Anda di halaman 1dari 6

Klasifikasi asma Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengelompokkan asma berdasarkan etiologi, terutama dengan memperhatikan penyebab

lingkungan yang menjadipencetus, namun klasifikasi seperti ini mengalamiketerbatasan. Upaya untuk mengenal penyebab lingkungan terhadap asma harus merupakan bagian dari penilaian awal sehingga penghindaran terhadap agen pencetus dapat menjadi bagian dari tata laksana asma.1-4 Dalam GINA 2004, klasifikasi derajat penyakit asma menurut tingkat gejala, keterbatasan aliran udara, dan fungsi paru dikategorikan ke dalam empat kategori yaitu asma intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat.3 Sejak tahun 2006 klasifikasi derajat penyakit, dianjurkan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.4 Klasifikasi asma lain berdasarkan derajat serangan yaitu serangan ringan, sedang, berat, dan mengancam jiwa.3,4,5 Klasifikasi ini bermanfaat pada saat awal penanganan pasien. Harus diingat bahwa derajat serangan asma mengikutsertakan derajat penyakit serta respons terhadap pengobatan. Oleh karena itu asma dengan gejala dan obstruksi saluran respiratorik berat masuk dalam klasifikasi persisten berat pada awalnya, apabila menunjukkan respons baik terhadap pengobatan maka dikelompokkan sebagai asma persisten sedang. Selain itu, derajat penyakit bukan sesuatu kondisi yang menetap pada seorang pasien asma, tetapi dapat berubah dalam beberapa bulan atau beberapa tahun.6 Dengan pertimbangan ini, walaupun klasifikasi derajat penyakit asma tersebut berdasarkan pendapat para pakar dan bukan berbasis bukti, namun masih mempunyai manfaat untuk tujuan penelitian. Keterbatasan menggunakan klasifikasi derajat penyakit adalah kemampuan memprediksi jenis obat yang diperlukan serta respons yang terjadi pada pasien terhadap pengobatan yang diberikan. Untuk tujuan ini, penilaian berkala dari kontrol asma menjadi lebih relevan dan berguna.3,4,6 1. National Institutes of Health, National Heart, Lung and Blood Institute. National asthma education and prevention program expert panel. 1997. Clinical practice guidelines:

expert panel report 2-guidelines for the diagnosis and management of asthma. Bethesda: National Insitutes of Health, National Heart, Lung, and Blood Institute. 2. Global Initiative for Asthma (GINA). 2002. Global strategy for asthma management and prevention: NHLBI/WHO workshop report. Bethesda: National Institutes of Health, National Heart, Lung and Blood Institute. 3. Global Initiative for Asthma (GINA). 2004. Global strategy for asthma management and prevention. Updated 2004. 4. Global Initiative For Asthma (GINA). 2006. Global Strategy for asthma management and prevention. Revised 2006. 5. Bateman ED, Boushey HA, Bousquet J, Busse W W, Clark TJH, Pauwels RA, dkk. Can guideline-defined asthma control be achieved. 2004. The gaining optimal asthma control study. Am J Respir Crit Care Med.; 170:836-44. 6. Nataprawira, Heda Melinda. 2007. Peran Asthma Control Test (ACT) dalam Tata Laksana Mutakhir Asma Anak. Sari Pediatri; 9(4):239-45.

Pencegahan Asma 1. Mencegah Sensititasi Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi (terjadinya atopi, diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma pada individu yang disensitisasi. Selain menghindari pajanan dengan asap rokok, baik in utero atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang dapat mencegah perkembangan asma. Hipotesis higiene untuk mengarahkan sistem imun bayi kearah Th 1, respons nonalergi atau modulasi sel T regulator masih merupakan hipotesis. 2. Mencegah Eksaserbasi Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor (trigger) seperti alergen (indoor seperti tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoorseperti polen, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi pajanan penderita dengan beberapa faktor seperti meng-hentikan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan kerja, makanan, aditif,

obat yang menimbulkan gejala dapat mem-perbaiki kontrol asma serta keperluan obat. Tetapi biasanya penderita bereaksi terhadap banyak faktor lingkungan sehingga usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain yang harus pula dihindari adalah polutan indoor dan outdoor, makanan dan aditif, obesitas, emosi-stres dan berbagai faktor lainnya.

