Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Seorang pria berusia 56 tahun datang dengan keluhan terdapat luka-luka setelah tertabrak motor. Terdapat luka terbuka di alis, luka geser di hidung, jempol tangan kiri, dan punggung kanan. Keluhan lain yang dirasakan penderita adalah nyeri kepala, nyeri dada dan dada terasa sesak. Penderita mengaku ditabrak dari depan dan jatuh dengan posisi tertelungkup. Helm yang dikenakan penderita tidak terlepas dan penderita dapat menceritakan kejadian yang dialaminya dengan baik. Tidak didapatkan mual dan muntah. Penderita mengaku memiliki riwayat menderita penyakit diabetes mellitus dengan kontrol yang tidak teratur dan riwayat penyakit hipertensi disangkal. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 170/80 mmHg, nadi 72x per menit, respirasi 28x per menit, dan suhu 360 C. Pada kepala tidak ditemukan konjungtiva anemis dan sklera ikterik, pupil isokor, dan terdapat reflek cahaya. Pemeriksaan regio thorak nampak simetris, nampak jejas pada punggung kanan, tidak didapatkan ketinggalan gerak, teraba krepitasi dan nyeri tekan pada dada bagian kanan, perkusi terdengar sonor, dan suara paru terdengar vesikuler pada kedua lapang pandang paru. Bunyi jantung S1 dan S2 terdengar reguler. Pemeriksaan regio abdomen nampak datar, tidak terdapat sikatrik maupun jejas, pada auskultasi terdengar bunyi bising usus normal, perkusi terdengar timpani, dan abdomen

teraba supel, tidak didapatkan nyeri tekan. Pemeriksaan pada ekstremitas penderita teraba akral hangat dan tidak ada edema. Status lokalis penderita terdapat luka terbuka terdapat di alis kanan sepanjang 3 cm dengan kedalaman 0,5 cm. Dasar luka bersih, terdapat darah, tepi luka reguler. Luka lain terdapat luka geser di hidung sepanjang 2 cm, bersih, teraba krepitasi. Terdapat luka geser di jempol tangan kiri sepanjang 1 cm, bersih, tepi reguler, terdapat darah. Terdapat luka geser di punggung kanan seluas 2x4 cm, bersih, dengan tepi reguler, batas tegas, dan terdapat nyeri tekan. Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin didapatkan penurunan Hb (13,7 g/dl), penurunan limfosit (14%), kenaikan netrofil (77,6 %), kenaikan GDS high. Pemeriksaan kimia klinik menunjukkan kenaikan SGOT (146 U/L), kenaikan SGPT (98,4 U/L). Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan Hb serial sebanyak 4 kali setiap 2 jam setelah pemeriksaan Hb yang pertama, yaitu: 13,9 g/dl, 13,4 g/dl, 12,8 g/dl, dan 13 g/dl. Pemeriksaan radiologi kranium AP Lateral View dengan kesan fraktur os nasal dan opasitas kavum nasi dengan diagnosis banding perdarahan dan pembesaran konka nasi. Pemeriksaan radiologi thorak AP View dengan kesan fraktur os kosta 2, 3, 4 dekstra aspek lateral dan tanda-tanda hematothorak dekstra (minimal). Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

didapatkan diagnosis penderita ini adalah fraktur os kosta 2, 3, dan 4 dekstra aspek lateral dengan fraktur os nasal dan hiperglikemi.

Pada penderita ini diberikan penatalaksanaan berupa pemberian oksigen, tirah baring, pemberian injeksi insulin, antibiotik, dan analgesik.

B. Tujuan Penulisan Referat ini dibuat bertujuan untuk mengetahui, mengenali, dan memahami lebih lanjut tentang etiologi, patofisiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, pemeriksaan, diagnosis banding, komplikasi, penatalaksanaan serta prognosis fraktur kosta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kosta atau iga merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ di dalamnya dan yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru (Mahoney, 2010). Fraktur kosta adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang kosta. Fraktur kosta akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini (Grace, 2007).

