri dada seperti diperas yang dan jantungnya seperti mau meledak. Pasien juga menyatakan karena nyerinya pasien sampai muntah. Sesuai dengan iteratur nyeri dada sepperti ini khas untuk angina pectoris yang memiliki karakteristik tertentu yaitu : 1. Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan perjalaran ke leher, rahang bahu kiri, sampai lengan dan jari jari bagian ulnar, punggung atau pundak kiri. 2. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih, berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam, atau bawah diafragma, seperti diremas remas, atau dada mau pecah, dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat dingin, dan sesak napas disertai perasaan takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam seperti rasa ditusuk/ diiiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia hanya tidak enak di dadanya. Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat, tapi tidak berhubungan dengan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan kekanan. Nyeri juga dapat dipretsipasikan oleh stress fisik maupun emonsional 3. Kuantitas nyeri yang pertam kali yang timbul biasanya agak nyata. Dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat harus dipertimbangkan sebagai angina tidak stabil ( Unstable Angina Pektoris = UAP ) sehingga dimsukkan ke dalam syndrome koroner akut = Acute Coronary Syndrome= ACS, yang memerlukan perawatan khusus. Nteri dapat dihiangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam hitungan detik sampai beberapa beberapa menit. Nyeri tidak terus menerus, namun hilang timbu dengan intensitas yang mangkin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol. Nyeri yang berlangsung terusmenerus sepanjang hari, sampai beberapa hari biasanya bukan angina pectoris.

Dari anamnesis selanjutnya, didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan berobat teratur ke dokter spesialis namun pasien tidak membatasi dirinya dalam hal diet. PAsien suka memakan makanan yang berlemak dan mengandung kolesterol tinggi ha ini merupakan faktor resiko yang memungkinkan terjadinya Coronary Heart Disease ditambah dengan faktor hipertensi yang sudah lama Hal ini sesuai dengan teori bahwa pria mendapatkan faktor risiko independen pada usia 45 tahun pada infark miokard. Walaupun dari data anamesis lainnya pasien menyangkal dirinya merokok dan memiliki silsilah keluarga dengan penyakit hipertensii.faktor indenpenden utama untuk Coroner Heart Disease, termasuk: Merokok, peningkatan total dan LDL kolesterol, peninggian tekanan darah, rendahnya kolesterol HDL, Diabetes mellitus, dan penambahan umur. Seorang individu dengan faktor risiko yang lebih tinggi untuk penyakit atherosclerosis. Dengan tambahan, ada beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko CHD yaitu: o Obesity (BMI>30kg/m2) o Abdominal obesity (waist circumference, men>102cm and o women>88cm; o waist-hip ratio, men>0.9 and women>0.8) o aktivitas fisik o riwayat keluarga dari premature CHD ( saudara laki-laki dengan CHD atau keluarga dengan CHD <55 tahun dan atau keluarga wanita atau keluarga utama dengan CHDA<65 tahun) o etnik tertentu o faktor psikososial Faktor risiko kondisional yang berhubungan dengan peningkatan risiko untuk Coroner Heart Disease (CHD) walaupun kontribusi independen untuk CHD tidak terdokumentasi dengan baik, antara lain: peningkatan serum triglycerides, peningkatan serum homocysteine, peningkatan serum lipoprotein (a), Prothrombotic factors (e.g. fibrinogen), Inflammatory markers (e.g. C-reactive proteins). Jika di lihat dari enam faktor resiko utama perkembangan penyakit

