Anda di halaman 1dari 12

Laporan Penelitian

Efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penderita rinosinusitis kronis
Ade Rahmy Sujuthi, Abdul Qadar Punagi, Muhammad Fadjar Perkasa
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar - Indonesia

ABSTRAK
Latar belakang: Penatalaksanaan standar rinosinusitis kronis pada orang dewasa saat ini yang direkomendasikan oleh kelompok studi Rinologi PERHATI-KL meliputi pemberian antibiotik, dekongestan oral, kortikosteroid dan mukolitik disertai terapi tambahan irigasi hidung. Penilaian patensi hidung dan kualitas hidup penderita dapat menilai efektivitas terapi rinosinusitis. Sampai saat ini belum ada laporan hasil penelitian yang konsisten tentang prioritas pilihan cairan cuci hidung yang digunakan, maka penelitian yang berkaitan dengan efektivitas hasil terapi cuci hidung larutan air laut steril sebagai terapi tambahan pada terapi standar rinosinusitis kronis perlu dilakukan. Tujuan: Menilai efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penatalaksanaan rinosinusitis kronis berdasarkan patensi hidung dan kualitas hidup (SNOT-20). Metode: Penelitian uji klinis terbuka ( open trial) pada penderita rinosinusitis kronis yang berobat di poliklinik THT RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna nilai NIPF sebelum dan setelah intervensi antara kelompok air laut steril (p<0,05) dengan kelompok terapi standar (p>0,05) juga terdapat perbaikan nilai SNOT-20 secara bermakna (p<0,05) pada kelompok air laut steril setelah intervensi. Kesimpulan: Pemberian larutan cuci hidung air laut steril sebagai terapi tambahan akan memperbaiki patensi hidung dan kualitas hidup penderita rinitis kronis dibandingkan dengan hanya terapi standar saja. Kata kunci: larutan cuci hidung air laut steril, rinosinusitis kronis, NIPF, SNOT-20

ABSTRACT
Background: The current standard management for chronic rhinosinusitis in adult which recommended by study group for rhinology, Indonesian ENT Association, was included antibiotics, oral decongestan, corticosteroids and mucolitics associated with nasal irrigation. The patients nasal patency and quality of life evaluation may be used as a tool to evaluate the effectiveness of rhinosinusitis therapy. Up till now, there was no consensus of study reports regarding priority choice of nasal rinse solution to be used, so the

study for the effectiveness of sterile sea water nasal rinse as an adjuvant therapy for chronic rhinosinusitis is needed. Purpose: To evaluate the effectiveness of sterile sea water nasal rinse in rhinosinusitis therapy based on nasal patency and quality of life (SNOT-20). Method: A clinical open trial was performed in chronic rhinosinusitis patients who came to ENT outpatients clinic, Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar. Result: There is a significant difference of nasal inspiratory peak flow meter value before and after intervention, between sterile sea water groups (p<0.05) and standard therapy groups (p>0.05). Also there is an improvement of SNOT-20 value in sterile sea water groups significantly after intervention (p<0.05). Conclusion: Sterile sea water nasal rinse as an adjuvant therapy will improve nasal patency and quality of life in chronic rhinosinusitis patients than standard therapy alone. Key words: sterile sea water nasal rinse, chronic rhinosinusitis, NIPF, SNOT-20 Alamat korespondensi: Ade Rahmy Sujuthi, Bagian Ilmu Kesehatan THT FK UNHAS, Makassar. E-mail: aderahmy@yahoo.com

PENDAHULUAN Rinosinusitis kronis (termasuk dengan polip nasi) menurut konsensus internasional european position paper on rhinosinusitis and nasal polyps (EP3OS) adalah: inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala dengan salah satu gejala harus mencakup hidung tersumbat/obstruksi/kongesti atau adanya sekret hidung (anterior/posterior nasal drip ), dengan atau tanpa nyeri wajah/tekanan daerah sinus, dengan atau tanpa penurunan atau hilangnya daya penghidu. Disertai salah satu temuan endoskopi: 1) polip; dan atau 2) sekret

mukopurulen terutama berasal dari meatus medius dan atau edema/obstruksi mukosa terutama pada meatus medius, dan atau pada gambaran tomografi komputer

