Anda di halaman 1dari 20

CAIRAN AMNION Fisiologi cairan amnion Amnion pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7 atau

ke-8 perkembangan janin. Mulanya berupa sebuah vesikel kecil yang berkembang menjadi kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal janin. Karena semakin membesar, amnion secara bertahap menekan janin yang sedang tumbuh, yang mengalami prolaps ke dalam rongga amnion.

Gambar 1. Proses terbentuknya rongga amnion

Pada kehamilan awal, cairan amnion merupakan ultrafiltrasi plasma ibu. Awal dari semester kedua, cairan amnion terdiri dari sebagian besar cairan ekstraselular yang berdifusi melewati kulit janin, serta menggambarkan komposisi plasma janin (Gilbert dan Brace, 1993). Setelah 20 minggu kornifikasi dari kulit janin mencegah difusi, dan cairan amnion sebagian besar dihasilkan dari urin janin. Ginjal janin memulai produksi urin saat 12 minggu dan saat 18 minggu ginjal menghasilkan 7-14 ml perhari. Urin janin mengandung lebih banyak ureum, kreatinin, dan asam urat daripada plasma janin. Serta mengandung deskuamasi sel janin, verniks, lanugo, dan sekresi lainnya. Karena hipotonik, jaringan menurunkan osmolalitas cairan amnion

selama kehamilan. Cairan paru-paru juga memiliki kontribusi walaupun sedikit pada volume cairan amnion dan sisanya disaring melalui plasenta. Pada kehamilan normal, cairan amnion memberikan ruang bagi janin untuk tumbuh, bergerak, dan berkembang. Tanpa cairan amnion, uterus akan berkontraksi dan menekan janin. Jika terjadi pengurangan volume cairan amnion pada awal kehamilan, janin akan mengalami berbagai kelainan seperti gangguan perkembangan anggota gerak, cacat dinding perut, dan sindroma Potter, suatu sindrom dengan gambaran wajah berupa kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang. Cairan amnion merupakan bantalan bagi janin sehingga terlindung dari trauma. Pada pertengahan usia kehamilan, cairan amnion menjadi sangat penting bagi perkembangan paru janin. Tidak cukupnya cairan amnion pada pertengahan usia kehamilan akan menyebabkan terjadinya hipoplasia paru yang dapat menyebabkan kematian. Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin, cairan ini mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi patogen. Selama proses persalinan dan kelahiran cairan amnion terus bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk memantau dilatasi servik. Selain itu cairan amnion juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu. Kematangan dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan ke dalam cairan amnion. Cairan amnion juga mengatur suhu dan pemberian nutrisi minimal. Selanjutnya, cairan amnion dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat adanya kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin dengan melakukan kultur sel. Jadi cairan amnion memegang peranan yang cukup penting dalam proses kehamilan dan persalinan. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri. Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada

penelitian dengan menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion. 1

Distribusi Cairan Amnion Urin Janin Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai kehamilan aterm. Wladimirof dan Campbell mengukur volume produksi urin janin secara 3 dimensi setiap 15 menit sekali, dan melaporkan bahwa produksi urin janin adalah sekitar 230 ml / hari sampai usia kehamilan 36 minggu, yang akan meningkat sampai 655 ml/hari pada kehamilan aterm. Rabinowitz dan kawan-kawan, dengan menggunakan teknik yang sama dengan yang dilakukan Wladimirof dan Campbell, namun dengan cara setiap 2 sampai 5 menit, dan menemukan volume produksi urin janin sebesar 1224 ml/hari. Jadi, produksi urin janin rata-rata adalah sekitar 1000-1200 ml/ hari pada kehamilan aterm. 1

Cairan Paru Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba, didapatkan bahwa paru-paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut. Meskipun pengukuran secara langsung ke manusia tidak pernah dilakukan, namun data ini memiliki nilai yang representratif bagi manusia. Pada kehamilan normal, janin bernafas dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi, atau gerakan masuk dan keluar melalui trakea, paru-paru dan mulut. Jadi jelas bahwa paru-paru janin juga berperan dalam pembentukan cairan amnion.1