infark miokard yaitu : hiperlipidemia, Diabetes mellitus, darah tinggi, merokok, Jenis kelamin laki- laki, dan riwayat keluarga. Sesuai dengan kriteria diatas pasien memenuhi beberapa poin penting mengenai faktor resiko terkena penyakit jantung koroner (CHD). Dari data yang didapat kita ketahui bahwa psien berjenis kelamin laki-laki, berumur yang tergolong sudah lanjut usia dan memiliki kebiasaan bruk suka makan makanan berlemak yang mengakibatkan kadar kolesterol darah pasien yang meningkat dan memperberat resiko untuk terkena penyakit jantung koroner. Pasien juga memiiki berat badan yang tidak proporsional dimana pasien juga mempunyao berat badan yang berlebihan. PATOGENESIS 1. Ruptur plak Rupture plak menjadi penyebab terpenting angina pectoris tak stabil, sehingga terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. 2/3 dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang , dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil penyempitan kurang dari 70%. Plak arteriosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik. Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi se makrofag. Biasanya rupture terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzyme protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahnya dinding plak (fibrous) Terjadi rupture menyebabkan aktivasi, adhesi dan aqgregasi platelet dan menyebabkan aktifasi terbentuknya thrombus. Bia thrombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan menjadi angina tak stabil.

Dari dasar diatas kita ketahui bahwa pasien ini memiliki tanda tanda angina pectoris yang tak stabil dimana paien terkena serangan pada saat istirahat. 2. Trombosis dan agregasi thrombosis Agregasi patelet dan pembentuka thrombus merupakasn salah satu dasar terjadi angina tak stabil. Terjadinya trobosis setelah plak terganggu disebabkan oeh interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan makrodag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpeenting dalam pembentukan thrombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi daam faktor jaringan plak tak stabil Sebagai hasil dari ganngguan faal endotel terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan inti granulasi sehingga memicu agregsi yang lebih luas. Vasokontriksai dan pembentukan thrombus. 3. Vasospasme Terjadinya vasokontriksi juga menjadi faktor penting terjadinya ngaina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endote dan bahan vasoaktif yang yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prizmetal juga menyebabkan angina tak stabil. 4. Erosi pada plak tampa rupture Terjadi penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya ploriferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel. Adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertumbuhnya sel otot polos dapat menyebabkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia. Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan

risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung. Apabila hipertensi menjadi progresif, LVH adaptif tidak dapat menahan lagi beban tekanan yang terus meningkat dan akhirnya terjadi gagal jantung kongestif dengan segala konsekuensinya. Manifestasi klinis Sesuai dengan anamesa yang sudah diakukan dimana pasien mengeluhkan nyeri dada ketika beristirahat dengan lama nyeri hamper satu jam dan tidak berkurang,nyeri juga seperti ditekan dan diperas dengan jantung seperti mau meledak sesuai dengan teori untuk angina tak stabil dimana yang termasuk angina tak stabil yaitu 1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan , dimana angina cukup berat dengan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali perhari 2. Pasien dengan angina yang bertambah berat yang sesungguhnya angina stabil, lalu serangan angina timbul sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan. 3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat. Pemeriksaan fisik Dari pemeriksaan vital sign pada kasus ini didapatkan keadaan umum pasien: sedang, kesadaran: compos mentis, tekanan darah: 130/80 mmHg, laju jantung: 97x/ menit, RR: 24x/menit, T: 36,6
0

C. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan thorax simetris, dan terdapat kesan pembesaran jantung dari perkusi batas2 jantung ,dan dari auskutasi jantung tdak ditemkan adanya kelainan juga selain itu dari pemeriksaan fisik lainnya juga tidak ditemui adanya kelainan. Hal ini dapat terjadi karena sesuai literature yang menyatakan tidak ada hal- hal khusus pada pemeriksaan fisik. Dimana ditemukan pemeriksaan fisik yang normal pada pasien. Mungkin pemeriksaan fisik pada saat pasien nyeri dada dapat ditemukan adanya aritmia, gallop bahkan murmur, split S2 paradoksal, ronkhi