terdapat perubahan mukosa di daerah kompleks osteomeatal dan atau sinus, dan sudah berlangsung minimal 12 minggu. 1 Penatalaksanaan standar rinosinusitis

kronis pada orang dewasa saat ini yang direkomendasikan oleh kelompok studi

Rinologi PERHATI-KL meliputi pemberian antibiotik seperti amoksisillin klavulanat, golongan sefalosporin atau antibiotik

golongan makrolid. Dapat dikombinasikan dengan pemberian terapi tambahan berupa dekongestan oral, kortikosteroid oral atau

topikal, selain itu dapat juga diberikan mukolitik, dan irigasi hidung.
2

Sebelumnya

juga

telah

dilakukan

penelitian multisenter oleh KODI Rinologi (2008) mengenai efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada rinosinusitis bakterial akut yang menilai perubahan waktu transpor mukosilia, perubahan patensi

Penggunaan air laut steril sebagai semprot hidung diteliti oleh Taccariello.3 Ia

membandingkan efek iritasi hidung dengan cairan basa tradisional dan air laut steril pada pasien rinosinusitis kronis sebagai tambahan terapi standar. Pemberian gambaran cuci hidung dan

hidung dengan menggunakan alat ukur nasal inspiratory peak flow meter dan juga menilai perbaikan kualitas hidup berdasarkan

memperbaiki

endoskopi

skoring kualitas hidup. Pada kelompok kontrol yang hanya mendapat terapi standar cuci hidung, tidak didapatkan perbaikan tersebut. Perbedaan bermakna antara kedua cairan adalah di mana cuci hidung basa hanya memperbaiki gambaran endoskopik,

SNOT-20 setelah dua minggu penggunaan larutan cuci hidung air laut steril. Sampai saat ini belum ada laporan hasil penelitian yang konsisten tentang prioritas pilihan cairan cuci hidung yang digunakan, maka penelitian yang berkaitan dengan efektivitas hasil terapi cuci hidung sebagai terapi tambahan pada terapi standar

sedangkan air laut steril semprot hidung memperbaiki gambaran endoskopik dan

skoring kualitas hidup. Penilaian efektivitas terapi rinosinusitis dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain nasal peak flow acustic measurement, rhinometry,

rinosinusitis kronis perlu dilakukan. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: Bagaimanakah efek larutan cuci hidung air laut steril terhadap patensi hidung dan kualitas hidup penderita

rhinomanometry,

mucocilliary clearance, nasal sitogram dan kualitas hidup penderita. Kuesioner QoL memberikan penilaian kesehatan secara

rinosinusitis kronis? Tujuan dari penelitian ini adalah menilai efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penatalaksanaan rinosinusitis kronis berdasarkan patensi hidung dan kualitas hidup dengan mengukur nilai patensi hidung pada rinosinusitis kronis sebelum dan sesudah

umum maupun secara spesifik. Salah satu instrument yang dapat digunakan untuk menilai QoL adalah sinonasal outcome test 20 (SNOT-20).
4

terapi dengan terapi standar dengan dan tanpa cuci hidung air laut steril kemudian menilai kualitas hidup pasien dengan rinosinusitis kronis sebelum dan sesudah terapi dengan terapi standar dengan dan tanpa cuci hidung air laut steril, selanjutnya membandingkan nilai patensi hidung penderita rinosinusitis kronis sebelum dan sesudah terapi standar dengan dan tanpa cuci hidung air laut steril, selanjutnya membandingkan kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis sebelum dan sesudah terapi standar dengan dan tanpa cuci hidung air laut steril.

dengan pajanan alergen yang tinggi seperti pabrik kayu, kapas, industri kimia, bukan perokok berat, tidak sedang dalam pemakaian obat tetes hidung jangka panjang, tidak ada massa atau tumor hidung/sinus paranasal, tidak memiliki riwayat operasi hidung/sinus sebelumnya, tidak ada septum deviasi berat bukan penderita rinosinusitis atrofi dan tidak terdapat sinekia. Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini dengan cara berurutan sampai tercapai jumlah sampel yang telah ditentukan. Pasien dimasukkan ke kelompok air laut steril atau kelompok terapi standar. Pada penelitian ini seluruh sampel

METODE Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak terkontrol pada dua kelompok dengan menggunakan desain paralel.