B. Anatomi dan Fisiologi Rangka thorak terluas adalah iga-iga (costae) yang menurut bentuknya merupakan jenis tulang pipih. Struktur tulang yang mirip lempeng ini memberikan suatu permukaan yang luas untuk perlekatan otot dan memberikan perlindungan. Tulang pada iga mempunyai penampang berbentuk konus dengan diameter penampang lebih kecil pada iga teratas dan makin melebar di iga sebelah bawah. Tulang kosta terdiri dari 12 pasang yang berartikulasi ke

arah posterior dengan faset tulang iga pada prosesus transversa di vertebra thorak (Ward, 2008). Menurut Sloane (2003) dan Ward (2008) tulang kosta terdiri dari 12 pasang yaitu: a. Tujuh pasang tulang yang pertama (1 sampai 7) adalah tulang kosta sejati atau vertebrosternal yang berartikulasi dengan sternum di sisi posterior dan dihubungkan oleh kartilago kosta. b. Tiga pasang kemudian (8 sampai 10) adalah tulang kosta semu atau vertebrokondral. Tulang-tulang ini berartikulasi secara tidak langsung dengan sternum melalui penyatuan kartilago hialin tulang tersebut dengan iga di atasnya dan kemudian menyatu dalam suatu persendian kartilago dengan kartilago kosta ke-7. c. Dua pasang terakhir (kosta 11 dan 12) adalah tulang kosta melayang atau disebut juga vertebralis yang tidak memiliki perlekatan di sisi anteriornya.

Gambar 1. Kiri gambaran tulang kosta frontalis, kanan gambaran tulang kosta posterior (Nadalo, 2011)

Setiap iga terdiri dari caput (head), collum (neck), dan corpus (shaft). Kaput berhubungan dengan dua fasies untuk berartikulasi dengan vertebra yang berhubungan, diskus intervertebralis, dan vertebra di atasnya. Dua regio artikular bekerja seperti engsel yang memaksa iga bergerak melalui suatu aksis yang melewati area-area tersebut. Batang iga yang rata paling lemah terdapat di angulus iga dan di bagian itu cenderung terjadi fraktur pada orang dewasa. Dua iga bagian atas dilindungi oleh klavikula dan dua iga mengambang memiliki kemungkinan paling kecil untuk mengalami fraktur. Terdapat sebuah iga servikalis yang dihubungkan dengan prosesus transversus C7 pada 0,5% orang dan adanya iga tersebut menyebabkan parestesi atau masalah vaskular, akibat tekanan pada pleksus brakialis atau arteri subklavia (Ward, 2008).

C. Etiologi Kosta merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung. Fraktur kosta dapat terjadi dimana saja sepanjang kosta tersebut. Dari keduabelas pasang kosta yang ada, tiga kosta pertama paling jarang mengalami fraktur, hal ini disebabkan karena kosta tersebut sangat terlindung. Kosta ke empat hingga sembilan paling banyak mengalami fraktur, sedangkan tiga kosta terbawah yakni kosta ke sepuluh hingga duabelas juga jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobile (Dewi, 2010). Menurut Dewi (2010) penyebab fraktur kosta terdiri dari: a. Trauma yang terbagi menjadi:

1.

Trauma tumpul Merupakan penyebab tersering biasanya akibat kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.

2.

Trauma tembus Penyebab trauma tembus tersering adalah pada luka tusuk dan luka tembak.

b. Bukan trauma yang terbagi menjadi: Fraktur kosta terutama disebabkan gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stres fraktur seperti pada gerakan olahraga: lempar martil, softball, tenis, dan golf. Pada penderita ini fraktur kosta yang dialami disebabkan karena trauma tumpul yaitu kecelakaan lalulintas.

D. Patofisiologi Dinding dada melindungi struktur organ internal di bawahnya dengan struktur tulang yang keras seperti tulang kosta, klavikula, sternum, dan skapula. Dinding dada yang utuh diperlukan untuk respirasi normal. Fraktur kosta dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping, ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma kosta, tetapi dengan adanya otot yang melindungi kosta pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur kosta. Pada trauma

langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur kosta pada tempat traumanya. Pada trauma tidak langsung, fraktur kosta dapat terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas toleransi dari kelenturan kosta tersebut. Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus kosta, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah. Fraktur kosta yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ di bawahnya. Mekanisme fraktur kosta juga dapat diakibatkan adanya kontraksi dari otot-otot pada sisi thorak yang tidak sama panjang karena disebabkan gerak maju secara tiba-tiba antara kepala dan leher. Fraktur pada kosta ke empat hingga sembilan dapat mencederai arteri interkostalis, pleura viseralis, paru maupun jantung, sehingga mengakibatkan timbulnya hematothorak, pneumothorak ataupun laserasi jantung (Mahoney, 2010; Dewi, 2010). Patah tulang iga dapat menggangu ventilasi dengan berbagai macam mekanisme. Rasa sakit dari fraktur kosta dapat menyebabkan beratnya pernapasan, atelektasis, dan pneumonia. Fraktur kosta multipel yang bersebelahan (flail chest) dapat menggangu perjalanan otot normal

kostovertebral dan diafragma yang berpotensi menyebabkan insufisiensi ventilasi. Fragmen patahan fraktur kosta juga dapat bertindak sebagai objek penetrasi yang mengarah pada pembentukan hemothorak atau pneumothorak (Mahoney, 2010).