basah di bagian basal paru, yang menghilang kembali pada saat nyeri sudah hilang. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus untuk menegakkan diagnosa Unstable Angina Pektoris yang disebabkan AMI anterior dengan STEMI yaitu : pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) yang memberikan gambaran adanya segmen ST yang Elevasi pada sadapan V2 dan V3 juga ditemukan adanya .Pada kasus ini gambaran EKG menunjukkan adanya infark miokard akut. Dari foto thorax didapatkan adanya cardiomegali dengan CTR 65%. Hal ini sesuai yang didapatkan pada literatur, pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya Angina tak stabil dan penyebabnya antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru. Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), Pada kasus didapatkan Total kolesterol yang meningkat dari jumlah normal (259 mg/dl), hal ini menunjukkan fakltor resiko hiperkolesterolemia terdapat pada pasien seperti yang dijelaskan pada pembahasan faktor resiko dan etiologi di atas. Abnormalitas EKG
Abnormalitas Sinus takikardia Aritmia ventrikel Iskemia/infark Gelombang Q Hipertrofi ventrikel kiri Penyebab Gagal jantung yang terdekompensasi, anemia, demm,hipertiroid Iskemia, infark, kardiomiopati, overdosis digitalis, hipokalemia Penyakit jantung koroner Implikasi klinis Penilaian klinis laboratorium dan

Pemeriksaan labaratorium, angiografi koroner

Ekokardiografi, troponin, angiografi koroner, revaskularisasi Infark, kardiomiopati Ekokardiografi, angiografi hipertrofi, LBBB koroner Hipertensi, penyakit katup Ekokardiografi, dopler aorta, kardiomiopati hipertrofi

Abnormalitas rontgen thoraks


Abnormalitas Kardiomegali Hipertrofi ventrikel Tampak paru normal Kongesti vena paru Edema intertisial Efusi pleura (bilateral) Penyebab Dilatasi ventrikel kiri ventrikel kanan, atria. Efusi erikard Hipertensi, stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofi Bukan kongesti paru Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri Gagal jantung dengan peningkatan tekanan pengisian

Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering ditemukan


Abnormalitas Kreatinin serum (>150 mmol/l) Peningkatan troponin Peningkatan transaminase BNP>400 pg/ml NTproBNP>2000 pg/ml Hiponatremia (<135 mmol/l) Hiperkalemia, Hipokalemia, Hipernatremia Penyebab Penyakit ginjal, penyekat aldostrone Nekrosis miosit, iskemia berkepanjangan, gagal jantung berat Gagal jantung kanan, toksisitas obat, disfungsi liver Stress pada dinding ventrikel meningkat Gagal jantung kronik, hemodilusi, diuretik Diuretik, gagal jantung, gagal ginjal, dehidrasi,

Klasifikasi KILLIP mengenai derajat keparahan gagal jantung:

Diagnosis Dengan demikian dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan didukung dengan pemeriksaan penunjang (pada kasus dan perbandingana dengan teori), maka penderita pada kasus ini didiagnosa dengan Unstable angina pectoris ec AMI anterior + STEMI + HHD + Hipertensi Grade I - hari pertama setelah gejala - killip - RF Penatalaksanan Dasar penataaksanaan pasien dengan Unstable angina pektoris secara garis besar dibagi 2 yaitu penatalaksanaan umum dan khusus.penatalaksanaan umum terdiri dari, bedrest, diberi penenang dan oksigen , pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasaka nyeri dada. Walaupun sudah mendapat nitrogliserin. Pada pasien ini terapi medika mentosanya berupa IVFD RL 10 gtt/I, Aspilet 1 x 80 mg, Inj. Arixtra 1 x 2,5, Lansoprazole 1 x 30 mg, MST 2 x 1 (k/p) Alprazolam 3 x 0,25 mg, dan CPG 1 x 75 mg, serta Laxadyn syrup 3 x CI. Pemberian obat ini sesuai dengan terapi medika mentosa di litteratur yang terdiri dari obat antti iskemia, obat anti agregasi trombosit, dan dan obat anti thrombin.obat yang diberikan anti agregasi trombosit adalah aspiet dan CPG atau 10 :1 : Hipertensi, suka makan makanan berlemak