dianamnesis dan mengisi kuesioner, yang berisi skor gejala nasal berupa pertanyaan mengenai gejala sekret hidung, hidung

tersumbat, nyeri wajah/tekan daerah sinus berkurang atau hilangnya daya penghidu. Dilakukan pemeriksaan fisis THT berupa pemeriksaan rinoskopi anterior untuk

Berdasarkan ketersamarannya, uji klinis ini merupakan uji klinis terbuka (open trial) di mana baik peneliti pengobatan maupun subjek

mengetahui

yang diberikan.

menyingkirkan adanya sinekia, rinitis atrofi, septum deviasi berat, sinekia, polip atau tumor yang mengisi kavum nasi, sehingga

Penelitian ini dilakukan pada 30 penderita rinosinusitis kronik yang berobat di poliklinik THT RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Semua penderita rinosinusitis kronis

mempersulit evaluasi nasal inspiratory peak flow (NIPF) sebagai bahan uji. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan nasoendoskopi untuk mengevaluasi adanya polip, sekret

berdasarkan kriteria European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2007, usia 1845 tahun, bersedia ikut dalam penelitian (informed consent), tidak bekerja di pabrik

terutama berasal dari meatus medius, edema mukosa terutama pada meatus

medius

dan

perubahan

mukosa

pada

Windows. Uji Mann-Whitney U digunakan untuk menguji adanya perbedaan antara kedua kelompok yang tidak berhubungan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah pada nilai =0,05. Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

daerah kompleks ostiomeatal dan sinus. Pengukuran NIPF dilakukan pada seluruh sampel untuk mengukur patensi hidung

dengan cara pasien diminta untuk ekspirasi maksimal, sungkup hidung dari NIPF

diletakkan menutupi hidung dan mulut dengan rapat kemudian sampel diminta untuk HASIL Karakteristik subjek penelitian meliputi umur, jenis kelamin dan pendidikan. Umur dibagi menjadi lima kategori, dari total jumlah sampel frekuensi terbesar pada kelompok umur 2429 tahun, yaitu 18,8% pada

menutup mulut dengan rapat dan melakukan inspirasi maksimal melalui hidung selama satu detik. Hasil dicatat dengan melihat posisi kursor yang berwarna merah di skala.

Pemeriksaan diulang sebanyak tiga kali, kemudian hasilnya dipilih yang paling tinggi. Selanjutnya sampel diminta untuk mengisi kuesioner dengan (SNOT-20) terapi. yang berhubungan masing-masing

kelompok air laut steril dan kelompok umur 4247 tahun, yaitu 12,5% pada kelompok terapi standar. Pada tabel 1 terlihat frekuensi dan persentase sampel berdasarkan jenis kelamin pada keseluruhan sampel. Hasilnya menunjukkan 12 sampel berjenis kelamin lakilaki atau sebanyak 37,5% dari jumlah total sampel dan 20 sampel berjenis kelamin perempuan atau sebanyak 62,5% dari jumlah total sampel.

Skor

pertanyaan berkisar antara 05 dengan nilai tertinggi menunjukkan gejala terberat. Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data kemudian dipilih metode statistik yang sesuai, yaitu data yang diperoleh diolah dengan program statistik SPSS for

Tabel 1. Data karakteristik umum subjek penelitian Karakteristik Kelompok air laut steril n (%) 22(68,75) Kelompok standar n (%) 10(31,25) Total n (%)

Subjek penelitian Umur

32(100)

18 23 tahun 24 29 tahun 30 35 tahun 36 41 tahun 42 47 tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan SMA Diploma S1 S2

5(15,6) 6(18,8) 4(12,5) 4(12,5) 3(9,4)

1(3,1) 1(3,1) 2(6,3) 2(6,3) 4(12,5)

6(18,7) 7(21,9) 6(18,7) 6(18,7) 7(21,9)

8(25) 14(43,8)

4(12,5) 6(18,7)

12(37,5) 20(62,5)

5(15,6) 5(15,6) 8(25) 4(12,5)

3(9,4) 1(3,1) 4(12,5) 2(6,3)

8(25) 6(18,7) 12(37,5) 6(18,7)