Gerakan menelan Pritchard meneliti proses menelan pada janin dengan menginjeksi kromium aktif pada kompartemen amniotik, dan menemukan rata-rata menelan janin adalah 72 sampai 262 ml/kg/hari. Abramovich menginjeksi emas koloidal pada kompartemen amniotik dan menemukan bahwa volume menelan janin meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Penelitian seperti ini tidak dapat lagi dilakukan pada masa sekarang ini karena faktor etik, namun dari penelitian di atas jelas bahwa kemampuan janin menelan tidak menghilangkan seluruh volume cairan amnion dari produksi urin dan paru-paru janin, karena itu, harus ada mekanisme serupa dalam mengurangi volume cairan amnion.1

Gambar 2. Distribusi cairan amnion pada kehamilan dikutip dari Gilbert

Absorpsi Intramembran Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah ketidaksesuaian antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan konsumsinya oleh proses menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan konsumsi cairan amnion, didapatkan selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu saja ini akan menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa penelitian, akhirnya terjawab, bahwa sekitar 200-500 ml cairan amnion

diabsorpsi melalui intramembran. Gambar menunjukkan distribusi cairan amnion pada fetus. Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas bahwa terdapat keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion pada kehamilan normal.1 Volume Cairan Amnion Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara umum volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke-8 usia kehamilan dan meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33 minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan 1000 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlah cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang. Brace dan Wolf menganalisa semua pengukuran yang dipublikasikan pada 12 penelitian dengan 705 pengukuran cairan amnion secara individual. Variasi terbesar terdapat pada usia kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas normalnya adalah 400 2100 ml. 1 Kandungan Cairan Amnion Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel, dan material sebasea. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein, peptid, karbohidrat, lipid, dan hormon. Epidermal growth factor (EGF) dan sejenisnya seperti transforming growth factor juga terdapat dalam cairan amnion. Cairan amnion ditelan oleh janin melewati traktus gastrointestinal dan diinhalasi menuju paru-paru yang merangsang pertumbuhan dan diferensiasi jaringan. Percobaan pada binatang telah menunjukkan hipoplasia paru-paru terjadi karena cairan amnion yang mengering melewati trakea dan pertahanan tubuh mencegah penyimpangan dari pernafasan prenatal.

Beberapa penanda (tumor marker) juga terdapat di cairan amnion termasuk -fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), feritin, antigen kanker 125 (CA-125), dan 199 (CA199). 1

1. Alfa Feto Protein Merupakan suatu glikoprotein yang disintesa yolk sac janin pada awal kehamilan Konsentrasinya dalam cairan amnion meningkat sampai kehamilan 13 minggu dan kemudian akan berkurang. Jika kadar AFP ini meningkat dan diiringi dengan peningkatan kadar asetil kolin esterase menunjukan adanya kelainan jaringan syaraf seperti neural tube defect. 2. Lesitin Sfingomielin Lesitin ( dipalmitoyl phosphatidycholine) merupakan suatu unsur yang penting dalam formasi dan stabilisasi dari lapisan surfaktan yang mempertahankan alveolar dari kolaps dan respiratori distress, sebelum minggu ke 34 kadar lesitin dan sfingomielin dalam cairan amnion sama konsentrasinya. Setelah minggu ke 34 konsentrasi lesitin terhadap sfingomielin relatif meningkat. Jika konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih dari dua kali kadar sfingomielin ( L/S Ratio ), menunjukan resiko terjadinya gawat nafas pada janin sangat rendah. Tetapi jika perbandingan kadar lesitin sfingomielin kecil dari dua resiko terjadinya gawat nafas pada janin meningkat. Karena lesitin dan sfingomielin juga ditemukan pada darah dan mekonium, kontaminasi oleh kedua substansi tersebut dapat membiaskan hasil. 3. Sitokin Makrofag terdapat dalam cairan amnion dalam jumlah yang kecil sebelum proses persalinan, sebenarnya leukosit tidak dapat melakukan penetrasi normal melalui membran janin baik secara in vivo atau in vitro, tetapi dengan adanya inflamasi dari desidua pada partus preterm, leukosit ibu akan diambil menuju cairan amnion, fenomena juga pada partus yang aterm, aktivasi leukosit diakselerasi oleh inflamasi dan memungkinkan melewati membran janin.