klopidogrel sesuai dengan AHA dan ACC menganjurkan pemberian korpidogre bersama dengan aspirin (aspilet) selama paling sedikit 1 bulan dan paling lama 9 bulan. Korpidogrel merupakan derivate tieopiridin yang dapat menghambat agregasi platelet dengan efek samping yang lebih ringan dan juga efektif untuk mengurangi strok, infark dan kematian kardiovasikular, klopidogrel juga disarankan untuk digunakan pada pasien yyang tidak tahan dengan aspirin. Sedangkan aspirin memiliki kerja yang sama dan dianjurkan untuk diminum seumur hidup, dengan dosis awal 160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80 sampai dengan 325 mg per hari. Obat berikutnnya adalah obat injeksi arixtra yang berisi sodium pandafarinux, yang merupakan golongan Low Molecular Wheight Heparin (LMWH), dengan fungsi sebagai obat antitrombin yanm memiiki ikatan dengan pasma yang lebih rendah, bioavabiitas lebih besar dan tidak mudah dinetraisasi oeh faktor 4. Dengan kejadian tromsitopenia lebih rendah. Pemberian aprazoam yang merupakan obat penenang berfungsi untuk mengurangi stress pasien ..yang nantinya akan mengurangi beban jantung pasien akibat stress psikosomatis. Begitu juga dengan pemberian laxadyn syrup yang mampu memperalncar buang air besar.karena psien dengan serangan akuk initidakboleh mengedan. mengedan dapat membah beban jantung secarra tiba-tiba yang akan berbahaya bia pada pasien dengan infark miokard karena dapat memacu infark lainnya. Antagonis Kalsium Efek menghilangkan beban jantung dengan antagonis kalsium sering tapi tidak selalu mengatasi efek inotropik negatif obat tersebut. Merupakan pilihan utama pada gagal jantung dengan gangguan fungsi diastolik. Data terakhir melaporkan bahwa antagonis kalsium memperbaiki relaksasi ventrikel pada awal diastol dan menormalkan kembali pengisian ventrikel. Antagonis kalsium mempunyal dua efek pada pengisian ventrikel: memperbaiki relaksasi diastolik awal dan juga memperbaiki compliance diastolik akhir sebagai hasil berkurangnya LVH. Pengobatan trombolitik

11

Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis, yaitu streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolylated plasminogen activator complex (ASPAC). r- TPA bekerja lebih spesifik pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek. Penelitian menunjukkan bahwa secara garis besar, semua obat trombolitik bermamfaat namun r-TPA menyebabkan penyulit perdarahan otak sedikit lebih tinggi dibandingkan steptokinase. Karena sifatnya, steptokinase dapat menyebabkan reaksi alergi dan juga hipotensi akibat dilatsi pembuluh darah. Karena itu streptokinase tidak boleh diulangi bila dalam 1 tahun sebelumnya sudah diberikan atau penderita dalam keadaan syok. Prognosis Quo ad Vitam : dubia ad bonam, Quo ad Sanactionam: dubia, Quo ad Functionam: dubia. Berdasarkan literatur, penentuan prognosis pada gagal jantung sangatlah kompleks. Dan sesuai iteratur angka kejadian angina pectoris setelah serangan pertama akan tetap terjadi namun terggantung bagaiman pasien berobat terattur dan menjaga makanannya

DAFTAR PUSTAKA

12

1. Alwi, Idrus dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006.
2. Gray, Huon H. Lecture Notes Kardiologi Edisi keempat. Jakarta:

Penerbit Erlangga; 2005.


3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman

Tatalaksnan Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia. Jakarta : PERKI; 2009. 4. Lily Ismudiati Rilantono,dkk. Buku Ajar Kardiologi. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia,2004.


5. Brown CT. Penyakit Ateroslerotik Koroner. dalam : Price

SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2005. 6. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths textbook of medical. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996). 7. Karim, Syukri. EKG dan Penanggulangan beberapa penyakit Jantung Untuk Dokter Umum. Jakarta : FKUI ; 1996. 8. Mariyono H, harbanu. Gagal Jantung. Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam. FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2005 9. ORourke Robert. Manual of Cardiology. New York: the McGraw-Hill Companies; 2002

13

10. Gan gunawan, sulistia. Farmakologi dan terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI; 2007 11. Susetyo, Budi. Penatalaksanaan Komplikasi Kardiovaskular Pada Hipertensi. FK-Unair/ RSUD. Dr. Soetomo. Cermin Dunia kedokteran; 1999.

14

Anda mungkin juga menyukai