Pendidikan menjadi empat

subjek

penelitian yaitu:

dibagi SMA,

sampel (25%), kemudian Diploma dan sarjana S2, yaitu 6 sampel (18,7%). Pada penelitian ini, hasil yang didapatkan setelah perlakuan yaitu rerata nilai hasil pengukuran NIPF antara sebelum dilakukan semprot hidung, minggu ke-1 dan minggu ke2 sesudah dilakukan semprot hidung pada kelompok air laut steril dan kelompok terapi standar dapat dilihat pada tabel 2 dan grafik 1.

kategori,

Diploma, sarjana S1 dan sarjana S2. Frekuensi terbanyak subjek penelitian memiliki

pendidikan sarjana S1, yaitu 12 kasus atau 37,5% dari jumlah total sampel menyusul masing-masing subjek penelitian yang

memiliki pendidikan SMA, yaitu sebanyak 8

Tabel 2. Rata-rata nilai NIPF Nilai NIPF Kelompok Air Laut Steril (liter/menit ) 73,40 80,45 96,59 Kelompok Terapi Standar (liter/menit) 74,50 76,50 76,50

Sebelum perlakuan Mgg 1 sesudah perlakuan Mgg 2 sesudah perlakuan

Rata-rata nilai NIPF pada kelompok terapi standar sebelum perlakuan, yaitu 74,5

dan nilai tertinggi 80 liter/menit. Setelah minggu ke-1 perlakuan didapatkan perbaikan rata-rata sebesar 2 liter/menit (dari rata-rata

liter/menit dengan nilai terendah 70 liter/menit

nilai NIPF 74,50 liter/menit menjadi 76,50 liter/menit), namun setelah minggu ke-2 perlakuan tidak didapatkan perbaikan rata-rata nilai NIPF dari minggu ke-1 setelah

PNIF

73,40

liter/menit

menjadi

80,45

liter/menit), kemudian dari minggu ke-1 sesudah perlakuan sampai minggu ke-2

perlakuan, didapatkan perbaikan nilai rata-rata NIPF sebesar 16,14 liter/menit (dari 80,45 liter/menit menjadi 96,59 liter/menit). Dengan demikian, pada kelompok air laut steril ini didapatkan perbaikan rata-rata nilai PNIF dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-2 sesudah perlakuan sebesar 23,19 liter/menit (dari 73,40 liter/menit menjadi 96,59

perlakuan. Dengan demikian, pada kelompok standar ini perbaikan rata-rata nilai NIPF dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-2 setelah perlakuan hanya sebesar 2 liter/menit. Pada kelompok air laut steril, perbaikan rata-rata nilai NIPF dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-1 sesudah perlakuan adalah sebesar 7,05 liter/menit (dari rata-rata nilai

liter/menit)

Gambar 1. Grafik perbandingan rata-rata nilai NIPF kelompok air laut steril dengan kelompok terapi standar

Pada tabel 3, dapat dilihat rata-rata persentase perbaikan nilai NIPF dari sebelum sampai sesudah minggu ke-1 perlakuan dan dari sebelum sampai sesudah minggu ke-2 perlakuan, di mana didapatkan rata-rata persentase perbaikan nilai NIPF pada

kelompok

terapi

standar

dari

sebelum

perlakuan sampai minggu

ke-1 sesudah

perlakuan adalah sebesar 3,17% dan nilai ini tidak mengalami perbaikan dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-2 sesudah

pelakuan. Pada kelompok air laut steril,

perbaikan nilai rata-rata persentase NIPF dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-1 sesudah perlakuan adalah sebesar 8,62%,

kemudian mengalami perbaikan lagi dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-2 sesudah pelakuan sebesar 23,07%.

Tabel 3. Rata-rata persentase perbaikan nilai NIPF Nilai NIPF Sebelum perlakuan Mgg I sesudah perlakuan Sebelum perlakuan Mgg II sesudah perlakuan Kelompok air laut steril (%) 8,62 23,07 Kelompok terapi standar (%) 3,17 3,17

Nilai SNOT-20 yang didapatkan setelah perlakuan dapat dilihat pada tabel 4 dan grafik 2, yaitu nilai tengah skor SNOT-20 sebelum

perlakuan dan minggu ke-2 sesudah perlakuan pada kelompok terapi standar dan kelompok air laut steril.