Trauma kompresi anteroposterior dari rongga thorak Lengkung iga akan lebih melengkung lagi ke arah lateral Fraktur iga Terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke rongga pleura Kerusakan struktur & jaringan Stimulasi saraf Nyeri dada Gerakan dinding dada terhambat/asimetris Gangguan ventilasi Sesak nafas Pneumothorak Hemothorak Krepitasi

Gambar 2. Patofisiologi Fraktur Kosta (Azzilzah, 2010) Patofisiologi pada penderita ini dikarenakan penyebabnya trauma tumpul akibat kecelakaan lalulintas yang merupakan trauma tidak langsung, dimana energi yang diterima kosta melebihi batas toleransi dari kelenturan kosta tersebut. Keluhan dada terasa sesak dikarenakan fraktur kosta multipel yang dialami penderita ini sehingga mengganggu perjalanan otot normal kostovertebral dan diafragma yang menyebabkan insufisiensi ventilasi. Keluhan nyeri dada yang dialami penderita dikarenakan adanya pendorongan fragmen patahan fraktur kosta masuk ke rongga pleura.

E. Klasifikasi Klasifikasi menurut Dewi (2010), faktur thorak diklasifikan menurut jumlah kosta yang mengalami fraktur dapat dibedakan: a. Fraktur simpel b. Fraktur multipel Menurut jumlah fraktur pada setiap kosta dapat dibedakan menjadi: a. Fraktur segmental b. Fraktur simpel c. Fraktur kominutif Menurut letak fraktur dibedakan menjadi: a. Superior (kosta 1-3 ) b. Median (kosta 4-9) c. Inferior (kosta 10-12 ). Menurut posisi fraktur dibedakan menjadi: a. Anterior b. Lateral c. Posterior Skala perlukaan dinding dada menurut The American Association for the Surgery of Trauma adalah: Tingkat I II Tipe Luka Kontusio Laserasi Fraktur Laserasi Deskripsi Luka Ukuran berapapun Kulit dan subkutan < 3 iga, tertutup; klavikula nondisplaced tertutup Kulit, subkutan, dan otot

10

Fraktur

3 iga berdekatan, tertutup Klavikula tertutup atau displaced

Laserasi Fraktur III

Skapula, terbuka maupun tertutup Seluruh permukaan termasuk penetrasi pleura Sternum terbuka atau displaced Flail sternum

Laserasi IV V Fraktur Fraktur

Flail segment unilateral (< 3 iga) Avulsi jaringan dinding dada dengan patah tulang iga yang mendasari Flail chest unilateral (3 iga) Flail chest bilateral (3 iga pada kedua sisi)

Tabel 1. Skala Luka pada Dinding Dada (Moore, 2008) Terdapat pula pembagian fraktur kosta menurut Borrie J menjadi: (Soedjatmiko, 1992) a. Simple (isolated) merupakan fraktur kosta tanpa kerusakan yang berarti dari jaringan lainnya. b. Compound adalah trauma menembus kulit dan merobek pleura parietalis di bawahnya yang disertai fraktur kosta. c. Complicated merupakan fragmen dari fraktur kosta yang menyebabkan cedera organ visera. d. Pathologic yang merupakan neoplasma atau kista tulang kosta sebagai penyebab dari fraktur iga. Pada penderita ini menurut jumlah kosta yang mengalami fraktur termasuk ke dalam klasifikasi fraktur multipel, menurut jumlah fraktur pada setiap kosta

11

termasuk fraktur simpel, menurut letak frakturnya yaitu pada kosta 2, 3, dan 4 yaitu pada letak superior dan median dan menurut posisinya yaitu aspek lateral. Berdasar skala perlukaan dinding dada termasuk dalam tingkat kedua dimana terdapat fraktur kosta 3 yang letaknya berdekatan dan tertutup.