4. Interleukin - 1 Interleukin -1 merupakan sitokin primer, yang diproduksi secara cepat sebagai respon dari infeksi dan perubahan imunologi dan Interleukin -1 akan merangsang sitokin lain dan mediator inflamasi lainnya. Interleukin -1 secara normal tidak terdeteksi sebelum proses persalinan, Interleukin -1 baru akan muncul pada cairan amnion pada persalinan yang preterm atau sebagai reaksi dari infeksi pada cairan amnion. Pada kehamilan aterm, seperti prostaglandin, Interleukin -1 diproduksi pada desidua setelah induksi persalinan atau dilatasi servik, yang kemudian akan didistribusikan pada cairan amnion dan vagina. 5. Prostaglandin Banyaknya agen bioaktif yang terakumulasi dalam cairan amnion selama kehamilan merupakan suatu hal yang tipikal dari inflamasi jaringan. Suatu hal yang unik dari agen agen bioaktif ini adalah bersifat uterotonik seperti PGE2, PGF2 , PAF dan endothelin-1, produk-produk ini dapat dilihat pada vagina dan cairan amnion setelah proses persalinan dimulai. Agen-agen inflamasi ini penting peranannya dalam proses dilatasi servik. Sebelum proses persalinan dimulai prostanoid dalam cairan amnion dihasilkan dari ekskresi urine janin dan mungkin juga oleh kulit, paru-paru dan tali pusat. Seiring dengan pertumbuhan janin, kadar prostaglandin dalam cairan amnion meningkat secara bertahap.

Pengukuran Cairan Ketuban Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan amnion, dengan teknik single pocket ,dengan memakai Indeks Cairan Amnion (ICA), dan secara subjektif pemeriksa.

Pemeriksaan dengan metode single pocket pertama kali diperkenalkan oleh Manning dan Platt pada tahun 1981 sebagai bagian dari pemeriksaan biofisik, dimana 2ccm dianggap sebagai batas minimal dan 8 cm dianggap sebagai polihidramnion. Metode single pocket telah dibandingkan dengan AFI menggunakan amniosintesis sebagai gold standar. Tiga penelitian telah menunjukkan bahwa metode pengukuran cairan ketuban dengan teknik Indeks Cairan Amnion (ICA) memiliki korelasi yang lemah dengan volume amnion sebenarnya (R2 dari 0.55, 0.30 dan 0.24) dan dua dari tiga penelitian ini menunjukkan bahwa teknik single pocket memiliki kemampuan yang lebih baik. Kelebihan cairan amnion seperti polihidramnion, tidak mempengaruhi fetus secara langsung, namun dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Secara garis besar, kekurangan cairan amnion dapat berefek negatif terhadap perkembangan paru-paru dan tungkai janin, dimana keduanya memerlukan cairan amnion untuk berkembang 1,2

Gambar 3. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran. dikutip dari Gilbert Bagaimana mengetahui kecukupan jumlah cairan ketuban? Jumlah cairan ketuban dapat dipantau melalui USG, tepatnya menggunakan parameter AFI (Amniotic Fluid Index). Pada dasarnya, cairan ketuban sudah bisa dideteksi begitu seorang ibu terlambat haid dan dengan USG

sudah terlihat kantung janinkarena itu berarti sudah terbentuk cairan ketuban. Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, jumlah cairan ketuban sekitar 1000 cc. Cairan ketuban dikatakan kurang bila volumenya lebih sedikit dari 500 cc. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan USG. Istilah medisnya oligohidramnion. Ibu harus curiga jika ada cairan yang keluar secara berlebih atau sedikit tetapi terus menerus melalui vagina. Biasanya berbau agak anyir, warnanya jernih dan tidak kental. Sangat mungkin itu adalah cairan yang keluar atau merembes karena ketuban mengalami perobekan. Tanda lainnya adalah gerak janin menyebabkan perut ibu terasa nyeri. Kelainan Cairan Ketuban Hidramnion (polihidramnion) Oligohidramnion

Definisi Oligohidramnion Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI yang kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil cukup bulan) . Patofisiologi Oligohidramnion Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit). Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.

Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma Potter.

Gejala Sindroma Potter berupa : Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang). Tidak terbentuk air kemih Gawat pernafasan.