Tabel 4. Nilai SNOT-20 Median SNOT-20 Sebelum Minggu 2 Kelompok air laut steril 43,50 33,50 Kelompok terapi standar 41,40 41,50

Terdapat perbaikan selisih nilai tengah skor SNOT-20 dari sebelum perlakuan sampai minggu ke-2 sesudah perlakuan pada

lebih baik dibandingkan dengan kelompok terapi standar. Hal tersebut juga dapat dilihat pada perbandingan nilai SNOT-20 sebelum dan sesudah minggu ke-2 perlakuan pada kedua kelompok berdasarkan uji statistik Wilcoxon sign range test, didapatkan perbaikan yang bermakna nilai skor SNOT-20 (p<0,05) pada

kelompok air laut steril, yaitu sebesar 10 (dari 43,5 menjadi 33,5) sedangkan pada kelompok terapi standar tidak ditemukan adanya

perbaikan skor SNOT-20. Dengan kata lain, skor SNOT-20 kelompok air laut steril jauh

kelompok air laut steril sesudah minggu ke-2 perlakuan. Perbedaan kedua kelompok perlakuan dalam memperbaiki kualitas hidup penderita rinosinusitis kronis dapat dibuktikan dengan uji statistik Mann-Whitney U yang

orang dewasa sehat berdasarkan umur, jenis kelamin dan tinggi badan. Tidak ditemukan hubungan antara jenis kelamin dengan umur atau tinggi badan. Ditemukan berbagai variasi nilai NIPF pada setiap individu yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan setiap variabel pada penelitian tersebut. Frekuensi terbanyak subjek penelitian memiliki pendidikan sarjana S1, yaitu 12 kasus atau 37,5% dari jumlah total sampel menyusul masing-masing subjek penelitian yang memiliki pendidikan SMA, yaitu

menunjukkan bahwa sebelum perlakuan, nilai skor SNOT-20 antara kedua kelompok

penelitian tidak terdapat perbedaan yang bermakna, namun sesudah minggu ke-2 terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok perlakuan (p<0,05).

sebanyak 8 sampel (25%), kemudian diploma dan sarjana S2, yaitu 6 sampel (18,7%). Seorang yang mempunyai pendidikan tinggi biasanya lebih banyak memperhatikan tentang kesehatan, sehingga begitu mengalami

gangguan/keluhan segera memeriksakan diri, apalagi jika sampai mengganggu kehidupan sehari-harinya.
Gambar 2. Grafik perbandingan rata-rata nilai SNOT pada kelompok terapi standar dan kelompok air laut steril

Dari perbandingan rata-rata nilai NIPF antara kedua kelompok perlakuan didapatkan bahwa pada minggu ke-1 setelah perlakuan,

DISKUSI Pada penelitian ini, perbandingan antara peserta perempuan dan laki-laki adalah 1:1,67. Ottaviano11 telah melakukan pengukuran

terdapat perbaikan nilai NIPF pada kedua kelompok perlakuan, namun pada minggu ke2 sesudah perlakuan didapatkan perbaikan nilai yang lebih baik pada kelompok air laut steril dibandingkan dengan kelompok terapi standar.

patensi hidung dengan menggunakan nasal inspiratory peak flow meter pada populasi

Berdasarkan uji statistik Wilcoxon sign range test, perbandingan nilai NIPF sebelum dan sesudah pemberian larutan cuci hidung air laut steril didapatkan perubahan nilai yang bermakna antara sebelum perlakuan dengan minggu ke-1 dan minggu ke-2 sesudah pemberian larutan air laut steril (p<0,05), sedangkan pada kelompok terapi standar tidak menunjukkan (p>0,05). Perbaikan nilai persentase peningkatan aliran udara dalam rongga hidung yang didapatkan pada minggu ke-2 sesudah perubahan yang bermakna

larutan air laut steril efektif digunakan sebagai terapi tambahan pada terapi standar rinosinusitis kronis. Penelitian mengenai irigasi hidung dengan air laut steril masih belum terlalu banyak, sehingga kami tidak bisa lebih banyak membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini terlihat bahwa

pemberian semprot hidung larutan cuci hidung air laut steril, dapat mengurangi keluhan penderita rinosinusitis kronis, seperti hidung tersumbat, hidung berlendir, berkurangnya keluhan bersin, serta pasien merasa lebih enak dibandingkan sebelumnya, sehingga kualitas hidup penderita menjadi lebih baik. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian larutan cuci hidung air laut steril sebagai terapi tambahan lebih efektif dibandingkan dengan terapi standar saja dalam memperbaiki patensi hidung dan kualitas hidup pada penderita rinosinusitis kronis.