F. Gejala dan Tanda Gejala fraktur kosta sama dengan gejala-gejala pada fraktur umumnya, yaitu: a. Adanya reaksi radang setempat yang hebat b. Deformitas c. Krepitasi Biasanya fraktur kosta disertai dengan sesak nafas, karena penderita tidak dapat menggerakkan kostanya. Hal ini berbeda dengan sesak nafas pada serangan asma (Sufitni, 2004). Terlihat pergerakan nafas penderita yang terbatas dan sangat nyeri pada sisi dada yang terkena trauma, terlebih bila diminta bernafas dalam. Usahakan untuk mencari jejas luka. Pada palpasi, tentukan adanya krepitasi akibat adanya udara dalam jaringan subkutan pada daerah dada yang sakit. Kemudian tiap tulang iga ditekan secara lembut. Bila terdapat fraktur, maka akan timbul rasa nyeri yang hebat. Pada perkusi dan auskultasi tentukan posisi trakea dan jantung untuk melihat pergeseran mediastinum. Perlu dicurigai pula cedera vaskular (Mansjoer, 2000).

12

Pada penderita ini ditemukan tanda berupa jejas pada punggung kanan dan teraba krepitasi pada dada kanan yang terkena trauma. Terdapat gejala keluhan berupa sesak nafas karena penderita tidak dapat menggerakkan kostanya.

G. Pemeriksaan a. Anamnesis Perlu ditanyakan waktu kejadian, tempat kejadian, jenis trauma, arah masuk perlukaan atau mekanisme trauma, dan bagaimana keadaan penderita selama perjalanan menuju ke pusat kesehatan. Hal ini dapat memperkirakan tingkat keparahan dari fraktur tersebut. Pada anamnesis perlu ditanyakan adanya nyeri dada yang sifatnya biasanya menetap pada satu titik, bertambah berat saat bernafas. Saat bernafas rongga dada akan mengembang sehingga menggerakkan fragmen kosta yang patah dan menimbulkan gesekan antara ujung fragmen dengan jaringan lunak di sekitarnya sehingga akan menimbulkan rangsangan nyeri. Adanya keluhan sesak nafas atau bahkan batuk keluar darah mengindikasikan adanya komplikasi cedera pada paru (Azzilzah, 2010). b. Pemeriksaan Fisik Menurut Azzilzah (2010) dan Dewi (2010) pada pemeriksaan fisik meliputi: 1. Airway a) Look, perhatikan benda asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring, fraktur trakea. b) Listen, dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor

13

c) Feel 2. Breathing a) Look, perhatikan simetris atau asimetris pergerakan dinding dada, warna kulit, memar, deformitas, gerakan paradoksal. b) Listen, vesikular paru, suara jantung, dan suara tambahan. c) Feel, krepitasi, nyeri tekan 3. Circulation a) Tingkat kesadaran b) Warna kulit c) Tanda-tanda laserasi d) Perlukaan eksternal 4. Disability a) Tingkat kesadaran b) Respon pupil c) Tanda-tanda lateralisasi d) Tingkat cedera spinal 5. Exposure Adapun pemeriksaan fisik lain yang perlu diperhatikan adalah: 1. Tanda-tanda insufisiensi pernapasan seperti sianosis dan takipnea. 2. Pemeriksaan saturasi oksigen. 3. Pemeriksaan abdomen terutama pada fraktur kosta bagian inferior seperti pada diafragma, hati, limpa, ginjal, dan usus.

14

4. Pemeriksaan tulang rangka vertebra, sternum, klavikula, dan fungsi anggota gerak. 5. Pemeriksaan status neurologi. c. Pemeriksaan penunjang menurut Azzilzah (2010) meliputi: 1. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan rontgen thorak mutlak diperlukan untuk dilakukan dan digunakan untuk menyingkirkan cedera torak lain. Pembuktian suatu cedera dengan pemeriksaan radiologi dapat menentukan langkah berikutnya dalam penatalaksanaan. Rontgen thorak anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hematothorak dan pneumothorak, dan mengetahui jenis serta letak fraktur kosta. Foto oblique dapat membantu diagnosis fraktur multipel. Pada penderita ini telah dilakukan pemeriksaan radiologi thorak anteroposterior dengan kesan fraktur os kosta 2, 3, dan 4 dekstra aspek lateral serta ditemukan tanda-tanda hematothorak dekstra (minimal). 2. EKG 3. Monitor laju nafas 4. Pemeriksaan laboratorium Meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan analisa gas darah. Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium berkala pada kasus fraktur iga multipel yang disertai dan tanpa disertai penyulit lain seperti pneumothorak atau hematothorak ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara langsung.

15

Pada penderita ini berdasarkan pemeriksaan radiologi thorak dengan kesan fraktur kosta dekstra multipel dan hematothorak dekstra minimal sehingga dilakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala untuk menghindari adanya penurunan hemoglobin yang disebabkan adanya hematothorak. Berdasarkan hasil pemeriksaan hemoglobin berkala didapatkan penurunan hemoglobin yang bersifat tidak

mengancam jiwa penderita.