Epidemiologi Oligohidramnion Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit. Olygohydramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami olygohydrasmnion, karena jumlah cairan ketuban yang berkurang hamper setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu.3 Etiologi Oligohidramnion Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-converting enxyme inhibitor (mis captopril), dapat merusak ginjal

janin dan menyebabkan oligohydramnion parah dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan mereka. Fetal : Kromosom Kongenital Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim Kehamilan postterm Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)

Maternal : Dehidrasi Insufisiensi uteroplasental Preeklamsia Diabetes Hypoxia kronis Induksi Obat : Indomethacin and ACE inhibitors Idiopatik 4

Faktor Resiko Oligohidramnion Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi : Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ). Retardasi pertumbuhan intra uterin. Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu ). Sindrom pasca maturitas

Manifestasi Klini Oligohidramnion Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.

Sering berakhir dengan partus prematurus. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas. Persalinan lebih lama dari biasanya. Sewaktu his akan sakit sekali. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar

Diagnosis dan Pemeriksaan Oligohidramnion Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para dokter akan mengukur ketinggian cairan dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya. Metode ini dikenal dengan nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban) yang di ukur kurang dari 5 cm, calon ibu tersebut didiagnosa mengalami oligohydramnion. Jika jumlah cairan tersebut lebih dari 25 cm, ia di diagnosa mengalami poluhydramnion Penatalaksanaan Oligohidramnion Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih normal dan janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi, meskipun sudah pecah berhari-hari. Walau sebagian berasal dari kencing janin, air ketuban berbeda dari air seni biasa, baunya sangat khas. Ini yang menjadi petunjuk bagi ibu hamil untuk membedakan apakah yang keluar itu air ketuban atau air seni. Supaya volume cairan ketuban kembali normal, dokter umumnya menganjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan dengan asupan gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk memperbanyak cairan ketuban adalah dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah salah kaprah. Tidak benar bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga mesti dioperasi sesar. Bagaimanapun, melahirkan dengan cara operasi sesar merupakan pilihan terakhir pada kasus kekurangan air ketuban. Meskipun ketuban pecah sebelum waktunya, tetap harus diusahakan persalinan pervaginam dengan cara induksi yang baik dan benar. Studi baru-baru ini menyarankan bahwa para wanita dengan kehamilan normal tetapi mengalami oligohydramnion dimasa-masa terakhir kehamilannya kemungkinan tidak perlu

menjalani treatment khusus, dan bayi mereka cenderung lahir denga sehat. Akan tetapi wanita tersebut harus mengalami pemantauan terus-menerus. Dokter mungkin akan merekomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus berkurang. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus berlangsung, dokter mungkin akan merekomendasikan persalinan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran. Sekitar 40-50% kasus oligohydramnion berlangsung hingga persalinan tanpa treatment sama sekali. Selain pemeriksaan USG, dokter mungkin akan merekomendasikan tes terhadap kondisi janin, seperti tes rekam kontraksi untuk mengganti kondisi stress tidaknya janin, dengan cara merekam denyut jantung janin. Tes ini dapat memberi informasi penting untuk dokter jika janin dalam rahim mengalami kesulitan. Dalam kasus demikian, dokter cenderung untuk merekomendasikan persalinan lebih awal untuk mencegah timbulnya masalah lebih serius. Janin yang tidak berkembang sempurna dalam rahim ibu yang mengalami oligohydramnion beresiko tinggi untuk mengalami komplikasi selama persalinan, seperti asphyxia (kekurangan oksigen), baik sebelum atau sesudah kelahiran. Ibu dengan kondisi janin seperti ini akan dimonitor ketat bahkan kadang-kadang harus tinggal di rumah sakit. Jika wanita mengalami oligohydramnion di saat-saat hampir bersalin, dokter mungkin akan melakukan tindakan untuk memasukan laruran salin melalui leher rahim kedalam rahim. Cara ini mungkin mengurangi komplikasi selama persalinan dan kelahiran juga menghindari persalinan lewat operasi caesar. Studi menunjukan bahwa pendekatan ini sangat berarti pada saat dilakukan monitor terhadap denyut jantung janin yang menunjukan adanya kesulitan. Beberapa studi juga menganjurkan para wanita dengan oligohydramnion dapat membantu meningkatkan jumlah cairan ketubannya dengan minum banyak air. Juga banyak dokter menganjurkan untuk mengurangi aktivitas fisik bahkan melakukan bedrest Prognosis Oligohidramnion Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas.5