pemberian larutan cuci hidung air laut steril adalah lebih dari 20%, hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anggraeni,6 yang menggunakan kriteria RAK dengan penurunan NIPF sebesar 20% dari nilai baseline. Dari hasil seperti yang disebutkan di atas dapat dilihat bahwa irigasi dengan semprot hidung air laut steril dapat memperbaiki keadaan klinis hidung. Perbaikan yang tampak sesudah penyemprotan selama dua minggu, yaitu keadaan rongga hidung bersih, keluhan obstruksi hidung berkurang sampai hilang, lendir berkurang, tidak ada krusta, serta edema berkurang. Adanya perbaikan nilai NIPF sesudah minggu ke-1 dan minggu ke-2 terapi menunjukkan bahwa larutan cuci hidung

DAFTAR PUSTAKA
1. Fokkens W, Lund V, Mullol J. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps. Rhinology 2007; l20:5-111. 2. Soetjipto D. Penatalaksanaan baku sinusitis. Dalam: Kumpulan naskah lengkap kursus pelatihan dan demo BSEF. Makassar, 2000.

3.

Taccarielo M. Nasal douching as a valuable adjunct in the management of chronic rhinosinusitis. Rhinology 1999; 37(1):29-32.

c2006 [updated 2006 May 21; cited 2007 Nov 15]. Available from:

http://www.clementclarke.com/product/peak_ flow/index.html. 10. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,

4.

Enhage A. Nasal bronchial testing as well as treatment of patients with airway hiperresponsiveness and inflamation focusing on the united airway concept [homepage on the internet]. Sweden, Stockholm: Dept. Clinical Science, Intervention and Technology Div. of Otorhynolaryngology, Karolinka Institute.

Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku ajar ilmu kesehatan THT-KL. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. h. 150-4. 11. Ottaviano GK, Scadding S, Coles VJ. Peak nasal inspiratory flow, normal range in adult population. Rhinology 2006; 44:32-5. 12. Pidwirny M. Physical 2nd and chemical

c2008 [updated 2008 Jan 15; cited 2008 Sept 18]. Available from:

http://www.emedicine.com. 5. Adam P, Stiffman M, Blake R. A clinical trial of hypertonic saline nasal spray in subject with common cold rhinosinusitis. Arch Fam Med 1998; 7:39-43. 6. Anggraeni D. Prevalensi rinitis akibat kerja dan faktor risiko yang berhubungan. Studi pada pekerja yang terpajan bahan kimia surfaktan di PT X. Jakarta: FKUI; 2008. 7. Anthoni JF. The chemical composition of seawater [homepage on the internet]. c2006 [updated 2006 Mar 23; cited 2007 Oct 11]. Available from:

characteristics of seawater. Fundamentals of physical geography. ed. Okanagan:

University of British Columbia; c1999-2006 [updated 2006 Sept 15; cited 2009 Jul 5]. Available from:

http://www.physicalgeography.net/fundament als/8p.html. 13. Punagi Q. Pola penyakit Sub-bagian Rinologi di RS Pendidikan Makassar periode 20032007. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL. Makassar: FK UNHAS; 2008. 14. Soetjipto D, Wardhani RS. Penatalaksanaan sinusitis. Dalam: Guideline penyakit THTKL. Jakarta: PERHATI-KL Indonesia; 2007. 15. Talbot AR, Herr TM, Parsons and D.

http://www.seafriends.org.nz/oceano/seawate r.htm. 8. Jay F, Piccirillo MD. Sinonasal outcome test 20 (SNOT-20). St. Louis, Missouri:

Muccociliary hypertonic 107:500-3.

clearance saline.

buffered 1997;

Washington University School of Medicine; 1996. 9. Clement Clark International. Introduction to in-check nasal [homepage on the internet].

Laryngoscope

16. Walsh WE, Kern RC. Sinonasal anatomy, function and evaluation. Dalam: Bailey BJ,

Johnson JT, editors. Head and neck surgeryotolaryngology. 4


th

Lippincott Williams&Wilkins; 2006. p. 30718.

ed.

Philadephia:

Anda mungkin juga menyukai