H. Diagnosa Banding a. Fraktur Sternum Sering terjadi pada persendian manubriosternal dan dapat berbentuk fraktur yang sederhana dengan prognosis baik. Bila bentuk fraktur overlapping dengan bersamaan fraktur kosta maka keadaan penderita cukup serius. Tanda klinis berupa pernapasan yang cepat dan dangkal, krepitasi, dan rasa sakit pada daerah fraktur serta emfisema subkutis (Soedjatmiko, 1992). b. Pneumothorak Merupakan fraktur kosta yang paling berbahaya bila patahan tulang rusuk merobek pembungkus paru-paru atau pleura. Hal ini dapat menyebabkan tertembusnya paru-paru yang disebut dengan pneumothorak dan hal ini dapat mengakibatkan kematian mendadak karena paru-paru tidak dapat mengembang dan mengempis lagi (Sufitni, 2004).

16

Gambar 3. Kiri, menunjukkan robekan pleura karena tertusuk patahan tulang iga (pneumothorak). Kanan, menunjukkan perdarahan paru yang tertimbun di kantong pleura (Sufitni, 2010) c. Cedera trakea dan bronkus Cedera ini jarang terjadi, penyebabnya dapat trauma tumpul atau trauma tembus. Tanda-tanda yang timbul biasanya dramatis, dengan hemoptisis bermakna, hemopneumotorak, krepitasi subkutan, dan gawat nafas, emfisema mediastinal dan servikal dalam, atau pneumothorak dengan kebocoran udara masif. Penatalaksanaan kasus ini dengan pemasangan endotrakea melalui kontrol endoskopik di luar cedera untuk memungkinkan ventilasi dan mencegah aspirasi darah. Pipa thorakostomi diperlukan untuk hematothorak atau pneumothorak (Mansjoer, 2000).

I. Komplikasi a. Flail Chest Dapat disebut juga dengan dinding dada mengambang yang terjadi oleh adanya tiga atau lebih fraktur kosta multipel dapat tanpa atau dengan fraktur sternum sehingga menyebabkan:
17

1. Segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi dan bergerak ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi; keadaan ini disebut dengan respirasi pendelluft. 2. Pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menekan paru-paru di bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral. 3. Mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh adanya peningkatan tekanan negatif hemitoraks kontralateral selama fas e ini, sehingga pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu. 4. Pergerakan mediastinum di dasar akan mengganggu venous return di jantung. Penatalaksanaan segera dilakukan traksi pada bagian dinding dada yang mengambang, bila keadaan penderita stabil dapat dilakukan stabilisasi dinding dada secara operatif (Soedjatmiko, 1992).

18

Gambar 4. Flail Chest Saat Ekspirasi dan Inspirasi (Wilson, 2004) b. Hematothorak (Soedjatmiko, 1992) Merupakan keadaan paling sering dijumpai pada penderita trauma thorak. Sumber perdarahan dapat berasal dari adanya cedera paru-paru, robeknya arteri mamaria interna maupun pembuluh darah besar lainnya seperti aorta dan vena kava. Bila darah mencapai 1500 ml atau lebih akan menyebabkan kompresi pads paru ipsilateral dan dapat menyebakan hipoksia. Perdarahan masif pada hemotothorak yang disertai hipoksia karena hipoventilasi akan menyebabkan kematian. Penatalaksanaan pada kasus ini dengan

pemasangan WSD (water seal drainage) untuk mengukur jumlah darah mula-mula dan perdarahan tiap jam. Indikasi dilakukan thorakotomi pada kasus ini adalah bila perdarahan mula-mula lebih dari 1500 ml atau perdarahan lebih 3-5ml/kbBB selama 4 jam berturut-turut pada masa observasi.

19

Gambar 5. Radiologi Thorak dengan Hematothorak (Zwam, 2010) c. Pneumothorak (Soedjatmiko, 1992) Terdiri dari: 1. Pneumothorak tertutup Dapat terjadi karena fragmen fraktur kosta merobek paru, namun dapat pula terjadi tanpa adanya fraktur kosta, dimana trauma terjadi pada fase inspirasi dengan glotis tertutup dan daya tahan alveoli terlampaui. Pneumotorak tertutup akan menyebabkan udara terperangkap pada rongga pleura sehingga tekanan rongga pleura akan lebih besar dari udara atmosfir dan disebut pneumonia desakan (tension pneumotorak). Hal ini dapat menyebabkan pendorongan mediastinum ke arah kontralateral yang dapat mengakibatkan terjepitnya vena cava sehingga mengganggu venous return jantung. Penatalaksanaan pada kasus ini meliputi pemasangan water seal drainage pada penderita pneumothorak thorak dengan beratnya gangguan