Komplikasi Oligohidramnion Kurangnya cairan ketuban tentu aja akan mengganggu kehidupan janin, bahkan dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam kamar sempit yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus extrem dimana suah terbentuk amniotic band (benang atau serat amnion) bukan tidak mustahil terjadi kecacatan karena anggota tubuh janin terjepit atau terpotong oleh amniotic band tersebut. Efek lainnya janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran kemih, pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan. Sesaat setelah dilahirkan pun, sangat mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara spontan dan teratur. Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu sobek dan airnya merembes sebelum tiba waktu bersalin. Kondisi ini amat beresiko menyebabkan terjadinya infeksi oleh kuman yang berasal daribawah. Pada kehamilan lewat bulan, kekurangan air ketuban juga sering terjadi karena ukuran tubuh janin semakin besar. Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan ketuban berbedabeda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat terjadi di masa kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan cenderung berakibat serius dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Terlalu sedikitnya cairan ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekan organ-organ janin dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan. Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga meningkatka resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam kandungan. Jika ologohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini mungkin berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir kehamialn, oligohydramnion dapat meningkatkan resiko komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan saluran oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin. Wanita yang mengalami oligohydramnion lebih cenderung harus mengalami operasi caesar disaat persalinannya.

KETUBAN PECAH DINI Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi. Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam prosess persalinan. Ketuban Pecah Dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami Ketuban Pecah Dini. Ketuban Pecah Dini Prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraselular amnion, korion, dan apoptosis membrane janin. Membrane janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormone yang merangsang aktivitas matrixdegrading enzyme. 6

Patofisiologi Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Factor risiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah :

Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen; Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIM-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membrane janin. Aktivitas degradasi proteolotik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung menjadi Ketuban Pecah Dini. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban Pecah Dini pada kehamilan premature disebabkan oleh adanya factor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban Pecah Dini prematur sering terjadi pada polihidramnioon, inkompetensi serviks, solusio plasenta. 6 DIAGNOSIS Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38 C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm. Janin yang mengalami takikardia, mungkin mengalami infeksi intrauterine. Tentukan tanda-tanda persalinan dan scoring pelvic. Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan). 6

Komplikasi Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan matur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal. Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. Infeksi Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. Hipoksia dan Asfiksia Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia dan hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. Sindrom Deformitas Janin Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal. 6 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pastikan diagnosis Tentukan umur kehamilan

Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.

Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadangkadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan. Diagnosis Ketuban Pecah Dini premature dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban keluar dari kavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekitar 4,5; bila ada cairan ketuban pHnya sekitar 7,1 7,3. Antiseptic yang alkalin akan menaikkan pH vagina. Dengan pemeriksaan ultrasound adanya Ketuban Pecah Dini dapat

dikonfirmasikan dengan adanya oligohidramnion. Bila air ketuban normal agaknya ketuban pecah dapat diragukan serviks. Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah Dini harus masuk rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis, gawat janin, persalinan diterminasi. Bila Ketuban Pecah Dini pada kehamilan premature, diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum penatalaksaan pasien Ketuban Pecah Dini yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilannya. 6

Penanganan Konservatif Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negative beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minngu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan

tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk memacu kamatangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M. 5 mg setiap 6 jam. 6 Aktif Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 g 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tandatanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. 6 Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan.

Daftar Pustaka 1. Chamberlain G, editor. Obstetrics by ten teacher. 16th ed. New York: Oxford University Press;1995.Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics. NeoReviews 2006;7;e292-e299. 2. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I, editors. Danforths obstetrics and gynecology. 10th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. 3. Rustam, mochtar.1998. Sinopsis Obstetri; obstetri fisiologi, obstetri patologi edisi ke 2. Jakarta: EGC. 4. Wikojosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Ke2 Cetakan Ke4. Jakarta: YBB- SP. 5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm KD. Williams obstetric. 22nd ed. New York. McGraw-Hill Companies, Inc; 2005. 6. Soetomo Soewarto. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. p 677-81

Anda mungkin juga menyukai