Rangganis, Iris. 2008. Diagnosa dan Tatalaksana Asma Bronkial. Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, Nopember2008

Golden Standard Diagnosis untuk Rhinitis Allergi Baku emas pada diagnosis rhinitis allergi terbagi menjadi 3 jenis. Baku emas pertama berhubungan dengan gejala dan tanda klinis pasien. Tahapan ini umum dilakukan pada seluruh pasien, namun terkadang dapat terjadi bias karena pandangan setiap klinisi dalam menginterpretasi gejala berbeda-beda. Baku emas kedua menggunakan riwayat penyakit dan uji salah satu dari beberapa metode seperti skin test, tes in vitro, dan tes provokasi nasal. Terkadang bagi sebagian dokter, melakukan uji seperti salah satu diatas sudah merupakan cara untuk mendapatkan diagnosis final. Baku emas ketiga menggunakan metode pengukuran konsentrasi sel mast yang dilepaskena ke hidung. Standar ini juga disebut sebagai challenge gold standard. Gendo, Karna and Eric B. Larson. 2004. Evidence-Based Diagnostic Strategies for Evaluating Suspected Allergic Rhinitis. Ann Intern Med. 2004;140:278-289.

Mekanisme batuk berdahak, mengi, dan hidung tersumbat. Batuk berdahak, mengi, dan hidung tersumbat merupakan gejala yang umum dijumpai pada penderita asma bronkial. Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel

mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P , neurokinin A dan Calcito-nin Gene-Related Peptide sel-sel inflamasi.1-5 Batuk berdahak disebabkan karena hipersekresi sel goblet pada epitel respiatorius. Penderita sebelumnya terpajan oleh allergen, allergen dianggap benda asing yang tidak dikenali oleh sistem pertahanan saluran nafas. Reseptor-reseptor saraf yang berada di sekitar saluran nafas menganggap allergen tersebut adalah benda asing yang harus dikeluarkan, hingga terjadilah sekesi mucus yang berlebihan dan batuk sebagai mekanisme untuk mengeluarkan benda asing yang masuk tersebut. Mengi merupakan gejala yang sangat khas pada penderita asma bronkial. Peristiwa bronkokonstriksi akibat sekresi neuopeptida menyebabkan jalur udara untuk masuk jadi menyempit sehingga ketika seorang penderita asma inspirasi dan ekspirasi akan terdengar bunyi seperti siulan akibat udara yang bergesekan dengan permukaan bronkus. Hidung tersumbat terjadi akibat penyempitan jalur masuk udara di hidung. Edema menyebabkan berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung 1. National Institutes of Health. 2007. Global strategy for asthma management and prevention. National Institutes of Health. 2. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati, Sundaru H, Siregar SP , et al. 2006. Allergy and asthma, The scenario in Indonesia. In: Shaikh WA.editor. (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan

terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi

Principles and practice of tropical allergy and asthma. Mumbai: Vicas Medical Publishers;2006. 707-36. 3. Holgate ST, The bronchial epithelial origins of asthma in immunological mechanisms in asthma and allergic disease. Robinson DS (ed), S. Karger AG , Basel, Switzerland, 2000.62-71. 4. Gotzsche CP . House dust mite control measures for asthma: systematic review. In: European Journal of Allergy and Chronic Urticaria.volume 63,646. 5. Eapen SS, Busse WW. Asthma in inflammatory mechanisms inallergic diseases. In: Zweiman B, Schwartz LB.editors.USA:Marcel Dekker; 2002.p.325-54