20

pernafasan, tension pneumothorak, pneumothorak bilateral, dan dengan hemothorak. 2. Pneumothorak terbuka Dapat disebabkan trauma tumpul maupun tajam. Rongga pleura mempunyai tekanan yang sama dengan udara atmosfir dan dari lubang luka pada dinding dada akan terdengar suara hisapan udara selama fase inspirasi yang disebut sebagai sucking chest wound. pada keadaan ini juga akan terdapat respirasi yang pendelluft karena selama fase inspirasi paru ipsilateral akan kuncup dan selama fase ekspirasi paru akan sedikit mengembang yang menandakan bahwa selama fase ekspirasi udara dari paru kontralateral masuk ke paru ipsilateral. Penatalaksanaan kasus ini adalah bila terdapat luka pada dinding dada segera dijahit dan dipasang water seal drainage.

Gambar 6. Radiologi Thorak AP View dengan Kesan Pneumothorak (Nadalo, 2011)

21

J. Penatalaksanaan Menurut Wibowo (1995) dan Sjamsuhidajat & de Jong (2004), penanganan umum dengan memperhatikan A (airway), B (breathing), C (circulation). Bila telah dibuktikan dengan foto rontgen bahwa terjadi fraktur pada kosta, maka pada daerah cedera harus dipasang strapping atau balut tekan yang kuat selama 2 3 minggu. Adapula yang berpendapat bahwa pemasangan strapping tidak ada manfaatnya walaupun memberi rasa aman pada penderita. Hal ini dikarenakan strapping mengganggu pengembangan rongga dada, mengganggu gerakan pernafasan, dan dapat menyebabkan dermatitis. Strapping dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Dada dilingkari dengan 2 atau 3 kali putaran elastis perban yang luasnya 2-3 inci pada daerah cedera. Sewaktu elastoplas atau elastis perban dipasang, penderita diminta menghembuskan nafas atau ekspirasi makasimum. b. Dapat dengan menempelkan plester yang tebal atau lebar untuk menutupi daerah cedera. Plester dimulai dari tulang sternum sampai melewati garis tengah punggung dan dipasang melintang. Penderita diminta untuk menghembuskan nafas maksimum. Menurut Sander (2010) penatalaksanaan trauma thorak dengan cara konservatif merupakan perawatan trauma thorak tanpa disertai pembedahan. Indikasi penatalaksanaan ini pada trauma thorak tanpa disertai ancaman kematian atau bila fasilitas sarana dan prasarana tidak memadai. Teknik perawatan konservatif berdasarkan pedoman dari advanced traumatic life support yaitu:

22

a. Airway maintenance with cervical spine control b. Breathing and ventilation c. Circulation and hemorrhage control d. Disability dan status neurologis e. Exposure atau environtmental primary survey Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rawat inap diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk dan penghisapan endotrakeal. Fraktur pada kosta 1-2 tanpa adanya penyulit atau kelainan lain diberikan konservatif atau analgetika. Fraktur pada kosta 2-12 perlu diwaspadai adanya kelainan lain seperti edema paru, hematothorak, dan pneumothorak. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa adanya penyulit pneumothorak, hematothorak, atau kerusakan organ intrathorak lain, meliputi pemberian analgetik yang adekuat, pemeriksaan laboratorium berkala (hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan analisa gas darah), serta pemeriksaan foto rontgen berkala. Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain seperti pneumothorak atau hematothorak ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara langsung, diikuti oleh penanganan paska operasi atau tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek laboratorium dan rontgen berkala), sehingga dapat menghindari morbiditas atau komplikasi (Dewi, 2010). Penanganan pada fraktur kosta juga dapat dilakukan kliping kosta yaitu suatu tindakan kuratif dengan cara menyatukan bagian iga yang patah melalui proses pembedahan. Indikasi operasi pada tulang kosta yang mengalami patah sehingga menimbulkan nyeri terutama bila saat bernafas. Hal ini diikuti dengan

23

terbatasnya daya inspirasi sehingga proses pernafasan menjadi tidak adekuat. Fiksasi kosta diharapkan akan memperbaiki kondisi ini. Patahnya tulang kosta perlu juga diwaspadai dengan kemungkinan timbulnya kerusakan pada organ bagian dalam yang dilindungi tulang kosta. Kontraindikasi operasi ini bila terdapat penyulit lain yang belum ditangani seperti pneumothorak dan pada diagnosis yang belum dikonfirmasi dengan foto rontgen (Sander, 2010). Penanganan pada penderita dengan cara tindakan konservatif tanpa pembedahan. Hal ini dilakukan karena fraktur kosta pada penderita tersebut tidak disertai ancaman kematian. Penatalaksanaan pada penderita ini dilakukan tindakan yang adekuat dengan pemeriksaan laboratorium hemoglobin secara berkala dan diberikan pemberian analgetika yang adekuat dan disarankan untuk tirah baring.

K. Prognosis Fraktur kosta pada anak dengan tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik, sedangkan pada penderita dewasa umumnya memiliki prognosis yang kurang baik oleh karena selain penyambungan tulang relatif lebih lama juga umumnya disertai dengan komplikasi. Keadaan ini disebabkan kosta pada orang dewasa lebih rigit sehingga akan mudah menusuk pada jaringan ataupun organ di sekitarnya. Bila tanpa komplikasi, penyembuhan dan penyatuan tulang biasanya berlangsung cepat, hal ini dikarenakan tulang iga perdarahannya minimal (Sjamsuhidajat & de Jong, 2004).

24

Pada penderita ini memiliki prognosis yang baik. Hal ini dapat dilihat dari keadaan umum dan pemeriksaan fisik penderita saat datang ke rumah sakit. Penatalaksanaan yang bersifat konservatif memberikan perkembangan yang baik pada kesembuhan penderita.

BAB III

25

KESIMPULAN

Fraktur kosta adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang kosta. Fraktur kosta akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. Kosta merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung. Dari keduabelas pasang kosta yang ada, tiga kosta pertama paling jarang mengalami fraktur, hal ini disebabkan karena kosta tersebut sangat terlindung. Kosta ke empat hingga sembilan paling banyak mengalami fraktur, sedangkan tiga kosta terbawah yakni kosta ke sepuluh hingga duabelas juga jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobile. Fraktur kosta dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping, ataupun dari arah belakang.Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur kosta pada tempat traumanya. Pada trauma tidak langsung, fraktur kosta dapat terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas toleransi dari kelenturan kosta tersebut. Rasa sakit dari fraktur kosta dapat menyebabkan beratnya pernapasan, atelektasis, dan pneumonia. Fragmen patahan fraktur kosta juga dapat bertindak sebagai objek penetrasi yang mengarah pada pembentukan hemothorak atau pneumothorak. Pembagian fraktur kosta menurut Borrie J yaitu simple (isolated) merupakan fraktur kosta tanpa kerusakan yang berarti dari jaringan lainnya, compound adalah trauma menembus kulit dan

26

merobek pleura parietalis di bawahnya yang disertai fraktur kosta, c omplicated merupakan fragmen dari fraktur kosta yang menyebabkan cedera organ visera, dan pathologic yang merupakan neoplasma atau kista tulang kosta sebagai penyebab dari fraktur iga. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang teliti perlu dilakukan dalam penegakan diagnosis fraktur kosta. Hal ini dapat memperkirakan tingkat keparahan dari fraktur tersebut. Pada pemeriksaan fisik perhatikan benda asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring, fraktur trakea. Perhatikan pula simetris atau asimetris pergerakan dinding dada, warna kulit, memar, deformitas, dan gerakan paradoksal. Pada auskultasi perhatikan vesikular paru, suara jantung, dan suara tambahan. Palpasi dada diperiksa adanya jejas, krepitasi, dan nyeri tekan. Perhatikan tanda-tanda insufisiensi pernapasan seperti sianosis dan takipnea, pemeriksaan saturasi oksigen. Perlu pula pemeriksaan abdomen terutama pada fraktur kosta bagian inferior seperti pada diafragma, hati, limpa, ginjal, dan usus. Pemeriksaan tulang rangka vertebra, sternum, klavikula, dan fungsi anggota gerak dan pemeriksaan status neurologi. Pemeriksaan penunjang radiologi rontgen thorak mutlak diperlukan untuk dilakukan dan digunakan untuk menyingkirkan cedera thorak lain. Penatalaksanaan trauma thorak dengan cara konservatif merupakan perawatan trauma thorak tanpa disertai pembedahan. Indikasi penatalaksanaan ini pada trauma thorak tanpa disertai ancaman kematian atau bila fasilitas sarana dan prasarana tidak memadai. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rawat inap diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk dan penghisapan