Karakteristik Mengi Wheezing merupakan suara nafas seperti musik yang terjadi karena adanya penyempitan jalan udara atau tersumbat sebagian. Obstruksi seringkali terjadi sebagai akibat adanya sekresi atau edema. Bunyi yang sama juga terdengar pada asma dan banyak proses yang berkaitan dengan bronkokonstriksi. Mengi dapat dihilangkan dengan membatukannya.1 Kondisi ini biasanya disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, hilangnya penyokong elastik, dan berlikunya saluran nafas. Asma maupun obstruksi oleh bahan intralumen, seperti benda asing atau sekresi yang diaspirasi, merupakan penyebabnya pula. Wheezing yang tidak berubah dengan batuk, mungkin menunjukan bronkus yang tersumbat sebagian oleh benda asing atau tumor. 1,2 Mengi berasal dari bronki oleh osilasi kontinyu dari dinding jalan nafas yang menyempit. Mengi cenderung menjadi lebih keras pada ekspirasi. Ini disebabkan penyempitan jalan nafas terjadi bila tekanan paru lebih tinggi seperti pada ekspirasi. Mengi inspirasi menunjukan penyempitan jalan nafas yang berat. 1 Mengi dapat berasal dari bronki dan bronkiolus yang kecil. Bunyi yang terdengar mempunyai puncak suara tinggi dan bersiul. Ronki berasal dari bronki yang lebih besar atau trakea dan mempunyai bunyi yang berpuncak lebih rendah dari sonor. Bunyi-bunyi tersebut terdengar pada klien yang mengalami penurunan sekresi. 1 Frekuensi mengi bervariasi . Nada ditentukan kecepatan aliran udara, dan tidak berkaitan dengan panjangnya jalan nafas dan ukurannya. Mengi bernada tinggi, ditimbulkan bronkus kecil,

kualitasnya seperti bunyi siulan, sedangkan mengi yang bernada rendah timbul dari bronkus yang lebih besar. 1 Mengi merupakan petunjuk yang buruk untuk menentukan berat ringannya obstruksi jalan nafas. Pada obstruksi jalan napas berat, mengi dapat menghilang karena ventilasi sangat rendah sehingga kecepatan aliran udara berkurang di bawah tingkat kritis yang diperlukan untuk menimbulkan bunyi napas. Obstruksi bronkus menetap seperti pada karsinoma paru, cenderung menyebabkan mengi terlokalisasi atau unilateral yang memiliki nada tunggal yang musikal (monofonik) dan tidak menghilang dengan batuk. Suatu dada yang sunyi pada pasien dengan serangan asma akut biasanya merupakan tanda buruk dan menunjukan beratnya obstruksi. 12

1. Anonim.

2011.

Bunyi

Nafas

http://www.medicinesia.com/kedokteran-

dasar/respirasi/bunyi-nafas/ diakses tanggal 14 Juli 2013. 2. Swartz MH. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • Untuk Kiki
    Untuk Kiki
    Dokumen7 halaman
    Untuk Kiki
    Rizky Madridista Arisyandi
    Belum ada peringkat
  • Mekanisme Batuk
    Mekanisme Batuk
    Dokumen1 halaman
    Mekanisme Batuk
    Rizky Madridista Arisyandi
    Belum ada peringkat
  • TINJAUAN PUSTAKA
    TINJAUAN PUSTAKA
    Dokumen4 halaman
    TINJAUAN PUSTAKA
    Rizky Madridista Arisyandi
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Antioksidan
    Jurnal Antioksidan
    Dokumen5 halaman
    Jurnal Antioksidan
    Rizky Madridista Arisyandi
    Belum ada peringkat
  • Pemicu 2
    Pemicu 2
    Dokumen36 halaman
    Pemicu 2
    Rizky Madridista Arisyandi
    Belum ada peringkat
  • Delayed Onset Muscle Syndrome
    Delayed Onset Muscle Syndrome
    Dokumen80 halaman
    Delayed Onset Muscle Syndrome
    Rizky Madridista Arisyandi
    Belum ada peringkat
  • SEL
    SEL
    Dokumen29 halaman
    SEL
    Rizky Madridista Arisyandi
    Belum ada peringkat
  • SEL
    SEL
    Dokumen29 halaman
    SEL
    Rizky Madridista Arisyandi
    Belum ada peringkat