27

endotrakeal. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa adanya penyulit meliputi pemberian analgetik yang adekuat, pemeriksaan laboratorium berkala (hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan analisa gas darah), serta pemeriksaan foto rontgen berkala. Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara langsung, diikuti oleh penanganan paska operasi atau tindakan yang adekuat sehingga dapat menghindari morbiditas atau komplikasi. Fraktur kosta pada anak dengan tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik, sedangkan pada penderita dewasa umumnya memiliki prognosis yang kurang baik oleh karena selain penyambungan tulang relatif lebih lama juga umumnya disertai dengan komplikasi. Keadaan ini disebabkan kosta pada orang dewasa lebih rigit sehingga akan mudah menusuk pada jaringan ataupun organ di sekitarnya. Pada penderita ini diberikan penatalaksanaan dengan cara tindakan konservatif tanpa pembedahan. Hal ini dilakukan karena fraktur kosta pada penderita tersebut tidak disertai ancaman kematian. Penatalaksanaan pada penderita ini dilakukan tindakan yang adekuat dengan pemeriksaan laboratorium hemoglobin secara berkala dan diberikan pemberian analgetika yang adekuat dan disarankan untuk tirah baring. Prognosis pada penderita ini baik, dapat dilihat dari keadaan umum, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada penderita. Penatalaksanaan yang bersifat konservatif memberikan perkembangan yang baik pada kesembuhan penderita. KEPUSTAKAAN

28

Azzilzah,

Y.

2010

Fraktur

Iga,

diakses

18

Maret

2012

dari

http://www.scribd.com/doc/57287579/1-frakturiga-100720042009-phpapp01 Dewi, I. 2010 Fraktur Clavicula dan Fraktur Costae, diakses 18 Maret 2012 dari http://www.scribd.com/doc/47345054/Fraktur-Clavicula-dan-Fraktur-Costae Grace, P. 2007 At a Glance Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta. Penerbit Erlangga Medical Series Mahoney, L. 2010 Rib Fracture, diakses 20 Maret 2012 dari

http://emedicine.medscape.com/article/825981-overview Mansjoer, A. 2000 Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Moore. 2008 Injury Scoring Scale, diakses 20 Maret 2012 dari

http://www.aast.org/library/traumatools/injuryscoringscales.aspx#chest Nadalo, L. 2011 Rib Fracture Imaging, diakses 20 Maret 2012 dari http://emedicine.medscape.com/article/395172-overview Sander, M. 2010 Kliping Kosta, diakses 20 Maret 2012 dari

http://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/20/kliping-kosta/ Sjamsuhidayat & de Jong, W. 2004 Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC Sloane, E. 2003 Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

29

Soedjatmiko, H. 1992 Trauma Toraks, diakses 19 Maret 2012 dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_TraumaToraks.pdf/13_TraumaToraks .pdf Sufitni. 2004 Cedera pada Axiale Dorsale, diakses 18 Maret 2012 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3573/1/anatomi-sufitni.pdf Ward, J. 2008 At a Glance Sistem Respirasi 2nd ed. Jakarta. Penerbit Erlangga Medical Series Wibowo, H. 1995 Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olahraga. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC Wilson. 2004 Rib Fractures & Flail Chest, diakses 19 Maret 2012 dari http://www.trauma.org/index.php/main/article/399/ Zwam, J. 2010 Longproblemen Bij Marfan Syndroom, diakses 19 Maret 2012 dari http://www.marfansyndroom.nl/documenten/lezingen-en-presentaties/105longproblemen-bij-marfan-syndroom-janet-van-zwam.html

30

Anda mungkin juga menyukai

  • Apa Sindrom Goodpasture
    Apa Sindrom Goodpasture
    Dokumen9 halaman
    Apa Sindrom Goodpasture
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus 8 Agustus 2012
    Laporan Kasus 8 Agustus 2012
    Dokumen11 halaman
    Laporan Kasus 8 Agustus 2012
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Sindroma Goodpasture
    Sindroma Goodpasture
    Dokumen2 halaman
    Sindroma Goodpasture
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • App
    App
    Dokumen15 halaman
    App
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    100% (1)
  • Ujian
    Ujian
    Dokumen10 halaman
    Ujian
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Marasmic Kwarsiorkor
    Marasmic Kwarsiorkor
    Dokumen3 halaman
    Marasmic Kwarsiorkor
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Marasmic Kwarsiorkor
    Marasmic Kwarsiorkor
    Dokumen3 halaman
    Marasmic Kwarsiorkor
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Tanda Dan Gejala Klinis Psikiatrik
    Tanda Dan Gejala Klinis Psikiatrik
    Dokumen6 halaman
    Tanda Dan Gejala Klinis Psikiatrik
    Riahta Karina
    Belum ada peringkat
  • Kaki Bengkak
    Kaki Bengkak
    Dokumen2 halaman
    Kaki Bengkak
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat